Share

4. Bujuk Rujuk

Author: Arini Asrini
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Bimo tidak akan membawa Melani, kecuali dia mau kembali kepada Tsani.”

Suara lelaki yang terdengar dari balik tembok pembatas ruang tamu dan teras. Hanya terdengar suaranya, tetapi sosoknya belum juga nampak. Semua mata tertuju ke arah sumber suara, seakan menantikan kemunculan lelaki tersebut.

“Saya tidak merelakan cucu kesayangan saya diambil oleh anak saya sendiri,” ucap ulang lelaki itu.

Kini sosoknya sudah terlihat. Lelaki paruh baya yang menggandeng wanitanya masuk ke rumah Tsani.

“Papah, Mamah,” ucap Bimo dan Tsani bersamaan.

Melihat kedatangan kedua orang tua Bimo, Pak RT, Bu Rosi dan Bu Farida serta Mita berpamitan pulang.

“Sepertinya sudah saatnya saya permisi, Pak, Bu,” pamit Pak RT.

“Silakan, Pak. Terima kasih sebelumnya sudah direpotkan atas masalah anak-anak kami,” sahut ayah Bimo.

Sampai detik ini suasana rumah Tsani masih begitu tegang, bahkan lebih tegang setelah kedatangan kedua mertuanya. Mereka memang sering mengunjungi rumah Tsani, sekali pun Tsani dan Bimo sudah satu tahun berpisah. Selama satu tahun pula Tsani tidak pernah mendapatkan nafkah dari Bimo maka dari itu orang tuanya selalu memberi uang sekadar untuk menutup kekurangan uang belanja dan jajan Melani. Mereka tidak bisa memenuhi semua kebutuhan menantunya karena setiap bulan harus membawa Bu Rusli kontrol ke rumah sakit.

“Kakek ... nenek ...,” panggil Melani kepada mereka dan memeluk mereka.

Pelukan hangat pun mereka berikan, hingga senyum Melani terlukis di bibirnya. Melani begitu disayangi oleh mereka. Melani adalah cucu pertama dari keluarga Tsani maupun keluarga Bimo. Namun, sayangnya Melani tidak merasakan kasih sayang dari kedua orang tua Tsani.

“Kenapa kalian begitu kaget dengan kedatangan orang tua kalian sendiri? Apa ada yang salah jika orang tua berkunjung ke rumah anak sendiri?” tanya ayah Bimo dengan nada tegas.

Tsani yang sedari tadi tertegun atas kedatangan mertuanya, sampai lupa belum menyalami mereka.

“Maaf Pak, Bu. Tsani lupa.”

Tsani segera memberikan salam takzim dan mencium punggung tangan keduanya. Diikuti oleh Bimo, tetapi apa yang terjadi. Kedua orang tuanya justru menampik tangan Bimo.

“Pah, Mah,” lirih Bimo.

“Masih berani kamu menampakkan wajahmu di hadapan Tsani, istri yang sudah satu tahun kamu lalaikan?! Sungguh tidak tahu malu! Siapa yang sudah mendidik kamu sampai jadi orang yang begitu tidak punya hati?! Jawab, Bimo!” bentak papah Bimo.

Bimo dibuatnya membisu, tidak berkutik seperti kecoa yang meminum racun serangga. Dalam hatinya ingin menjawab. Namun, papah Bimo bukanlah karakter orang yang suka diladeni ketika amarahnya memuncak, bahkan akan berubah menjadi lebih ganas. Bimo memilih diam dengan berondongan cacian yang papahnya berikan karena Bimo pun sudah menyadari kesalahannya.

“Papah sudah tahu semua yang terjadi hari ini karena Papah dan Mamah sudah datang sedari kalian ribut. Papah sengaja tidak masuk. Hanya ingin tahu apa tujuan sebenarnya kamu datang ke rumah Tsani. Ternyata hatimu sudah benar-benar mati, Bimo.”

“Pah, tetapi Bimo lakukan ini karena Bimo sayang Melani. Bimo janji akan menjadi ayah yang baik buat Melani.”

Kali ini lelaki berambut gondrong itu berani angkat bicara, menjawab pertanyaan papahnya.

“Ayah yang baik kamu bilang? Lihat dulu diri kamu yang sekarang, Bim. Rambut gondrong, kumis tebal, baju kumal, sungguh tidak terawat sekali diri kamu ini. Dimana istri yang selalu kamu puja-puja itu? Dan bayi yang kamu gendong. Apa sudah bisa kamu merawatnya? Sampai sok gagah membawa bayi keluar rumah. Akhirnya, apa yang terjadi? Kamu mengemis ASI kepada istri yang sudah kamu telantarkan. Menyedihkan sekali. Sekarang kamu berniat mengambil cucu kesayangan Papah? Mau jadi apa cucu Papah nanti. Mau jadi gelandangan sama sepertimu, iya?” berondong caci maki kini terangkai lagi dari mulut lelaki beruban yang masih terlihat gagah.

Seketika ruangan hening. Bimo dan Tsani sama-sama tertunduk. Tsani memang tidak pernah berani angkat bicara jika papah mertuanya sedang marah. Dan itu sudah Tsani tanamkan sedari dulu saat kedua orang tuanya masih hidup. Didikan yang baik membangun etika yang baik pula. Berbeda dengan Bimo yang memang sedari kecil jauh dari kasih sayang orang tua. Harta berlimpah, tetapi mendapat belaian dan pelukan saja susah. Kasih sayang orang tuanya memang tidak adil. Mereka lebih menyayangi adik Bimo dari pada Bimo sendiri.

“Papah minta Bimo menceraikan Dini dan rujuk dengan Tsani.”

Seketika Bimo dan Tsani mendongak bersamaan. Pandangan mereka tertuju pada satu pasang mata. Darah Tsani berdesir cepat mendengar pemintaan mertuanya. Permintaan yang tidak pernah sama sekali Tsani harapkan.

“Aku setuju,” jawab Bimo, “aku mau bersama lagi dengan Tsani dan meninggalkan Dini.”

Tsani tertegun dengan jawaban Bimo. Entah mimpi atau nyata. Akan tetapi, detik ini Tsani mendengar kesanggupan Bimo untuk meninggalkan wanita perusak rumah tangganya.

“Tsani tidak mau, Pah. Mas Bimo mau kembali kepada Tsani karena dia sudah dibuang oleh wanita itu. Bukan karena benar-benar tulus ingin kembali kepada Tsani. Tsani tidak mau. Maaf, Pah,” tolak Tsani.

“Tapi, Nak, Mamah sangat ingin melihat kalian bersama lagi. Berkumpul di rumah Mamah bersama menantu dan cucu kesayangan Mamah ini. Tolong bahagiakan hari tua Mamah, Nak.”

Wanita berhijab berwajah pucat itu pun turut membujuk Tsani untuk mau menerima permintaan mereka. Mamah Bimo memang sedang sakit sejak melihat menantu kesayangannya diperlakukan tidak baik oleh anaknya sendiri. Sakitnya bertambah parah lagi ketika Bimo berani pergi dari rumah demi seorang wanita yang tidak tahu malu.

“Demi Mamah, Nak. Rujuklah kembali dengan Bimo, Nak. Maafkan anak Mamah, lupakan kesalahannya. Bina kembali dari awal rumah tangga dengannya. Mamah yakin Bimo akan lebih baik jika hidup bersamamu. Mamah tidak mau kehilangan dia dan juga kehilangan menantu sebaik kamu. Kali ini Mamah mohon,” pinta mertua Tsani.

Saat ini Tsani sungguh merasa dilema. Tsani disuguhkan dengan dua pilihan. Patuh akan bujukan rujuk dari mertuanya atau tidak, tetapi jika tidak mematuhinya. Tsani akan merasa sangat bersalah dan juga durhaka. Karena Tsani sudah sangat menganggap kedua mertuanya itu seperti orang tua kandungnya sendiri. Kasih sayang mereka sungguh tulus. Walaupun Bimo selaku anaknya sudah tega meninggalkan Tsani. Akan tetapi, mereka tidak sedikit pun mundur satu langkah dari hidup Tsani. Tsani sangat beruntung untuk hal ini.

“Mah, Pah ... tanpa mengurangi rasa hormat Tsani kepada Mamah Papah, Tsani paham betul jika kalian begitu sayang kepada Tsani dan juga Melani. Akan tetapi, untuk permintaan Mamah Papah yang satu ini, Tsani harus memikirkan matang-matang. Beri Tsani waktu, Mah, Pah. Setidaknya agar Tsani melihat bagaimana sikap Mas Bimo yang sekarang. Apakah sudah benar-benar berubah atau hanya sekadar bualan belaka. Namun, jika nantinya keputusan Tsani tidak seperti yang Mamah Papah harapan, Tsani minta maaf sebesar-besarnya. Dan Tsani akan tetap menyayangi kalian sebagai orang tua Tsani," ucap Tsani.

Related chapters

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   5. Dilema

    Di malam hari setelah insiden yang sangat menguras emosi dan air mata itu berlalu, Tsani terlihat sangat murung. Tidak seperti malam-malam biasanya. Sebelumnya ibu satu anak ini  tidak pernah absen membacakan buku dongeng untuk Melani sebagai penghantar tidur anak kesayangannya. Malam ini ia begitu kalut. Ia berada di satu persimpangan jalan mana yang harus ia pilih. Rujuk kembali atau mundur dari kehidupan Bimo.Luka trauma yang telah Bimo berikan masih begitu menancap dalam batinnya. Laki-laki yang ia harap bisa berubah setelah kehadiran putri pertama mereka, justru makin tidak bertanggung jawab. Tsani seakan kehilangan penopang dalam hidupnya. Setelah kehilangan kedua orang tuanya. Tsani harus bekerja keras untuk menyambung hidup bersama adiknya, Dendi. Sebelum akhirnya Tsani diminta untuk menikah dengan Bimo.Semenjak kericuhan di rumah Tsani, Bimo dan bayinya tinggal di rumah Papah Rusli. Terhitung sudah lima hari berlalu, hitungan yang sama pula kun

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   6. Melani dan Anita.

    "Ternyata kau sudah bisa mengambil hati anakku, Mas!"Wanita berbadan ramping dengan tinggi semampai itu melempar tatapan dingin kepada Bimo yang kini tengah memeluk Melani."Bukankah Melani ini anakku juga, Tsan? Darah dagingku. Sudah sepatutnya seorang anak dekat dengan ayahnya. Terlebih dia anak perempuan, ayah kandungnyalah yang menjadi cinta pertamanya.""Jangan terlalu bangga hanya dengan meninggikan status seorang ayah kandung, Mas. Pasti Melani akan bisa memilih dengan siapa dia akan hidup jika nantinya keputusanku tidak sesuai dengan apa yang kalian harapkan.""Aku pastikan Melani tidak akan memikirkan hal tersulit dalam hidupnya. Kita akan bersama lagi. Aku yakin itu."Keyakinan Bimo begitu kuat. Dengan membuat Melani menjadi nyaman senyaman-nyamannya bersamanya, itu akan mempersulit Tsani untuk penolakan rujuk. Bimo begitu paham dengan Tsani, apapun akan dia lakukan untuk membuat orang yang ia sayangi merasa bahagia. Contohnya Tsani yang masih mau mengurus mertuanya yang s

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   7. Teror.

    Pyar!!!Suara pecahan terdengar dari ruang tamu, tempat Melani bermain boneka."Yayah ... akit ...."Tangisan Melani mengadu kesakitan membuat semua orang panik dan berhamburan ke luar dari kamar Bimo."Astaghfirullah, Melani ... kening kamu berdarah, Nak?" Kakek Melani panik."Tolong ambilkan kotak P3k, Mah. Cepat.""Iya, Pah."Mamah Astrid berlari mengambil kotak P3K di ruang tengah."Pah, ini apa?"Bimo menemukan sesuatu yang tergeletak tidak jauh dari posisi duduk Melani. Ternyata batu yang terbungkus kertas dengan tulisan yang berbau ancaman. "JAUHI TSANI!!! JIKA TIDAK INGIN MENERIMA TEROR YANG LEBIH MENGERIKAN LAGI!!!"Batu dengan ukuran cukup besar yang telah mendarat tepat di kening Melani hingga anak kecil itu berdarah dan menangis sejadi-jadinya."Isi tulisannya apa, Bim?" tanya Papah Rusli.“Seperti ancaman, Pah.”Bimo menyerahkan kertas kusut itu kepada papahnya."Siapa yang sudah berani meneror keluarga kita, Bim?""Bimo juga tidak tahu, Pah. Bentar Bimo cek dulu ke luar.

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   8. Siapakah Dia?

    Sengaja Bimo pulang melewati jalan depan rumah Tsani. Jalan alternatif menuju perkotaan. Sekalian ingin memanggil tukang pasang CCTV yang kebetulan tetangga rumah Tsani.Mobil sudah terparkir di depan rumah jasa pasang dan service CCTV."Pak, lagi sibuk nih?"Bimo menyapa seorang laki-laki berumur 45 tahun yang sedang berkutat dengan laptopnya."Eh, Mas Bimo. Apa kabar? Sudah lama banget tidak bertemu. Sini-sini duduk."Warga di kampungnya memang banyak yang mengenal Bimo. Secara Bimo adalah anak orang terpandang dan dulu sewaktu masih bujangan Bimo juga sering bergaul dengan muda-mudi di kampung. Dari segi itu sudah bisa membuat Bimo terkenal, terlebih lagi dengan kasus rumah tangganya dengan Tsani satu tahun yang lalu. Kasus yang tidak bisa disembunyikan karena Tsani juga termauk gadis yang banyak dikenal warga sebab keramahannya."Kabar saya baik, Pak. Bapak sendiri bagaimana?""Alhamdulillah ... baik juga, Mas.""Alhamdulillah. Oh, ya, Pak. Nanti sore bisa ke rumah tidak? Saya mau

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   9. Lelaki Brewok

    "Lancang kamu bicara seperti itu, Tsan!"Tangan Bimo seketika melayang di udara hampir mendarat ke pipi Tsani. Tinggal sejengkal lagi tato merah cap lima jari menempel di sana. Beruntung sekali, ada tangan malaikat tak bersayap datang di waktu yang tepat."Jangan pernah kasar kepada wanita, Bung!"Dengan cepat tangan kekar Bimo dicengkram erat lalu diputar ke belakang tubuhnya. Sampai ia meringis kesakitan. Bimo juga belum sempat melihat wajah sosok lelaki yang datang itu."Siapa Anda!" tanya Bimo kepada yang datang.Tsani yang merasa ketakutan, masih menutupi sebagian wajahnya. Selang beberapa detik Tsani angkat bicara."Pakdhe Tresno.""Kau sudah diapakan lagi sama orang ini Tsani?""A-aku baik-baik saja, Pakdhe. Beruntung Pakdhe datang tepat waktu," jawab Tsani sedikit lega.Lelaki brewok itu melepaskan genggamannya terhadap Bimo. Bimo masih merasa kesakitan. Cengkeraman erat Pakdhe Tresno sampai membekas merah melingkar di tangan kanan Bimo.Pakdhe Tresno adalah kakak dari ayah Ts

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   10. Wanita Rahasia

    "Apa maksud Anda berbicara seperti itu?" tanya Mamah Astrid dengan penuh keheranan."Tanyakan saja sendiri kepada suamimu itu! Kami permisi." "Tunggu, Tsan. Ini ada obat antibiotik untuk Melani dan kebutuhan dapur untuk kamu."Bimo menyerahkan semua yang sudah ia beli untuk Melani dan Tsani. Akan tetapi, ditolak oleh Pakdhe Tresno."Ambillah! Kami bisa membelinya sendiri. Jangan kalian pikir dengan membelikan itu semua bisa meredamkan rasa kecewa kami ini. Kalian sudah tidak bisa lagi dipercaya mengurus Melani. Kami permisi!"Pakdhe Tresno menggandeng Tsani ke luar menuju halaman rumah di mana mobilnya terparkir di sana. Namun, sesampainya di dalam mobil. Pakdhe kembali ke luar lalu masuk ke dalam rumah Bimo."Tsani, kamu tunggu di sini saja. Ada yang perlu Pakdhe sampaikan kepada mereka," perintah Pakdhe."Baik, Pakdhe."Pakdhe baru saja sampai di ambang pintu, tetapi kegaduhan sudah terdengar. Pakdhe memilih untuk berhenti dan mendengarkan ocehan demi ocehan ketiga orang di dalam s

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   11. Rencana Perjodohan

    Lelaki brewok itu sudah masuk ke mobilnya."Ayo kita pulang, Tsan. Kelamaan di rumah mertuamu ini bikin Pakdhe kebakaran bewok.""Jenggot, Pakdhe," protes Tsani sambil tertawa kecil."Aih ... sama saja, sama-sama rambut.""Iya deh, sama. Oh ya. Kok, tadi di dalam lama banget Pakdhe, sampai Melani tidur pulas sekali."Tsani menatap ke arah pakdhenya yang sedang fokus ke kaca spion mengeluarkan mobil dari parkiran."Duh, maaf ya Tsan. Tadi sebenarnya juga belum kelar, tapi takut situasi dan kondisi Mamah Mertuamu makin memburuk. Nanti malah Pakdhe yang ketempuhan.""Memangnya apa yang tadi dibahas, Pakdhe?""Iya, Pakdhe cuma bilang kalau Pakdhemu ini tidak setuju jika kamu masih harus memberi ASI untuk anak hasil pengkhianatan mantan suamimu itu. Mereka pikir keponakan Pakdhe yang sholihah ini perempuan apaan. Lagian kamu sih, mau pula diperbudak sama mereka. Jangan terlalu pakai hati, Tsani. Cerdaslah sedikit.""Bukannya begitu, Pakdhe. Tsani hanya kasihan sama bayi itu. Mungkin, kalau

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   12. Sebuah Petunjuk.

    Rumah Papah Rusli.Bimo menghampiri Mamah Astrid yang sedang kuwalahan menangani Anita yang terus menangis karena kehausan. "Kamu ke mana saja sih, Bim? Apa tidak dengar Anita menangis?""Maaf, Mah. Tadi Bimo ada urusan sama Papah di gazebo depan.""Sekarang di mana papahmu?""Masih di sana kayaknya, Mah."Mamah Astrid keluar dari kamar, sedangkan Bimo lanjut mengurus Anita, memberikan ASI kepada putri keduanya."Cup cup cup ... anak Ayah jangan nangis lagi, sekarang mimi susu dulu ya, Sayang."Bimo memang sudah luwes mengurus Anita karena selama hidup bersama Dini, Bimolah yang sering mengurusnya. Sehari-harinya Dini memang sibuk dengan jualan online-nya. Tidak jarang pula, Dini meninggalkan Anita di rumah bersama Bimo untuk melakukan COD dengan pelanggan.Waktu demi waktu, usaha Dini berkembang pesat. Banyak reseller-reseller yang mengambil barang jualan dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, Dini belum begitu mahir me-manage keuangan bisnisnya sehingga setiap bulannya Bimo harus m

Latest chapter

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   27. Memegang Bukti

    "Ternyata seperti ini jati diri kamu sebenarnya," Anjas bergumam dalam hati.Tsani telah kembali dari toilet. Anjas yang sudah tidak lagi nafsu untuk melanjutkan makan, memutuskan untuk mengajak Tsani pulang. Wanita yang memang sedang tak enak hati kepada Anjas pun menuruti ajakannya. Padahal, makanan belum juga habis.Setelah Anjas melakukan pembayaran di kasir untuk 4 porsi nasi padang dan dua gelas es teh, Anjas segera menuju ke mobil. Tsani sudah terlebih dulu manunggu di sana."Kita langsung pulang, kan, Tsan?""Iya, Mas. Sudah sore juga. Aku kepikiran sama Melani di rumah."Tanpa ada basa basi lagi dari keduanya. Anjas tancap gas meninggalkan rumah makan padang. Selama perjalanan pun tiada percakapan apapun.Sesampainya di rumah Tsani.Tsani tidak langsung turun karena tangan Anjas menahannya. Debaran dalam jantungnya begitu cepat. Cinta yang sama-sama dirasakan oleh keduanya entah akan bermuara ke mana."Tsan, aku tidak akan merasa sakit jika harus terus menerus menerima penola

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   26. Kepastian Cinta

    Di tempat lain ...Rentetan-rentetan peristiwa hari ini cukup melelahkan. Sangat menguras energi, dan lupa akan waktu hingga tak terasa hari sudah menjelang sore, tetapi Anjas dan Tsani ternyata belum memberikan sesuap nasi untuk cacing-cacing di perut mereka. Sehingga perut Anjas pun keroncongan dan tercipta bunyi dari sana."Eh, bunyi apa itu, Mas?""Hei, itu bunyi perutku."Tsani yang mendengar bunyi tersebut tertawa kecil, Anjas pun tersipu malu dibuatnya."Tsan, mampir makan yuk. Aku sudah sudah terlalu lapar, nih.""Makan ditempat, Mas?""Iya, kalau kamu mau. Nanti kita makan nasi padang di depan. Terkenal enak di situ.""Tidak dibungkus saja, Mas? Aku sudah terlalu lama nitipin Melani, takut dia mencariku.""Coba kamu hubungi Dendi, Melani rewel atau tidak?"Anjas memang berencana ingin berbincang dengan Tsani. Jarang-jarang bisa keluar berdua dengan wanita pujaannya seperti hari ini. Keduanya disibukkan dengan rutinitas harian masing-masing. Terlebih lagi Tsani yang memang san

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   25. Penyesalan Dini.

    Perasaan Dini mulai tidak tenang, wanita itu takut apa yang ia pikirkan selama ini akan terjadi hari ini.Dini dengan tangan gemetar mulai mengambil berkas yang sudah di depan matanya."Buka berkas itu dan jangan lupa tanda tangani segera," perintah ulang si Bimo."Aku baca dulu, ya, Mas.""Oh, tidak perlu."Dini bisa membaca sekilas ejaan demi ejaan yang tertulis di berkas."Mas, kamu mau menjual rumah yang sudah kamu belikan untukku? Kenapa Mas?"Dini terkekeh setelah berhasil menangkap beberapa deret kalimat yang tertera."Iya, karena kamu, kan, sudah harus ikut aku di sini. Rumah ini juga luas, bukan? Bahkan kamu juga disediakan kamar sendiri. Tidak harus sekamar denganku. Lagi pula, kalau kita balik ke rumah itu pasti laki-laki hidung belang itu akan dengan mudah menemuimu, dan aku takut kamu akan bermain api lagi di belakangku di rumah itu. Jadi, terpaksa aku jual."Alasan Bimo membuat Dini terdiam sejenak."Tapi, kan, kita bisa ngontrakin itu rumah, Mas. Tidak perlu harus dijua

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   24. Kertas dan Berkas.

    Bergegas Anjas membuka kertas lusuh yang terlipat pemberian dari Bimo itu dan segera membacanya.Anjas hanya tersenyum membaca pesan yang tertulis dalam kertas lusuh tersebut, lalu kembali melipatnya.“Jadi, maksud Anda, saya yang menulis pesan ancaman seperti ini?”“Lantas siapa lagi yang akan melakukan itu kalau bukan orang yang mau menghalangi aku untuk rujuk dengan Tsani lagi kalau bukan Anda?”Kertas yang masih ada dalam genggaman tangan Anjas pun kini diambil oleh Tsani yang juga penasaran dengan isi pesannya.“Jangan asal memfitnah orang, Mas Bim. Kalau tidak ada bukti yang akurat. Bisa jadi, kan itu kerjaan orang lain yang tidak suka dengan hubungan kita. Aku yakin, ini bukan kerjaan Mas Anjas.”“Mengapa kamu begitu yakin?”“Iya, karena aku paham. Bukan hanya satu orang atau dua orang saja yang tidak setuju dengan hubungan kita dulu. Termasuk orang yang sedang berada di dalam kamar tamu.”“Maksud kamu, Dini?”“Siapa lagi? Tidak mungkin, kan Anita yang melakukannya, dia masih b

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   23. Keputusan Bimo dan Tsani.

    "Aku tidak akan menceraikan Dini!" Bimo bersuara dengan tegas hingga orang seisi rumah tercengang setelah mendengarnya. Akan tetapi, tidak dengan Tsani yang nampak tersenyum tipis."Apa kamu bilang?! Kamu tidak mau menceraikan wanita yang punya otak kriminal ini?! Jangan bodoh kamu, Bim," hardik Mamah Astrid, "Mamah tidak mau punya menantu berhati iblis macam dia ini."Amarah wanita paruh baya ini semakin menjadi."Lihat, Mah, Pah. Mas Bimo sudah mengambil keputusan untuk tidak menceraikan Dini yang sudah jelas-jelas ingin mencelakaiku, jadi sekarang tidak perlu lagi ada permintaan rujuk kembali denganku.""Bu-bukan begitu, Tsan. Aku akan tetap melanjutkan rencana rujuk kita karena aku juga sayang sama kamu dan Melani.""Jangan serakah kamu, Mas! Kamu pikir aku mau dimadu?! Sekarang aku tak sebodoh dulu, Mas!" tukas Tsani."Mas Bimo tidak bisa seenaknya sendiri, mau sama aku, maka harus lepaskan wanita udik ini.""Apa kamu bilang!"Tamparan ketiga Tsani mendarat sempurna kembali di pi

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   22. Perlawanan Tsani.

    Selepas mengantarkan Dendi dan Melani pulang, Anjas dan Tsani pun kembali ke mobil untuk melanjutkan rencana mereka hari ini, menyambangi rumah Bimo yang di sana ada Dini. Wanita yang telah mencoba mencelakai Tsani lewat tangan orang lain yang dibayarnya.Sepanjang perjalanan, Tsani memikirkan matang-matang rencana yang telah disusunnya karena Tsani tidak mau jika sampai ada menggagalkan rencananya."Tsani, kamu yakin tidak mau melaporkan si Dini itu? Dia itu sudah keterlaluan, loh, Tsan."Suara lelaki yang sedang mengemudi mobil itu membuyarkan konsentrasi Tsani."Tidak, Mas. Aku hanya ingin menuntut kesepakatan saja dari dia dan Mas Bimo.""Kesepakatan seperti apa?""Mas bisa lihat nanti saat kita di rumah Mas Bimo.""Apa aku terlalu terlibat di dalamnya?"Pertanyaan Anjas membuat Tsani berpikir ulang. Sejujurnya Tsani pun sebenarnya memerlukan peran lain untuk meyakinkan orang seisi rumah di sana nantinya. Namun, sedari tadi Tsani merasa bimbang jika harus mengantarkan permintaan t

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   21. Rencana Tsani.

    "Astaghfirullah, Dini. Benarkah yang menyuruh Anda itu bernama Dini?" tanpa Tsani."Bukan, Mbak. Dia bernama Anin.""Itu satu orang yang sama, namanya Dini Anindya."Tsani sebenarnya sudah menaruh curiga terhadap Dini, tetapi ia tidak bisa menyimpulkan jika di balik ini semua adalah ulah Dini karena Tsani belum memegang bukti yang kuat."Tsan, apakah dia itu istri kedua dari mantan suamimu?" timpal Angga yang sudah sedikit tahu akan seluk beluk rumah tangga Tsani yang telah hancur karena orang ketiga."Benar, Mas. Di hari yang sama sebelum kejadian itu terjadi, sekitar jam 9 pagi Dini menyambangi rumahku. Dia datang dengan tujuan agar aku menolak ajakan rujuk dari Mas Bimo, tetapi aku tidak menyangka dia bisa nekat seperti ini, Mas.""Terus langkah selanjutnya kamu mau bagaimana, Tsan?""Aku akan tanyakan ini ke Dini secara baik-baik dulu, Mas.""Apa tidak langsung membuat laporan saja ke pihak yang berwajib, Tsan? Sudah ada sakti dan bukti, loh, Tsan.""Tidak, Mas. Biarkan ini menjad

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   20. Kasus Terungkap.

    Tsani bertekat akan mengungkap kasus ini sampai tuntas bagaimana pun caranya. Ingin segera mengungkap siapa dalang di balik kejadian semalam yang menimpanya. Meskipun ia harus melawan rasa traumanya yang masih menghantuinya, walaupun trauma itu sudah tidak separah semalam."Aku sudah siap, Mas, Den. Ayo berangkat."Tsani muncul dengan balutan gamis biru muda dan hijab pink bercorak bunga anggrek, tampilannya sangat anggun hingga membuat mata Anjas tak berkedip temandang wanita satu anak itu."Tuhan ... ada bidadari di depanku."Anjas melongo dibuatnya.Tsani yang menyadari bahwa sedari tadi Anjas terpaku menatapnya, mengibaskan tangannya di depan wajah pria tersebut."Mas Anjas, ayo berangkat."Kibasan tangan dan suara lembut Tsani mengagetkan lamunan Anjas, dan sekarang Anjas menjadi salah tingkah di depan wanita yang ia cintai."Oh, em, eh, bagaimana? Eh, kamu sudah siap, Tsan?"Tsani tertawa kecil mendapati Anjas yang seperti orang linglung."Sudah, Mas. Sudah dari satu jam yang la

  • Ibu Susu Untuk Anak Gundikmu   19. Trauma.

    Keesokan harinya ... ."Njas, bangun. Katanya mau ke kantor polisi."Suara ketukan pintu membuat Anjas terbangun terperanjat. Semalaman tidur dengan satu posisi tengkurap membuat badan Anjas terasa kaku semua. Tidak biasanya pula ia kesiangan seperti hari ini."Iya, Yah."Anjas meregangkan otot-ototnya, rasa kantuk pun masih menghinggapi dirinya."Astaghfirullah, ternyata sudah siang begini. Semoga tidak terlambat ke kantor polisi."Bergegas membersihkan diri dan bersiap menemani Tsani ke kantor polisi."Yah, aku pamit dulu.""Apa kamu nggak mau sarapan dulu?""Gampang, Yah. Ini sudah siang. Aku takut terlambat."Anjas melangkah menuju pintu tembusan garasi. Namun, langkahnya terhenti mendadak setelah mendengar ucapan ayahnya yang tak lain masih menjurus keperjodohan itu."Ingat ya, Njas. Jangan bersikap berlebih kepada Tsani, ingat akan Nisrina.""Apa salahnya kita membantu sih, Yah. Jangan semuanya serba disangkut pautkan dengan perjodohan yang sepihak ini.""Sepihak bagaimana maksu

DMCA.com Protection Status