“Dari kepolisian sudah mengabari kalau orang yang menyebarkan fitnah di dua akun ternyata adalah dua orang yang berbeda namun tinggal di alamat yang sama dan Kakak pasti kaget kalau tahu siapa orangnya.” Ujar Farida. “Siapa?” tanyaku penasaran. “Mantan iparmu, Kak. Farah Lestari dan Shinta Utami.” Farida mengucapkannya dengan lantang. Mulutku menganga kaget. Hah??? Aku tak menyangka jika Farah, menantu kesayangan ditambah dengan Shinta yang baru saja beberapa bulan bergabung dalam keluarga mantan ibu mertuaku ternyata sekongkol ingin menjatuhkan usahaku. Ku kira hanya ibu kandung Mas Didik saja yang membenci dan selalu berusaha ingin memperlihatkan betapa kerdilnya aku di hadapan semua orang, Farah dan Shintapun turut andil di dalamnya. “Kaget, kan? jangankan Kakak lah aku aja tadi juga nggak menyangka sama sekali. Kok bisa-bisanya orang yang sudah dua bulan nggak ketemuan tapi masih sempat membuat masalah denganmu kak, memang sampai kapanpun hidupmu nggak akan aman selagi
“Mana dia? Mana perempuan yang tidak tahu diri itu, berani-beraninya melaporkan menantuku ke kantor polisi. Suruh dia ke luar.” Dua bulan tidak bertemu dengannya, Aku tetap hapal dengan suara perempuan tua di luar sana. Ya, dia suara mantan ibu mertuaku.Brigadir Ahmad serta beberapa petugas termasuk aku dan Farida ke luar melihat keributan, sedangkan Farah dan Shinta tetap di dalam ruangan dijaga oleh satu orang petugas. Kulihat ibu kandung Mas Didik bersama Mas Didik berdiri persis di depan kantor polisi sembari berkacak pinggang terlihat menantang. Ciri khasnya dia.“Nahh … ini dia perempuan tidak tahu malu itu, merasa hebat kamu ya sudah melaporkan kedua menantuku dan mau memenjarakan dia, dasar orang nggak punya otak. Tidak tahu balas budi, sudah dikasih makan gratis, tinggal gratis malah tidak tahu diri, tidak sadar diri malahan mau penjarakan menantuku, orang kalau hanya lulusan SMP ya begitu, nggak ada otaknya sama sekali.” Ia terus menunjuk-nunjuk aku dengan gaya angkuhnya.
“Mayang ….” Aku menoleh dan memperhatikan laki-laki gagah yang pernah mengisi hidupku. Mas Didik. Ia menatapku dengan tatapan lembut, mungkin dulu saat aku masih bucin mungkin aku akan langsung tersenyum manis dan detak jantungku tak beraturan. Tapi, tidak kini aku tak percaya cinta lagi. Cinta hanya membuatku sengsara. Pengorbanan cintaku sudah terlalu besar namun tak pernah dihargai, sakit sekali rasanya. Aku berdiri menunggu apa yang akan ia sampaikan padaku.“Tidak bisakah kamu mencabut laporanmu? Kasihan Farah yang masih punya anak balita di rumah, masih ada Sekar yang menanti mamanya pulang, kalau sampai dia di penjara pasti kasihan sekali dengan Sekar, sedangkan Shinta dia saat ini mulai mengandung calon anak Iwan, apa kamu nggak bisa menurunkan egomu sedikit saja untuk memberikan mereka kebebasan, kasihan mereka, kasihan Ibu kalau sampai mereka berdua di penjara, kami akan malu menanggung kedua menantu Ibu harus masuk penjara sekaligus.” Aku tersenyum menyeringai mendengar u
Pov DidikBerita tentang penangkapan kedua adik iparku tak hanya membuat aku dan bapak yang shock mendengarnya, tapi juga ibu yang baru saja pulang dari kebiasaannya jalan ke tempat tetangga tersebut. Tiba-tiba saja datang dua orang petugas membawa Farah dan juga Shinta ke kantor polisi. Aku, Purwanto juga Iwan tak bisa berbuat banyak karena kelakuan istri-istri mereka yang diduga mencemarkan nama baik Mayang, mantan istriku itu sehingga mereka berdua harus menerima akibatnya, berdasarkan keterangan petugas bahwa kedua adik iparku itu menyerang jualan Mayang dengan memburukkan hasil jualannya dengan mengatakan bahwa kue bolu buatan Mayang ada rambut dan juga belatungnya. Memang apa yang dilakukan oleh kedua adik iparku itu sangat jahat, bagaimana tidak Mayang yang tak pernah kuhiraukan sejak kutalak dua bulan yang lalu, harus kesulitan mencari nafkah. Sebenarnya aku pribadi juga setuju jika hal ini dilaporkan oleh Mayang, itupun saat itu Mayang tidak tahu sama sekali jika pelakunya
Part 37 Pov Sutinah Ketika tahu kedua menantu kesayanganku dijemput polisi, perasaanku tak karuan. Apalagi saat melihat keadaan anak Farah, Sekar cucu cantikku itu. Ia menangis terus begitu tahu mamanya belum pulang-pulang juga. Kesedihanku semakin bertambah saat Shinta juga turut bersama Farah dibawa ke kantor polisi, Shinta yang baru menikah dengan anak bungsuku, Iwan sekitar dua bulan lalu sedang dalam keadaan hamil. Bisa dibayangkan bagaimana nasib mereka apalagi aku juga harus menanggung malu karena kedua menantuku itu, begitu dalam perjalanan menjenguk menantuku, Didik memberitahuku kalau mereka berdua dilaporkan oleh Mayang, mantan istri Didik karena kasus pencemaran nama baik.Seketika otakku mendidih mendengar namanya disebut anakku, pencemaran nama baik? Memangnya anak miskin dan lulusan SMP itu punya nama baik? Aku heran dengan kepolisian yang mau menindak laporannya anak kampung itu, ia pasti punya dendam dengan kedua menantu sehingga main lapor saja ke polisi. Tapi, l
Part 38Mataku melotot mendengarnya, apa Didik masih punya perasaan sama perempuan miskin itu?“Aku hanya terlalu sibuk, Bu. Ibu jangan punya pikiran yang macam-macam, percayalah aku sudah tak cinta lagi padanya sejak insiden dia memukul Ibu sampai muka Ibu lebam waktu itu, aku sudah hilang rasa dengannya.” Ungkap Didik, aku menghela napas lega. Lega karena anak sulungku sudah tidak menyimpan perasaan lagi sama Mayang, jika itu sampai terjadi aku tak akan membiarkannya lagi. Aku sudah bersusah payah merendahkan dan menghinakan Mayang, masa iya aku harus kembali memutar otak agar mereka berpisah kembali. Aku capek.“Ya, sudah … Ibu nggak mau tahu, pokoknya setelah urusanmu ke rumah si Mayang itu selesai, pastikan siapkan semua berkas perceraianmu, buat apa juga kamu menggantung statusmu sedangkan kamu sudah tidak punya rasa lagi dengan Mayang, segera kamu urus dan kamu punya status juga jelas, dengan begitu perempuan manapun bisa kamu nikahi, asalkan sesuai kriterianya dengan pilihan
Part 39“Tapi … ini apa?” Mas Didik mengangkat sebuah bungkus plastik berwarna transparan yang isinya membuat mataku melotot sempurna hampir ke luar dari tempatnya. Belatung? “Belatung?” Aku dan Farida berteriak serentak. Kami saling berpandangan. Kami bingung.“Kenapa laki-laki kayak pengemis tadi bawa belatung? Apa tujuannya?” Cecarku sembari memperhatikan bungkusan plastik yang ada di tangan Mas Didik. Belatung yang ada dalam plastik tersebut lebih dari sepuluh biji, gerakan lincahnya membuat perutku mual. “Aku yakin ada yang berniat jahat sama Kakak, orang tadi pasti disuruh seseorang untuk menaruh belatung di adonan kue bolu kita, aku yakin sekali.” Selesai berbicara, Farida lantas memeriksa mengaduk-aduk adonan menggunakan spatula. Ternyata benar, di salah satu adonan kami ada beberapa puluh belatung di dalamnya. Selain itu Loyang yang ada di meja pada alasnya diletakkan beberapa helai rambut.“AStaghfirullah, pasti ada yang ingin menjebak dan membenarkan kalau kita berjuala
Part 40 Pov Sutinah Belum apa-apa aku sudah dapat laporan dari Jaka jika aksinya menaburkan belatung dan rambut di adonan Mayang malah ketahuan oleh seorang perempuan putih, dengan tubuh proporsional. Aku yakin itu adalah Farida, adiknya Mayang. “Kok bisa?? Sampai-sampai kamu ketahuan begitu, kamu itu baru aja disuruh kerja dikit aja sudah gagal, gimana kalau nanti ada pekerjaan yang lebih besar, memang benar-benar nggak ada otak kamu itu ya, kamu lupa kalau kamu sudah menerima uang banyak dariku untuk menjalankan rencana yang anak SD saja bisa melakukannya, kamu ini gimana sih.” Gerutuku dengan tangan disilangkan ke dadaku, kesal sekali.“Maaf, Bu. Tapi memang perempuan itu tadi awalnya sedang sibuk di ruang tengah melihat ke depan, sepertinya sedang melihat perempuan lain lagi dan seorang laki-laki yang datang bertamu, aku sudah menebarkan beberapa belatung dan rambut di kue yang masih mentah itu, tapi tak sengaja aku menyenggol pinggiran oven yang ada di atas kompor, karena pana
Part 90 “Pernikahan siapa yang kamu maksud gagal?” aku sontak menoleh kaget. Purwanto persis di belakangku. Aku harus mencari jawaban segera atas pertanyaannya.“Tadi … itu si Mayang ke sini dan marah-marahin Ibu, katanya dia tak terima kalau sampai pernikahan Emi dengan Syawal sampai gagal, dia menuduh Ibu yang menggagalkan pernikahan adiknya itu. Kalau mau tahu pastinya tanya Ibu deh sana.” Purwanto masih diam di tempatnya terus menatapku penuh kecurigaan, bahkan ia kini memicingkan matanya.Purwanto langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat, kemudian membaca layar di gawaiku. Di sana kutulis nama Syahrini, aku sengaja menulisnya dengan nama perempuan supaya suamiku bahkan orang di rumah ini tidak ada satupun yang curiga. Benar saja, setelahnya Purwanto mengembalikan handphone ke tanganku.“Ya sudah… aku pikir tadi apa, lagian berita tentang si Mayang itu nggak penting sama sekali.” Sebutnya, aku bisa bernapas lega begitu melihatnya menanggapi dengan santai apa yang k
Part 89Aku menghampiri Emi, adik bungsuku yang terlihat menelungkupkan wajahnya di lengannya, tubuhnya nampak terguncang. Kelihatannya ia sedang menangis. Kubelai rambutnya yang terurai panjang itu, ia belum mau mendongakkan kepalanya.“Mi, Syawal tadi sudah menceritakan semuanya. Apa kamu nggak mau memikirkan ulang apa yang terjadi?” kataku dengan hati-hati. Emi memperbaiki posisinya, tebakanku benar. Ia tengah menangis. “Apalagi yang harus dipikirkan, Kak. Jelas-jelas perempuan itu punya bukti kalau dia memang ada hubungannya dengan Kak Syawal, terus apalagi yang mau dipikirkan dan dia kok masih saja mau mengelak, dasar memang laki-laki selalu begitu. Gayanya aja mau menikah, tapi ujung-ujungnya sudah punya anak dari perempuan lain. Beruntung saja semua ini aku dapati sebelum menikah jadi bisa kuputuskan kalau rencana kami sebaiknya dibatalkan saja.” Terdengar tegas hanya aku tahu Emi masih berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi saja.“Tetap harus kamu pikirkan dengan tenang, de
Part 88 Pov Mayang Dua minggu kemudian Aku bersyukur harapanku dengan kedua adikku akhirnya terwujud. Toko kue sekaligus tempat tinggal kami dengan mudahnya diberikan oleh bank melalui pinjaman yang kami ajukan. Ruko yang kami beli berada di pusat kota, meski harganya fantastis, minimal dengan usaha yang lancar maka kami yakin akan bisa membayarnya. Tentu dengan kerja keras. Hari ini merupakan hari kedua kami membuka toko, awal pembukaan toko kemarin sudah ramai dengan pengunjung, sebab dengan kepandaian dan gerak gesit Farida di media sosial membuat pelanggan berdatangan. “Ya Allah, luar biasa sekali ya, Kak. Aku yakin kalau begini terus ramenya pasti kita akan bisa dengan mudah mencicil membayar pada bank, apalagi toko ini sekalian tempat tinggal kita sehingga memudahkan kita tetap stand by di toko.” Farida menyapaku pagi ini. Aku mengangguk setuju. Sejak dibukanya toko kue, kami menambah satu orang lagi bernama Marlena untuk menjaga toko bersama Farida, sedangkan Kiki dan aku
Part 87Pov Farah Sudah lama sekali aku tidak makan mie ayam yang dijual tak jauh dari rumah, di rumah hanya ada Purwanto dan Sekar, sedangkan Ibu entah ke mana. Mas Didik seperti biasa pergi bekerja.“Pur, kita makan mie ayam yuk.” Ajakku ke padanya. Purwanto yang tengah asik bermain game online sama sekali tak menoleh dan mempedulikanku. Itulah yang membuatku semakin hari semakin bosan padanya. Tak pernah ada niatan di hatinya untuk bergerak mencari pekerjaan dan lebih banyak menggantungkan hidup padaku atau pada Mas Didik.Selama Purwanto tidak bekerja, setiap bulan aku selalu minta jatah pada Mamaku, beruntung Mama tidak keberatan memberikan uang memenuhi kebutuhanku dan Sekar, Punya suami percuma saja, tidak berguna sama sekali.“Ya sudah kamu jaga Sekar, aku mau makan mie ayam di depan sana.” Tetap saja ia tak menoleh dan tak menyahut. Dasar, benar-benar laki-laki tidak ada gunanya. Mataku memperhatikannya selama semenit, tapi aku seperti berbicara dengan patung. Lalu kuputusk
Part 86 Pov DidikTak menyangka, rasanya tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Mayang, kehamilan Farah? Dia benar-benar menuduhku telah menghamili Farah sementara hal ini tidak pernah sekalipun keluargaku bahas dengan orang lain, kecuali semuanya ke luar langsung dari mulut istri adikku itu. “Kenapa? Kaget? Karena aku akhirnya tahu gimana busuknya kamu, yang tak lebih dari sampah dengan menghamili adik iparnya sendiri.” Pandangan kilat kemarahan kulihat di mata Mayang. Apa dia cemburu atau memang malah jijik ke padaku.“Kamu salah sangka, aku tak pernah sekalipun menyentuhnya apalagi sampai menghamilinya. Ia sendiri yang mengarang cerita dan membuatnya seakan-akan aku orang yang tertuduh, kamu percayalah bahwa aku masih tetap menjaga hatiku untukmu.” Aku tahu jika Mayang sangat membenciku, membenci semua kelakuanku padanya sejak aku mulai bisa mencari uang. Kuakui aku berubah dan lebih memprioritaskan kebutuhan keluargaku dengan menggapai surga yang berada di telapak
Part 85 “Sebenarnya itu pengajuan saat Saya marah, hari ini Saya datang bersama Ibu Saya ingin meminta maaf dengan Mayang dan ingin meminta agar kami bisa kembali lagi sebagai pasangan suami istri.” Mataku melotot seakan ke luar dari tempatnya. Kok seenaknya Mas Didik berbicara begitu seakan-akan dosa yang ia lakukan padaku dan Arthur dengan begitu mudahnya membuatku memaafkannya lalu menerimanya kembali. Tak semudah itu Fergusso. Betapa selama beberapa bulan ini ia tak berpikir untuk menafkahiku sejak ia mulai bekerja, ia lebih memilih mementingkan urusan keluarganya ketimbang aku dan anak semata wayangnya. Lalu, buat apalagi kami harus menjalin kembali tali pernikahan kami sementara ia sendiri yang membuatnya putus. “Bagaimana, Ibu Mayang. Mungkin apa yang dikatakan penggugat bisa diterima? Atau ada yang ingin Ibu sampaikan.” Tanya petugas yang kutahu bernama Junaedi. “Saya setuju tetap berpisah dengan Pak Didik, soal permintaan maaf tetap akan Saya maafkan hanya untuk kembali
Part 84 “Kaget kamu, kan? nggak menyangka, kan? tapi begitulah kenyataannya aku dan Mas Didik sudah lama berhubungan dan tidak lama lagi aku akan punya anak dari dia.” Kata-kata Farah semakin di luar nalar, benar-benar membuatku syok. Meski aku memilih berpisah dari Mas Didik, namun ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Farah masih tersisa rasa perih di hatiku mengetahui kenyataan ini. Rasanya tak adalagi yang kulakukan di sini, sebaiknya aku pergi. Lebih baik menyisih sebentar demi kewarasan hatiku menghadapi orang-orang toxic yang ada di rumah mantan Ibu Mertuaku ini. Entah aku salah atau apa yang disampaikan oleh farah memang benar adanya, yang jelas aku harus pergi secepatnya.Segera kutarik tangan Farida mengajaknya meninggalkan tempat ini. Setelahnya tanpa berkata apa-apa lagi kami pun pergi. Sepanjang perjalanan aku dan Farida lebih banyak diam. “Kak, kamu yakin apa yang dikatakan oleh Farah tadi, apa benar Mas Didik menghamili Farah. Kok makin aneh-aneh keluarga itu.”
Part 83Pov Mayang Aku kesal karena panggilan sidang dari pengadilan agama yang masuk sesi pertama yakni sidang mediasi, justru tak dihadiri oleh Mas Didik dan sidang harus ditunda. Ketidakhadirannya membuatku berpikir apakah dia memang sengaja ingin mengulur-ulur perpisahan kami atau memang dia benar-benar sedang berhalangan. Pengadilan agama menunda hingga dua pekan lagi, dan sekarang ini sudah berjalan seminggu aku berusaha menyibukkan diri sehingga saat harinya akan digelar, aku lebih tenang. “Kak, jam delapan ini ada pengantaran tempat Bu Trisno kan? Biar aku aja yang antar ya?” pinta Emi membuat aku, Farida juga Kiki kompak tertawa. Kami langsung tahu maksud perkataannya.“Cieee … ada yang sibuk PDKT sama calon mertua nih, ya udah kamu aja yang antar,” godaku, Emi tersipu malu. Wajah putih pucat nya mendadak merona.“Ya nggaklah, Kak. Aku sekalian mau catat pesanan Bu Ida, katanya dia mau pesan untuk acara apa gitu aku lupa,” sebut Emi, aku terkekeh melihat perubahan wajahny
Part 82 “Sekarang … Apa Ibu masih percaya kalau Farah hamil karena aku yang melakukannya?” pertanyaan Didik membuatku terdiam. Meski aku yakin bahwa Didik tidak melakukannya, hanya saja rasa bimbang tetap juga ada, jadi bingung memikirkannya.“Entahlah, Nak. Ibu juga masih belum pasti. Purwanto begitu yakin jika kamu adalah Bapak dari anak yang dikandung oleh istrinya, Ibu masih belum bisa menjawab soal itu. Jika memang kamu bersikeras tak melakukannya, suatu saat pasti akan terbongkar juga yang sebenarnya."Didik dan aku kembali melanjutkan makan kami yang tadi sempat tertunda, hanya sebentar saja Purwanto dan Farah datang. Begitu melihat kami berdua makan, mereka tertawa pelan.“Kasihan … harus makan gorengan yang dijual di pinggir jalan, kayak kami dong, Mas. Barusan makan di restoran.” Suara Purwanto membuat Didik terlihat kesal. Matanya mendelik melihat ke arah menantu dan anakku itu.“Lebih baik makan gorengan di pinggir jalan tapi jelas pakai uang sendiri, ketimbang makan