Suasana di sekitar dan pengaruh alkohol tinggi dalam tubuhnya membuat Meghan hampir berada dalam keadaan lupa diri. Menurutnya, dia sudah jarang bisa rileks seperti ini. Dia selalu terlihat percaya diri dan mampu mengendalikan segala hal, tetapi hanya hatinya sendiri yang tahu beban yang harus dia tanggung.Melawan keluarga dan ayahnya sendiri ini saja sudah terdengar tidak masuk akal, apalagi melakukannya. Tentu saja bisa dibayangkan betapa sulitnya hal itu. Dia memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan dirinya malam ini agar bisa bertahan lebih lama.Meghan melempar jaketnya ke sudut panggung. Saat ini, dia mengenakan celana jeans yang ketat dan kemeja yang longgar. Pakaiannya lebih tertutup dibandingkan dengan pakaian semua orang di dalam bar dan tidak menampakkan kulitnya. Meskipun begitu, dia tetap menjadi orang yang paling seksi di bar itu.Penduduk lokal merasa terkejut dan senang melihat kehadiran Meghan. Ada beberapa orang yang merasa langsung bersemangat dan segera mengelu
Meghan mendengar dengan jelas pertanyaan Danzel, tetapi dia tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Pertanyaan apa itu? Dia mengernyitkan alisnya dan melirik ke arah lain. Setelah bingung sejenak, baru berbicara dengan nada suara yang pelan. Suaranya itu juga terdengar samar-samar, jelas dia masih dalam pengaruh alkohol."Aku tadi berdansa di bar. Kenapa?"Mendengar jawaban itu, Danzel menggertakkan giginya dengan makin kuat. Melihat ekspresi Meghan yang tidak bersalah, dia bingung entah harus marah atau tidak. Pada akhirnya, dia menghela napas dengan tak berdaya dan mengulurkan tangannya. Kali ini, dia tidak menarik pergelangan tangan Meghan, tetapi langsung bergandengan tangan."Kita pergi ke ....""Kembali ke hotel!"Meghan masih belum menyelesaikan perkataannya, Danzel langsung menyelanya terlebih dahulu. Mereka telah mengenal satu sama lain begitu lama, tetapi ini adalah kali pertama dia berbicara dengan nada yang tegas seperti ini dengan Meghan. Jarak antara bar dan hotel tidak b
Danzel dan Meghan merasa hal ini tidak terlalu berlebihan. Bagaimanapun, hubungan mereka adalah suami istri. Justru akan menjadi masalah besar jika mereka tidak sekamar. Setelah keduanya selesai mandi secara bergantian, mereka pun berbaring di ranjang. Suasana dalam kamar seketika menjadi sangat hening.Berhubung ranjang tambahan itu adalah single bed, Danzel merasa agak tidak leluasa karena kakinya yang panjang. Meghan juga menyadari hal ini, sehingga dia bertanya dengan suara pelan, "Mau tukaran tempat tidur?" Bagaimanapun, Danzel melakukan semua ini demi dirinya, Meghan merasa harus memperlakukannya dengan baik."Kamu istirahat yang baik saja." Hanya dengan sedikit perhatian dari Meghan saja sudah membuat Danzel merasa lebih nyaman daripada tidur di ranjang besar. Pada saat ini, keduanya tidak lagi berbicara. Suasana di kamar itu kembali menjadi hening.Setelah lima menit kemudian, Danzel masih terjaga dengan kedua matanya yang menatap langit-langit kamar. Pikirannya sangat kacau sa
Sebuah perasaan gelisah melintas di hati Meghan. Dia bertatap mata dengan Danzel, lalu langsung melepas sabuk pengaman. "Masalah selalu datang bertubi-tubi," gumam Meghan dengan suara pelan. Kemudian, dia berjalan menuju kokpit.Saat berjalan ke arah kokpit, dia melihat pilot tersebut telah terkulai lemas. Lengan pilot itu telah meluncur dari konsol dan tidak lagi mengendalikan pesawat."Sialan ...," kutuk Meghan. Seakan-akan telah bisa memprediksi apa yang terjadi, Meghan berjalan mendekati pilot tersebut. Sesuai dugaan, pilot itu sudah bunuh diri dengan menembakkan peluru di mulutnya.Pesawat yang sudah tidak stabil itu kini bergerak menuju arus udara yang tidak menentu. Tanpa adanya orang yang mengendalikan, pesawat itu pun mulai bergerak turun. Tanpa ragu-ragu, Meghan menendang tubuh pilot itu dari kursi, lalu mengatur jarak pandangnya dan mengambil alih kendali pesawat.Lantaran tidak mendengar suara atau pergerakan apa pun, Danzel mulai khawatir dan mendekati kokpit untuk memerik
Meghan tidak mendaratkan pesawat mereka di lokasi yang terlalu terpencil. Jadi, meskipun tempat ini cukup luas, masih ada tanda-tanda kehidupan dan bangunan di sekitarnya."Untungnya kita nggak mendarat di pulau terpencil," kata Meghan sambil tersenyum ringan, mencoba untuk meredakan ketegangan dalam suasana hati mereka. Bagaimanapun, mereka telah melewati situasi yang sangat tegang barusan.Danzel menatap wajah Meghan dan perlahan mengulurkan jarinya, lalu merapikan rambut Meghan yang sedikit berantakan. Meghan merasa agak kaku saat Danzel menyentuhnya. Namun, dia tidak menyingkirkan tangan itu. Jarak kedua orang itu sangat dekat, mereka bahkan bisa melihat ekspresi satu sama lain dengan jelas."Terima kasih atas pertolonganmu. Tanpa bantuanmu, mungkin aku nggak akan selamat," kata Danzel dengan tulus. Ucapan itu benar-benar tulus dari lubuk hatinya. Danzel bahkan tidak menyangka Meghan memiliki kemampuan mengemudikan pesawat sehebat ini.Mendengar perkataan itu, Meghan tersenyum dan
Meghan selalu penuh dengan rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru, apalagi ketika menyangkut barang berharga seperti zamrud. Dia mengamati keseluruhan proses pembuatan dari batu mentah hingga produk jadi yang telah diukir.Danzel tidak pernah merasa bosan terhadap Meghan. Dia hanya berdiri dengan tangan yang terlipat di belakang punggung dan mengikuti Meghan dengan perlahan. Bawahan Danzel terlihat sangat antusias. Dia terus memberikan penjelasan tentang perbedaan antara setiap jenis zamrud dan ukirannya kepada Meghan.Hingga akhirnya, Meghan berhenti di depan sebuah zamrud yang telah selesai diukir dan menghabiskan waktu selama lima menit di sana."Kamu suka?" tanya Danzel.Meghan sama sekali tidak melihat ke arah Danzel dan hanya mengangguk tegas. Dia tidak akan berpura-pura menyukai atau membenci sesuatu. Cara hidup seperti itu benar-benar tidak cocok baginya dan membuatnya merasa sangat tidak bahagia."Ambil saja kalau kamu suka," kata Danzel.Danzel menyadari bahwa kegembiraan Megh
Setelah mengucapkan selamat pagi, Meghan masuk ke kamar mandi. Dia agak terbengong menatap diri sendiri di cermin, entah mengapa jantungnya berdebar-debar barusan.Meghan menghabiskan 30 menit di kamar mandi, membuat Danzel agak cemas padanya. Pria ini pun bertanya, "Kenapa lama sekali? Apa ada yang sakit?""Nggak ... aku ... aku hanya mandi ...," jawab Meghan. Danzel hampir tersedak mendengarnya. Istrinya ini tidak mengganti pakaian, bahkan handuk masih tergantung di lemari depan kamar mandi. Lantas, bagaimana istrinya ini bisa mandi?Namun, ketika melihat Meghan memakan sandwich dengan lahap, Danzel pun mengurungkan niatnya untuk bertanya. Sementara itu, Meghan buru-buru mengalihkan topik karena merasa jawabannya tadi sangat konyol. "Kamu mau ke mana hari ini?""Urusan pekerjaanku sudah selesai. Ada sebuah studio kecil batu giok di belakang perusahaan, kamu mau pergi tidak?" tanya Danzel.Sesudah menetapkan rencana perjalanan mereka, Meghan buru-buru menghabiskan sandwich tanpa memed
Sebelum Danzel berbicara, staf yang kebetulan lewat sontak terbelalak melihat batu giok di tangan Meghan. Melihat ini, Meghan tentu tahu bahwa batu di tangannya ini sangat berharga. Kemudian, staf itu berkata, "Karena kamu yang memotong batu giok ini, kamu boleh menyimpannya."Mendengar ini, Meghan memasukkan tangannya ke saku dan menyentuh batu giok kemarin. Seketika, hatinya terasa hangat. Ketika melihat Danzel tersenyum, dia pun tersenyum dan berkata, "Sepertinya, aku mendapat untung besar. Gimana kalau aku membayarmu saat pulang nanti?"Danzel tahu bahwa Meghan hanya bercanda, tetapi dia berpura-pura mempertimbangkannya. Sesaat kemudian, dia membalas, "Oke, setelah pulang nanti, kita cari tahu dulu harga pasarnya."Keduanya pun bertatapan sembari tertawa. Sementara itu, para staf di sekitar ingin mendongak untuk melihat, tetapi tidak berani.Hari ketiga di Negara Dilandia, Danzel langsung meminta bawahannya untuk mengatur penerbangan. Menurut Danzel, perjalanan ini kurang bersahaba