Pelukan Asher terlepas, Aleena tampak sesenggukan pelan dengan tangisannya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan masih menangis. Asher mengusap anak rambut di wajahnya istrinya dan mencoba untuk menenangkannya. "Aleena, ceritakan pelan-pelan padaku apa yang terjadi selama aku pergi?" tanya Asher menatapnya hangat. "Banyak hal," jawab Aleena cepat. "Kenapa kau tidak menjawab panggilanku? Kenapa semua pesanku tidak kau buka dan balas? Apakah seorang suami yang benar-benar peduli dan menganggap aku seorang istri akan melalukan hal ini? Kau terlalu fokus pada pekerjaanmu atau aku memang selama ini bukan apa-apa untukmu?" "Aleena ... apa yang kau katakan, hm? Jangan berpikir seperti itu! Aku tidak membalas pesanmu karena aku terlalu sibuk. Aku ingin memberikan kejutan padamu, aku ingin pulang tiba-tiba dan memberikan kejutan padamu," jelas Asher sambil memeluknya. Asher mengusap air mata di pipi Aleena dan gadis itu meletakkan kepalanya di atas bantal masih sambil menan
Asher baru saja kembali ke rumah sakit setelah ia pulang sebentar untuk mengambil beberapa pakaian ganti untuk Aleena pagi ini. Namun, begitu ia kembali ke rumah sakit. Istrinya tidak ada di dalam ruangan perawatan. Hal ini membuat Asher panik dan kebingungan mencari Aleena. "Ke mana, Aleena? Kenapa di kamarnya tidak ada?" gerutu Asher sambil berjalan di lorong rumah sakit. Asher menoleh ke kanan dan ke kiri, hingga ia melihat seorang suster asisten Dokter Regina. "Suster," panggil Asher, langkah cepat mendekati wanita dengan balutan seragam rumah sakit berwarna biru muda tersebut. "Ya, Tuan?" Suster menatapnya dan berhenti berjalan. "Sus, apa suster melihat istri saya? Dia tidak ada di kamar rawatnya," ujar Asher dengan sangat panik. Suster itu tersenyum. "Nyonya sedang berada di ruang perawatan bayi, Nyonya ke sana dengan Dokter Regina beberapa menit yang lalu, sepertinya Nyonya tengah memberikan ASI untuk bayinya," jawab suster. Barulah Asher mengangguk. "Baiklah, Sus, teri
Kedua orang tua Asher terlihat begitu antusias dengan kelahiran cucu mereka. Kini, Darren dan Camelia masuk ke dalam sebuah ruangan di mana Aleena dan Asher tengah memangku bayinya. Camelia tersenyum lebar menatap cucu mungilnya yang tertidur. "Ya ampun, Cucu Oma kenapa belum bangun-bangun, anak pintar..." Camelia membungkuk badannya dan mengusap pipi bayi itu, sebelum ia mendongak menatap suaminya. "Lihatlah, Pa ... dia mirip dengan Asher saat masih bayi, iya kan?" "Iya. Sangat mirip!" jawab Darren sambil tertawa pelan dan bersemangat. Darren mendekati Aleena. "Berikan bayinya padaku, Aleena," ujarnya dengan sedikit lirih. Aleena tampak ragu dan ia terdiam masih memeluk Theo yang tertidur dalam pangkuannya. Asher dan Camelia menatap ekspresi Aleena yang jelas-jelas terlihat sangat ragu. "Sayang, tidak apa-apa," bisik Asher. Barulah Aleena memberikan bayinya pada Darren, Papa mertuanya. Darren tersenyum lebar dan ia bahagia luar biasa memeluk cucu pertamanya. Mengecup wajah m
"Papa ingin membicarakan hubunganmu dengan Aleena. Jadi ... kau awalnya sengaja membayar gadis itu untuk menjadi ibu pengganti yang melahirkan anakmu, kan?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Darren dibalas dengan helaan napas dan anggukan kepala berat oleh Asher. Asher sudah menduga kalau Papanya akan tahu semuanya. Meskipun apapun yang terjadi, Asher tidak akan membiarkan seorangpun mengusik istrinya. "Ya, tapi itu dulu," jawab Asher. "Kenapa? Kenapa sekarang tidak?" tanya Darren. "Asher, dari keempat saudara Papa di Murniche, tidak satupun dari mereka memiliki menantu atau kerabat dari keluarga yang tidak jelas asal-usulnya. Tidak satupun dari mereka memiliki menantu dari kalangan kelas bawah, Asher!" Asher mengepalkan kedua tangannya menatap sang Papa. "Lalu apa mau Papa?" tanya Asher langsung tanpa basa-basi. "Papa meminta aku meninggalkan Aleena? Mengambil anakku dan menyuruh Aleena pergi, Pa?" Asher begitu tersulut emosi, ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh keti
Keesokan harinya, Asher kembali pulang pagi ini untuk mengambil beberapa barang-barang untuk buah hatinya. Aleena pun diam di kamar inap menunggunya. Dan suster mengantarkan bayi mungil Aleena ke dalam kamarnya untuk diberi ASI pagi ini. Aleena merasa, ini menjadi kesempatan yang baik untuk memberi kabar dan menghubungi sahabatnya—Samuel, dan ia ingin mengenalkan bayi mungilnya pada sang sahabat baiknya tersebut. "Halo Samuel," sapa Aleena dibalik panggilan video tersebut. "Hai, Aleena ... bagaimana kabarmu? Maaf aku tidak pernah berkunjung dan—" Ucapan Samuel di balik panggilan itu terhenti saat Aleena mengalihkan panggilannya ke panggilan videonya pada bayi laki-laki yang kini tengah ia pangku. "O-oh My God!" pekik Samuel kaget bukan kepalang. "Aleena? Kau sudah melahirkan?!" pekik Samuel heboh. Aleena terkekeh dan menganggukkan kepalanya. "Iya, Samuel. Kenalkan ... ini si kecil Theodore, anakku yang sangat manis." Segera Aleena mengalihkan kamera ponselnya. "Halo, Om..," sap
Asher kembali ke rumah sakit setelah ia pulang ke rumahnya. Laki-laki itu membawa paper bag di tangannya.Namun, saat Asher melewati sebuah lorong, ia melihat Marsha yang berjalan dan berpapasan dengannya. Wajah Asher langsung keruh dan dingin melihat Marsha di sana. "Mau apa kau ke sini?" tanya Asher menatap wanita itu. "Apa yang kau lakukan, Marsha?!""Tidak ada," jawab Marsha. "Aku datang hanya untuk mengucapkan selamat pada istri tersembunyimu itu," jawabnya. Marsha tersenyum tipis menatap Ashe. "Jangan khawatir, tidak ada hal lain yang aku lakukan pada Aleena. Dan ... aku juga ingin bertanya padamu, apakah identitas bayi itu juga akan kau sembunyikan nantinya? Emm ... sama seperti Mamanya?" Kedua tangan Asher terkepal kuat. "Tidak! Aku akan mengumumkan Aleena sebagai Istriku, dan aku akan membongkar siapa dirimu yang sebenarnya!" Marsha menatapnya tanpa ekspresi. "Asher, sebenarnya di sini kita berdualah yang jahat! Kau mengingkari perjanjian yang kau buat sendiri dan jatuh
"Sayang, pagi ini Mama akan ke sini. Aku akan ke Murniche setelah Mama datang." Asher mengatakan hal itu pada Aleena sambil memakai mantel hangatnya. Sementara Aleena yang duduk di atas ranjang rumah sakit sambil memangku bayinya, ia hanya mengangguk kecil. "Iya, tidak apa-apa. Mungkin dua hari lagi kaya Dokter Regina aku sudah boleh pulang," jawab Aleena. "Nanti pulang denganku," jawab Asher sambil mendekat. Laki-laki itu mengecup pipi bayi dalam gendongan Aleena. "Kita kenalkan Theo pada rumah kita." Aleena tersenyum manis sambil menatap buah hatinya yang tertidur. Ia mengusap-usap pipi bayinya dan sesekali mengecup pipinya dengan gemas. Sampai akhirnya pintu kamar inap Aleena pun terbuka, tampak Camelia yang kini berdiri di sana. Wanita itu dengan ekspresi sedikit dingin melihat Aleena dan Asher, juga bayi mereka yang berada dalam pangkuan Aleena. "Selamat pagi," sapa Camelia tersenyum. "Pagi, Ma," jawab Aleena tersenyum. Camelia berjalan cepat dan meletakkan tasnya di at
Sampai hari sudah malam, Aleena menunggu Asher kembali. Tetapi suaminya tidak kunjung datang. Sepanjang hari ini Aleena hanya diam dan murung. Bahkan lebih dari tiga kali ia mengunjungi ruangan bayi di mana anaknya berada. Seperti saat ini, Aleena berjalan tertatih-tatih menuju ke dalam kamar bayinya. Ia kini duduk memangku Theo sejak beberapa menit yang lalu. "Theo, Sayang ... anak Mama jangan sedih ya, Nak," bisik Aleena mengusap pipi gembil putra kecilnya. "Mama sangat menyayangi Theo." Aleena meneteskan air matanya. Teringat akan ucapan Camelia pagi tadi membuat perasaan Aleena hancur berkeping-keping. Mereka membuat Aleena seolah-olah tidak memiliki harapan lagi untuk bersama putra kecilnya. Bahkan Asher sejak pagi belum juga kembali. Aleena mengusap air matanya dan menundukkan kepalanya mengecup wajah bayi mungilnya. "Mama sangat mencintai Theo," bisik Aleena. "Mama sangat menyayangi Theo melebihi apapun." Alena menangis pedih, bahkan ia meninggal putranya beberapa meni
Marsha membawa Theo ikut pulang bersamanya. Tak hanya itu, ia benar-benar memaksa Theo meskipun anak itu menolaknya dan menangis. Theo menjerit menolak ajakan Marsha. Wanita yang dipanggilnya Mama itu, terus menarik-narik lengan Theo dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. "Ayo masuk, jangan membuatku semakin marah padamu, Theo!" bentak Marsha. "Tidak mau! Theo tidak mau pulang ke sini lagi!" pekik Theo menyentak tangan Marsha. Anak itu lolos dari cekalan Marsha, namun saat Theo hendak berlari, Marsha kembali menyahut lengan Theo dan menarik lengan kecil anak itu dengan sekuat tenaga. Tangisan Theo menggema di seluruh penjuru rumah. Anak itu berteriak kesakitan dan meminta tolong pada siapapun."Mama, lepas. Huwaa ... Mama, tangan Theo sakit, lepas! Mama, ampun..." Tangisannya benar-benar pecah siang ini. "Mama bilang juga apa! Patuh sama Mama! Kenapa kau susah sekali dinasehati, hah?! Kau ini anak paling nakal yang pernah aku lihat!" teriak Marsha yang kini berhenti di pertengaha
Keesokan harinya, Theo sudah tampak lebih baik. Anak itu kembali ceria seperti biasa, bahkan hari ini Theo kembali masuk ke sekolah. Ditemani oleh Aleena yang hari ini juga kembali mengajar setelah berhari-hari lamanya ia libur karena sakit. Dan pagi ini, Asher menjemput mereka berdua untuk mengantarkan anak beserta istrinya ke sekolah tempat Aleena mengajar dan tempat Theo belajar. "Nanti siang aku akan menjemput kalian, kita pergi makan siang bersama," ujar Asher. "Theo mau makan sup labu, Pa," pinta Theo sambil duduk di pangkuan sang Mama. "Minum jus apel." Asher terkekeh menoleh pada si kecil sambil mengusap pucuk kepalanya. "Iya, Sayang. Nanti siang, ya..." "Heem." Theo menganggukkan kepalanya antusias. Sedangkan Aleena, ia masih memeluk Theo dan terdiam berpikir. Ternyata Papa dan anak ini memang memiliki makanan favorit yang sama. Teringat dulu saat Aleena hamil, berapa sukanya ia dengan sup labu. Bahkan Aleena selalu meminta makan malam dengan menu itu dan selalu memb
"Mama ... Huwaa, Mamaku...!" Suara teriakan Theo terdengar dari depan. Tampak anak itu menangis sambil memanggil sang Mama. Aleena yang berada di dalam rumah pun segera beranjak dari duduknya. Ia berjalan ke depan dan benar, Aleena melihat Theo masuk ke dalam rumah sambil menangis ke arahnya."Loh, Sayang ... kenapa?" tanya Aleena mendekap Theo yang langsung memeluknya erat. Anak itu menggeleng-gelengkan kepalanya, dia tidak mau mengaku pada siapapun, Theo takut. "Kenapa, Sayang? Kenapa Theo menangis seperti ini?" tanya Aleena menggendongnya. Aleena berjalan ke depan, ia melihat Jordan membawakan mobil-mobilan berukuran besar milik Theo. Segera Aleena mendekati ajudan Asher tersebut. "Apa yang terjadi, Jordan? Kenapa Theo menangis seperti ini?" tanyanya. "Saya juga tidak tahu, Nona. Saat saya mengambil berkas di paviliun, tiba-tiba Tuan Kecil berlari keluar sambil menangis mencari saya," jawab Jordan kebingungan. Aleena kembali menatap putranya. "Sudah, Sayang ... sudah janga
Hari sudah pagi, Aleena baru saja menyiapkan sarapan di lantai satu bersama pembantunya. Kini, gadis itu cantik itu berjalan masuk kembali ke dalam kamarnya. Di sana, Aleena melihat Theo yang baru saja bangun dan duduk di tengah ranjang sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. "Selamat pagi, Sayang," sapa Aleena mendekati Theo. Anak laki-laki itu langsung mengulurkan kedua tangannya pada Aleena. Aleena segera mendekatinya dan memeluk Theo sebelum ia menggendongnya. "Bagaimana, tidurnya nyenyak?" tanya Aleena. "Iya, Mama. Theo mau main mobil-mobilan warna merah," ujar anak itu. "Hm, mobil merah apa, Sayang?" tanya Aleena sambil menyahut lipatan handuk di atas sofa. Aleena segera membawa Theo dan memandikannya. Aleena pikir Theo akan banyak protes atau alih-alih anak ini akan marah-marah, tetapi justru tidak. Theo sama sekali tidak marah atau menangis. Setelah Aleena memandikan Theo, ia segera memakaikan pakaian yang rapi untuk putranya. Namun, Theo masih terus merengek-rengek menc
Tepat pukul sepuluh malam, Asher baru saja sampai di rumahnya. Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam rumah dengan santai. Rasa hatinya senang dan lega karena ia baru saja bertemu dengan Aleena dan menghabiskan waktu bersama Aleena dan juga Theo. Namun, saat Asher hendak melangkah ke lantai dua, tiba-tiba muncul Marsha yang tengah menuruni anak tangga. Wanita itu mengerjapkan kedua matanya dan tampak mencari-cari. "Di mana Theo?" tanyanya bingung. "Theo ada di suatu tempat. Dia tidak mau pulang," jawab Asher, ia melangkah hendak melewati Marsha. Wanita itu, mencekal lengan Asher dan menatapnya dalam-dalam. "Di mana Theo, Asher?" tanya wanita itu dengan penuh penekanan. Asher menarik napasnya panjang. "Sudah aku jawab, bukan? Theo ada di suatu tempat.""Bagaimana bisa kau melakukan ini?! Kau meninggalkan anakmu di suatu tempat, dan kau sendiri pulang dengan santainya! Aku tidak pernah melihatmu sesantai ini saat Theo tidak di sampingmu! Bahkan sudah beberapa hari ini aku sama se
"Papa kenapa pulang? Kenapa tidak bobo di sini sama Theo dan Mama? Papa mau ke mana?" Theo mencekal erat bagian belakang mantel hitam yang Asher pakai saat ini. Asher menatap si kecil yang ragu-ragu, seperti antara ikut pulang Papanya, atau tinggal di sini dengan Mamanya malam ini. "Papa harus pulang, Sayang. Ini sudah malam. Mama harus istirahat, Nak," ujar Asher beralih menggendong Theo. "Katanya mau di sini saja sama Mama," ujar Aleena menatap cemberut putri kecilnya. "Mama kesepian kalau tidak ada Theo." "Emmm ... Theo maunya Paa bobo di sini juga," rengek anak itu memeluk leher Asher erat dan meletakkan kepalanya di pundak. Aleena mengusap punggung Theo dan menatapnya dengan tatapan sayang. Tentu saja, Aleena tidak ingin anaknya pulang dengan Asher. Ia ingin Theo tetap di sini bersamanya. Asher memperhatikannya wajah sedih Aleena. Laki-laki itu pun tersenyum tipis. "Theo hanya sedang mengantuk. Jangan khawatir, setelah di tidur, nanti tidurkan di dalam, ya," ujar Asher.
Rumah Liam yang biasanya sepi, sore ini menjadi sangat ramai sejak adanya Theo. Cucu laki-lakinya yang sangat ceria dan menggemaskan. Liam meminta Ronald mengajak Theo ke toko mainan dan mengambil mainan apa saja yang Theo mau.Dan kini, Theo tengah bermain di ruang tengah ditemani oleh Aleena, sambil meminum susu cokelat kesukaannya di dalam botol miliknya yang Asher bawakan kemarin. "Kalau minum susu tidak boleh sambil lari-larian, Sayang. Sini tidur di sini, Nak," bujuk Aleena, ia mengambil sebuah bantal dan meletakkan di pangkuannya. Anak itu berbaring di pangkuan Aleena sambil minum susu. "Mama, Theo mau bobo sini, boleh?" pintanya."Tentu saja boleh. Nanti tidur berdua dengan Mama ya, Sayang..." Aleena menunduk dan mengecup kening Theo. "Iya. Biarkan saja Papa sendirian. Siapa suruh Papa nakal sama Mama," serunya heboh. "Theo di sini menjaga Mama, menjaga Kakek," ujar anak itu. "Iya Sayang. Anak Mama memang pintar." Aleena mengusap rambut Theo dengan lembut. "Ayo, habiskan
Aleena sudah diizinkan pulang pagi ini. Ia dijemput oleh Papanya yang datang bersama seseorang. Tapi, kedatangan seorang laki-laki tampan bersama dengan Liam sungguh mengganggu ketenangan Asher. Dia adalah Christofer, yang ikut datang ke sana. Aleena kaget melihat Papanya datang bersama Christofer. "Loh ... Papa kenapa datang dengan Chris? Di mana Ronald?" tanya Aleena. "Ronald sedang ada urusan, jadi Papa meminta bantuan Chris," jawab Liam, ia melirik Asher yang berada di sana. "Papa tidak akan membiarkan dia mengantarkanmu. Yang ada nanti dia akan datang terus setiap hari." "Papa..." Aleena menatap lekat sang Papa. Aleena kembali menatap Christofer. "Maaf ya, Chris, kalau aku merepotkanmu." "Tidak masalah, Al," jawab Christofer, sambil tersenyum dan mengusap pucuk kepala Aleena. "Sudah, ayo kita pulang," ajak Liam merangkul Aleena. Mereka pun bergegas keluar dari dalam ruangan itu. Theo juga tampak sangat antusias berjalan digandeng oleh Aleena. Mereka bertiga berjalan di
Asher berjalan di lorong rumah sakit sore ini. Laki-laki itu membawa buket bunga Peony. Ia juga membelikan makanan kesukaan Aleena dan Theo. Namun, saat Asher melangkah di lorong menuju ruangan rawat Aleena, ia melihat seorang laki-laki tampan berbalut tuxedo navy keluar dari dalam sana. Langkah Asher pun terhenti, bahkan kini ia berpapasan dengan laki-laki itu dan mereka saling melirik dalam diam dan dingin. "Siapa laki-laki itu?" gumam Asher. Ia memutar sedikit tubuhnya dan menoleh ke belakang menatap laki-laki yang kini bergegas pergi. "Apa mungkin selama ini ... Aleena memiliki kekasih?" tanyanya entah pada siapa. Kedua tangan Asher terkepal seketika. "Wanita itu...." Segera Asher bergegas menuju kamar rawat inap Aleena. Ia membuka pintu dan melihat Aleena tengah bersama Theo, putra kecilnya itu tampak asik memakan sebuah donat cokelat. "Papa...!" Theo bersorak gembira melihat kedatangan Asher. "Halo, Sayang," Asher mengusap pucuk kepala si kecil. "Papa, lihat ... barusa