Anwar membuka pintu rumahnya dengan kasar. Pintu itu terbuka dengan terbanting ke tembok hingga menimbulkan suara berdebum yang keras. Dia tidak percaya dengan keputusan Celo. Dia sakit hati dan merasa dipermalukan di depan semua bawahannya. Dia menuju ke lemari pendingin. Dia mengambil gelas lalu menuang air putih ke dalam gelas tersebut. Setelah air itu habis diteguk, Dia membanting gelas itu sampai pecah berkeping-keping. Dia lalu berjalan ke meja makannya. Dia berdiri di samping meja makannya, kedua tangannya ada di pinggiran meja. Dia bersandar ke meja makan tersebut dengan tangannya.
Dadanya serasa mau pecah menahan amarah dan malu. Tak pernah sekalipun sepanjang hidupnya dipermalukan dan direndahkan seperti ini. Dia adalah seorang yang berkedudukan tinggi, seorang bangsawan, seseorang yang harus selalu dihormati dan disegani. Seperti bapaknya dulu yang selalu disegani dan ditakuti bawahannya, dia ingin seperti itu.
Semua bawahan-bawahan itu sudah mendengun
Keesokan paginya, pikirannya masih berpacu, bagaimana caranya si penjilat itu bisa disingkirkan. Kalau memakai cara yang sama seperti cara menyingkirkan si tua Mis, bisa-bisa ada yang curiga. Tidak, cara yang tepat adalah dengan meneror keluarga si tukang jilat itu. Sebarkan saja berita di kantor dulu bahwa si tukang jilat dan tukang pelet ada hubungan. Suatu saat pasti sampai ke telinga istrinya.Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Pada saat dia masuk ruangannya pagi itu, si Toni sudah menunggunya dengan membawa kabar yang menyejukkan hatinya. Toni menyambut dirinya di ruangannya dengan membawa sebuah berkas. Seperti biasa, Toni berdiri ketika dia datang, menuju ke arahnya dan mencium tangannya. Suatu perlakuan yang sangat menyenangkan dirinya. Memuaskan dahaganya atas rasa hormat yang tidak didapatkannya kemarin sore. Mengobati rasa sakit hatinya meskipun sedikit.“Ada apa Ton?” kata Anwar sambil duduk di kursi kerjanya.“Mohon maaf Bapak, saya mem
Nur merasakan kakinya lemas, seolah-olah kaki itu tidak sanggup lagi untuk menahan berat tubuhnya. Namun dia tetap berusaha untuk berdiri, paling tidak selama Pak Anwar masih di depannya. Dilihatnya Pak Anwar tersenyum.“Tidak, apakah aku terlihat terkejut?” batin Nur.“Kenapa terkejut? Kamu pikir saya tidak bisa tahu apa yang kamu sembunyikan? Ternyata apa yang saya curigai selama ini benar. Kamu menjadi wakil ketua karena kamu adalah gundik Bu Bos. Apa yang terjadi jika istrimu mengetahui hubunganmu dengan bu bos?”Nur hanya terdiam. Dia tidak sanggup berkata-kata. Otaknya sudah tak mampu diajak berpikir, lidahnya serasa kelu dan kaku.“Saya juga sudah selesai mengaudit laporanmu, ternyata kamu menggelapkan dana bengkel sebesar dua ratus juta. Segera saja mengundurkan diri. Atau istrimu dan bawahan-bawahan tahu tentang aibmu.” kata Pak Anwar pelan-pelan menegaskan ancamannya.Nur melihat Pak Anwar berbali
Nur melemparkan tubuhnya ke kursi kerjanya. Dia merasa capek hari itu. Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul tiga lebih tiga puluh menit.“Wah, hari ini sepertinya bisa pulang cepat.” batinnya.Selama dua hari, Nur pulang malam. Dia lembur. Dia hampir tidak bisa menjelaskan apa sebenarnya yang dia lakukan yang mengharuskannya pulang malam. Sebenarnya, yang dia lakukan adalah pekerjaan remeh-temeh, membereskan ini-itu.“Ku pikir menjadi wakil ketua hanya duduk-duduk santai dan tinggal terima laporan. Ternyata sebaliknya, pekerjaan yang menumpuk dan tidak ada habisnya.” desahnya pelan. Selama dua hari itu pula, Nur tidak bertemu dengan Bu Celo. Bu Celo tidak ke kantor. Nur tidak tahu kemana Bu Celo. Bu Celo juga tidak memberitahunya. Dia tidak menanyakan pada Bu Celo lewat pesan atau lewat telefon. Dia merasa canggung kalau harus bertanya melalui pesan pribadi ke Bu Celo. Lagipula, dia berpikir, apa hak dia menanyakan hal i
Jam tujuh lebih empat puluh malam, Nur dan Bu Celo baru keluar dari restoran masakan Jawa. Nur membukakan pintu depan kiri mobil untuk Bu Celo, menunggu Bu Celo masuk, dan menutup pintu itu untuk beliau. Baru dia sendiri masuk ke mobil.Bu Celo kalau bersama dia memang tidak ingin duduk di belakang. Bu Celo beralasan bahwa tidak ingin membuat kesan bahwa Nur adalah seorang supir. Memang, sepengetahuan Nur, kalaupun Bu Celo memakai supir, Bu Celo selalu duduk di depan. Dan sepanjang Nur di bengkel, Bu Celo selalu menyetir sendiri. Supir kantor biasanya diminta untuk menyetir untuk Pak Nas dan Pak Anwar.Seperti biasa, Nur mengemudikan mobil itu pelan-pelan. Dipikirannya, ini adalah saat yang tepat untuk berbicara pada Bu Celo tentang masalah-masalah yang dihadapinya. Ini adalah saat yang tepat karena tidak ada orang lain selain dirinya dan Bu Celo di mobil ini.“Terima kasih Bu Celo, sudah membiarkan saya untuk membungkus makanan pulang. Dara pasti belum ma
Nur pulang setelah mengantarkan Bu Celo ke rumah beliau. Dia masuk rumah jam delapan tiga puluh malam. Dia pulang dengan perasaan gembira. Beban yang dia tanggung selama dua hari telah sirna dari bahunya. Namun, perasaan lega itu berubah ketika dia masuk rumah.Rumahnya seperti kapal pecah, berantakan. Mainan Wahid berceceran disana-sini. Tumpukan piring kotor bekas makan masih ada di wastafel, bahkan bekas piring sarapan Dara masih belum dicuci. Pakaian kotor yang menumpuk sejak dua hari lalu masih belum dicuci.Laptop Dara menyala, namun dalam keadaan power safe.Keadaan yang sama seperti dua hari yang lalu, Nur juga pulang malam dan mendapati laptop istrinya menyala. Seperti biasa, kalau laptop itu menyala, semua pekerjaan rumah terbengkalai. Bahkan untuk memasak pun, Dara tidak sempat.Nur menghela nafas. Dia tiba-tiba merasa capek. Dilihatnya, Dara sudah tidur bersama Wahid di kamar depan. Tiba-tiba dia merasa kasihan dengan Dara. Dia mengum
Nur melemparkan tubuhnya ke kasur di kamar tengah. Dia terlentang. Pandangannya menatap atap ruangan. Badannya terasa pegal dan capek setelah semua yang aktivitasnya hari ini. Ditambah pula hatinya mendongkol karena Dara. Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan lebih empat menit.Dia mencoba menutup matanya. Lampu kamar sudah padam, seharusnya tidak sulit bagi Nur untuk segera tidur. Namun, matanya tidak bisa dipejamkan sama sekali. Dia tidak merasa mengantuk.Nur memegang batangnya itu. Batang itu mengeras di balik celana pendek. Dipijitnya pelan-pelan benda keras itu. Dirasakannya sensasi menyenangkan di bawah sana.“Ah…” desahnya gusar.Nur melepas pegangannya dari benda keras tersebut. Dia tidak mau melakukan hal itu lagi. Dia tidak ingin berbuat dosa lagi. Keinginan ini harus dihapus, harus segera pergi. Diambilnya ponselnya untuk mengalihkan pikirannya. Dia ingin membuka media sosial dan melihat video lucu untuk men
Pagi itu setelah Nur mencuci pakaian, dia segera mandi. Sudah sekitar satu minggu lebih Nur mempunyai aktivitas baru sebelum mandi dan berangkat ke bengkel, yaitu mencuci baju. Nur yang hampir tiap hari pulang malam dan mendapati tumpukan cucian kotor, akhirnya memutuskan untuk mengambil alih tugas mencuci sekaligus meringankan beban Dara.Kadang pula, ditemuinya rumah dalam keadaan berantakan, belum disapu, mainan Wahid yang berceceran, dan piring-piring kotor tak tersentuh. Tak jarang pula dia pulang tanpa menemukan makanan yang tersedia. Lagi-lagi, Nur harus pesan makan untuk dirinya dan Dara lewat ojek online.“Kalau saja Dara mau memasak, mungkin pengeluaran tidak akan sebesar ini.” batin Nur berkata.Anehnya, Dara mengeluarkan uang dari dompetnya. Dara tidak minta uang darinya untuk membayar makanan itu. Sudah beberapa kali Nur mendapati kejadian seperti ini. Ada niatan dari Nur untuk bertanya, namun dia takut Dara tersinggung dan malah mengaki
Nur berdiri untuk beberapa saat di depan gerbang besar itu. Gerbang itu terdiri dari dua bagian, pintu gerbang yang terbuat dari kayu dan pagar yang terbuat dari bata dan semen. Pagar dan pintu gerbang itu tingginya lebih dari dua meter.“Percuma kalau aku teriak-teriak. Bu Celo tidak akan mendengar. Lagipula malu kalau teriak-teriak di lingkungan ini. Wong katrok.” pikirnya.Dia celingak-celinguk mencari bel pintu. Akhirnya dia menemukan bel pintu yang terletak di pagar tersebut. Dipencetnya bel pintu itu sekali. Dia ragu apakah bel pintu itu berfungsi atau tidak, soalnya dia tidak mendapati tanda bahwa bel itu berfungsi, tidak menyala, berbunyi, atau apapun. Agaknya bel pintu tersebut nirkabel.Sesaat kemudian pintu pagar itu bergeser ke samping. Pintu itu bergerak sendiri! Nur keheranan untuk beberapa saat. Dia terbengong-bengong melihat keajaiban itu. Beberapa saat kemudian dia lihat ada CCTV di atas pagar.“Aku benar-benar