Di malam yang tenang itu, Lela terlihat melamun menatap langit dan taman dimension itu dari balkon kamar sambil menyusui Baby Alesha. Ia dan Baby Alesha akan dibawa ke Jakarta besok. Jujur ia masih khawatir, tetapi kata dokter sudah tidak apa-apa dan dia sudah memberikan izin melalui surat sehingga Baby Alesha disetujui untuk terbang ke Indonesia. Meskipun menggunakan private jet dan Bara sudah menyiapkan perawat yang akan ikut selama perjalanan, Lela tetap khawatir dengan putrinya yang ia cinta. "Minum dulu, Sayang," ujar Bara yang baru datang. Ia memang memutuskan untuk menyerahkan semua pekerjaannya pada pemimpin cabang Sydney, jadi hari ini akan mempersiapkan diri untuk pulang ke Indonesia dan menemani istrinya di rumah. Ia tahu bahwa Lela sebenarnya belum siap untuk kembali ke Indonesia. Akan tetapi, tentu saja rumah mereka ada di Indonesia jadi ia tak mungkin pulang dulu tanpa membawanya. Ia akan sangat khawatir dan tidak fokus kerja. "Maafin aku ya, Sayang. Aku t
Lela bingung, ekspresinya jelas menunjukkan kalau ia meminta penjelasan lebih rinci. ".... bahkan tanpa adanya anak itu, atau kejadian malam itu, aku memang sejak awal ingin menikahimu. Aku udah bilang kan sama kamu sebelumnya? Kalau aku suka sama kamu dan aku serius?" tanya Bara. "Tapi kamu punya kak Dena waktu itu," balas Lela cepat. "Hubungan kami cuma di atas kertas, Sayang." "Tapi kamu bisa suka sama cewek yang setidaknya ada di circle kamu, anak-abak orang kaya, pebisnis muda, atau para artis gitu?"Bara menghela napas, "Hem... mulai ada insecurenya. Kamu itu istimewa banget, saking istimewanya sampai yang lain tuh nggak ada yang cantik di mata aku. Selain kamu gak ada yang menarik. Pokoknya kamu sempurna buat aku. Oke? Nggak usah insecure lagi, buat apa aku ngejar kamu kalo aku punya opsi lain? Opsi lain udah tereliminasi karena aku maunya cuma kamu, titik!" ujarnya menggebu."Lebay," balas Lela tersipu. Sebenarnya Bara tidak sengaja mengatakan itu, tapi kata-kata itu mem
"Apa itu?!" Bara langsung sigap keluar dari kamar di lantai dasar itu. Saat ia keluar, para Bodyguard sudah menghambur ke satu titik di mana ada asap yang mengepul di sana dan ada orang yang dijegal oleh para Bodyguard itu. Bara pun menatap situasi itu dengan tegang, sebelum akhirnya menyuruh bawahannya itu untuk membawa pelaku ke tempat yang biasa digunakan untuk mengeksekusi orang yang berani menyenggol Bara atau keluarga Raniero. Lela yang melihat suaminya dan bawahannya pergi ke bagian samping mansion, pun bertanya pada Bi Tati. "Mau ke mana mereka?" tanya Lela. "Paling ke ruang bawah tanah," ujar Bi Tati. Lela langsung terkejut, "Aku kok gak tau ada ruang bawah tanah ya?" "Gak semua tau, tapi kerana Nyonya istrinya Tuan jadinya saya kasih tau." Lela mengangguk-angguk. Ia baru ingat dengan anaknya, ia pun diantarkan untuk mengecek Baby Alesha sekaligus melihat kamarnya yang sangat Girly. Kamar itu besar, tapi lebih besar kamarnya dan Bara. Didominasi warna baby pink dan
"Siapa bosmu?" tanya salah satu bawahan Bara pada pelaku peledakkan di depan gerbang tadi. Orang itu sudah babak belur disiksa oleh bawahan Bara demi agar orang itu menyerah dan mengungkapkan apa yang mereka ingin ketahui. Kini kedua tangannya di gantung kanan dan kiri, wajahnya tertunduk karena saking lemasnya hampir pingsan. Byur! "AAAAAA!" "Jawab!" bentak yang lain. Bara hanya menonton, duduk di kursi yang langsung menghadap orang itu. Namun ia tahu bahwa mereka tak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia di sana untuk memantau sambil menganalisa, kira-kira siapa yang berpotensi melakukan ini. Tak lama Bara pun berdiri dan berkata. "Buat dia bicara, apapun yang kalian lakukan, terserah." "Baik, Tuan." Bara pun pergi dari ruang bawah tanah diikuti Tio yang menjelaskan kronologi kejadiannya. "Apa yang terjadi sebenarnya Tio?" tanya Bara masih sambil berjalan. Tio pun langsung menyerahkan bukti CCTV yang sudah ditangkap. "CCTV bagian terdekat ternyata s
Mereka pindah ke ruang keluarga dan menikmati beberapa cemilan dan teh yang dibawa dari Jepang oleh Blenda dan Greg. "Ada kabar apa kalian sampai sok rahasiaan gitu?" tanya Bara. Blenda dengan senang hati mengambil sesuatu dari dompetnya dan memperlihatkan foto rekaman janin di kedua tangannya. "Tara!" Lela yang sedang menyusui Baby Alesha pun langsung berdiri kaget. Hal itu membuat Baby Alisha tidak nyaman dan bergerak dalam todurnya. Sementara Bara hanya melongo, dan bertanya. "Hah, serius kalian?!" tanyanya. Lela langsung mendelik dengan responnya yang bisa saja menyinggung pasangan yang telah lama tak memiliki anak itu. "Ya iyalah, masa kami bohongan lu," ujar Greg yang sedari diam saja. Mereka tersenyum membuat Lela lega, untunglah mereka teman dekat kalau bukan bisa saja kan tersinggung. "Terus lu mau cuti?" tanya Bara pada Blenda. "Rencananya, gue mau cuti dua tahun. Buat hamil dan pasca melahirkan," jelas Blenda. "Hem, syukurlah. Btw, maklum anaknya
"Gaklah, ngawur," jawab Lela. Ia pun masuk ke kamar diikuti suaminya, lalu naik ke tempat tidur bersama. Bara masih menatap Lela penuh harap bahwa sang istri akan menjelaskan dengan jelas. "Nggak usah OVT deh, aku kayak gini juga karena kita udah menemukan jalan untuk bertemu kembali. Jadi ya nggak usah mikir yang gak baik. Kemarin-kemarin mah udah jadi pengalaman kita aja, aku sih realistis aja. Makanya nggak usah terlalu skeptis juga. Untuk saat ini nggak ada yang bisa memberikan aku alasan untuk kembali ke kejadian itu. Karena aku makin sadar apalagi tentang kejadian peledakan itu," jelas Lela. "Bohong!" ujar Bara spontan. "Nggak, Mas. Faktanya emang gak ada orang yang bisa ngelindungi aku dan Baby Alesha kecuali kamu. Jadi kalau memang rasa cinta aku nggak cukup untuk alasan aku bertahan, ya ada alasan lain yaitu aku butuh perlindungan kamu," ujar Lela serius. Mendengarnta, Bara pun tersenyum girang karena secara tidak langsung Lela mengungkapkan cintanya padanya. "Ka
Suatu malam, di taman Mansion milik Hendra. Bara melangkah dengan tanpa aba-aba, ia mendekatk ayahnya yang sepertinya tau kehadirannya. "Papi..." pabggil Bara berusaha menahan diri. Ia ingin menemui ayahnya beberapa pekan lalu, tapi ayahnya sama sekali tidak mau ditemui. "Apa?" tanya Hendra santai. Ia merokok dan menatap kolam ikan di depannya. Seolah tidak ada yang terjadi, setelah apa yang ia lakukan pada putranya. "Pih, harusnya kita udah selesai dengan masalah kita. Apa yang menimpa aku dan istriku dengan peledakkan itu, meninggalkan efek psikologis bagi kami bahkan seluruh penghuni Mansion. Apa yang Papi inginkan sebenernya, setelah semua ini?!" tanya Bara menekan. Ia berusaha tidak lepas kendali, ia masih waras untuk berpikir untuk meninju ayahnya. Bagaimana pun ia adalah ayahnya. "Papi mengulang hal yang sama, mengancam aku untuk melepaskan orang yang aku cintai. Setelah semua ini terjadi, bahkan Dena juga sudah nikah dengan Alex. Harusnya itu sudah cukup kan, Pi
"Mas, kamu ada merasa aneh gak sih sama dokter Dinda?" "Aneh gimana?" tanya Bara yang sedang fokus dengan tabletnya. Lela menggeleng, kemudian memilih memejamkan mata. Keduanya sedang duduk bersandar di atas kasur. Pertanyaan yang tidak terjawab itu membuat Bara penasaran, tetapi ketika ia akan menanyakan hal itu lagi, istrinya sudah memejamkan mata. Meskipun mungkin Lela masih mendengar apa yang akan ia katakan, tapi ia tidak ingin istrinya terus begadang dan tidur tidak teratur seperti biasa. Maka setelah itu, ia mulai mencatat apa yang istrinya tanyakan, sehingga nanti ketika ia ada waktu, bisa diurusnya. Ia akan meminta bawahannya menyelidiki tentang kecurigaan istrinya itu pada sosok dokter yang baru mereka pekerjakan. Sebelum tidur Bara menyelesaikan pekerjaannya dulu, dan ia akan bersedia bangun tengah malam ketika anak mereka menangis. Ia tak ingin Lela merasa lelah sendiri sementata ia mampu. Seperti halnya testimoni dari orang-orang terdekat Bara, bahwa Bara ada
Lela terpesona dengan bangunan-bangunan yang ada di sana. Memang tak jauh beda dari mansion yang ada di Jakarta, tapi yang ini lebih nyata karena benar-benar konsep seperti di negara asal. Konsep Mansion yang di Jakarta memang mengambil konsep dari Amerika, makanya Lela tak terlalu kagt karena hampir sama. Kalau dipikir-pikir suaminya terlalu kaya, ia punya properti dimana pun. Sebenarnya ia juga punya properti pemberian Bara, tapi ia mengira bahwa itu masih punya suaminya juga. Jadi ia memantau sekedarnya saja. Bara ingin memberinya restoran dan beberapa usaha lainnya, agar Lela tidak terlalu bosan dalam menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. IIa selalu mengharapkan untuk hidup dengan nyaman di sisinya. Ia tidak ingin Lela tertekan atau merasa terpaksa menjadi seorang istri dan ibu, dengan melepas kehidupannya sebelum menikah. Bara pun mengantar Lela untuk istirahat dan gantian menggendong Baby Alesha yang sudah tidur untuk dipindahkan ke keranjang bay
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb