"Jangan sungkan, kau telah menyelamatkan usahaku. Tanpa kau, mungkin besok keluarga ku akan hidup di jalanan dan aku akan berakhir di penjara. Karena itulah aku memberikan dua persen saham sebagai bentuk terima kasihku," ujar pria itu tersenyum. "Kalau Anda ingin berterima kasih, maka berinvestasi lah pada Hotel A yang akan dikelola Fania Mauren lima hari lagi." Permintaan Ridel merupakan tamparan bagi pria itu. Dia tidak menyangka Ridel akan meminta hal yang mustahil untuk dilakukannya. "Kenapa Anda diam saja, Tuan? Apakah permintaan saya terlalu berat?" tanya Ridel paham kenapa pria itu ragu. "Maafkan saya, Tuan. Saya lebih memilih kehilangan dua persen saham bank Fuji, dari pada harus berurusan dengan keluarga Liu yang notabene merupakan raja bisnis. Walaupun keluarga Liu tidak melarang keluarga Mauren untuk mengoperasikan hotel A. Namun, pengumpulan secara terang-terangan itu sebagai bukti kalau keluarga Liu sedang memblokir usaha perhotelan keluarga Mauren." "Aku akan m
"Aku tahu betul, buku itu tak akan berguna kalau diberikan kepada orang yang salah. Sayangnya, kau memberikan itu kepadaku. Jadi hasilnya ... kemungkinan besar perusahaan RnB justru akan berada di bawah perusahaan ITr," ujar Adrian dari seberang. "Apa kau punya usaha lainnya yang tidak ada hubungannya dengan perusahaan ITr?" "Ya, iyalah. Mana mungkin aku terus-terusan mengelola perusahaan yang bukan milikku? Kan lucu. Sepertinya sudah saatnya kau mengambil alih perusahaan ITr. Jadi aku bisa fokus dengan usaha ku sendiri." "Berinvestasi lah di hotel A, Adrian," ujar Ridel tanpa mempedulikan omongan Adrian sebelumnya. Terdengar suara tawa dari seberang, "Tanpa diminta pun, aku sudah berencana untuk berinvestasi. Dengan kemampuan Fania aku yakin hotel A akan berkembang. Lagipula itu hanya membawa keuntungan jangka pendek untuk perusahaan Galaxy." "Maksudnya?" tanya Ridel bingung. "Kau tahu kenapa Fania justru memilih Hotel A?" "Tidak." "Karena kalau dia berhasil mengoperasi
Nadia terdiam, karena semua yang dikatakan sang kakek benar-benar adanya. Tak bisa dipungkiri Fania jauh lebih unggul darinya dalam hal berbisnis, begitu pun dalam hal menyakinkan seseorang. Tidak! Apapun yang terjadi, kakakku tidak boleh berhasil mengoperasikan hotel A. Kalau tidak, perusahaan RnB akan tahu kakakku lah yang membawa perusahaan Galaxy bangkit dari keterpurukan. Ya! Demi mendapatkan keuntungan, maka keluarga Mauren mengatakan kalau Fania hanyalah CEO. Sedangkan yang berdiri dibalik layar adalah Nadia sang adik. Tanpa melacaknya, perusahaan RnB percaya begitu saja, ketika para pemegang saham membenarkan hal itu. Semua dilakukan para pemegang saham, agar perusahaan RnB tidak menarik diri dalam kerjasama. Termasuk Maruli. Karena saat itu perusahaan baru saja keluar dari ambang kehancuran. Bekerjasama dengan perusahaan RnB, merupakan keuntungan mutlak bagi perusahaan Galaxy. Banyak pengusaha memilih berinvestasi ke perusahaan Galaxy, karena percaya dengan p
"Masalah ini, sepertinya sepele buat adikmu, apalagi perusahaan ITr tak menarik diri dalam kerjasamanya. Dulu saja disaat perusahaan Galaxy berada diambang kehancuran dan tak ada satupun yang mau berinvestasi, bukankah Adikmu berhasil membawanya kembali bangkit?" ujar Bernard Liu santai. Fania mengerutkan keningnya, bingung ke mana arah pembicaraan sang raja bisnis. "Maksudnya?" "Walaupun dua tahun lalu, kaulah yang menjabat posisi CEO perusahaan Galaxy. Namun, pada kenyataannya semua dikerjakan adikmu Nadia Mauren. Demi kemajuan perusahaan Galaxy, dia akhirnya harus mengambil alih perusahaan sampai sekarang. Jadi aku mau tanya untuk terakhir kalinya, apa kau yakin bisa mengoperasikan Hotel A?" tanya Bernard Liu untuk memastikannya. Fania tercengang, kalimat sang raja bisnis seperti tamparan keras untuknya. Tamparan yang membuatnya sadar, sejak awal keluarga Mauren hanya memperalatnya. Aku yang bekerja keras, kenapa Nadia yang diakui? Se-tragis inikah hidup ku? "Kenapa di
*** Tak ada yang bisa dilakukan Fania, ketika keluarga Mauren memintanya menghadiri konferensi pers di gedung B kota Jakarta tepat pukul 19.00 WITA. Fania melirik jam tangannya, dia masih punya waktu hampir dua jam untuk menghadiri konferensi pers itu. Semua diatur oleh keluarga Mauren, dari gedung sampai makanan untuk para wartawan yang hadir. Fania tinggal terima bersih saja. "Apa kau sudah menemukan perusahaan yang mau berinvestasi di Hotel A?" tanya Ridel penasaran. "Untuk sekarang, aku menemukan tiga pengusaha yang bersedia melakukan investasi. Bukan itu saja, mereka bahkan mau menandatangani kontrak kerjasama denganku hari ini tepat didepan para wartawan," ujar Fania tersenyum. "Kontrak kerjasama di depan wartawan?" tanya Ridel tidak paham. "Iya, sebelumnya kontrak kerjasama akan ditandatangani sehari setelah pengoperasian Hotel A. Namun, kakek bersikeras agar penandatanganan kontrak kerjasama itu dilaksanakan didepan media, agar bisa menarik pengusaha lainnya. Sepertinya
Keputusan tiga pengusaha itu, sontak saja membuat suasana langsung ricuh seketika.Para wartawan yang selalu haus akan berita, seperti mendapatkan rejeki nomplok. Mereka langsung menghubungi bosnya masing-masing dan meminta melakukan siaran langsung. "Bukankah baru sehari yang lalu, Anda tertarik dengan proposal yang ku ajukan? Bukan itu saja, kalian bahkan menambah nominal dana yang ku ajukan," ujar Fania bingung. "Sepertinya sehari yang lalu, aku hanya mengatakan akan memikirkan kontrak kerjasama yang kau tawarkan. Kenapa jadinya kami diundang untuk menandatangani kontrak? Walaupun Anda bekerjasama dengan perusahaan ITr, tapi kami lebih takut dengan keluarga Liu," tegas pria yang menjabat CEO di perusahaan Darma Bakti. "Apa-apaan ini, Fania? Kenapa kami harus menandatangani kontrak kerjasama yang tidak kami putuskan?" sambung pengusaha satunya. "Anda jangan main-main, Fania! Sejak kapan aku menerima kontrak kerjasama ini? Apa kau pikir perusahaan kami mau mengambil resiko
Setelah konferensi pers berakhir, satu persatu wartawan dan tamu undangan meninggalkan gedung itu. Setelah semuanya pulang, Fania melangkah mendekati sang kakek. Dia menatap sang kakek tanpa berkedip. Kemudian mengambil ponsel dari saku kemejanya dan menelepon, kemudian mengaktifkan speaker ponsel. "Halo, adakah yang bisa ku bantu, Bu Fania?" terdengar suara dari seberang. Ridel sangat mengenal suara itu, itu suara Putra Darmawangsa. "Saya ingin menggunakan marga ibuku, apakah bisa di prose secepatnya?" tanya Fania, tatapan matanya tak lepas pada Arzenio. Sedangkan keluarga Mauren menunggu kalimat selanjutnya dari Fania, mereka takut jika Fania justru meminta hal lain dari Putra. Hal-hal yang tentu saja bisa menghancurkan karir mereka kedepan. "Sebagai suami, apakah Ridel sudah mengetahui keinginan ibu Fania? Bagaimana reaksinya? Apakah dia tidak keberatan dengan permintaan dadakan anda Bu Fania?" Fania memandang sang suami untuk mendapatkan persetujuan. Ridel menggelengk
"Lepaskan tanganmu, dokter! Ini sudah melewati batas," tegas dokter cantik itu dan langsung menepis kasar tangan dokter Albert, ketika menyadari sang dokter telah melangkah terlalu jauh. Tiba-tiba ... Plak!!! Auw .... Dokter cantik itu menjerit pelan, ketika telapak tangan sang dokter mendarat tepat di pipi kirinya. Dokter Albert mencengkram kerah kemeja yang dikenakan dokter cantik itu, "Apapun yang ku inginkan, maka itu harus ku dapatkan. Bagaimanapun caranya, aku sama sekali tak peduli. Dan kau beruntung, karena aku justru menginginkan tubuh mungil mu ini!" "Lepaskan aku, dokter. Aku mohon," pinta dokter cantik itu. "Melepaskan mu? Jangan pernah bermimpi!" ketus dokter Albert. "Aku mohon dokter, jangan lakukan ini padaku," kembali dokter cantik itu mencoba memohon ditengah-tengah ketakutannya. Ekspresi sang dokter yang ketakutan, justru membuat dokter Albert bersemangat. Dengan kasar, dia membuka helai demi helai pakaian yang dikenakan dokter cantik itu. Walau