Dia melihat tepat di bawah pintu masuk ada beberapa foto yang memperlihatkan dua orang. Luna segera mengambilnya. "Luna, ada apa?" tanya David curiga saat Luna memandangi layar ponsel dengan serius. Luna segera menoleh. Dia menatap David lekat-lekat. "Tadi kamu bilang pergi ke danau pusat kota untuk mengantar Ibu, kan?" tanyanya dengan nada sengit. "Iya, memangnya kenapa?" "Kamu tidak bohong, David?" "Tidak," David menggelengkan kepala. "Apakah kamu kira aku berbohong?" "Ya, jelas. Kamu memang berbohong. Kamu adalah pria pembohong, David!" "Luna, apa maksudmu? Kenapa kamu tiba-tiba marah seperti ini?" David kebingungan. Dia tidak tahu kenapa Luna tiba-tiba berubah menjadi marah. Padahal sesaat sebelumnya ia terlihat baik-baik saja."Lihat ini!" kata Luna dengan tegas sambil memberikan foto yang telah ia pungut.Saat David melihat foto tersebut. Dia pun ikut kaget. Foto itu memperlihatkan ketika wanita asing yang sebelumnya mengaku terpeleset sedang merangkul David. Momennya
"Baik, Tuan," salah satu wanita cantik berkata dengan patuh dan takut. Mereka sudah tahu bahwa David adalah pemilik dari Cafe Hitam, jadi tidak ada satu pun yang berani membantah perintahnya. Wanita itu buru-buru keluar dan langsung pergi ke ruangan manager untuk menyampaikan perintah David. Tidak lama kemudian, seorang pria paruh baya masuk dengan tergesa-gesa. Ia masuk ke dalam ruangan sambil membungkukkan badan dan berdiri hormat di depan David. "Apakah Tuan memanggil saya?" tanyanya ketakutan. "Ya," jawabnya. "Siapa yang berani mencari masalah di tempatku?" "Aku belum tahu, Tuan. Tapi aku sudah meminta security untuk mengatasinya," kata sang manager. "Pria itu datang untuk minum dengan seorang kekasihnya. Dia ingin memesan ruangan VIP. Tapi seluruh meja sudah terisi penuh. Pelayan sudah berusaha menjelaskannya. Namun dia tidak terima dan akhirnya membuat keributan," David kembali melihat ke arah CCTV. Saat itu, dua orang security terlihat berhasil mengusir si pria yang membu
Andreas ingin menjawab dan meminta maaf. Tapi dia kesulitan bicara karena tenggorokannya di cengkeram. Saat itu ia benar-benar ketakutan. Apalagi ketika dirinya melihat ekspresi David Smith. Ekspresinya benar-benar membuat siapa pun takut. David terlihat seperti iblis yang sedang marah besar. Bukk!!! Dia melemparkan Andreas dengan keras. Pemuda itu jatuh di atas meja dan langsung hancur. Tidak berhenti sampai di situ saja, David kembali menghampiri dan membuatnya bangun. Ia kemudian memukul mulutnya. Dua buah gigi langsung jatuh ke lantai. Seketika mulut Andreas dipenuhi oleh darah segar. Semua orang yang menyaksikan kejadian ini langsung bergidik. Mereka merasa ngeri melihat tindakan David. "Dia bukan manusia!" "Dia iblis!" "Aku tidak percaya dia benar-benar berani menghajar Tuan Muda Felix," "Dia sangat berani. Sepertinya pria itu berasal dari keluarga yang kaya raya," Sementara itu, kini Andreas sudah tidak bisa melakukan apapun. Ia hanya mampu meringkuk di lantai dengan
Seorang pria berusia tujuh puluhan tahun sudah masuk ke dalam ruangan. Dia tidak datang sendiri. Melainkan ditemani oleh dua pria yang berdiri di belakangnya. Bisa dipastikan bahwa kedua pria itu adalah pengawal pribadinya. "Silahkan duduk," ujar David dengan nada hambar. Pria itu mengangguk. Dia kemudian duduk di hadapan David. "Aku Scot Felix. Ayah dari Andreas," katanya langsung memperkenalkan diri. "Ya, aku tahu. Aku sudah menduga sejak awal bahwa kamu pasti akan datang kemari," David menyalakan rokok. Ia lalu meminum bir yang masih ada di atas meja. "Aku rasa, seharusnya kamu tidak perlu melakukan hal seperti itu kepada anakku. Apalagi di hadapan banyak orang," Scot bicara dengan hati-hati. Namun yang sebenarnya, diam-diam dia merasa tidak terima dengan apa yang telah dilakukan oleh David kepada Felix. "Kalau tidak begitu, lalu apa yang harus aku lakukan kepada anakmu?" "Apakah kamu tidak mengajaknya bicara baik-baik?" "Menurutmu, memangnya dia masih pa
"Terimakasih, Tuan, terimakasih. Aku berjanji, kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi," Scot Felix merasa gembira. Berulang kali dia mengucapkan terimakasih kepada David karena sudah memberikan ampunan kepadanya. "Ingat! Jangan sampai kejadian ini diketahui oleh orang luar. Kalau sampai terjadi, kau akan tahu sendiri akibatnya!" "Baik, Tuan. Aku mengerti," "Pergilah sekarang juga!" Scot Felix langsung berdiri. Setelah aura pembunuh di tubuh David ditarik, tenaganya berangsur-angsur pulih. Dia dan dua pengawalnya segera pergi dari sana sambil membawa Andreas yang sejak tadi merintih menahan sakit. Setelah mereka pergi, David juga langsung keluar dari ruangan. Dia pulang ke rumah dengan naik taksi. David tiba di sana pukul delapan malam. Saat itu pintu sudah tidak dikunci lagi. David langsung masuk ke dalam. Ia mencari Luna. Ternyata istrinya sudah tidur. Pagi harinya, setelah Luna siap berangkat kerja, David berniat untuk mengantarnya seperti biasa. Namun Luna meno
"Aku sendiri tidak tahu, Nek. Aku bingung," jawab Luna dengan jujur. "Baiklah. Lupakan saja dulu. Nenek mempunyai persoalan lain yang ingin dibicarakan denganmu," "Apa itu, Nek?" "Mulai besok kamu tinggal di sini saja, Luna," "Apa? Kenapa aku harus tinggal di sini, Nek?" tanya Luan yang sedikit kaget dengan ucapan Nyonya Agatha. "Rumahmu yang saat ini terhitung biasa saja, sekarang karirmu sedang naik. Semua bisnismu berjalan lancar tanpa ada halangan yang berarti. Perlahan namun pasti, akan ada banyak orang yang mengenal dan berusaha mendekatimu dalam hal bisnis. Masa iya, pemilik Hotel Apartemen Awan Cerah dan Restoran George tinggal di rumah sederhana seperti itu?" Luna termenung sejenak. Ia mencoba memahami ucapan neneknya. Setelah dipikir-pikir, apa yang diucapkan oleh Nyonya Agatha ada benarnya juga. Walaupun sebenarnya dia merasa nyaman di rumah sederhana itu, tetapi pandangan orang tidaklah sama. Nyonya Agatha mengatakan ini pasti demi menjaga harga diri Keluarga Georg
"Laura, Nona," "Laura?" Luna termenung. Lagi-lagi Laura yang menjadi dalangnya. Dia tidak habis pikir, kenapa Laura begitu tega melakukan segala macam cara untuk memisahkan dia dan David? Mengapa pula dia terus mengusik kehidupannya? Padahal seingat Luna, dia tidak pernah mengusik ataupun mencampuri urusan Laura. Tanpa sadar Luna mengepal kedua tangannya. Wajahnya memperlihatkan ekspresi terkejut. "Nona, maafkan aku," Elie masih terus meminta maaf. Dia tidak berani beranjak dari posisinya. "Bangunlah, Elie," ujar Luna sambil membantunya berdiri. "Duduklah," Elie mengangguk. Dia kemudian duduk di sofa. Luna terdiam untuk beberapa saat. Dia berusaha menenangkan dirinya. "Nona, apakah Nona sudah memaafkan aku? Sungguh, aku bicara sejujurnya," Elie berkata lagi. Dia takut Luna belum memaafkan dirinya. Lebih dari itu, ia takut saat mengingat sosok David Smith yang duduk di sisinya. "Ya, aku sudah memaafkanmu," "Luna, aku tahu kamu punya kelebihan, seharusnya kamu bisa membedakan
Luka berpikir beberapa saat. Setelah itu dia menjawab, "Diriku! Aku akan memberikan diriku seutuhnya kalau kamu mampu membuktikan semua ucapan itu," "Benarkah?" "Tentu saja. Aku tidak akan menjilat ucapan sendiri," "Baik. Aku setuju," jawab David dengan ekspresi gembira. "Saat hari jadi pernikahan kita tiba, aku akan memberikan villa mewah di bawah kaki Bukit Emas kepadamu," Luna tidak terlalu mendengarkan David. Dia berniat untuk tidur. Namun sebelum memejamkan kata, tiba-tiba Luna teringat sesuatu. Sehingga terpaksa dia bangun lagi. "David, besok malam kamu harus mengantarku," "Ke mana?" "Ke Cafe Hitam," "Cafe Hitam?" David terkejut. Cafe Hitam adalah cafe miliknya. Untuk apa Luna ke sana? "Kenapa? Apakah ada masalah? Sepertinya kamu terlihat sangat kaget," "Tidak, tidak," ujar David buru-buru menjawab. "Kalau boleh tahu, untuk apa kamu pergi ke sana?" "Tuan Muda Benjamin ingin bertemu denganku. Mungkin dia ingin bekerja sama," "Oh, baiklah," David mengangguk. Dia tidak
Sean sedikit gugup. Dia segera menoleh ke arah Daniel yang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Pelindung Daniel, tahan dulu emosimu. Aku bisa menjelaskan semuanya," katanya berusaha menenangkan Daniel. "Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Sean," ucap Daniel yang langsung menyebut namanya. "Apapun alasanmu, jawabannya tetap sama. Kau sudah tidak menganggap Empat Pelindung yang sebelumnya. Lebih dari itu, artinya kau juga sudah tidak menghargai Tuan Dewa Iblis," Suasana di sana langsung tegang. Ketegangan saat ini lebih dari sebelumnya. Sean kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa."Katakan saja sejujurnya, Sean. Sekarang kau sudah tidak bisa berbohong lagi," Ketika semua orang sedang terdiam, tiba-tiba Valentino muncul dari luar. Dia tampak tersenyum sinis saat menatap ke arah Sean. "Valentino, kau ...," "Kenapa? Kau terkejut, bukan?" senyuman Valentino semakin melebar. Dia sudah lama menunggu saat-saat seperti ini. "Dugaanmu benar, orang yang telah menyebarkan semua inf
Sean sangat penasaran terkait kedatangan David dan Daniel. Dia yakin, alasan kenapa mereka kemari bukan karena ingin berkunjung saja. "Baiklah, sambut kedatangan mereka sebaik mungkin," ucap Sean memberi perintah kepada anggota yang melapor. "Baik, Ketua," Anggota itu kemudian segera pergi. Dia langsung membuat persiapan untuk menyambut kedatangan David dan Daniel. "Tuan, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" tanya Daniel sambil berbisik di sisi telinga David. "Kau diam saja. Biar aku yang mengurusnya," Daniel mengangguk. Dia tidak banyak bicara lagi. David kemudian mengajak Daniel dan Luna untuk masuk ke dalam markas. Begitu mereka tiba di depan pintu masuk, dua puluh orang segera menyambutnya. Mereka memberikan hormat dengan cara membungkukkan badan kepada David. "Salam kepada Tuan Dewa Iblis. Selamat datang kembali di markas Organisasi Naga Hitam," kata dua puluh orang itu secara bersamaan.David hanya tersenyum simpul. Ia kemudian memberi isyarat supaya mereka kembali
Daniel tidak berani berkata lebih lanjut. Saat ini dia sudah merasa sedikit tertekan oleh aura pembunuh yang dilepaskan oleh David. "Dari mana kau mendapat informasi ini?" tanya David setelah merasa sedikit tenang. "Valentino yang mengabarkan langsung kepadaku, Tuan," David mengangguk. Sepertinya setelah bertemu dengan dia sebelumnya, Valentino kembali berpihak kepada David. Sehingga dia menyampaikan informasi ini. "Lalu, bagaimana dengan anggota yang masih memihak kepada kita?" "Aku belum tahu pasti, Tuan. Tapi sepertinya mereka akan berada dalam ancaman kalau keadaan ini terus dibiarkan," David merenung beberapa saat. Kalau benar apa yang disampaikan oleh Daniel, maka situasi di Organisasi Naga Hitam sedang tidak baik-baik saja. Sebagian anggota itu sudah sangat banyak. Apalagi di markas pusat mereka setidaknya ada sepuluh ribu anggota. Belum lagi mereka yang berada di markas cabang lainnya. Kalau ditotal, seluruh anggota yang berada di satu provinsi saja mungkin mencapai ju
"Tentu saja tidak, Luna. Aku serius," kata David sambil menjawab dengan tersenyum. Dia kemudian duduk di sofa dan mulai membakar rokok. "Tapi ..., tapi kenapa mereka mau diperintah olehmu? Bukankah mereka adalah adalah orang-orang penting dengan jabatan tinggi, yang bahkan semua penduduk Kota Phoenix pun sangat menghormatinya?" Luna tidak habis pikir, mengapa orang-orang seperti Komisaris Jenderal Oscar dan Mayor Jenderal Freddy mau 'diperalat' oleh David? Wanita cantik itu tampak berdiri termenung untuk beberapa saat. Sepertinya Luna sedang memikirkan alasan dibalik hal tersebut. Ketika dia kebingungan, David terdengar bicara lagi. "Jangan lupakan siapa aku sebenarnya, Luna," ujarnya dengan santai. Kesadaran Luna seolah-olah baru kembali, setelah mendengar ucapan David, sekarang dia tidak terlalu penasaran.Tapi masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, apakah status Dewa Iblis begitu menakutkan sehingga orang seperti Komisaris Jenderal Oscar dan Mayor Jenderal Freddy pun m
Perlu diketahui, Mayor Jenderal Freedy adalah orang yang berasal dari dunia militer ketentaraan. Di Kota Phoenix, ia memimpin setidaknya seribu tentara yang bertugas untuk menjaga keamanan kota dari berbagai macam ancaman yang dapat membahayakan. Semua orang di Kota Phoenix sangat menghormatinya, sama seperti mereka menghormati Komisaris Jenderal Oscar. Bahkan mungkin lebih dari itu. Karena alasan itulah para pengunjung tadi merasa takut sekaligus hormat kepada dua sosok tersebut. Namun tanpa sepengetahuan banyak orang, di hadapan David Smith, yang terjadi justru adalah sebaliknya. Bukannya David yang menghormati mereka, melainkan mereka yang sangat menghormati David. "Tuan, ada keperluan apa sehingga kamu mengundang kami kemari?" tanya Mayjen Freedy sudah tidak bisa menahan rasa penasaran. Sejak kedatangannya hingga saat ini, Mayjen Freedy sangat jarang memberikan senyuman. Berbeda dengan Komisaris Jenderal Oscar yang lebih sering tersenyum simpul ketika berbicara.
"Tenang saja, Luna. Malam nanti aku akan bertemu dengan teman lama. Kamu tidak perlu khawatir," ujar David berusaha menenangkan Luna. Dia kemudian menyuruhnya untuk masuk lebih dulu ke mobil. Sedangkan David memanggil para security yang masih bersembunyi di sana. Mendengar David memanggilnya, mereka buru-buru menghampiri dengan rasa campur aduk. "Ada apa, Tuan?" tanya salah satu security dengan rasa takut dan penuh hormat. "Singkirkan mayat-mayat ini ke tempat aman. Bereskan semuanya secepat mungkin. Satu lagi, jangan sampai ada orang luar yang mengetahui tentang kejadian di sini. Kalau sampai ada yang tahu, aku rasa kalian sudah mengerti apa akibatnya," David bicara dengan nada datar. Ekspresi wajahnya tampak begitu dingin. Hal itu membuat semua security lebih ketakutan. "Baik, Tuan. Kami mengerti," jawab mereka secara bersamaan. "Bagus. Kerjakan sekarang juga!" Security itu mengangguk. Mereka langsung melaksanakan perintah yang telah diberikan oleh David. Setelah itu dia sen
"Apa?" Martin membelalakkan mata. Dia seakan tidak percaya dengan telinganya sendiri. "Bukankah sebelumnya kamu ingin bergabung dengan organisasi itu dan menjadi pengikut setia Dewa Iblis?" tanya David sambil mengerutkan kening. "Benar. Tapi, bagaimana mungkin aku bisa bergabung dengan organisasi itu?" "Kenapa tidak? Asal kamu bersedia, maka kamu bisa bergabung," "Maksudmu, kamu adalah ..." "Dewa Iblis. Dia adalah Dewa Iblis yang selama ini dibicarakan oleh banyak orang," ujar Daniel sepatah demi sepatah. "A-apa?" Martin kehabisan kata-kata. Dia tidak tahu harus bicara apalagi. Perasaan haru segera menyelimuti tubuhnya. "David, apakah ... apakah yang dikatakan oleh orang ini benar?" tanya Martin masih belum percaya. "Bukankah kamu sudah melihat buktinya sendiri?" Martin memukul kepala sendiri. Dia merasa sangat bodoh. Setelah sadar, dia langsung menjatuhkan dirinya untuk berlutut di hadapan David. "Bangunlah, Martin. Kamu tidak perlu melakukan hal ini,"
David hanya tersenyum sinis. Dia tidak mengindahkan sama sekali rintihan Hugo. Karena tidak kuat menahan siksaan yang entah kapan ujungnya itu, akhirnya Hugo pasrah. Dia menggigit lidahnya sekuat tenaga sampai lidah itu putus. Tidak lama kemudian, Hugo tewas dengan kondisi mengenaskan. Darah segar memenuhi seluruh mulutnya. Begitu kepala Hugo terkulai, darah segar tersebut langsung meleleh keluar. "Ayah!" Melvin berteriak sekeras mungkin saat mengetahui kalau nyawa ayahnya sudah melayang. Dia ngin meronta dan membunuh David. Sayangnya, Melvin tidak bisa melakukan apapun. "David, apa yang kamu inginkan sebenarnya?" tanya Melvin dengan rasa takut yang mendalam. "Aku hanya ingin kalian tahu bahwa di atas langit masih ada langit," jawab David dingin. "Lalu ..., lalu apa yang akan kamu lakukan kepadaku?" "Bukankah sebelumnya kamu ingin membunuhmu?" Melvin diam saja. Dia tidak berani memberikan jawaban. "Jawab!" bentak David. "Iya, iya. Aku memang ingin membunuhku. Sayangnya kes
Di Hotel Apartemen Awan Cerah. Bersamaan dengan semua kejadian, tidak lama setelah alat berat dan orang-orang itu datang, sebuah Supercar tiba-tiba muncul dan parkir di depan halaman. "Tuan Muda Arthur!" ucap Martin dan Jasmine secara bersamaan. Mereka memandangi mobil mewah tersebut dalam diam. Melvin dan Hugo Arthur keluar dari mobil secara bersamaan. Mereka berdiri tegak sambil memandangi Hotel Apartemen Awan Cerah dengan tatapan sinis. Melihat keduanya keluar, Jeff langsung berjalan menghampiri. Begitu isyarat diberikan, lima puluh alat berat itu segera dibunyikan kembali. Suara bergemuruh terdengar lagi. Tanah pun kembali bergetar. "Mana atasanmu itu?" tanya Hugo Arthur kepada Martin dan Jasmine. "Dia ..., dia sudah pulang, Tuan," jawab Jasmine gemetar karena ketakutan. "Suruh dia kembali ke sini!" "Su-sudah, Tuan. Nona sudah dalam perjalanan,""Baik, aku akan menunggunya. Aku ingin melihat reaksinya bagaimana," Suasana di sana langsung berubah menegangkan. Semua karya