Setelah menemukan ponselnya, Alina mengambil Jempol kanan Zayyad untuk mengaktifkan kunci pengaman agar ia dapat mengakses ponsel pria itu. Setelahnya, ia langsung mencari kontak Bakri dan segera menghubunginya.
"Assalamu'alaikum pak Zayyad..." Terdengar suara sopan Bakri menjawab panggilan.
"Bakri aku akan segera mengirimkan lokasinya pada mu, segera datang kemari. Tolong cepat ya.. Zayyad pingsan" Alina terus berbicara dengan panik. Tanpa menunggu jawaban dari Bakri, ia terus memutuskan panggilan dan meng-share lokasinya pada asisten pribadi Zayyad itu.
"Zayyad.. Zayyad" Alina menepuk-nepuk pelan pipi Zayyad, berusaha menyadarkannya. Tapi matanya tetap terpejam tidak merespon panggilannya.
Tidak tau kenapa, di samping kepalanya yang terasa berat, tiba-tiba Alina merasa sekujur tubuhnya mulai terasa gerah dan panas.
"Ah, kenapa panas sekali!" Alina mengibas-ngibaskan tangannya ke wajahnya, rasa panas itu membuatnya seakan ingin segera melepas
Sepanjang perjalanan, Alina yang duduk di bangku depan tepat di samping Cavell yang mengemudi, kepalanya terus terkulai ke kepala kursi dalam keadaan mata terpejam. Cavell yang fokus menyetir, sesekali menoleh pada Alina. Cavell melihat kedua belah pipi Alina yang tirus, sudah memerah seperti buah persik. Cavell tau kalau Alina mabuk. Alina yang berhijab, pasti tidak pernah menyentuh atau bahkan mengkonsumsi alkohol sebelumnya. Cavell menghentikan laju mobilnya ketika melihat lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Bersamaan dengan itu Cavell mendengar suara lirih Alina yang merintih kepanasan. "Panas.." "Ahh..hah..panas.." "Hah..hah..kenapa panas sekali?" Alina tidak membuka matanya. Hanya bibirnya yang bernoda darah itu terus merintih dan mendesah kepanasan. Cavell melirik kearah Alina yang sudah bersiap untuk menanggalkan pashmina yang membalut leher dan kepalanya. Cavell dengan sigap mencegahnya, "Tidak di sini.." Cavell menahan tangan Al
Detik itu, mata elang Cavell menyala-nyala. Sekujur tubuhnya menegang. Perasaan yang menggelitik dari jari-jemari kecil Alina yang mempermainkan permukaan bibirnya, menghasilkan rasa panas yang mulai menjalar ke seluruh sel saraf dalam otaknya, membuatnya merasa begitu bergairah. "Kau ingin aku puaskan seperti apa, hem?" Mata elang Cavell tersenyum dingin, jari-jemarinya mulai menari pelan di atas permukaan wajah Alina yang halus. Alina yang masih dalam keadaan mabuk, retinanya menangkap seseorang yang sedang menatap wajahnya saat ini adalah Zayyad. Tapi Alina melihat itu bukanlah tatapan menggoda Zayyad yang seperti biasanya. Tatapan itu dingin dan penuh hasrat, "Zayyad..kenapa kau terlihat berbeda sekali malam ini?" Cavell mencengkram seprai ranjangnya, mendengus kesal. Lagi-lagi Zayyad. Apakah Alina begitu mencintai pria lemah yang sangat tak tertolong itu? Lagipula wanita yang agresif seperti Alina sangat tidak cocok dengan pria gynophobic seperti
Zayyad melangkah terburu-buru keluar dari vila. Tapi setiba di depan halaman kediamannya yang luas, langkahnya terhenti melihat mobil roll Royce hitam miliknya tidak terparkir didepan. Mendengar langkah cepat yang datang dari belakangnya. Zayyad berbalik, melihat Bakri yang membungkuk dengan nafas tersengal-sengal."Pak..hah..hah.." Langkah Zayyad cukup cepat, Bakri bahkan harus berlari untuk mengejarnya."Mobil anda masih di sana. Nanti saya akan menyuruh seseorang untuk membawanya pulang. Bagaimana jika saya yang—""Berikan kunci mobil mu!" Potong Zayyad.Tatapannya yang terlihat suram, membuat Bakri menyadari satu hal— dia sudah melakukan kesalahan malam ini, karena meninggalkan Alina di bar begitu saja."Baik pak!" Bakri merogoh saku celananya, menyerahkan kunci mobilnya pada Zayyad."Hadi tolong buka pintu pagarnya.." Seru Zayyad. Kaki panjangnya dengan cepat menggapai sedan putih milik Bakri."Siap pak!" Hadi ber
Alina yang menggeliat tak sabaran sejak tadi, terdiam. Mata hitamnya menatap mata coklat Zayyad."Jika pun aku mau, aku ingin melakukannya atas persetujuan darimu..."Menarik kerah baju Zayyad, Alina dengan gigih berkata, "Aku menyetujuinya""..." Zayyad menghela nafas panjang."Ayo cepat! Kita lakukan sekarang ya, aku sudah tak tahan.." Rengek Alina mendesak Zayyad untuk segera memuaskannya. Tangannya dengan terburu-buru melepaskan kancing baju Zayyad. Rasa panas yang menjalar hingga ke pembuluh otaknya, membuat Alina merasa tak tahan untuk segera mendapatkan apa yang dibutuhkan tubuhnya.Zayyad tidak punya pilihan lain. Mengangkat tubuh kurus Alina, Zayyad membawanya pergi ke kamar mandi. Lalu ia meletakkan wanita itu kedalam bathtub."Zayyad, kenapa kau membawa ku kemari?" Keluh Alina, kesadarannya yang masih separuh linglung itu pergi memukul-mukul kesal lengan Zayyad.Zayyad tidak menggubris perlakuan Alina, terus menyalakan air
"K-kau tidak ke perusahaan?" Kali ini Alina dengan cepat menarik jari telunjuknya dan Zayyad tidak menahannya lagi. Meremas selimut tebal yang menutupi separuh tubuhnya, Alina berusaha menetralisir rasa gugupnya."Sepertinya tidak.." Zayyad separuh bangun, pergi meletakkan bantal di kepala ranjang. Lalu Zayyad menyandarkan punggungnya.Alina tidak bertanya kenapa. Begitu banyak memar biru yang memenuhi leher Zayyad. Bibirnya pun terkoyak mengenaskan. Dengan penampilan yang menyedihkan seperti itu, bagaimana Zayyad bisa tampil percaya diri di hadapan para karyawan?"Semalam kau minum alkohol?"Zayyad teringat dengan nafas Alina yang bau alkohol dan sikapnya yang kegerahan tak wajar, pasti tidak hanya minuman biasa. Minuman itu pasti sudah dicampuri sesuatu."Tidak!" Alina mengambil guling, meletakkan di atas badannya, ia memeluknya senyaman mungkin."Tapi kenapa sikap mu..."Alina membelalakkan matanya, menyadari sesuatu. Seketika Alin
⚠️ Sensitive Content ⚠️*Bab ini mengandung cuplikan yang tidak pantas, harap membacanya dengan bijak dan melewatkannya jika perlu*Beberapa menit berlalu dengan keheninganBeberapa menit berlalu dengan keheningan. Zayyad masih berada di atas Alina. Mata coklatnya yang tak be-riak, terbuai dengan kecantikan yang berada tepat di bawahnya.Pelan, jantung Alina kembali berdetak tak karuan. Seluruh sel saraf dalam tubuhnya menjadi kaku, tiap kali nafas hangat Zayyad menerpa wajahnya. Matanya melirik ke bawah, mengikuti kemana tangan Zayyad pergi— itu mendarat di tulang selangkanya. Alina yakin, Zayyad pasti dapat melihat gerakan dadanya yang naik turun karena gugup.Alina merasakan, ujung jari-jemari Zayyad yang besar, menari-nari pelan di atas tulang selangkanya. Esensi dari gerakan yang menggelitik itu, membuat Alina refleks menggerakkan kedua kakinya— gugup dan gusar. Itu suatu hal yang asing, yang tidak pernah Alina rasakan sebelumnya.
"Syuhh..Alin tenang saja. Selama ada ayah di sisi Alin, ayah tidak akan membiarkan pria manapun melukai putri ayah..""Ayah janji?""Tapi ada syaratnya""Apa itu ayah?""Apapun yang pernah ayah lakukan pada Alin, itu harus menjadi rahasia di antara kita berdua saja. Alin paham?""Alin paham. Alin janji ini akan menjadi rahasia di antara kita berdua saja""Anak pintar!" Pria dewasa itu menepuk pelan kepala putrinya dan tersenyum puas.Terdengar suara isak tangis Alina yang lirih, Zayyad langsung menghentikan aktivitasnya. Mengangkat tubuhnya, kepalanya mendongak menatap Alina dibawahnya dengan perasaan bersalah, "Maaf.." Lembut jempol Zayyad mengusap pipi Alina yang basah.Alina perlahan membuka matanya. Alina melihat mata coklat Zayyad yang meredup sedih da
Alina melihat Zayyad yang berjalan kearahnya, kemudian berdiri tepat di belakangnya. Menurunkan tatapannya kebawah, Alina melihat tangan Zayyad yang perlahan memeluk pinggang kecilnya lembut. Kepala Zayyad menunduk tepat di telinga kanannya dan berbicara pelan, "Aku juga pernah dilakukan cukup kasar...Sekeras apapun aku mengelak dari fakta itu, tapi saksi bisu yang tersisa di tubuhku, tidak dapat menyangkalnya" Alina mengedipkan matanya berkali-kali, netra nya terasa pedih dan dadanya terasa sesak. Seiring Zayyad berbicara pelan di telinganya, tatapan Alina menatap ke depan— tampak jauh dan hampa. Secuil kisah silam yang sudah dikubur jauh dalam otaknya, tidak mengerti kenapa itu bangkit. Membuat Alina dengan penuh kebencian mengenangnya— walau sangat tidak ingin. Prang.. Brak.. Bruk.. Suara lemparan barang memecah keheningan ruang tamu yang sempit. Vas bunga berisikan dua tangkai bunga mawar plastik sudah jatuh dan pecah tak b
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan