Lela memutuskan untuk menerima lamaran Bara yang tidak romantis itu. Maka seperti yang Arabela bilang, ia akan mengurus semua prosesnya. Kini Lela tinggal mempersiapkan diri, bagaimana nanti Ibu, Adik-adik dan sahabatnya ketika mengetahui kenyataan bahwa ia hamil di luar nikah, pasti mereka akan kecewa padanya. Meski begitu, ia paham bahwa konsekuensi itu pasti akan terjadi. Ia menelpon sahabatnya yang sudah lama ia rahasiakan kontaknya. Selama ia pergi ke Australia, Hani tidak pernah ia kabari. ia mendengar bahwa hani pernah menanyakan ini pada Bara tetapi Bara menutupinya dan mengatakan bahwa ia sedang ada tugas ke luar negeri. Hani bukan orang bodoh yang pasti akan stalking dan bertanya pada Reza. Respon Reza juga sama, yakni menutupi fakta bahwa Lela hamil di luar nikah dan pergi ke Autralia. "Assalamualaikum, Han." "Waalaikumsalam, kok suaranya kayak kenal ya?" tanya Hani santai. "Ini Lela, Han." "Lela Laila?!" Brak! Terdengar suara bangku jatuh di sana dan Hani b
Suara cempreng itu jelas Hani. Bara menghela napas mendengar suara yang sudah lama sekali tidak ia dengar, di antara fansnya yang paling bersemangat. "Hai, Hani. Apakabar!" "Aduh Bapak, ini bukan saatnya basa-basi. Kenapa Bapak ngehamilin sahabat saya yang polos itu?!" teriaknya frustasi. "Saya nggak tahu kamu udah dengar penjelasannya atau belum. Tapi saya rasa kamu hanya pengen marah-marah sama saya ya...." Hani tak menjawab, tapi Bara merasakan atmosfer panas dari kemarahan mantan mahasiswanya itu. "Ya kalau itu yang kamu harapkan, silakan lakukan apa yang ingin kamu lakukan pada saya. Saya nggak menyangkal bahwa saya salah, dan pantas untuk dimarahi." "Oke saya marah banget sama Bapak, dan rasa hormat saya sudah hilang pada Bapak. Bagaimana bisa Bapak ngelakuin ini?!" gramnya. Bara diam saja mendengar omelan Hani yang hampir perusak telinganya itu. "Bapak budah bukan dosen idola saya lagi, yang saya dambakan sejak semester 1 dulu. Bapak sudah berubah menjadi penjahat yang
"Lel," panggil Reza pada Lela yang sedang dirias. "Loh, udah dateng kamu, Za?" Reza mengangguk sedih, hal itu membuat Lela bingung. "Kenapa kamu keliatan sedih?" tanyanya heran. "Gimana gak sedih, pasangan kamu bukan aku. Harusnya aku yang nikahin kamu. Kita hidup bahagia dan aku siap ngerawat Alesha bersamamu," jawab Reza lesu. Ia duduk di sofa yang ada di ruangan Lela. Bara atau calon pengantin pria ada di ruangan lain alias di kamarnya. Mereka sama sekali tidak boleh bertemu oleh Arabela. Meskipun Arabela orang Barat, tinggal puluhan tahun di Indonesia membuatnya mulai terbiasa dengan budaya Indonesia seperti budaya pingitan pernikaha. "Loh kata kamu bakalan tetap jadi teman aku dan ngerawat Alesha bareng meskipun cuma jadi temen. Kenapa sekarang malah ngeluh lagi?" tanya Lela tersenyum geli. Ia menatap Reza dari pantulan kaca karena masih dirias. Raza terlihat tak bersemangat. "Gimana lagi, gua nggak berdaya." Lela tersenyum, mereka memang kadang suka campur-ca
Lela menangis bertemu dengan ibu dan adik-adiknya. Selama ini ia menyembunyikan semua penderitaan itu darinya, tapi itulah masalahnya. "Maafin aku, Bu. Aku gak bisa jujur..." gumamnya dalam pelukan sang ibu. Sang ibu pun ikut menangis, "Ibu kecewa sama kamu, tapi... Ibu lega juga karena kamu dinikahi orang yang tepat." "Makasih, Bu." Setelah mereka melepas pelukannya, sang ibu pun memberitahu kalau Bara ke kampung di tengah kesibukannya. Bahkan ia hanya 5 jam di kampung dan waktu itu digunakan hanya untuk menceritakan kisah Lela dan dirinya selama ini. Ia juga masih mengkhawatirkan keadaan, jikalau calon ayah mertua Lela maeih jahat padanya. Lela pun meyakinkan bahwa mereka berdua akan mengatasinya bersama, demi anak mereka juga. ••• Siapa yang menyangka kalau Blenda dan Greg juga datang. Mereka sangat excited menghafiri pernikahan tertutup itu. "Selamat ya Beb," ujar Blenda saat ia baru datang. Greg sendiri langsung ke ruangan Bara bersama dengan Alex. Blenda juga datang b
Reza menatap Hani dengan tatapan heran, perempuan itu terlihat sangat menikmati pesta itu dengan sepotong cake di tangannya. Lalu ia dengan tanpa etikanya, duduk di sampingnya seperti orang yang sok akrab. Namun entah kenapa, Reza tidak terlalu merasa terganggu. Ia justru mungkin membutuhkan seseorang yang duduk di sampingnya, meskipun orang itu terus bicara tanpa memberikan waktunya untuk bicara juga. "Kenapa kamu sedih?" tanyanya dengan santai Hani terus memakan makanannya dengan tanpa beban. Reza menghela nafas mendengar pertanyaan itu, ia menyesap lagi alkoholnya sebelum akhirnya menjawab. "Namaku Reza," jawabnya singkat. Hani langsung mengerti kenapa pria itu terlihat sangat terpukul dengan semua kebahagiaan yang mengelilingi tempat itu. Pusat masalahnya ada di Lela. Pria itu adalah sahabat sekaligus orang yang telah lama mencintai Lela."Aduh kalau masalah itu mah, emang gue nggak bisa bilang kalau lu cengeng ya, tapi..."Sangat menyebalkan sekali memang, ingin ras
Reza berharap bahwa itu hanya mimpi, tetapi bukan. Ia melihat sosok kakak ipar dan ayahnya yang berdiri menatapnya dengan tatapan tidak suka."Sekarang kamu pulang!" ujar ayahnya tegas.Sementara kakak iparnya terlihat tertawa melihatnya yang dimarahi oleh ayahnya. Namanya Dewa, ia adalah seorang pebisnis juga yang dijodohkan dengan kakak pertama Reza. Namun tidak seperti perjodohan yang ada di bayangan orang-orang yang mengerikan, mereka hidup dengan baik-baik saja selama ini Justru mereka terlihat makin mesra, sampai memiliki tiga anak berjalan 10 tahun pernikahan. Reza tidak bisa membantah dan langsung pergi keluar Mansion tempat resepsi itu, untuk kemudian dijemput oleh sopir ayahnya.Ayahnya dan kakak iparnya di sana menghadiri pernikahan rekan bisnisnya tentu saja. Hal yang belum Reza pahami adalah meskipun hubungan mereka tidak baik, tetapi hubungan bisnis itu terus berjalan dengan baik.Mereka menghampiri kedua pengantin, Lela dan Bara yang sedang menyalami para tamu sambil
Saat turun ke lantai dasar, Bara yang menggendongnya ala bridal style, sehingga itu menjadi moment yang memalukan sekaligus romantis bagi mereka berdua. Lela masih sangat malu-malu, kebalikan dari Bara yang sangat agresif. Tentu saja Bara tak akan membuat Lela tak nyaman. Ia siap menunggu waktu yang tepat agar Lela terbiasa atas kehadirannya sebagai suami. Rasanya lega telah mewujudkan apa yang sudah ia impikan sejak lama. Menjadi suami seorang Laila yang sulit digapai. Ngomong-ngomong, Bara melakukan cuti selama seminggu di kantor dan juga cuti mengisi kuliah. Di kampus ia memang memiliki asisten dosen, yang ia pekerjakan secara tetap. Ada dua orang yang masuk kualifikasinya, yang ia rekrut dari mahasiswa yang ia bimbing seangkatan dengan Lela. Sebenarnya, bisa saja ia melepas pekerjaan sebagai dosen, tetapi sekali lagi ia menyukai pekerjaan itu. Ketika ia bisa membagi ilmunya dan menyampaikan pada orang-orang, ia sangat bahagia. Ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa, meski
"Aw!" Bara memegangi hidungnya yang terpentok kepala Lela yang berdiri tiba-tiba. "Me...maaf Pak, gak sengaja." Bara tersenyum tipis, ia mengangguk lalu duduk di tepi ranjang sambil melihat ada darah di tangannya. "Itu darah..." panik Lela. "Gak papa," ujar Bara lagi mencoba senyum. Lela yang panik langsung mencari kotak obat dan berusaha menghentikan darah dari sana. . Malam itu tentu tak terjadi apa-apa, Lela masih memiliki luka jahitan yang sudah diwanti-wanti oleh dokter agar menahan diri dulu agar tidak berhubungan intim. Dokter, Blenda dan Greg menyarankan agar ia bermain solo dulu. Sungguh kejam nasib itu menghampirinya. Susah-susah menduda lama, berhubungan intim saat ia tak sadar, eh giliran halal malah ditempatkan di situasi yang mengharuskannya bermain solo. Namun, ia juga tak sebejat itu untuk memaksa keadaan, apalagi Lela terlihat memiliki trauma dalam hal hubungan badan pasca kejadian malam itu. Kini Bara hanya bisa menunggu dan berusaha merayu Le
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb
"Maaf... aku udah janji sama Blenda, kalau aku nggak akan membongkar hal itu." Lela merasa tidak adil, tapi bagaimana lagi semuanya sudah terjadi dan Blenda meminta agar mereka tidak buka mulut. Saat memikirkan itu, tiba-tiba. Bruk! Bara tergeletak di atas soda dengan lemas. "Mas!" Lela langsung berusaha menaikkan Bara ke atas kasur. Bara masih setengah sadar sehingga Lela tidak benar-benar mengangkat Bara sepenuunya. Ia kemudian menghubungi dokter keluarga Raniero yang lain. Sembari menunggu dokter datang, Lela pun mencoba untuk mengompres Bara dan memijit pelan-pelan badannya, agar ia lebih rileks. Namun, Bara masih mendengar suara Lela yang terus mengoceh karena sangat mengkhawatirkan suaminya. "Aku cuma butuh istirahat, Sayang. kamu nggak usah khawatir." Lela mendelik menatap suaminya, tidak setuju. "Hanya butuh istirahat apanya?! Kamu udah ngedrop banget! Kamu udah kecapean dari kemarin-kemarin. Kenapa sih, kamu susah banget kalau diajak istirahat? Kamu selalu p