Home / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Bab 76. Pandang dan Lihat Aku, Matahariku

Share

Bab 76. Pandang dan Lihat Aku, Matahariku

last update Last Updated: 2022-05-23 23:40:27
Hanny mengganti panggilan suara dari Ernita ke video. Dia melotot pada Ernita yang tersenyum lebar.

"Hey, orang lagi kerja, kamu bikin rusuh. Mau apa?" Bulatan mata Hanny tidak mengecil.

Gadis periang itu bukan takut atau merasa risih, justru tertawa melihat Hanny sok kesal padanya.

"Yeee, malah ngakak. Ga pakai ukuran lagi. Yang sopan dikit!" ujar Hanny.

"Haa ... haaa ...." Makin keras Ernita tertawa. "Aduh, aduh ... perutku sakit. Ih, serius!"

"Aku juga serius. Ini masih jam kantor, Erni," tukas Hanny. Dia pasang wajah galak. Tapi yang ada justru lucu di mata Ernita.

"Jadi ya, Kak? Aku tunggu jam enam di depan bioskop. Ini aku langsung pesan tiketnya." Ernita masih mendesak agar Hanny menerima ajakannya.

"Aku beneran ga bisa. Bu Meity masuk rumah sakit, aku mau nengok," tegas Hanny menyahut.

"Hih, ngarang. Mana ada? Adisti ga bilang apa-apa sama aku!" Suara Ernita meninggi. Dia kaget dengan kabar itu.

"Ya, sudah, Ga percaya, terserah. Aku tutup telpon, masih banyak kerjaan,"
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 77. Cinta Itu Buat Kamu

    Adisti seperti kaku dan tak bisa bergerak. Bolehkah dia gede rasa demi mendengar sebutan Vernon padanya? "Matahariku ...." Lirih, batin Adisti mengulang yang Vernon ucapkan. "Aku sama terkejutnya denganmu saat mendengar kabar ini dari dokter. Tapi itu kenyataan yang harus dihadapi." Vernon meremas perlahan jari-jari Adisti yang masih dalam genggamannya. "Bukan hal mudah buat Bu Meity melewati perjuangan dengan kanker. Sejauh ini dia tegar. Kamu, yang ada di dekatnya setiap hari, jangan membuat dia kecil hati." Vernon melanjutkan. Adisti tidak bisa berkata apa-apa. Hatinya campur aduk. Antara sedih karena mendapat kabar tentang kondisi Meity, juga karena Vernon yang makin membuatnya melayang, seakan melambung jauh meninggalkan tanah. "Kita akan mendampingi Bu Meity. Aku janji. Seperti yang aku pernah bilang padamu, aku akan melindungimu. Itu yang akan kulakukan, termasuk pada orang-orang yang dekat denganmu," kata Vernon lagi. Sebelah tangan Vernon bergerak, melepas genggamannya d

    Last Updated : 2022-05-24
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 78. Meyakinkan Hati

    Meity membetulkan posisinya. Dia bersandar pada bantal yang agak tinggi. Matanya sayu dan wajahnya lesu meskipun dia berusaha tetap ceria. "Ibu, aku juga ingin bicara sama Ibu. Kenapa Ibu ga bilang kalau Ibu sakit?" Adisti meraih tangan Meity dan menggenggamnya. Tangan Meity sedikit hangat. "Ah, Ibu ga apa-apa, kok. Sakit itu biasa, Disti. Makin tua, tubuh ya memang makin ringkih. Kalau sudah ga bisa menahan berat badan, paling ya ga bisa narik napas lagi," ujar Meity santai, seakan tidak ada beban dalam hatinya. "Ibu, jangan bicara begitu." Mata Adisti seketika berair. "Hei, jangan nangis. Anak Ibu yang cantik." Meity menggerak-gerakkan tangannya yang ada dalam genggaman Meity. "Itu kenyataannya, Dis. Setiap kita akan ada saatnya harus meninggalkan fisik ini, barang fana yang kita sebut tubuh. Lalu kita akan punya tubuh baru dan pindah ke alam yang lebih indah. Kenapa harus khawatir?" "Kalau Ibu ga ada, aku sama Cia gimana?" Adisti merasa hatinya perih. Sakit Meity bukan main-mai

    Last Updated : 2022-05-25
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 79. Aku Mau, Pak, Cinta Sama Bapak

    Adisti menghentikan jarinya yang baru mulai membuat catatan di komputer. Dia memandang Hanny. "Kak, jangan marah, ya ...." Adisti sedikit takut mau mengatakan kalau Vernon sudah menyatakan cinta. "Mesti tahu dulu duduk perkara, baru aku bisa putuskan akan marah atau tidak." Hanny menopang dagu dengan tangan kanan. "Pak Vernon minta aku jadian sama dia." Hati-hati Adisti bicara. "Apa?!" Tangan Hanny terjatuh karena kaget, badannya merendah hampir dagunya menyenggol pinggir meja. "Husshhh! Kak, jangan ribut," ucap Adisti. Dia taruh dua telunjuknya di depan bibir. Hanny menegakkan badan lagi. Dia memandang Adisti lurus-lurus. "Lalu?" "Aku belum jawab. Aku masih berpikir. Aku takut salah langkah," jawab Adisti. Hanny memandang makin tajam pada Adisti yang tampak gelisah. Wajahnya sedikit merona. "Adisti, Cantik, Sayangku ...," ujar Hanny. Adisti kembali melihat pada Hanny. "Kok, aku yang degdegan ga karuan, sih? Kan, kamu yang ditembak Pak Bos," ucap Hanny. "Menurut Kak Hanny gi

    Last Updated : 2022-05-25
  • Ibu, Aku Mau Ayah    Bab 80. Ini Saatnya!

    Hari Sabtu. Seperti yang Adisti rencanakan, dia tetap masuk kerja mengganti jam karena ijin mengurus Meity di rumah sakit. Jam delapan kurang lima menit, Adisti sudah sampai di kantor. "Lha, Mbak Adisti kok masuk? Ini Sabtu, Mbak. Ga lupa hari, kan?" Prawira menyambut Adisti dengan cenyum cerah seperti biasa. "Nggak, Pak. Memang mau ngantor, ada kerjaan belum selesai," jawab Adisti. "Kalau gitu, biar saya antar ke atas. Sepi, ga ada orang, Mbak." Prawira menawarkan bantuan. "Oh, ga apa-apa, Pak. Aman, saya berani, kok." Adisti menolak. Senyum manis menghiasi bibir tipisnya. "Mbak, keponakan saya baik, to? Maksud saya, dia itu jadi pimpinan. Apa dia baik sama karyawan?" Prawira membicarakan Ryan, pak manajer keuangan. "Pak Ryan baik, Pak. Pak Prawira juga baik," sahut Adisti. "Mari, Pak." "Silakan, Mbak," ujar Prawira sambil mengacungkan tangan menunjuk arah kantor di depan mereka. Adisti meneruskan langkah. Dia tahu sebenarnya Prawira secara halus berharap Adisti melihat pada R

    Last Updated : 2022-05-26
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 81. Let Me Hold You

    Dua pasang mata Vernon dan Adisti bertatapan. Detak jantung mereka berpadu. Vernon merasakan hatinya bergemuruh begitu kuat. Ini belum pernah dia rasakan. Bukan, dia pernah merasakan ini saat dengan Rima, tetapi sukacita di hatinya, sangat berbeda. Luapan itu, bukan karena nafsu dan hasratnya sebagai pria, tapi karena rasa sayang yang dalam, rasa ingin menjaga wanita yang ada di depannya. Tangan Vernon dan Adisti masih menyatu. Dada Adisti pun berdetak cepat, melaju, seperti mobil di jalan tol, tanpa hambatan menerjang aspal dengan kencang. Dia menatap manik tajam milik Vernon dan tidak ingin mengalihkan pandangan ke tempat lain. Adisti ingin menikmati tatapan penuh cinta yang dia sadar muncul di mata Vernon. "Aku sayang sama kamu, Adisti. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Tapi cinta di hatiku makin kuat, dan aku bersyukur memiliki cinta buat kamu." Kembali suara lembut Vernon terdengar. Adisti tidak menjawab, dia terpana. Seolah-olah dia masuk dalam sebuah film romantis yang

    Last Updated : 2022-05-26
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 82. Panggilan Sayang

    Sepanjang hari itu, Adisti sulit berkonsentrasi dengan pekerjaan. Pikirannya terus terbawa pada kejadian manis di kantor Vernon. Setiap kata yang Vernon ucapkan, pegangan tangan, dan juga pelukan, semua membayangi Adisti. Apalagi kecupan lembut dan penuh cinta Pak Bos. Adisti merasa berulang kali jantungnya terus bergemuruh. Adisti tidak bisa mencapai target yang dia kejar, hanya separuh jalan. Jujur saja, ada rasa kesal, sebab dia harus menata ulang jadwal di minggu berikutnya, dan perlu mengejar daftar yang belum tersentuh. "Ah, aku harus menenangkan diriku." Adisti memutuskan. Ernita. Dia ingat sahabatnya itu dan segera menghubungi ke kontak Ernita. "Ga diangkat? Sabtu gini sibuk apa? Keasyikan nonton kali dia, ihhh ...." gerutu Adisti. Sekali lagi, Adisti mencoba menelpon. Sampai yang ketiga kali berikutnya barulah ada jawaban. "Hai! Sorry, Dis! Aku di luar! Lagi seru, nih!!" Ernita berkata dengan keras, seperti mau mengalahkan suara riuh di sekitarnya. Adisti bisa menduga Er

    Last Updated : 2022-05-27
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 83. Kejutan yang Benar-benar Mengejutkan

    Makan siang berlanjut, tidak sampai sepuluh menit mereka tuntaskan. "Aku jadi ga pengin lanjut kerja. Gimana kalau kita pulang aja?" usul Vernon. Adisti kembali tersenyum, tipis tapi menawan. Ternyata Pak Bos sama juga, tidak bisa konsentrasi pada pekerjaan. "Iya, baiklah. Lebih baik pulang. Aku memang ga rencana sampai sore, biar bisa main sama Cia. Bu Meity juga harus aku pastikan dia baik-baik saja." Adisti sepakat. "Oke, aku balik ruanganku bentar. Lalu kita pulang," kata Vernon sambil bangun dari duduk. "Ya, oke." Adisti mengangguk. Segera mereka pun bersiap pulang. Vernon sudah menyiapkan rencana di kepalanya. Dia akan memberi kejutan lagi pada Adisti. Mereka turun dari lantai lima, menuju ke tempat parkir. Vernon berjalan ke arah mobilnya, Adisti menuju si roda dua. Vernon menoleh pada Adisti yang ada di belakangnya, berjarak lima langkah. "Adisti, ini sudah di luar kantor." Adisti memandang Vernon. "Aku mau dengar panggilan spesial lagi, nih." Vernon memasang wajah ser

    Last Updated : 2022-05-27
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 84. Mata Bening Itu Berkaca-kaca

    Rona wajah Adisti merona. Senyum malu-malu muncul di bibirnya. "Kita pergi sekarang?" Adisti tidak menjawab pertanyaan Vernon. "Oke. Kita pergi." Vernon mengulurkan tangan pada Felicia dan menggandeng gadis kecil itu menuju ke mobil. "Aku di depan, ya?" pinta Felicia. Dia suka duduk di depan, bisa melihat jalanan lebih jelas. "Baiklah. Ibu ga sedih, kan?" Vernon meirik Adisti yang berjalan di belakangnya. "Sedih apa?" sahut Adisti. "Ga bisa duduk di sebelahku," goda Vernon. "Iisshh ...." Adisti mencibir. Vernon tergelak. Mereka masuk ke dalam mobil dan segera kendaraan itu menyusuri jalanan yang belum begitu padat. Hari belum jam delapan, belum banyak kendaraan yang berlalu lalang. Felicia terlihat sangat gembira. Dia bernyanyi-nyanyi kecil sambil menggoyang-goyangkan kepala dan menggerak-gerakkan tangannya mengikuti kata dan nada lagu yang dia nyanyikan. "Naik naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali ...." Suara lucu dan manis terdengar mengalun dari bibir mungil Felicia.

    Last Updated : 2022-05-28

Latest chapter

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Ibu, Makasih Buat Ayahku

    Vernon tersenyum tidak ada henti. Melihat tingkah Adisti begitu girang, menikmati kebersamaan mereka di negeri yang indah dengan suasana romantis, sangat menyenangkan. Adisti merasa seperti dibawa ke surga saja merasakan segala hal yang tidak pernah dia bayangkan dan pikirkan akan terjadi di hidupnya. Kebaikan dan ketulusan Vernon menerima dia apa adanya, dan menyayangi Felicia , membuat Adisti ingin memberikan membahagiakan Vernon. Semua yang dia limpahkan belum tentu bisa membalas yang Vernon telah berikan untuknya dan Felicia. "Terima kasih buat semuanya, Mas. Aku kayak Cinderella aja. Semua yang ga kepikir aku nikmati karena jadi istri anak sultan." Adisti memeluk pinggang Vernon. Vernon tersenyum, tidak menjawab, hanya membalas pelukan Adisti. Pelukan itu cukup sebagai jawaban, Vernon bahagia bersama Adisti. Bulan madu berlalu. Vernon dan Adisti kembali ke tanah air, kembali ke Malang, dan pada kehidupan nyata mereka. Rumah Vernon telah dirombak sesuai dengan kebutuhan sebuah

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Totally Yours

    Pesta usai. Vernon dan Adisti bersiap meninggalkan Malang dan segera meluncur. Adisti bertanya Vernon mengajaknya ke mana, Vernon masih saja menjawab rahasia. Percuma sekalipun Adisti merayu dan meminta Vernon memberitahu. "Ibu, Ayah! Hati-hati di jalan!" Tangan kecil Felicia melambai ke arah mobil yang mengantar Vernon dan Adisti ke bandara. Adisti dan Vernon membalas lambaian itu dengan senyum bahagia. "Gonna miss you, Sweet heart!" Adisti berkata dengan senyum masih tertinggal. "Ga usah khawatir lagi. Cia bisa tinggal di mana saja dia mau. Dengan Papa dan Mama, Ayah dan Ibu, Kak Virni atau Ernita? Aman." Vernon memegang tangan Adisti dan mengusapnya dengan lembut. "Iya. Terlalu banyak cinta buat Cia. Aku ga usah khawatir. Mas Benar," ujar Adisti dengan hati lega. Bandara, lalu pesawat. Berdua dengan Vernon, ah, selalu saja penuh kejutan. Di bandara baru Adisti tahu, tujuan mereka adalah ke Jakarta. Tidak sampai tiga jam kemudian, mereka sudah sampai di tujuan, salah satu hotel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 138. Sweet Moment With You

    Adisti refleks mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan itu. Kenapa si ibu jadi mirip sama Si Bos tampan, bisa gini kelakuannya? "Haa ... haa ... Vernon benar. Kalau sedang kaget atau gugup, kamu memang lucu." Savitri menoleh pada Vernon. Apa? Vernon cerita apa saja soal Adisti pada Savitri? Degdegan makin jadi di dada Adisti. "Jujur, aku bergumul lama. Berpikir panjang dan tidak segera menjawab permintaan Vernon dan Mas Varen untuk memberi restu kalian bersama." Savitri kembali serius. "Mas Varen dan aku bicara banyak sekali. Melihat hari ini, yang telah lalu, dan nanti akan seperti apa." Adisti memandang Savitri. Ini sesuatu yang sangat penting yang dia harus pahami. "Pertama, aku harus berterima kasih pada Mbak Tya." Arah mata Savitri beralih ke sebelah kanan Adisti, pada Adistya. Wanita itu pun memandang lurus pada Savitri. "Seandainya dulu Mbak Tya bersama Mas Varen, aku tidak akan ada di sini sekarang. Bersama anak lelaki kebanggaan kami. Aku tahu, Mbak Tya begitu berj

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 137. Kejutan Apa Lagi?

    Adisti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ernita juga datang bersama dengan Felicia. "Kamu yang antar Cia ke sini? Ah, Mas Vey!" Adisti memutar badan menoleh ke arah Vernon. Pasti semua sudah Vernon atur diam-diam. "Apa? Aku? Aku kenapa?" Vernon berpura-pura bingung tak mengerti. "Makasih banyak kejutannya. Ini benar-benar hari penuh keajaiban buat aku. Makasih banyak, Mas." Adisti tersenyum lebar. Dia memeluk Ernita. Hati Adisti meluap dengan syukur. "Erni, kenalkan ibuku." Masih memeluk Ernita, Adisti mengenalkan Adistya pada sahabatnya. "Erni ini teman paling baik buat aku, Bu. Dia yang setia bantu aku." "Nak Erni. Aku Adistya. Panggil saja Ibu." Adistya tersenyum ramah. "Terima kasih banyak sudah jadi teman buat anak Ibu." "Iya, Ibu. Senang bisa kenal Ibu Adisti. Ibu sama Adis mirip banget, hee ..." Ernita tersenyum lebar. "Cia, kasih salam buat Eyang Putri," kata Vernon pada Cia. "Eyang ..." Gadis kecil itu memegang tangan Adistya dan mencium punggung tangan Adistya

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 136. Pelukan Paling Hangat

    Semua yang ada di ruangan itu tidak ada yang bicara. Bagian yang paling penting dari persidangan sedang disampaikan. Adisti makin menunduk dalam-dalam dengan debaran dan detak jantung makin kuat melaju. Adistya pun sama, tak mampu dia menahan gelisah, kuatir dengan keputusan yang akan menambah kepedihan hidupnya di masa tua. "... dinyatakan tidak melakukan semua yang dituntut oleh ..." "Disti ..." Seketika Adistya menoleh. Adisti pun dengan cepat melihat ke arah ibunya. "Kamu dengar? Ayahmu ..." Air mata mengucur dari kedua mata Adistya, tapi senyum paling bahagia bergulir di bibirnya. "Iya, Bu ... Ayah bebas ... Ayah ga bersalah ..." Butiran bening yang sedari tadi menggumpal di ujung mata Adisti, akhirnya runtuh. Adisti memeluk ibunya erat. Keduanya bertangisan tak bisa ditahan lagi. Tidak terdengar keras, tetapi isakan bergantian meluncur dari bibir ibu dan anak itu. "Sayang ..." Adisti menegakkan kepalanya. Dia melepas pelukan Adistya dan menoleh ke belakang. Vernon berdiri

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 135. Hari Itu, Akhirnya ...

    Adisti menegakkan punggungnya, menunggu putri kecilnya bicara. "Ibu ... aku ga apa-apa. Baru bangun tidur." Suara Felicia masih serak. "Ahh, syukurlah. Ibu khawatir saja, kalau kamu kenapa-napa." Adisti merasa lega dia salah mengira. Vernon dan Adistya pun ikut lega mendengar kalimat lanjutan Adisti. "Baru ditinggal belum sehari, udah kalang kabut. Yakin, mau ditinggal lama bocah cantik kesayangan ini?" Suara Ernita terdengar. Seperti biasa, ceria, sedikit tajam, tapi penuh ketulusan. "Iya, ga pernah pergi jauh dan lama. Kepikiranlah, Er." Adisti merajuk. "Udah, aman di sini. Bentar lagi mau aku ajak jalan. Ya, kan, Cia? Kita ke mana?" Ernita bicara pada Felicia. "Alun-alun! Mau belik es krim dan main di playground! Asyik!!" Suara Felicia kembali ceria. "Baiklah, selamat bersenang-senang. Jangan lupa ajak Kak Hanny, biar ga kayak monitor kumputer itu mukanya." Adisti bergurau. "Hee ... hee ... pasti. Dia akan jemput. Oke, kami siap-siap, ya? Bye, Ibu!" Ernita menutup panggilan

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 134. Keputusan Tak Terpikirkan

    Adisti seketika merasa ada titik terang hadir di depan mata. Dia berlari kecil ke arah ruang tamu. "Sayang! Kok diam?" Vernon terdengar bicara lagi. "Mas, ada tamu. Aku temui dulu. Nanti aku telpon Mas Vey." Adisti menutup telpon. Dia simpan ponsel di saku celananya. Di depannya tepat berdiri dua makhluk paling bisa dia andalkan selama ini. Hanny dan Ernita. "Kalian memang pahlawan hidupku." Adisti memandang keduanya dengan senyum lebar. "Hah?" Ernita mengangkat kedua alisnya. "Kamu sehat?" Hanny mengerutkan keningnya. "Kak Hanny ... yang makin cakep dan macho ... Ernita, sahabatku ... yang paling baik dan murah hati ..." Adisti melebarkan kedua tangan seolah ingin merangkul dua sejoli itu dengan sekali raup. "Kamu kenapa, sih? Bikin bingung tahu!" Ernita maju dua langkah dan mencermati wajah Adisti. "Aku akan jelakan. Tapi ..." Adisti memutar badan, mengambil tempat duduk di kursi yang paling dekat dengannya. Ernita ikut duduk, di samping Adisti. Hanny maju tiga langkah, bel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 133. Kabar Persidangan

    Setengah jam kemudian, Adisti kembali dengan pastel buatannya. Isi pastel sesuai yang Savitri minta, telur dan wortel. Adisti menyuguhkan di depan Savitri yang sok tidak peduli, masih sibuk dengan majalah yang dia pegang. "Bu, silakan, mumpung mash panas." Adisti meletakkan piring berisi lima pastel di meja. Tidak lupa Adisti membawa tisu dan dia taruh di sebelah piring. "Kamu bawa satu piring penuh, yakin aku cocok dengan rasa pastel kamu?" Savitri meletakkan majalah di kursi sebelahnya. Aroma khas pastel, harum semerbak di gazebo. Dari aromanya sepertinya akan nikmat. "Mudah-mudahan, Bu." Adisti masih berdiri, menunggu perintah. Savitri memungut satu pastel dengan selembar tisu. Semakin dekat hidung, semakin menggoda dari bau harumnya. Savitri menggigit bagian ujung. "Hmm ...." Savitri memggumam sementara mengunyah. Matanya sedikit melebar. "Apakah sesuai selera, Bu?" tanya Adisti. "Rasa pastel." Savitri melirik Adisti, lalu menggigit lagi pastel di tangannya. "Iya ..." Adis

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 132. Tidak Semudah Itu, Adisti!

    Savitri makin lekat menatap Adisti. Kali yang kesekian kembali mereka berhadapan dan berdebat soal Vernon. Adisti kekeh akan tetap di sisi Vernon, sedangkan Savitri juga tidak mau melunakkan hati. "Bu, saya minta maaf sekali lagi. Tetapi hati saya sudah bulat, menerima Mas Vernon. Sebelumnya juga tidak pernah terpikir oleh saya bisa mendapatkan perhatian Mas Vernon. Karena saya juga sadar, saya dan Mas Vernon seperti bumi dan langit bedanya. "Tapi, hati saya tidak bisa berbohong. Mas Vernon telah memberikan hatinya buat saya, maka saya tidak akan menyia-nyiakan itu. Saya akan menjadi pendamping yang baik. Saya janji." Adisti berkata dengan tenang dan lancar. Padahal di dadanya juga gemuruh tak bisa ditahan. "Tentu saja kamu mau, Adisti. Terlalu banyak keuntungan yang kamu dapatkan dengan bersama Vernon. Mudah sekali ditebak. Bahkan tidak perlu berpikir," ujar Savitri. Perih dan sakit mendengar itu. Tetapi Adisti tak bisa menangkis jika orang akan menilai demikian terhadap hubungann

DMCA.com Protection Status