Setelah pulang dari kampus, benar saja Bi Ijah ada di depan rumahnya sedang duduk di eperan rumah lusuh itu.
"Kamu baru pulang?" tanya Bi Ijah berdiri.
Bi Ijah adalah tetangga dari ustadzah Ami yang merupakan ibu dari Mei.
"Iya, Bi. Ada apa ya?" tanya Lisa sambil mencium tangan kanan Bi Ijah khidmat.
"Kita masuk dulu yuk! Ada hal penting yang mau Bibi omongin sama kamu."
Lisa pun mengangguk dan mempersilahkan Bi Ijah untuk masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana itu.
Rumah dengan ruang tamu yang sangat sederhana semuanya serba kayu sampai lantai-lantainya pun kayu. Bi Ijah dipersilahkan duduk dan disuguhi mium teh.
"Bi mohon maaf ya, cuma ini aja yang kami punya," ucap Lisa sopan.
Bi Ijah mengangguk saja, "Ini maaf yah, Bibi dapat info dari Ustadzah kalau kamu bisa mengeluarkan asi."
Lisa terdiam. Ia menatap ragu wanita di hadapannya. Ini adalah rahasia yang hanya diketahui keluarga dan ustadzah pembimbingnya.
Menyadari tatapan Lisa, Bi Ijah segera berkata, "Eh, tenang aja, Bibi nggak ngomong sama orang lain kok."
Lisa pun mengangguk, "Makasih ya Bi Ijah, tapi Bi Ijah kenapa cari tahu tentang aku yang menghasilkan asi?"
"Em gini, jadi kan kerja sama Tuan Alexander yang konglomerat itu loh yang rumahnya gedongan di komplek elit sebelah."
Lisa mengangguk mengerti, meskipun ia sebenarnya tidak tahu betul tentang informasi keluarga yang sering dibicarakan oleh masyarakat itu.
"Jadi, Bi ijah ada pesan dari Tuan Alex kalau beliau sedang mencari ibu susu untuk anaknya yang baru sebulan.
Lisa pun terheran, "Loh ibunya ke mana?"
Bi Ijah terlihat menghela nafas sedih dengan raut wajah yang terlihat prihatin.
"Ibunya pergi. Ibunya kan model terus sekarang dia sedang proses cerai dengan Tuan Alex karena menganggap kalau menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah hal yang mengekang, dan ia tidak ingin menjadi ibu rumah tangga, ia ingin mengajar karirnya sebagai model."
Lisa tampak mengerti.
Melihat itu, Bi Ijah pun menjelaskan kembali, "Jadi, sekarang tuan muda Axel atau Axellio ini nggak ada yang nyusuin, sementara dia alergi susu sapi dan kambing. Intinya dia itu alergi susu formula gitu, jadinya sekarang dia minum susu asi dari Bank Asi, tapi Tuan Alex agak ragu dengan susu yang ada di bank Asi karena kita nggak tahu apa yang ada di susu tersebut. Takut ada bakteri atau penyakit turunan dari si pemilik Asi-nya."
"Logis juga sih Bi, kekhawatiran Tuan Alex," ucap Lisa.
"Nah, Bibi mau nawarin penawaran buat kamu untuk jadi Ibu Asi buat Tuan Muda Axel, karena kasihan banget dia tiap hari tiap malam nangis, tapi Tuan Alex mengurangi intensitasnya karena masih takut dengan kandungan yang ada di Asi yang kami beli di Bank Asi."
"Jadi aku nyusuin anak itu, Bi?" tanya Lisa polos sambil mengangguk.
Bi Ijah sontak tertawa mendengar ucapan dan ekspresi Lisa itu.
"Lisa tenang aja, Pak Axel itu aslinya baik cuman emang orangnya agak kelihatan galak. Cuman kan nanti kamu jarang ketemu sama beliau, kamu bakalan nyusuin anaknya aja, gitu. Tapi karena emang anak-anak jadi kadang minta susunya pas malam juga, jadi kalau bisa kamu juga tinggal di sana gitu."
"Menginap?" Lisa pun langsung sedih mendengar syarat itu. "Bi, tapi aku nggak bisa kalau harus tinggal di sana, soalnya Nenek sendiri."
Bi Ijah pun mengerti, "Hem, iya juga ya. Ya udah nanti kamu diskusiin aja sama Nenek kamu ya. Bibi tunggu besok sore, besok habis kerja Bibi ke sini lagi kalo bisa nemuin nenekmu juga."
Lisa pun mengangguk tersenyum ramah, "Makasih ya, Bi."
+++
"Lisa, kenapa mukanya kayak tertekan gitu?" tanya sang Nenek. Ia begitu heran melihat wajah cantik cucunya yang terlihat sangat tertekan, seperti ada yang ingin disampaikan, tetapi takut.
Tak lama, Lisa pun mendongak. Ekspresinya tampak bingung, "Aku ragu, Nek."
"Ragu kenapa? Coba cerita sama Nenek," gumamnya.
"Tadi sore, Bi Ijah ke sini nawarin kerjaan. Gajinya gede tapi harus tinggal di rumah majikan," ujar Lisa.
Mirna terlihat berpikir sebelum menjawab, "Kerja jadi pembantu, kok harus tinggal di rumah?"
"Bukan, jadi Ibu Susu, karena masih bayi sekitar dua bulan, jadi kadang malem-malem butuh asi dan dia alergi susu formula."
Mirna tentu saja terkejut dengan kenyataan itu, "Nenek sih mau ijinin, tapi kalau harus tinggal di rumahnya agak ragu. Soalnya nenek aja takut ketika kamu harus keluar rumah. Apalagi itu harus tinggal di sana."
"Hem, ya udah nek aku tolak aja ya."
"Eh jangan langsung ditolak, kamu coba tanya apakah boleh kamu pulang pergi. Maksudnya jangan tinggal di rumahnya majikan."
"Iya Nek, tapi biar jelas nenek temui Bi Ijah langsung."
Mirna setuju untuk menemui Bi Ijah juga, bagaimana ini pekerjaan resmi pertama Lisa, jadi ia cukup antusias. Setidaknya, cucunya ini bisa mendapatkan uang untuk membiayai hidupnya sendiri, sehingga bisa hidup seperti anak seumurnya.
+++
Sore harinya, ketika Bi Ijah kembali ke rumah mereka. Lisa kembali mengatakan apa yang disampaikan oleh Mirna. Mirna juga menyempatkan diri di rumah untuk agar bisa bertemu langsung dengan Bi Ijah. Ketiga orang itu itu duduk di ruang tamu dan membicarakan tentang apa yang dimaksud Bi Ijah.
"Nah, Bu Mirna pasti sudah tahu apa yang saya tawarkan pada Lisa, saya ingin Lisa menyusui anak majikan saya. Jadi gimana, Bu, apakah dibolehkan?"
Mirna mengangguk-angguk, "Sebenarnya saya juga sudah membicarakan itu dengan Tuan saya."
Mirna kemudian angkat bicara, "Iya saya tahu hal itu, cuman yang ingin saya sampaikan sebenarnya boleh-boleh saja jika Lisa menyusui seorang bayi, dari segi bagaimana Lisa memanfaatkan asi itu daripada dia jual ke bank asi yang sebenarnya merepotkan. Ia juga agak kesulitan karena memang yang namanya orang punya asi pasti sering banget kan payudaranya kencang dan dia kadang sampai merasakan sakit juga, sampai-sampai di tempat yang seharusnya umum gitu, sampai bajunya basah hanya karena asi.”
“Iya, memang kalau punya asi bisa keluar kapan aja, harus pake jaket atau baju luar,” tanggap Bi Ijah.
“Nah iya, jadi saya kira kalau memang ada seorang bayi yang membutuhkan asinya Lisa, dia bisa menyusui dan mungkin kalau diminum langsung sama si bayi itu lebih banyak, nggak hanya yang kami jual ke bank asi.”
"Itu benar Bu Mirna, jadi menurut Bu Mirna bagaimana?" tanya Bi Ijah lagi.
"Kalau saya sih boleh-boleh aja sih Lisa jadi ibu asi, cuman yang saya nggak bisa itu ketika harus membiarkan Lisa tinggal di rumah majikan. Mohon maaf bukannya saya sok bagaimana, cuman Lisa ini memang punya tubuh yang lebih dewasa daripada anak seusianya, makanya saya khawatir tentang bagaimana kalau dia tinggal di sana pasti ada banyak fitnah. Nah, karena itu saya ingin sekali agar Lisa tetap aman, terlindungi kehormatannya dan dia tidak dilukai juga harga dirinya."
"Emang pandangan orang sudah buruk tentang Lisa, tapi saya tidak ingin itu dikembangkan untuk kebutuhan orang lain. Lisa anak baik-baik, saya yang didik dari bayi, jadi saya nggak terima kalau sampai terjadi sesuatu sama dia," tambah sang Nenek.
"Baik Bu Mirna, saya mengerti. Saya akan sampaikan ke Tuan. Semoga aja nanti Lisa bisa pulang pergi, tapi mungkin kalau pun nggak nanti saya bisa beli asi dari Lisa," ujar Bi Ijah dengan tersenyum.
Mirna juga tersenyum menanggapinya, sementara Lisa sendiri tadi aja menyimak setelah menyiapkan cemilan dan minuman. Setelah selesai pembicaraan mereka, Lisa pergi ke kamar dan terdiam.
"Apakah mereka mau menerima persyaratan dari nenek?" lirihnya meragu.
Keesokan harinya, Bi Ijah kembali datang seperti biasa. Tampaknya, ia hanya bisa menemui Lisa saat sore setelah jam kerjanya selesai. "Saya sudah bicara dengan Tuan Alex, kalau Tuan Alex sendiri nggak masalah, bahkan dia bersedia menyiapkan sopir atau motor untuk aktivitas pulang pergi Lisa. Kalau Lisa nggak mau pakai sopir, jadi di sana nanti Lisa bisa pulang sekitar jam 4 sore, dengan jam kerja setelah pulang sekolah.” Lisa dan Nenek Mirna mengangguk-angguk mendengarkan, “Jadi Lisa nggak kelamaan di sana, kalau Tuan Alex sendiri memang lebih memperhatikan kualitas. Dia pengennya sesuatu yang bagus, kalaupun harus Nak Lisa di sana dalam waktu singkat nggak apa-apa, nggak masalah. Nanti Lisa bisa siapkan cadangan untuk diminum Tuan Muda ketika malam hari. Tuan Alex juga menyiapkan makanan khusus Ibu Menyusui, nanti Lisa dipastikan setidaknya harus siap untuk makan makanan sehat demi agar Tuan Muda menerima asi yang sehat. Bagaimana?" Lisa mengangguk setuju, "Selama ini, Nenek juga g
"Huaaaaa!" Lisa merasa kaget begitu mendengar suara bayi menangis. Ketika ia menaiki tangga, tangisan itu semakin kencang terdengar. Seketika, Lisa merasa sangat kasihan. Tangisan kejar itu seolah menandakan sang bayi tidak baik-baik saja, sementara suara dua perempuan juga berusaha menenangkan sang bayi dengan tabah. Bi Ijah mengantarkan Lisa ke kamar sang Tuan Muda. Sebuah kamar dengan pintu putih yang biasa saja, tetapi ketika dibuka tampak mewah dalam warna pastel yang sarat akan anak-anak. "Permisi, Mbak Resti!" sapa Bi Ijah ketika membuka pintu dan mendapati seorang baby sitter dan bayi di gendongannya yang sedang menangis. Sementara di sebelahnya ada Mbak Mami yang memegang mainan mencoba membantu menenangkan. Melihat itu, Bi Ijah mendekat, "Ya ampun ini Aden kenapa lagi?" tanyanya panik. "Enggak tau Bi, dia keliatan laper tapi gak mau minum susu," jawab Mbak Resti. "Susu apa?" tanya Bi Ijah mengambil alih baby Axel. "Formula Bi, tadi Pak Alex menghentikan pembelian
Bibi Ijah pun pamit keluar dari kamar baby Axel dan melihat Max yang terlihat sedang berjalan menuju ke kamar anaknya. "Gimana, Lisa udah ketemu sama Axel?" tanyanya berhenti setelah berada di depan pintu kamar baby Axel. "Iya Tuan Muda Axel kelihatan banget suka sama Lisa dan dia sekarang sudah tidur, tapi sayangnya Aden gak mau ngelepasin ...." Bi Ijah agak ragu untuk menceritakan detailnya. Max memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana panjang casualnya menatap Bi Ijah penasaran. "Melepaskan apa?" tanya Alex tidak mengerti. "Anu... itu Tuan Muda nggak mau melepaskan susu ... em ... maksudnya payudara Lisa, jadi sekarang Lisa nggak bisa pulang," ujarnya menyesal. Max terkejut, ia jadi langsung membayangkan apa yang dikatakan Bi Ijah, ia merasa sangat kurang ajar kalau begini, sedikit-sedikit langsung terbayang dan itu wajar karena meskipun ia seorang pebisnis dan terkenal memiliki kehidupan yang bebas, ia tidak pernah jajan di luar karena semenjak ia tidak berhubungan de
“Nah, soalnya kalau masalah suka ya kita perlu cari jalan keluar, kalo kiranya hubungan ini bakal bahaya lo bisa hindarin dia, tapi situasinya kan kita gak tau,” ujar Hans lagi. Maka, Max menceritakan detail perkaranya, mulai dari ia yang mencari ibu susu, sampai datanglah seorang gadis kuliahan yang polos tetapi menghasilkan asi dan kecantikannya memikat dirinya. Tentu ini pembahasan yang serius di antara mereka. "Jadi gitu ...." gumam Pamungkas setelah mendengar cerita dari sahabatnya. Kevin sampai bengong sendiri, ia berpikir keras. Si otak matematikanya mulai mengeluarkan percikan api seperti listrik yang konslet akibat dari arus listrik yang rusak. Lalu Hans, ia mengusir kedua jalangnya sebelumnya dan fokus pada pembahasan masalah Max. "Rumit sih, masalahnya si Axel udah bucin ama tuh cewek," ujarnya. "Nah itu masalahnya," ujar Kevin. "Tapi emang salah kalo lo suka ama cewek yang umurnya beda jauh ama lu?" tanya Pamungkas. Kevin dan Hans kembali memikirkan itu, "Tentu aja
“Dor!” “Astaghfirulloh, Meiiii!” kaget Lisa ketika mendapati satu-satunya temannya mengagetinya ketika ia sedang serius nugas di gazebo taman kampus. Mereka satu kampus tetapi beda jurusan, tetapi gedung mereka bersebelahan, jadi Mei tak perlu jalan jauh untuk menemui Lisa yang selalu sendiri itu. Mei duduk di samping Lisa, disusun Hanum yang baru-baru ini berkenalan dengan Lisa, mereka bertemu di grup magang. “Assalamu’alaikum, semua!” sapanya ceria. “Wa’alaikumsalam, Num,” balas Lisa dan Mei. “By the way, lu berdua enak banget gak ada KKN, gue ada,” keluh Mei yang benci harus tinggal di luar rumah. “Makanya masuk jurusan ekonomi,” ledek Hanum. “Yeu, gue juga mana tau kalau jurusan ekonomi diistimewakan,” balas Mei. “Tapi emang jurusan lu ribet si, Mei.” “Dih ngatain, lagi kesel juga ….” Lisa hanya terkekeh mendengarkan keduanya berdebat masalah kampus mereka yang tidak adil itu. Memang kampus itu membuat aturan istimewa bagi mahasiswa jurusan ekonomi yang dibebaskan dari
Lisa meletakkan ponselnya di tas, mengabaikan pesan agresif dari kakak tingkatnya yang seperti kata Hanum, dia memang menyukainya. Tentu Lisa sadar akan hal itu, tetapi ia juga menyadari kalau pria itu terlihat jelas, bukan pria baik-bik seperti yang dikatakan Mei, dia buaya darat alias playboy. Pacarnya ada di mana-mana, gebetannya pun tak terhitung, ia memang tampan tapi auranya jelas tak bisa dikatakan baik. Sejauh ini Lisa sudah banyak menemui pria semacam Baron, wajah tampan tetapi kelakuan bak iblis, otaknya hanya berisi tentang wanita dan hal berbau zina. Ia menghela napas berat, menatap gerbang yang ada di depannya. Pukul 16.45 WIB ia baru keluar dari perpustakaan karena baru selesai mengerjakan tugas kelompok, tetapi ia yang menyelesaikannya seorang diri karena tiga anggota lainnya pulang terlebih dahulu dengan alasan ingin malam mingguan karena itu hari Sabtu. "Duh, aku jadi gak enak sama Bi Ijah dan Baby Axel, aku sering ijin kek gini ...." Ia sudah ijin tadi pagi kal
Max sengaja memperpanjang perjalanan bisnisnya pasca ia yakin bahwa perasaannya pada Lisa adalah spesial, tetapi ketika kembali bukannya perasaan itu berkurang, tetapi malah meledak, meluap bak lumpur lapindo. Perasaan itu meletup-letup tanpa bisa dihindari. Ia sampai tak keluar kamar, tak berani menemui baby Axel ketika Lisa belum pulang kerja hingga ketika baby Axel menahan Lisa untuk menginap di rumahnya, ia memilih pergi ke kantor dan tidur di sana. Ia benar-benar niat untuk menjauhkan perasaannya pada Lisa, tetapi itu tak berhasil. Oleh sebab itu, ia menghubungi Hans dan curhat pada si pakar perrcintaan cap buaya darat itu tentang perasaannya yang tak bisa dibendung lagi. Hingga ia mendapat kesimpulan bahwa ia harus menerimanya dan belajar cara menikmati perasaan itu tanpa diketahui oleh Lisa. "Gini ya, Bro. Masalahnya lo udah suka ama dia, kalo misal lo baru tertarik mungkin bisa tuh lo cari kekurangan dia biar lo ilfil sama dia, tapi kalo udah suka mah susah ngilanginnya.
"Aku masih gak ngerti, sebenarnya apa yang Mbak Resti maksud," ujar Lisa bingung. Resti menghela napas dengan gadis tidak peka di depannya itu. "Gini loh, kamu gak tau kalau Pak Boss kita bukan orang biasa?" Lisa meringis, "Iya tau, dia orang kaya kan?" "Bukan itu maksudku," balas Resti gemas. Baby Axel tiba-tiba merengek, ia sepertinya tidak puas dengan susu dari dot, padahal itu juga asi stok yang disiapkan Lisa untuknya. "Oeeeek!" maka pecahlah taangis bayi itu. Lisa langsung meminta baby Axel dari gendongan Resti. "Siniin Mbak, mungkin dia mau nenen langsung ke aku." "Iya kali yah, padahal asinya belum basi loh, kan ditaruh di kulkas," ujar Resti sambil menyeragkan baby Axel ke dalam gendongan Lisa. Lisa pun menggendong baby Axel lalu bersiap menyusuinya. "Uluh-uluh, si ganteng tau yah kalau ada Kakak, iya?" Melihat itu Resti terkekeh, ia membantu merapihkan posisi baby Axel agar Lisa nyaman juga, ia masih diinfus karena masih membutuhkan asupan pada tubuhnya
Suatu hari Axel yang sudah lulus S1 dan sedang melanjutkan kuliah S2-nya di Amerika menelpon ibu sambungnya dengan video call. "Ma, aku mau ngasih tau sesuatu," ujar Axel. "Iya Sayang, kasih tahu aja," ujar Lisa. "Aku, dapet bagian untuk bacain kesan dan pesan saat wisuda nanti," ujar Axel bahagia. "Wah, masyaa Allah, alhamdulillah. Emang hebat anak Mama." "Pokoknya besok Mama harus ikut di wisudaku, sama adik-adik ya," ujar Axel. "Iya tentu aja, Sayang. Coba kamu kasih tahu Papa kamu biar dia juga mengatur jadwalnya." "Iyap Mah," jawab Axel. "Oh ya, sambil tolong dibujukin Papamu dong. Dia suka lembur, Mama nggak suka ...." keluh Lisa. Axel pun tertawa mendengarnya, "Siap, Mah. Semoga aja aku lekas bisa bantu Papa supaya Papa bisa lebih banyak istirahat sama Mama." "Aamiin, Mama juga berharap gitu, tapi Mama juga nggak mau kalau kamu maksain diri kamu. Kamu masih muda Sayang, perlu menikmati hidup juga jangan langsung kerja kayak Papa kamu. Gak ada waktu buat quality time sa
"Oom Kevan mau nikah Sayang, jadi besok kita kondangan," ujar Lisa pada anak perempuannya. Axel kini bukanlah Baby lagi, ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang membanggakan. Ia sudah tau atas rencana pernikahan itu, bahkan ia tau bagaimana Kevan sulit move on dari ibunya yang ia cintai. Agak mengherankan memang ketika saingan cinta Max malah akrab dengan anak-anaknya, tak bisa dipungkiri itu karena seringnya Kevan bertemu dengan Max sebagai rekan bisnis. Namun, seiring berjalanannya kesibukan Kevan sebagai pimpinan perusahaan membuatnya jadi mudahh menerima ketanyataan bahwa Lies milik suaminya. "Yey! Ketemu Oom Kevan!" ujar Zahra senang. "Iya, Zahra mau ngado apa?" tanya Lisa padanya. "Apa ya?" balasnya berpikir. "Gimana kalau bola basket? Oom Kevan kan suka sasket," ujarnya. "Janganlab Sayang, kan dia lagi nikah bukan bhat ulang tahun. Kadonya yah buat Oom sama Tante bukan hanya untuk Oom." Zahra mengangguk-angguk, "Siap. Terus apa Ma?" Kini Lisa yang berpikir, tetapi Axel ya
Dua bulan terakhir ini Max terus mengganggu Lisa alias mengajaknya bercinta setiap malam, sehingga ia merasa cukup kewalahan dengannya. Namun, ia tidak bisa berkata kalau itu tidak menyenangkan, karena ia pun menikmatinya. Bagaimanapun, aktivitas itu adalah salah satu surga dunia yang Allah siapkan untuk pasangan halal. Tiba-tiba saat Lisa dan Max makan malam, Lisa merasa mual tak berkusuhadahan, sampai ia lemas karena kekurangan cairan. "Sayang, kamu gak papa?" tanyanya panik. Lisa sudah lelah dan tak kuasa untuk menjawab, sehingga Max langsung membawanya ke rumah sakit dengan tergopoh-gopoh. Sifa pun ikut panik melihat Nyonya-nya dibopong oleh sang Tuan, ia cemas. Ia sudah sembuh setelah istirahat dua bulan, mungkin awalnya trauma tetapi ia mulai kembali belajar mobil setelahnya. Meski bekerja dengan Nyonya yang merupakan istri konglomerat yang memiliki banyak musuh, Sifa masih tetap setia pada Lisa karena nominal gaji yang tinggi dan karena ia tidak yakin bisa menemukan bos se
Diana meminta maaf pada Lisa, ia minta maaf karena semua yang terjadi padanya adalah akibat dari ambisinya memisahkan mereka. "Aku minta maaf atas semua yang terjadi padamu, yah ... aku tau, maafku mungkin tidak berguna untuk sekarang tapi, aku berharap bahwa aku bisa menebusnya meski hanya sedikit." Lisa terdiam, kemudian kembali mengingat waktu-waktu ke belakang ketika Diana memperlakukannya. Diana bekerja sama dengan para wanita-wanita yang mencoba untuk mendekati suaminya. ia ingat ada luka yang ia terima dan semua hal tentang Diana. Hingga kemudian, ia mengangguk dan tersenyum pada ibu mertuanya. "Sejujurnya aku juga bukan orang yang baik, sehingga aku bisa mudah ikhlas dengan semua yang sudah terjadi, tapi aku sudah memaafkanmu, Mom. Aku kira kejadian-kejadian yang sudah berlalu biarlah menjadi masa lalu, aku harap kita bisa mulai akur dan membuka lembaran baru." ••• Lisa dan Diana berbelanja bersama di mall dengan bahagia, bahkan Diana membelanjakan banyak barang untuk men
Frans meminta maaf pada Max usai sadar dari mabuknya, Max pun memaafkannya menginat Frans masih berguna untuknya, hanya saja ia memanfaatkan momen itu untuk lebih mengikat Frans. Selain itu, Max juga meminta penjelasan dari sang ibu. Nafsunya untuk memisahkannya dengan Lisa ternyata membuatnya menarik beberapa bawahannya yang lemah untuk berkhianat. Diana pun minta maaf, ia juga menyesal karena Wina akhirnya bunuh diri karena keserakahannya. "Semua tak berguna sekarang Mom, aku tak tau kamu bertindak sejauh ini, lalu aku harus bagaimana?" Diana pun tak mengerti kenapa ia melakukan semua itu hanya karena keinginan terdalamnya yang tidak bisa dibujuk saat itu. Ia begitu mencintai anaknya sampai tak ingat apa-apa, mencintai tradisi dan darah biru yang ia sanjung-sanjung dalam hidup. Max masih sulit untuk memaafkan ibunya, semuanya jadi kacau karenanya. Alhasil Lorey menengahi anak dan istrinya lagi, meski sulit tetapi Max bisa memaafkan sang ibu. Apalagi saat itu Lisa bangun dan men
Di sebuah ruangan gelap, di mana Frans sedang hancur karena pujaan hatinya meninggal. Max menghampirinya bersama Edwin, si pemimpin pasukan keamanannya. Di sanalah Frans yang dalam keadaan mabuk pun jujur kalau ia tau Wina adalah seorang yang bekerja untuk Diana. Wina juga yang membuat kasus kejahatan Larissa lancar, Wina juga yang membuat ia kadang mencurangi informasi dan melambankan kinerja tim IT jika itu tentang Lisa, Wina juga yang membuat Baby lancar melakukan aksi pendekatan pada Max, semua di bawah perintah Diana. Frans juga tau kalau Wina menyukai Max alih-alih dirinya yang sudah bucin atau bulol padanya, tapi Frans tak perduli dan terus mencintainya. "Maafkan aku Bos, aku tahu Ini memalukan sebagai bawahanmu yang harusnya setia padamu, tapi karena cinta menggelapkan mataku dan membuat aku rela mencurangimu." Max masih diam mendengarkan penyesalan Frans yang mabuk itu. "Aku tau ini salah, tapi kalaupun aku diberi pilihan untuk memutar waktu, aku akan melakukan tindakan
Max tak akan sudi memaafkan Ten, ia sudah ingin sekali membunuhnya sejak awal. Namun, Ten dikasih hati malah ngelunjak. Akhirnya ia tak bisa menahan diri lagi untuk tidak melenyapkannya. "Apa yang ingin kamu lakukan padanya?" tanya Lorey pada putranya. "Aku tidak bisa menahan lagi, Dad," ungkap Max dengan suaranya yang penuh emosi. "Max, tolong jangan lakukan itu...." "Tapi sayangnya, aku sudah melakukannya," potong Max, membuat Lorey yang tidak paham pun bertanya. "Maksudmu apa, kamu sudah melakukan apa?" Namun, detik berikutnya Ten muntah darah dan terjatuh ke lantai, Ia terus memegangi perutnya dan dadanya yang terasa sakit. Hal itu menjelaskan pada Lorey, kalau Ten sudah diracuni oleh Max. Melihat hal itu, Lorey langsung berusaha untuk menolong Ten dengan pertolongan pertama. "Apa yang kau lakukan, Max! Astagah!" Namun, semuanya sia-sia karena Ten sudah meninggal, membawa rasa sakit yang ia alami. Tak habis pikir dengan itu, ia langsung menghampiri Max lagi dan mencengkera
Lorey langsung memeluk anaknya dengan erat agar emosinya mereda, ia tau bagaimana perasaan kehilangan orang yang dicintainya. Bayi yang ada di dalam kandungan Lisa meninggal, dan saat ini istrinya koma. Manusia mana yang tahan dengan keadaan itu? Jika saja Frans tidak menemukan titik keberadaan Ten saat itu, pasti Lisa sudah tak bernyawa karena keterlambatan penanganan. Frans mengungkapkan bahwa Ten ada di daerah di mana ia menuju tepat di tempat Lisa berada saat ingin berangkat ke kampus. Pada saat itu pula Max memerintahkan bodyguard yang mengikuti Lisa untuk mencegahnya, tapi gagal. Ten sudah melakukan aksinya dengan menyetir truk dan menabrak mobil yang ditumpangi Lisa. Sayangnya Lisa ada di bagian yang parah, kakinya patah dan tangannya juga patah karena menahan perutnya. Namun, posisi benturannya ada di sebelah kiri dan Lisa terguling sampai terjatuh dengan keadaan tengkurap, sehingga bayinya tidak tertolong lagi. Sifa mengalami patah kaki kiri karena terjepit, lalu tulang
Siapa yang tidak kenal dengan Maxellio D. Alexander? Seorang pebisnis asal Spanyol yang memulai bisnisnya di Indonesia dengan kerja kerasnya. Namun, siapa yang tahu sekarang dirinya terlihat sangat hancur, ketika seseorang yang sangat ia cintai terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit dengan alat bantu medis. Pemberitaan di media sosial dan TV di penuhi oleh kecelakaan istri pengusaha terkaya di Indonesia. Banyak yang nimbrung berspekulasi macam-macam. Wajah hancur Max tertangkap kamera, membuat banyak netizen ikut sedih melihat sosoknya yang hancur. Sementara Baby Axel juga terus menanyakan keberadaan Lisa, bahkan ia ikut sakit karena merasakan Ibu susunya yang sakit. Setiap hari ia menanyakan Lisa di mana, Lisa kapan bisa pulang, sedang apa Lisa, dan semua yang ia ingin tahu tentang ibu susunya itu. Seolah-olah jiwa raga mereka sudah menyatu, sehingga ketika Lisa sakit maka Baby Axel ikut sakit. Baby Axel selalu ikut merasakan kondisi tubuh Liea, ikatan batin mereka terlalu kuat j