Arzenio menatap sang cucu dengan kesal, "Apa yang kau lakukan, Nadia? Kenapa kau mengadakan pertemuan pemegang saham, tanpa memberitahu kakek, ha?" "Apa untungnya bagi Nadia, kalau mengadakan rapat pemegang saham disaat perusahaan sedang baik-baik saja?" cetus Nadia tidak terima, ketika sang kakek menyalahkannya. Arzenio menunjukkan pesan aplikasi hijau yang ada di layar ponselnya, "Terus ini apa? Bukankah kau CEO nya, kenapa kau jadi tidak tahu?" "Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi, Kek. Aku juga menerima pesan yang sama," Nadia menunjukkan pesan yang juga diterima olehnya. "Sudah ku duga ini akan terjadi, tapi aku tak menyangka semua akan secepat ini," ujar Vicenzo langsung terduduk lemas. "Maksud, Ayah?" tanya Nadia, bingung. "Pertemuan itu pasti untuk membahas pergantian posisimu, Nadia." "Apa mereka ingin kau yang mengambil alih perusahaan kembali, Sayang," tanya Laura menatap sang suami. "Bukan aku, tapi mereka menginginkan Fania," jawab Vicenzo. "Apa? Men
*** Sesuai permohonan Ridel, Alex menemuinya di tempat biasa. Gedung tua pinggiran kota. "Kenapa kau memanggilku ke sini disaat sibuk, ha? Apa tak bisa dibicarakan lewat telepon?" sungut Alex ketika tiba di tempat tujuan. "Mana akte nikahnya?" tanya Ridel tanpa basa basi. Alex diam membisu, dia bingung harus menjelaskan dengan cara apa. Karena dia juga tak ingin Ridel tahu yang sebenarnya. Dia tidak mau memperkeruh hubungan ayah dan anak yang belum lama membaik, setelah tujuh tahun penantian. "Kenapa kau diam saja? Sesulit itukah untuk mendapatkan akte nikah itu?" tanya Ridel menatap sahabatnya tanpa berkedip. Ya! Sudah hampir seminggu Ridel meminta Alex mendaftarkan pernikahan dan mendapatkan akte nikah. Tapi sampai hari ini, jangankan akte nikah bahkan laporan dari Alex saja tidak ada. "Bagaimana kalau kau menyelamatkan gadis itu dengan cara lain. Jadikan dia adikmu. Bukankah kau lebih tua darinya, walaupun hanya lima bulan?" tawar Alex memberikan solusi. "Posisi sua
*** Keesokan harinya, tepat pukul sembilan pagi. Dengan mengenakan masker, Alex melangkahkan kakinya mendekati seorang pria yang sedang duduk dibalik meja kerjanya. "Maaf, adakah yang bisa kami bantu, Pak?" tanya pria itu sopan. Tanpa permisi, Alex langsung duduk tepat didepan pria itu. "Aku mau mengambil akte nikah yang aku daftarkan. Ini KTP nya," ujar Alex sambil menyodorkan KTP milik Ridel dan Fania. "Maaf, ini dengan bapak siapa?" "Apa katamu? Bapak? Apa kau pikir aku ini bapak mu, ha? Aku ke sini mau mengambil akte nikah, bukannya mencari anak angkat!" bentak Alex kesal. "Maaf, Pak. Tapi," "Apa katamu? Maaf? Apa dengan kata maaf, terus kau akan mengganti uang jalanku? Apa dengan kata maaf, kau akan mengganti uang makanku? Apa dengan kata maaf, kau akan mengganti waktu ku yang terbuang, ha? Aku capek harus bolak-balik ke sini!" bentak Alex menunjukkan kemarahannya. "Maaf, tanggal berapa bapak mendaftar pernikahan itu?" tanya pria itu gemetar. "Tanggal 3 Agust
"Tu kan mudah, gini aja kok repot. Kalau kau memberitahu ku dari awal, mungkin tak perlu menunggu lama untuk mendapatkan akte nikah ini," ujar Ridel santai. Bukannya merespon ucapan Ridel, Alex justru menatap sahabatnya tanpa berkedip. "Kenapa kau tak menggunakan keahlian mu dalam bidang IT? Bukankah kau bisa mendapatkan uang dengan mudah? Uang gajimu setahun itu tak sebanding dengan bayaranmu dalam memperbaiki sistem keamanan perusahaan yang hanya membutuhkan waktu beberapa menit bagimu. Kenapa email yang selama ini kau gunakan, kau bekukan?" "Saat diusir dari rumah ayah, aku sempat ingin menggunakan keahlian itu untuk menghasilkan uang. Namun, setiap penghinaan yang aku terima rata-rata dari golongan kelas menengah ke atas. Hingga membuatku geram dan memilih membekukan email itu untuk sementara waktu. Aku tidak ingin menolong orang-orang yang hanya menganggap orang miskin sebagai sampah. Mereka memuja ku karena butuh keahlian ku," geram Ridel. "Jangan kau katakan, kalau bebera
"Kalau hanya untuk memintaku mundur dari jabatan CEO, tak perlu repot-repot untuk mengadakan rapat pemegang saham. Tanpa kalian minta pun, aku akan menyerahkan jabatan CEO kepada kakakku setelah kak Fania sembuh," ujar Nadia menyembunyikan kekesalannya. "Apa ibu Nadia yakin akan melepaskan jabatan CEO dan menyerahkannya kepada ibu Fania, jika beliau sembuh nanti?" tanya Maruli tersenyum misterius. Sesuai nasehat sang kakek, maka Nadia tersenyum walau hatinya panas. "Apakah ada diantara kalian yang bisa membawa perusahaan Galaxy sampai ke titik ini? Bukankah tidak ada? Satu-satunya yang bisa itu hanya kakakku." Laura berdiri dan berkata dengan tegas, "Kalian ingin menggantikan Nadia dengan Fania, tapi sebagai salah satu pemegang saham aku tidak suka dengan cara kalian! Apa selama ini Nadia mengecewakan kalian? Bukankah tidak? Nadia bahkan berhasil membawa perubahan besar bagi perusahaan, juga bagi keluarga kalian!" "Keluarga Mauren bisa menjadi salah satu konglomerat golongan k
"Sampai sekarang pun, itu masih menjadi misteri," jawab Maruli. "Bagaimana kalau membiarkan Fania sebagai penanggung jawabnya. Tapi semua materinya nanti akan disediakan oleh Nadia. Bukankah itu lebih aman untuk perusahaan, juga tidak beresiko bagi kesehatan Fania? Karena dalam hal ini, Fania tidak akan berpikir keras tapi Nadia lah yang akan bekerja," ujar Arzenio memberi solusi. "Kembali lagi kepada ibu Nadia. Apakah beliau bersedia bekerja dibelakang layar untuk ibu Fania? Kalau kerjasama dengan perusahaan ITr gagal, itu tidak akan menyakitkan. Tapi bagaimana kalau ternyata berhasil? Bukankah itu akan merugikan ibu Nadia dan menguntungkan bagi ibu Fania?" ujar Maruli. Tangan Nadia terkepal erat, dia tak menyangka kalau sang kakek akan memberikan solusi gila itu. Namun, mendapatkan anggukan dari Arzenio akhirnya Nadia menjawab, "Demi perusahaan aku sama sekali tak keberatan." Setelah semua orang bubar, kini tinggallah keluarga Mauren dan Arzenio di dalam ruangan itu. "Aku ini c
Di tengah-tengah kepanikan Dirga. Tiba-tiba ada pesan aplikasi hijau yang masuk ke ponselnya. Pesan dari dokter Albert. [Halo, Dirga. Bagaimana? Apa kau sudah melihat hadiah dariku? Apakah kau menyukainya? Kalian memang memahami pengobatan ilmu medis tradisional. Tapi sayangnya, wanita itu mengalami masalah dengan jantungnya. Aku hanya menukar satu butir obatnya dengan pil lain. Pil yang akan menghambat pernapasannya. Dia tak bisa disembuhkan dengan obat tradisional. Yang dibutuhkannya sekarang adalah dokter spesialis jantung seperti diriku.] Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan. Dirga mengumpat kesal ketika menemukan nomor dokter Albert tidak aktif. Apa si brengsek itu telah naik pesawat? Dirga memegang telapak tangan ibu angkatnya. "Ibu Hutri, kau harus bertahan. Jangan membuatku menghabiskan sisa hidup dengan penuh penyesalan. Kini Dirga sadar kenapa dokter Albert mengajaknya berkeliling kampung. Ternyata dokter itu hanya ingin mencari mangsa yang tepat. Ya! Men
"Apa kau yakin akan sekolah kedokteran?" tanya Ridel seakan tak percaya pada pendengarannya. "Kejadian hari ini benar-benar membuka mataku. Kau benar, orang seperti dokter Albert harus dihentikan. Dan hanya orang yang menguasai ilmu medis tradisional sekaligus dunia kedokteran yang bisa. Kalau dunia kedokteran bisa dipelajari, berbeda dengan ilmu medis tradisional yang kini sangat langka. Hanya segelintir kecil orang yang memilikinya. Dan aku salah satu sosok yang memiliki ilmu medis tradisional yang seimbang dengan dokter brengsek itu! Dia sama sekali tidak pantas menyandang gelar dokter!" Tangan Dirga terkepal erat. Dia semakin marah, ketika mengingat ibu angkatnya hampir meregang nyawa akibat perbuatan dokter Albert. "Akhirnya kau sadar juga, satu-satunya sosok yang bisa menyaingi dokter Albert itu hanya kamu. Sekarang belajarlah dengan rajin. Kau tahu sendiri kan bagaimana prestasi dokter Albert dalam dunia kedokteran? Dia merupakan salah satu dokter terbaik di Indonesia. Me