"Sebagai mantan pengusaha, saya hanya ingin menasehati kalian, sebaiknya ubah sikap arogan kalian. Jangan lagi mengganggu kehidupan ibu Fania, jika tidak ingin menyesal dikemudian hari. Belajarlah dari aku, yang mengambil jalan yang salah hingga berakhir sebagai staf biasa di perusahaan kecil ini," ujar Dani Darma dan langsung meninggalkan Nadia yang diam mematung. Kembali mobil Nadia melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah keluarga Mauren. Sesuai keinginan Nadia, keluarga Mauren yang lainnya telah menunggu di ruang kerja Arzenio. "Kenapa kau meminta kami berkumpul? Tidak tahukah kau, kalau ayah harus menunda pertemuan dengan Ibu Vegan mengenai kontrak kerjasama, ha?" umpat sang ayah kesal. "Apa hal penting yang ingin kau bicarakan? Sampai-sampai, kau tak mau menunda waktu? Kau tahu, hari ini kakek ada rapat penting dan harus batal gara-gara kamu!" ketus Arzenio ikutan kesal. Kalau Arzenio dan Vicenzo protes, berbeda dengan Laura dan Martin. Ibu dan anak itu hanya diam m
*** Fania menatap jam tangannya dengan gelisah. Kenapa Ridel belum datang juga? Apakah dia berhalangan hadir? Tapi kenapa dia tak memberitahu aku? Apa jangan-jangan terjadi sesuatu dengannya? Fania langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat, "Tidak! Pasti dia berhalangan saja! Ya, dia pasti hanya berhalangan saja." Dia berusaha berpikir positif, tapi pikirannya menolak untuk percaya. Dia tidak percaya, kalau Ridel akan membiarkannya sendirian dalam acara sebesar itu, hanya untuk pekerjaan lainnya. Apalagi dalam hal itu, Ridel telah memastikan akan hadir sebelum acara dimulai. "Maaf, Bu Fania. Menurut info yang ku terima, utusan keluarga Liu akan datang tepat waktu," ujar Dian yang mengira kegelisahan Fania, karena menunggu kepastian akan kedatangan utusan keluarga Liu. Fania tidak menjawab, dia kembali memperhatikan jam tangannya. Jelas sekali dia gelisah. Kegelisahan Fania bertambah, ketika melihat kedatangan keluarga Mauren. "Maaf, dapatkah kami berbincang sebentar
Arzenio langsung saja berdiri dan berteriak dengan lantang, "Apa-apaan kau, Fania? Kau sendiri yang memilih Hotel A untuk di operasikan kembali! Kau tahu artinya dengan pengunduran dirimu? Kau bukan hanya mempermalukan perusahaan Galaxy saja, tapi juga perusahaan ITr. Begitu pun dengan pengusaha-pengusaha yang telah memilih berinvestasi." Walaupun Fania memiliki banyak kesempatan untuk membela diri, tapi tak dilakukannya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu dengan Ridel. "Kak, apa yang kau lakukan? Bukankah ini merupakan keinginan mu? Kenapa sekarang kau memilih mengundurkan diri? Sebenarnya apa yang terjadi? Kau hanya bercanda, kan, kak? Kau tidak serius kan?" ujar Nadia seperti seorang adik yang peduli kepada sang kakak. Adrian menatap sekelilingnya, mencari sosok bos besarnya. Namun, sejauh mata memandang dia tak menemukan keberadaan Ridel Liu. Berlahan Adrian meraih ponsel dari saku jasnya, kemudian mengirim pesan kepada asisten pribadinya melalui aplikasi hijau. [Waktumu se
Setiap kalimat yang keluar dari mulut Maruli seperti air segar menyejukkan hati. Terima kasih Maruli? Aku mungkin tidak akan pernah bisa membalas semua kebaikan mu, karena karier ku dalam bisnis juga akan berakhir malam ini. "Maaf, Pak Adrian. Terus bagaimana dengan rencana pengoperasian kembali Hotel A? Bukankah perusahaan Galaxy bisa mengambil alih semuanya?" tanya Laura meminta kepastian. Fabian yang merupakan CEO Bank Fuji langsung saja menyela, "Kalau bukan ibu Fania yang mengelola pengoperasian kembali Hotel A, maaf saya tidak bisa ikut serta. Saya akan menarik semua invetasi saya detik ini juga!" Tanpa banyak kata Fabian langsung saja menelepon dan meminta mengurus penarikan kembali invetasi nya.Bukan hanya Fabian saja yang memilih menarik kembali invetasi nya, melainkan dua pengusaha lainnya.Alasannya sama, mereka hanya ingin berinvestasi jika yang mengelola pengoperasian kembali Hotel A itu adalah Fania Stephani Mauren. "Apa-apaan ini? Kenapa mereka hanya ingin beri
*** Pengemudi mobil hitam menurunkan kaca mobilnya secara berlahan, hingga membuka cela kecil yang hanya bisa digunakan untuk mengeluarkan tangan saja tanpa memperlihatkan wajah. "Ini ponsel Ridel dari TKP, Nadia," terdengar suara berat seorang pria. Tangannya kemudian menyodorkan ponsel kepada Nadia melalui celah kaca. Belum sempat mengucapkan satu kata pun, mobil hitam itu telah melaju meninggalkan tempat parkir. Nadia hanya dapat menatap mobil itu sampai menghilang dari pandangan mata. Siapa pria misterius itu? Kenapa dia mau membantuku sampai sejauh ini? Dia bahkan tahu betul membuat serangkaian kecelakaan, tanpa membuat Ridel terluka parah. Ya! Disaat Nadia kehabisan cara untuk membuat Fania hancur, tiba-tiba sesosok pria misterius muncul dan menawarkan beberapa rencana yang menurutnya fantastis. Bukan hanya itu saja, Nadia diminta untuk bekerjasama dengan Setya Alonso. Nadia menatap ponsel Ridel yang kini telah berada di dalam genggaman tangannya. Aku akan men
*** "Alonso dan Bani Edel tidak pernah mendekam di penjara, Ridel. Orangku sudah memastikannya," geram Adrian. "Bagaimana dengan kondisi di tempat pembuangan limbah? Apakah pemerintah bergerak cepat?" tanya Ridel tanpa menghiraukan ucapan Adrian. "Jangankan bergerak, pemerintah setempat justru bersaksi yang memberatkan warga sekitar. Itulah kenapa Alonso dan Bani Edel dibebaskan dari semua tuduhan. Sidang terbuka ditolak oleh pengadilan secara sepihak. Putra Darmawangsa bahkan tak berkutik, ketika sebagian warga justru bersaksi palsu. Kau tahu kan, ayah Putra sama sekali tidak menyetujui anaknya menjadi pengacara, jadi beliau masa bodoh dengan persidangan itu." Ridel menganggukkan kepalanya, kini dia paham kenapa Putra Darmawangsa justru meminta bantuan kepadanya. "Bantuan apa yang kau berikan kepada warga yang terkena dampak?" "Sesuai permintaan mu, aku telah mendatangkan dokter spesialis leukemia. Untuk sementara waktu, warga yang terkena dampak aku bagi menjadi dua bagian
*** "Kenapa lagi kau ke sini, Putra? Apa untuk mengajukan banding? Kalau iya, maka lupakan saja! Aku tidak punya waktu mengurus banding kalian. Saya menolak tegas permohonan banding kalian. Titik!" tegas pria yang duduk didepan mereka. "Apakah ini sikap profesional kalian? Jangankan membaca berkas pengajuan banding ini, bahkan menyentuh saja tidak kau lakukan. Terus? Kau langsung menolak tegas permohonan banding ini?" ujar Putra menatap pria yang duduk didepannya tanpa senyuman. Sedangkan Alex yang memakai kacamata dan masker, hanya diam membisu, sambil memperhatikan setiap gerak gerik pria itu. Tanpa pria itu sadari, kacamata yang dikenakan Ridel merupakan CCTV. Jadi setiap perdebatan diantara Putra dan pria itu terekam jelas. Sementara itu diseberang Ridel memperhatikan setiap gerak gerik Putra dan pria itu dalam diam. "Mau sekuat apa pun buktinya, percuma, Putra. Apa kau pikir menjebloskan Alonso dan Bani Edel ke penjara itu mudah?" "Maksudnya?""Bukankah kau telah
Putra yang mengikuti Ridel dari belakang kewalahan, ketika motor butut Ridel justru melaju meninggalkan mobilnya. Sedangkan Alex yang tahu betul motor butut Ridel bukanlah motor biasa, mau tidak mau harus mengemudi dengan kecepatan tinggi agar bisa menyusul sahabatnya itu. Alex lega, ketika berhasil memblokir jalan Ridel. Dengan kesal Ridel turun dari motornya, kemudian melangkahkan kakinya menuju mobil Alex yang menghadang jalannya. "Apa yang kau lakukan, Brengsek! Apa kau mau meminta ku mundur dan menyerah pada para bedebah itu, ha? Bedebah yang telah membuat banyak korban? Begitu?" cetus Ridel kesal. "Kata siapa? Aku dan Putra sudah memutuskan untuk ikut denganmu menempuh bahaya, demi warga yang tak berdosa." "Tidak!" "Ridel ... Ridel ... aku berada di sini bukan untuk negosiasi, tapi hanya sekedar pemberitahuan saja! Karena kau tak punya pilihan. Kalau tidak, orangtuamu akan tahu bagaimana posisi anaknya saat ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi orang