"Awas!" Teriak seseorang ketika Raisa hendak menyebrang dalam keadaan melamun dan diseberang sana ada sebuah mobil yang hendak menabraknya. Sepertinya mobil itu mengalami masalah dengan remnya. Lelaki itu langsung berlari dan menarik Raisa ke pinggir agar tidak tertabrak.Diana yang sedang memasukkan belanjaan ke dalam mobilnya sontak terkejut mendengar insiden itu. Dia menengok ke sampingnya untuk mencari Raisa, nihil."Dimana Raisa?" Diana bermonolog sendiri. Dia tadi melihat Raisa mengikuti dirinya di belakang setelah mereka belanja bulanan, tetapi Raisa sekarang tidak ada disampingnya."Sayang? Kamu dimana?" tanya Diana yang tampaknya masih belum ngeh tentang kejadian tadi yang hampir menewaskan Raisa yang berjalan sambil melamun."Mama!" Teriak Raisa dari seberang jalan sambil digenggam telapak tangannya oleh laki-laki yang tadi menolongnya. Raisa sejenak mengurutkan keningnya karena merasa tidak mengenali lelaki yang bersama dengan Raisa."Kamu dari mana saja? Kenapa datang bers
Halimah mendatangi Marissa di sekolah Andien pada jam pulang. Halimah memiliki misi untuk bekerja sama dengan mantan menantunya itu yang sama-sama berotak nakal dan culas."Tante mau apa kesini? Bukankah sejak perceraianku dengan Mas Dani, tante sudah gak sudi lagi kenal dengan kami?" tanya Marissa dengan tatapan sinis ke arah Halimah.Halimah membelalakkan matanya karena Marissa yang terlalu berterang dihadapannya. CkckckHalimah berdecak lidah melihat penampilan Marissa yang terlalu terbuka menurutnya."Kamu tidak malu berpenampilan seperti itu di hadapan anakmu maupun gurunya dan teman-temannya?" tanya Halimah yang sedikit risih melihat keseksian Marissa yang terlalu berlebihan dimatanya.Marissa hendak berlalu dan meninggalkan Halimah yang membuat moodnya rusak siang itu dengan ucapannya yang sok suci."Dengar ya, tan! Bukan kapasitas tante untuk mengomentari hidupku! Sebaiknya tante urus saja hidup tante dan anak tante sendiri. Ga usah rese dengan hidup orang lain!" sengit Maris
Diana menatap seorang wanita yang saat ini sedang bergelayut manja di lengan seorang pria yang duduk di hadapannya. Saat ini mereka akan menandatangi surat perjanjian kerjasama."Nyonya Diana kenapa datang sendiri saja? Dimana suaminya?" tanya Darma sambil tersenyum pada Diana yang masih berusaha untuk menentramkan hatinya saat ini."Bukan urusan anda. Bukankah pertemuan kita kali ini hanya untuk menandatangani surat perjanjian kerjasama saja? Saya rasa, tak perlu kita membawa pasangan kita di dalam pertemuan seperti ini. Betul begitu, ibu Marissa?" tanya Diana sambil tersenyum mengejek. Bagaimana tidak? Diana jelas mengenai sosok lelaki yang duduk di hadapannya, bahkan kenal siapa istrinya. Kenapa dia datang bersama Marissa yang bukan istri sah lelaki itu? Otak cerdas Diana bisa langsung menilai apa yang sedang terjadi di sana.Marissa mengerucutkan bibirnya. "Rupanya kau masih menyimpan dendam padaku, Diana? Aku sudah melepaskan suamimu yang sudah tak berguna itu. Aku tak peduli pad
Diana menatap ponselnya dan membaca pesan yang ditinggalkan James untuknya. "Selamat malam Diana. Maafkan aku yang sudah mengganggu waktumu. Aku hanya ingin menyampaikan padamu bahwa besok aku akan kembali ke Kanada. Maafkan aku jika sudah membuat merasa tidak nyaman Sejak pertemuan kita kembali. Aku harap kamu akan bisa berdamai dengan masa lalumu dan menemukan kebahagian hidup di masa depan."Diana meletakkan kembali ponselnya di atas nakas dia tidak berniat sama sekali untuk menjawab pesan tersebut. Entah kenapa Diana merasakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. "Selamat jalan, James. Aku mendoakan kebahagiaanmu dari sini. Maafkan aku yang terpaksa harus bersikap ketus kepadamu untuk mengikis jarak yang sedang kau upayakan kembali terjalin seperti dulu. Tapi saat ini hatiku sedang tidak ingin memeluk cinta lagi. Maafkan aku!" sesal Diana sambil menghapus air mata yang mengalir begitu saja di pipinya.Diana kembali melihat ke arah ponselnya yang kembali berbunyi. Tanda ada pesan
James sudah membawa koper miliknya dan bersiap berangkat ke bandara. Dia melirik sejenak ke arah apartemen milik Diana. Dia berharap bisa melihat wanita yang dia cintai untuk terakhir kalinya. Tapi nihil! Disana hanya ada kesunyian karena tampaknya Diana masih sibuk dengan aktivitasnya di pagi hari untuk menyiapkan sarapan buat Raisa dan mempersiapkan diri berangkat bekerja.Dengan langkah gontai James masuk ke dalam mobilnya. Dia sudah merasakan putus asa untuk dapat menyentuh relung hati Diana. Hati wanita jika sudah terluka memang sangat sulit untuk kembali disembuhkan. Butuh waktu dan kesabaran ekstra untuk bisa melakukan itu. James sadar kalau dia sedang melakukan sesuatu yang amat mustahil.Ketika James hendak masuk ke dalam mobilnya tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkannya dan sukses membuat James membeku seketika itu juga. "James, apakah kamu berencana pergi untuk tidak berpamitan padaku secara langsung?" tanya Diana dengan suara bergetar."Diana? Kamu sedang apa disitu?" ta
Marissa kembali ke Indonesia dengan perasaan berkecamuk. Ada ribuan dendam yang semakin membuat hidupnya tak tenang jika memikirkan tentang Diana yang merupakan saingan baginya sejak lama. Marissa mengepalkan kedua tangan saat melihat semua barangnya sudah berada di luar dan apartemen itu telah berganti kepemilikan."Sial! Hidupku berubah dalam semalam gegara perempuan kurang ajar itu! Entah apa yang dia lakukan padaku sehingga selalu memberikan kesialan padaku tiap kali bertemu dengan dia!" kesal Marissa yang akhirnya mau tidak mau meninggalkan apartemen itu juga.Pantang bagi Marissa untuk mengemis pada Darma yang sudah membuangnya layaknya kotoran yang tak berharga. Dengan terseok Marissa kembali ke rumah kontrakan yang di tempati oleh Andien dan pengasuhnya."Mama?? Mama akhirnya pulang juga!" teriak Andien dengan penuh kebahagiaan.Marissa yang sedang kesal mendadak baik mood nya saat melihat Andien yang menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Tetapi saat ini dia sedang lelah seka
"Gara-gara kamu menerima lamaran James, dia menolak untuk dijodohkan denganku. Dasar perempuan sundal!" pekik gadis itu dengan penuh amarah kepada Diana.Deg!Dani membeku di tempat mendengar hal itu. "Diana menerima lamaran dari James? Tunggu dulu! Kenapa rasanya aku kenal dengan nama itu?" monolog Dani sambil kembali mengingat-ingat nama James di memorynya."Sialan! Bukankah James itu adalah tetangga kami ketika tinggal di luar negeri? Gimana dia bisa melamar Diana?? Bagaimana nasib istrinya? Oh, tidak!! Apakah Diana mau dijadikan istri kedua oleh bajingan itu!" pekik Dani merasa tidak senang dengan apa yang ada dalam pikiran nya.Saat Dani hendak mendekat ke arah Diana, dia melihat seorang lelaki bule yang begitu familiar dimatanya mendekati kedua wanita yang sedang ribut itu. Diana memilih diam dan tidak meladeni gadis itu yang seperti menggila melihat Diana begitu acuh dan tenang dalam menghadapinya yang sudah seperti kesetanan."Stop it, Jasmine!" sentak James yang menarik tanga
"Baiklah, aku akan mencapai tuntutanku tapi dengan suatu syarat," pinta James pada akhirnya. Diana tentu saja merasa senang mendengarnya dan antusias untuk segera mengetahui syarat yang James maksud."Apa?""Aku berharap kamu tidak menemui dia lagi. Sayang, aku benar-benar merasa sangat cemburu dan takut kamu akan kembali tergerak hatinya dengan laki-laki itu. Kamu bisa mengerti perasaan aku kan?" tanya James sambil menatap Intens mata Diana.Diana terdiam beberapa saat lamanya. "Kami memiliki anak bersama, James. Bagaimana mungkin tidak akan bertemu dia selama sia hidup ini?" tanya Diana yang merasa Dilema dengan syarat itu.James memeluk Diana. "Aku akan selalu mendampingimu ketika kalian bertemu. Sayang, tolong pahami aku ya? Aku hanya tidak ingin kehilangan kamu!" pinta Jane dengan lembut dan membuai Diana dalam cinta.Diana menatap Dani yang masih menunggu keputusan mereka. " Lalu bagaimana dengan Jasmine? Bukankah kalian bertunangan?"Deg!!James terkejut karena karena Diana ter
Dengan segala kekecewaan akhirnya Dani kembali ke Indonesia dengan tangan hampa. Dani bahkan tidak bisa bertemu dengan Raisa karena James yang menghalangi mereka untuk bertemu."Kurang ajar! Dasar tetangga tidak ada akhlak! Bisa-bisanya dia merampas istriku! Aku akan melakukan segala cara untuk merebut Diana dan Raisa dari tangan dia!" geram Dani saat dia memasuki rumahnya.Dani dikejutkan dengan kehadiran Marissa dan Andien yang menyambut kedatangannya."Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Dani yang merasa tidak senang dengan kehadiran mereka berdua di rumahnya."Mereka berdua akan tinggal bersama kita!" ucap sang ibu yang tiba-tiba saja sudah berada di antara mereka."Mama tidak usah ikut campur urusanku lagi! Gara-gara mama Aku kehilangan segalanya dan sekarang menjadi pecundang! Mereka bukan tanggung jawabku karena aku sudah menceraikan Dia! Lagipula, Andien bukanlah darah dagingku dan aku tidak akan pernah mau menghabiskan hidupku untuk mengurus dia!" tegas Dani yang menolak
"Baiklah, aku akan mencapai tuntutanku tapi dengan suatu syarat," pinta James pada akhirnya. Diana tentu saja merasa senang mendengarnya dan antusias untuk segera mengetahui syarat yang James maksud."Apa?""Aku berharap kamu tidak menemui dia lagi. Sayang, aku benar-benar merasa sangat cemburu dan takut kamu akan kembali tergerak hatinya dengan laki-laki itu. Kamu bisa mengerti perasaan aku kan?" tanya James sambil menatap Intens mata Diana.Diana terdiam beberapa saat lamanya. "Kami memiliki anak bersama, James. Bagaimana mungkin tidak akan bertemu dia selama sia hidup ini?" tanya Diana yang merasa Dilema dengan syarat itu.James memeluk Diana. "Aku akan selalu mendampingimu ketika kalian bertemu. Sayang, tolong pahami aku ya? Aku hanya tidak ingin kehilangan kamu!" pinta Jane dengan lembut dan membuai Diana dalam cinta.Diana menatap Dani yang masih menunggu keputusan mereka. " Lalu bagaimana dengan Jasmine? Bukankah kalian bertunangan?"Deg!!James terkejut karena karena Diana ter
"Gara-gara kamu menerima lamaran James, dia menolak untuk dijodohkan denganku. Dasar perempuan sundal!" pekik gadis itu dengan penuh amarah kepada Diana.Deg!Dani membeku di tempat mendengar hal itu. "Diana menerima lamaran dari James? Tunggu dulu! Kenapa rasanya aku kenal dengan nama itu?" monolog Dani sambil kembali mengingat-ingat nama James di memorynya."Sialan! Bukankah James itu adalah tetangga kami ketika tinggal di luar negeri? Gimana dia bisa melamar Diana?? Bagaimana nasib istrinya? Oh, tidak!! Apakah Diana mau dijadikan istri kedua oleh bajingan itu!" pekik Dani merasa tidak senang dengan apa yang ada dalam pikiran nya.Saat Dani hendak mendekat ke arah Diana, dia melihat seorang lelaki bule yang begitu familiar dimatanya mendekati kedua wanita yang sedang ribut itu. Diana memilih diam dan tidak meladeni gadis itu yang seperti menggila melihat Diana begitu acuh dan tenang dalam menghadapinya yang sudah seperti kesetanan."Stop it, Jasmine!" sentak James yang menarik tanga
Marissa kembali ke Indonesia dengan perasaan berkecamuk. Ada ribuan dendam yang semakin membuat hidupnya tak tenang jika memikirkan tentang Diana yang merupakan saingan baginya sejak lama. Marissa mengepalkan kedua tangan saat melihat semua barangnya sudah berada di luar dan apartemen itu telah berganti kepemilikan."Sial! Hidupku berubah dalam semalam gegara perempuan kurang ajar itu! Entah apa yang dia lakukan padaku sehingga selalu memberikan kesialan padaku tiap kali bertemu dengan dia!" kesal Marissa yang akhirnya mau tidak mau meninggalkan apartemen itu juga.Pantang bagi Marissa untuk mengemis pada Darma yang sudah membuangnya layaknya kotoran yang tak berharga. Dengan terseok Marissa kembali ke rumah kontrakan yang di tempati oleh Andien dan pengasuhnya."Mama?? Mama akhirnya pulang juga!" teriak Andien dengan penuh kebahagiaan.Marissa yang sedang kesal mendadak baik mood nya saat melihat Andien yang menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Tetapi saat ini dia sedang lelah seka
James sudah membawa koper miliknya dan bersiap berangkat ke bandara. Dia melirik sejenak ke arah apartemen milik Diana. Dia berharap bisa melihat wanita yang dia cintai untuk terakhir kalinya. Tapi nihil! Disana hanya ada kesunyian karena tampaknya Diana masih sibuk dengan aktivitasnya di pagi hari untuk menyiapkan sarapan buat Raisa dan mempersiapkan diri berangkat bekerja.Dengan langkah gontai James masuk ke dalam mobilnya. Dia sudah merasakan putus asa untuk dapat menyentuh relung hati Diana. Hati wanita jika sudah terluka memang sangat sulit untuk kembali disembuhkan. Butuh waktu dan kesabaran ekstra untuk bisa melakukan itu. James sadar kalau dia sedang melakukan sesuatu yang amat mustahil.Ketika James hendak masuk ke dalam mobilnya tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkannya dan sukses membuat James membeku seketika itu juga. "James, apakah kamu berencana pergi untuk tidak berpamitan padaku secara langsung?" tanya Diana dengan suara bergetar."Diana? Kamu sedang apa disitu?" ta
Diana menatap ponselnya dan membaca pesan yang ditinggalkan James untuknya. "Selamat malam Diana. Maafkan aku yang sudah mengganggu waktumu. Aku hanya ingin menyampaikan padamu bahwa besok aku akan kembali ke Kanada. Maafkan aku jika sudah membuat merasa tidak nyaman Sejak pertemuan kita kembali. Aku harap kamu akan bisa berdamai dengan masa lalumu dan menemukan kebahagian hidup di masa depan."Diana meletakkan kembali ponselnya di atas nakas dia tidak berniat sama sekali untuk menjawab pesan tersebut. Entah kenapa Diana merasakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. "Selamat jalan, James. Aku mendoakan kebahagiaanmu dari sini. Maafkan aku yang terpaksa harus bersikap ketus kepadamu untuk mengikis jarak yang sedang kau upayakan kembali terjalin seperti dulu. Tapi saat ini hatiku sedang tidak ingin memeluk cinta lagi. Maafkan aku!" sesal Diana sambil menghapus air mata yang mengalir begitu saja di pipinya.Diana kembali melihat ke arah ponselnya yang kembali berbunyi. Tanda ada pesan
Diana menatap seorang wanita yang saat ini sedang bergelayut manja di lengan seorang pria yang duduk di hadapannya. Saat ini mereka akan menandatangi surat perjanjian kerjasama."Nyonya Diana kenapa datang sendiri saja? Dimana suaminya?" tanya Darma sambil tersenyum pada Diana yang masih berusaha untuk menentramkan hatinya saat ini."Bukan urusan anda. Bukankah pertemuan kita kali ini hanya untuk menandatangani surat perjanjian kerjasama saja? Saya rasa, tak perlu kita membawa pasangan kita di dalam pertemuan seperti ini. Betul begitu, ibu Marissa?" tanya Diana sambil tersenyum mengejek. Bagaimana tidak? Diana jelas mengenai sosok lelaki yang duduk di hadapannya, bahkan kenal siapa istrinya. Kenapa dia datang bersama Marissa yang bukan istri sah lelaki itu? Otak cerdas Diana bisa langsung menilai apa yang sedang terjadi di sana.Marissa mengerucutkan bibirnya. "Rupanya kau masih menyimpan dendam padaku, Diana? Aku sudah melepaskan suamimu yang sudah tak berguna itu. Aku tak peduli pad
Halimah mendatangi Marissa di sekolah Andien pada jam pulang. Halimah memiliki misi untuk bekerja sama dengan mantan menantunya itu yang sama-sama berotak nakal dan culas."Tante mau apa kesini? Bukankah sejak perceraianku dengan Mas Dani, tante sudah gak sudi lagi kenal dengan kami?" tanya Marissa dengan tatapan sinis ke arah Halimah.Halimah membelalakkan matanya karena Marissa yang terlalu berterang dihadapannya. CkckckHalimah berdecak lidah melihat penampilan Marissa yang terlalu terbuka menurutnya."Kamu tidak malu berpenampilan seperti itu di hadapan anakmu maupun gurunya dan teman-temannya?" tanya Halimah yang sedikit risih melihat keseksian Marissa yang terlalu berlebihan dimatanya.Marissa hendak berlalu dan meninggalkan Halimah yang membuat moodnya rusak siang itu dengan ucapannya yang sok suci."Dengar ya, tan! Bukan kapasitas tante untuk mengomentari hidupku! Sebaiknya tante urus saja hidup tante dan anak tante sendiri. Ga usah rese dengan hidup orang lain!" sengit Maris
"Awas!" Teriak seseorang ketika Raisa hendak menyebrang dalam keadaan melamun dan diseberang sana ada sebuah mobil yang hendak menabraknya. Sepertinya mobil itu mengalami masalah dengan remnya. Lelaki itu langsung berlari dan menarik Raisa ke pinggir agar tidak tertabrak.Diana yang sedang memasukkan belanjaan ke dalam mobilnya sontak terkejut mendengar insiden itu. Dia menengok ke sampingnya untuk mencari Raisa, nihil."Dimana Raisa?" Diana bermonolog sendiri. Dia tadi melihat Raisa mengikuti dirinya di belakang setelah mereka belanja bulanan, tetapi Raisa sekarang tidak ada disampingnya."Sayang? Kamu dimana?" tanya Diana yang tampaknya masih belum ngeh tentang kejadian tadi yang hampir menewaskan Raisa yang berjalan sambil melamun."Mama!" Teriak Raisa dari seberang jalan sambil digenggam telapak tangannya oleh laki-laki yang tadi menolongnya. Raisa sejenak mengurutkan keningnya karena merasa tidak mengenali lelaki yang bersama dengan Raisa."Kamu dari mana saja? Kenapa datang bers