Vienna menegang, tubuhnya kaku. Dia memastikan nalarnya tidak salah menangkap maksud ucapan Nirina. Sementara Sydney menatap Nirina tidak percaya. “Siapa yang Nona Nirina maksud?” tanya Lucas buka suara. “Siapa lagi?” Nirina balik bertanya dengan angkuh. “Tentu saja Sydney. Atau harus kubilang … mantan istrimu?” Vienna menelan ludah. “N-nona, sepertinya Nona salah paham,” ucap Vienna terbata-bata, masih berusaha membela diri. Debaran jantungnya sudah berdetak tidak menentu, seperti orang yang baru saja ketahuan melakukan sesuatu yang buruk. “Sydney memang tidak pernah bercerita, dan mungkin kamu mengira dia akan terus menutup mulutnya. Namun perlu kuberitahu padamu bahwa sekalipun Sydney teman lamaku, kami sudah lama tidak berhubungan. Jadi ketika aku ingin menjadikannya teman lagi, aku harus melakukan pemeriksaan latar belakang selama kami tidak berkomunikasi.” Ucapan Nirina menjawab pertanyaan yang sempat berkelebat di kepala Vienna. Wanita itu mengepalkan tangan di s
Selain kehadiran ketiga pelayan dan satu pengawal, syarat terakhir yang Morgan berikan agar Sydney dapat melaksanakan acara malam ini yaitu, membawanya dan juga si kembar. Sydney sempat tidak setuju. Dia mengkhawatirkan keselamatan si kembar. Namun Morgan tetap teguh pada pendapatnya. Dengan alasan, si kembar sudah makan MPASI dan hanya Sydney yang bisa memasak itu. Pada akhirnya hasil negosiasi mereka adalah Morgan dan si kembar akan tetap berada di kamar sampai semua tamu pulang. Jadi di sinilah Morgan sekarang, di kamar bersama si kembar yang tertidur pulas. Mungkin sebentar lagi akan bangun karena tidak kunjung mencium bau ibu susu mereka. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam dan Sydney masih tidak membalas pesan Morgan yang dikirim sejak satu jam lalu. “Jangan lewat dari jam 11 malam atau aku harus menjemputmu ke sana, Cinderella.” Begitu isi pesan Morgan yang belum mendapat balasan dari Sydney. Untuk menghilangkan perasaan cemas yang menggerogoti hati, Morgan akhi
Dada Morgan naik turun, betapa besar amarah yang ada di dalam sana. Biasanya Morgan dapat mengendalikan diri dengan mudah, tetapi jika menyangkut keselamatan Sydney, pria itu merasa sulit. “Pergi kalian!” bentak Morgan mengusir. Lebih baik, Vienna dan Lucas segera enyah dari hadapannya. “Jika kalian ada di depan mataku lagi, mungkin aku akan langsung membunuh kalian!” lanjut Morgan dingin. Morgan segera beralih pada Sydney dan menggendong wanita yang bersandar pada dinding itu. Sydney berpegangan pada leher pria itu. Nirina perlahan bangkit dan menyerahkan ponsel Sydney pada Morgan. Awalnya dia ragu Morgan bisa menerima itu karena kedua tangan pria itu sedang sibuk. Namun dengan mudah Morgan melepas satu tangannya untuk mengambil ponsel, dan menggendong Sydney hanya dengan satu tangan yang lain. “Terima kasih sudah menerima panggilanku. Anda ingin tinggal atau pulang? Aku bisa meminta anak buahku mengantar Anda,” ucap Morgan lebih lembut daripada saat berbicara dengan Vienna da
Sydney menyadari ada pesan masuk dari Timothy saat dia baru saja selesai mengeringkan rambut. Pagi sudah menyapa, tetapi pesan Timothy sejak semalam belum Sydney buka. Wanita itu menggeleng pelan sambil membaca pesan Timothy. [Aku tidak bisa datang malam ini karena sedang mengikuti olimpiade di luar negeri, padahal aku sangat ingin bertemu denganmu, Kak.] Sydney tersenyum tipis dan membalas pesan itu:, “Semoga berhasil, Tim. Dan semoga kita bisa segera bertemu.” Mengingat kejadian semalam, Sydney justru bersyukur Timothy tidak hadir. Kuliah dan olimpiadenya bisa terganggu jika dia menyaksikan drama keluarga mereka. Setelah itu, Sydney melangkah ke ruang makan. Di sana sudah ada Morgan, Gloria, Terry, serta si kembar. Gloria dan Terry terlihat sangat bahagia saat bermain dengan si kembar. Sementara Morgan menatap mantan mertua Sydney penuh waspada. Memperkenalkan si kembar pada Gloria dan Terry adalah ide Sydney. Dan Morgan, tentu saja tidak langsung menyetujui ide itu. “Mereka
Mereka berkumpul di ruang tamu setelah selesai sarapan. Kecuali si kembar, yang sudah kembali ke kamar karena akan dimandikan oleh Layla. Di sana, ada figura besar kedua orang tua Sydney yang sedang saling menggenggam tangan dan tersenyum penuh cinta. Seolah sedang menyambut tamu yang datang ke kediaman mereka. “Ini pertama kali kami datang ke rumah orang tuamu dan melihat wajah mereka. Kau sangat mirip dengan ibumu, Sydney,” ucap Gloria menatap figura itu dengan kagum. Sydney mengetik sesuatu di ponsel dan menunjukkannya pada Gloria. “Aku pikir, Mama jauh lebih cantik dan beruntung. Mama memiliki keluarga sempurna dan suami yang setia mencintainya,” sahut Sydney memaksakan senyumnya. Semua orang mengatakan hal yang sama dengan Gloria. Namun dengan wajah yang nyaris serupa, nasib Sydney dan ibunya sangat berbeda. Mark sering memberikan hadiah kejutan untuk Susan, tidak peduli bahwa hari itu sedang tidak ada perayaan apa pun. Bagi Mark, hari-harinya bersama Susan selalu istimewa
Vienna mengangguk tanpa ragu. “Aku ingin menjalin hubungan baik dengan mertuaku dan memberi salam dengan lebih baik. Aku bisa menjadi menantu yang berbakti,” ucap Vienna kemudian. Gloria menampilkan wajah dengan jelas bahwa dia tidak suka diikuti oleh Vienna. Perilaku menguntit seperti itu sangat menakutkan di mata Gloria. Sementara Terry tampak tertarik dengan ucapan Vienna. “Berbakti seperti apa?” tanya Terry sambil mengambil segelas air mineral kemasan yang sudah siap sedia di dekat meja tamu dan menyuguhkannya pada Vienna. Vienna tersenyum, setidaknya satu dari mereka bersedia mendengarkannya dan bersikap lebih ramah. Dia menyelipkan rambut ke belakang telinga dan menegakkan punggung. “Jika Mama dan Papa butuh sesuatu, aku bisa memberikannya. Kalian tahu … orang tuaku juga punya perusahaan besar,” jawab Vienna percaya diri. Terry yang tadinya tampak tertarik, kini menarik diri dengan bersandar pada sofa. Dia sudah tahu bagaimana latar belakang kedua orang tua Vienna mendap
Sydney mendaratkan tubuhnya di kursi belakang mobil, diikuti oleh Morgan yang duduk di sebelahnya. Sementara si kembar ada di mobil yang lain. Kedua mobil berjalan beriringan menuju mansion Ravenfell, dengan mobil yang ditumpangi Morgan berada paling depan. Dalam perjalanan, Sydney mengirim pesan untuk Gloria, “Tante, aku tidak bisa mengantar Tante dan Om ke bandara besok. Morgan ada urusan, jadi kami harus pulang lebih cepat ke Ravenfell. Hati-hati di jalan, Tante.” Morgan sedikit memiringkan tubuhnya ke arah Sydney dan menyipitkan mata saat ikut membaca pesan tersebut. Setelah Sydney menurunkan tangannya yang memegang ponsel, Morgan segera menyandarkan kepala wanita itu ke bahunya. Sydney tidak protes, bahu Morgan adalah tempat favoritnya yang baru. Namun belum lama Sydney bersandar, wanita itu kembali menegakkan punggung karena ada pesan balasan dari Gloria. [Tidak apa-apa, Sydney. Senang bertemu denganmu. Kami sedang dalam perjalanan menuju kantor Monarch Legal Group untuk r
“Ulangi, lebih jelas!” perintah Morgan pada seseorang di telepon, rahangnya mengeras. Sementara itu, telepon dari Vienna diakhiri. Sydney masih membeku dan bergetar. Wanita itu menoleh perlahan pada Morgan dan menarik pelan lengan kemeja pria itu. Morgan menoleh dan mematikan panggilan. “Rumah sakit! Kumohon!” ucap Sydney, tangannya bergerak tidak beraturan, tetapi Morgan mengerti apa maksud wanita itu. Tanpa bertanya apa pun, Morgan mengangguk. Seakan kabar buruk yang baru Sydney ketahui juga sampai ke telinga Morgan. “Antar aku dan Sydney ke rumah sakit.” Morgan berkata pada sopir. Ronald yang duduk di sebelah sopir menoleh ke belakang. “Bagaimana dengan Tuan Jade dan Nona Jane?” tanya pengawal itu. Morgan mendesah dan memijat pelan pelipisnya. Dia tidak tahu apakah stok ASI di mansion akan cukup untuk anak-anaknya, tetapi si kembar tidak mungkin mengikuti ibu susu mereka ke rumah sakit dan terlihat oleh publik. Dan Morgan juga tidak mungkin melarang Sydney kali ini. “Biar
“Kalian mendiskriminasiku,” protes Timothy, satu-satunya orang di antara mereka yang tidak bisa berbahasa isyarat.Timothy mencondongkan tubuh dan berbisik, “Apa yang kalian bicarakan? Sudah 10 menit kalian terus berinteraksi memakai bahasa isyarat. Aku merasa seperti patung.”Sydney tersenyum sambil menoleh. Dia mengetik sesuatu di ponselnya.“Maaf, Tim. Chester sedang membahas tentang kehadiran Vienna sebagai saksi, dan—tentu saja—tentang rasa jengkelnya pada Lucas.”Rasanya, Timothy masih seperti adik kecilnya yang dulu. Hanya sekarang pria itu lebih tinggi darinya.Timothy mengangkat kedua alis. Kemudian dia mengangguk-angguk pelan.Sementara Chester mengedikkan bahu dan melihat ke depan sambil menyilangkan tangan di depan dada.“Aku berniat meninju Lucas,” tukas Chester tanpa menoleh. “Kau akan melakukan apa padanya, Tim?”Timothy terkekeh. “Melihatmu. Aku tidak jago bela diri, Kak.”Chester sempat
“Apa kau benar-benar harus pergi sekarang?” tanya Sydney sambil menggerakan tangan. Hari di mana Morgan harus pergi cukup lama akhirnya tiba. Pria itu menghentikan langkahnya di depan pintu mansion. Angin pagi yang berembus pelan mengibaskan helaian rambutnya, sementara mata Sydney sudah berkaca-kaca. Sudah beberapa lama Sydney bersama Morgan, dia baru merasa kehilangan setelah pria itu berniat dinas panjang. Morgan menoleh dan melangkah mendekat. Dia mendekatkan wajahnya dan menatap mata Sydney dari jarak dekat. Pria itu mengangkat tangan dan mengusap pelan air mata yang mulai turun di pipi kekasihnya. “Dengar aku baik-baik,” bisik Morgan lembut. “Kau baru boleh pergi keluar sendiri setelah pengadilan resmi menjatuhkan hukuman untuk Bella, Vienna, dan Lucas. Mengerti?” Sydney mengangguk, cepat-cepat menghapus air mata yang tersisa dengan punggung tangan. Wanita itu tampak marah pada dirinya sendiri karena terlalu lemah. Morgan mendekatkan bibirnya ke telinga Sydney. “Aku jug
Lucas melangkah keluar dari mansion Morgan dengan langkah berat dan bahunya jatuh. Dia mengepalkan tangan erat-erat, seperti hendak meninju siapa pun yang berani menghiburnya saat itu.Udara pagi yang dingin menusuk tulang, tetapi amarah di dalam diri Lucas lebih membakar dari apa pun.Setelah Lucas menghilang di balik pintu utama, Ken berdeham.“Jika ini semua untuk membalas dendam Sydney,” ucap Ken membuka obrolan sambil menyilangkan kaki dan melirik Morgan, “mengapa kau memberi mereka jalan untuk kabur?”Morgan menyesap kopinya perlahan. Asap tipis mengepul dari permukaan cairan pekat itu.“Akan lebih menyenangkan jika mereka kalah karena rasa putus asanya setelah terluka cukup parah,” jawab Morgan sambil menaruh cangkir di atas meja. “Aku ingin melihat mereka kejang-kejang sebelum mati.”Ken tertawa kecil. Bukan tawa lepas, melainkan semacam menahan geli yang menggelitik perutnya.Dia seperti sedang menyaksikan sebua
“Kau melakukan itu untukku?” tanya Sydney seraya menaikkan kedua alis dan membentuk bahasa isyarat dengan kedua tangannya. Sydney merasa tenggorokanya kering, dan matanya belum beranjak dari milik Morgan—berusaha mencari jawaban lain, jika memang ada. Morgan mengangguk pelan. “Untuk siapa lagi?” tanya Morgan datar. “Dia mengganggumu dan hampir melukaimu. Aku tidak akan bisa memaafkannya. Lalu aku hanya memberinya kesempatan untuk bertemu dengan Bella. Kedua wanita itu berkomplotan.” Sydney menyipitkan mata, tubuhnya seketika kaku. “Berkomplotan?” tanya Sydney mengulang ucapan Morgan sambil menggerakan tangan perlahan. “Apa maksudmu mereka bekerja sama dalam kasus pemerkosaan itu?” “Ya,” jawab Morgan tanpa ragu. “Bella butuh pelampiasan. Olive butuh pelindung. Mereka memanfaatkan satu sama lain seperti memperdagangkan bencana. Apa kau marah padaku?” Seketika, dunia dalam kepala Sy
"Saya butuh waktu untuk berpikir beberapa menit." Suara Lucas akhirnya pecah di antara deru napas beratnya.Tangan Lucas yang masih menggenggam kemudi, kini mulai gemetar. Di luar sana, malam begitu hening. Namun di dadanya, badai bergemuruh tanpa henti.Terdengar tawa Morgan dari seberang telepon, nyaring dan penuh ejekan.“Mengapa jadi kau yang perlu waktu untuk berpikir?” tanya Morgan penuh sarkas. “Kau yang membutuhkanku, Lucas. Jika tidak mau, silakan pergi dan jangan mengotori pemandangan dimansion-ku.”Lucas menutup mata sejenak. Dia mengangkat tangan dan menyugar rambutnya ke belakang, menahan agar kepalanya tidak meledak karena frustrasi.Seluruh tubuh Lucas terasa seperti terbakar oleh amarah dan kekalahan sekaligus.Selama ini, Lucas pikir proyek pengawalan eksklusif itu adalah peluang besar. Kerja sama dengan Morgan akan membuat nama Zahlee Entertainment dan Monarch Legal Group naik kelas.‘Sejak awal Tuan Morgan memang hanya ingin menjebakku dan Vienna,’ ucap Lucas dalam
Setelah berita beralih ke topik lain, Sydney melangkah cepat menuju ruang kerja Morgan. Dia meninggalkan Layla yang masih terpaku di sana.Namun, ada dua anak buah yang berjaga di depan ruang kerjanya. Saat melihat Sydney mendekat, keduanya membungkuk hormat.“Maaf, Nona. Tuan Morgan sedang mengadakan rapat daring dengan Menteri Perdagangan,” ujar salah satunya memberi tahu.Sydney menautkan alisnya, padahal ada banyak hal yang ingin di tanyakan.Wanita itu mengetik cepat di layar ponsel, lalu memperlihatkannya pada mereka berdua.“Beri tahu Morgan jika aku menunggu di kamarku.”“Akan kami sampaikan, Nona.” Salah satu dari mereka mengangguk.Sydney tidak berkata apa-apa lagi. Dia mencengkram ponsel dengan erat saat berjalan menjauh dengan langkah yang semakin cepat.Sesampainya di kamar, Sydney langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang. Rambut panjangnya menjuntai ke sisi wajah, menutupi ekspresi muram yang mulai mengendap di sana.Sydney menarik napas panjang, lalu membuka portal ber
"Apa yang baru saja kulakukan ...." desah Bella lirih dan suaranya bergetar. Begitu pula dengan tangannya yang gemetar. Pistol yang masih mengepul itu jatuh dari genggamannya dan menghantam lantai dengan dentingan logam yang keras. Pandangan Bella mengabur dan napasnya tercekat. Di hadapannya, tubuh Olive terbujur kaku di lantai kafe. Darah mengalir dari dada wanita itu, membentuk genangan yang perlahan meluas. Yang membuat Bella ketakutan, mata Olive masih terbuka dan menatapnya penuh amarah. Sunyi mendadak mengurung ruangan. “P-Pembunuh! Dia membunuhnya!” teriak seseorang di sudut ruangan. Teriakan itu membangunkan semua orang dari keterpakuan mereka. Beberapa pengunjung memekik, sebagian lainnya merunduk ketakutan. Bella menoleh cepat dengan wajah yang memucat. Bola matanya bergerak liar, seperti rusa yang terjebak dalam jerat. Wanita itu berbalik. Dengan sorot mata penuh amarah, Bella menatap tajam kedua pengawalnya yang berdiri di belakangnya tanpa melakukan apa-apa. “B
“Pergilah!” geram Bella dengan wajah memerah. “Kau sudah cukup beruntung masih selamat dari amukan Morgan. Jangan mencari masalah denganku!”Alih-alih mundur atau gentar, Olive justru menanggapi dengan tawa lebar, keras, dan penuh ejekan.Suaranya menggema di dalam kafe, membuat beberapa pasang mata yang semula hanya mengintip mulai terang-terangan menoleh.“Jangan seperti itu pada teman lamamu, Veronica,” ujar Olive berpura-pura sedih sambil memegang dadanya.Bella mengernyitkan dahi. Olive tidak biasanya memanggil Bella dengan nama panggung.“Veronica Pillpel kecil yang menggemaskan dan polos,” lanjut Olive sambil menyenderkan tubuh ke sandaran kursi, matanya bersinar penuh kemenangan.“Kau ingat? Kita sudah berteman sejak aku menemukan bakat luar biasamu di usia 17 tahun. Ya ampun, betapa cepat waktu berlalu.” Olive mengibaskan rambutnya ke belakang.Genggaman Bella pada gelas es kop
Bella menyandarkan punggungnya di kursi belakang mobil. Dia menatap layar ponsel tanpa benar-benar membaca apa pun. Wanita itu hanya menggulir layar ponsel ke atas dan ke bawah.Nina, sang manajer, baru saja membuka pintu mobil.“Kau mau beristirahat di mana?” tanya Nina sembari melirik ke arah kursi penumpang.“Bawa aku ke kafe,” desah Bella tanpa menoleh. “Aku butuh es kopi.”Tanpa bertanya lagi, Nina masuk ke kursi kemudi dan langsung menyalakan mesin. Mobil melaju perlahan menjauh dari lokasi syuting.Beberapa menit kemudian, mobil mereka berhenti di depan Pop Cafe, sebuah tempat kecil yang sering mereka datangi untuk kabur sejenak dari hiruk-pikuk dunia selebriti.“Kau ingin pesan apa? Yang biasa?” tanya Nina sambil menoleh ke belakang, bersiap keluar.Bella menghela napas panjang, kemudian melihat sekeliling. Keramaian kafe itu seperti magnet baginya kali ini.“Aku akan ikut kau turun,” jawab Bella sambil merapikan rambut dan memeriksa riasannya di spion tengah.Nina menaikkan k