Beranda / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Bab 70. Terima Kasih buat Kejutanmu

Share

Bab 70. Terima Kasih buat Kejutanmu

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-20 21:13:07
Adisti mundur sedikit ke belakang Vernon. Dengan cepat Vernon memegang tangan Adisti.

"Kamu harus selesaikan ini. Percaya sama aku, kamu akan baik-baik saja." Vernon menatap lekat-lekat kedua mata Adisti. Wajah cemas Adisti tak bisa dia sembunyikan. Vernon menekan bagian depan topi Adisti agar semakin menutupi wajahnya, begitu pula dengan topi yang ada di kepalanya.

"Pak, aku ...."

"Percaya aku, Adisti Matahari. Oke?" Vernon kembali meyakinkan Adisti agar tetap bertahan di situ.

Adisti mengangguk.

Pintu pagar terbuka. Pria kurus dengan kacamata dan hidung lancip berdiri di sana.

"Kurir, Pak. Mengantar pesanan." Vernon bicara dengan nada suara yang dia ubah.

"Aku tidak memesan apapun," jawab pria itu sedikit ketus.

Vernon masih memegang tangan Adisti dan menariknya agar masuk ke halaman, melewati pagar yang terbuka.

"Aku tidak memesan apapun dan kamu masuk tanpa permisi!" sentak pria itu.

Vernon tidak peduli. Dia terus melangkah ke arah pintu rumah.

"Hei!" Suara pria kurus it
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 71. Nenek Sakit

    Degupan di dada Adisti semakin kuat. Vernon menghujamkan pandangannya pada mata Adisti. Adisti menjadi kikuk dan gelisah. Kalimat terakhir Vernon sangat tak terduga. Mengapa dia katakan itu? "Adisti ...." Vernon memandang Adisti dengan tatapan makin dalam. Adisti merasa panas dingin berhadapan dengan Vernon seperti itu. "Kamu tidak bisa menemukan motif yang mendasari Pak Cahyo melakukan semua ini padaku?" tanya Vernon. Adisti hanya menggelengkan kecil. Dia mencoba menebak, tapi tidak ingin asal menuduh orang. "Marah, dendam. Dia tidak terima aku memecatnya. Dan dia mencari cara agar aku hancur." Vernon mulai menjelaskan yang dia tahu. "Dia sengaja memata-matai Bu Rima?" tanya Adisti masih tidak yakin. "Apa dia harus turun sendiri? Dia bisa pakai tangan lain melakukannya. Dia terima beres, tujuannya tercapai," jawab Vernon. "Tapi ... ga masuk akal, deh, Pak. Pak Cahyo setega itu?" Pikiran Adisti terus bergelut. "Bapak yakin dari mana foto itu Pak Cahyo yang kirim?" Vernon kemba

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-21
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 72. Ungkapan Hati

    Vernon maju beberapa langkah mendekat ke sisi ranjang. "Sebaiknya kita bawa ke dokter secepatnya. Ayo, aku bantu. Kita bopong ke mobil." "Iya, Pak. Terima kasih," sahut Lani. Pelan-pelan mereka mengangkat tubuh Meity dan membawa ke mobil. Adisti dan Vina muncul. Adisti sangat cemas melihat kondisi Meity memburuk. Kejadian ini sangat tidak terduga. Meity selama ini baik-baik saja tiba-tiba jatuh sakit. "Ibu, aku boleh ikut?" minta Felicia, saat Adisti sudah ikut masuk di dalam mobil. "Tidak, Sayang. Sudah mulai malam. Cia besok ke sekolah. Cia doakan Nenek di rumah, ya? Nanti tidur ditemani Kak Vina," jawab Adisti. "Oke," ucap Felicia lirih. Vina yang ada di samping Felicia mengusap kepala gadis kecil itu. Mobil Vernon meninggalkan rumah menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, hati Adisti terus menyebut nama Meity dalam doa. Dia sakit Meity tidak seburuk yang Adisti pikirkan. Selama hampir setengah jam, setelah tiab di rumah sakit, dokter menangani Meity. Vernon, Adisti, dan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-21
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 73. Vernon Telah Kembali

    Adisti dan Lani berdiri bersebelahan, memandang pada Vernon dan Meity. Meity menghapus air matanya, lalu tersenyum. "Ibu Meity terlalu melow. Dia berterima kasih aku sudah membantunya sampai ke rumah sakit." Vernon dengan cepat memberi jawaban atas pertanyaan Adisti. Meity melirik pada Vernon. Vernon yang sedang memandang Meity, dengan isyarat kepala meminta Meity tidak berkata apapun mengenai apa yang mereka bicarakan. Meity sedikit melebarkan mata, kurang begitu paham dengan yang Vernon maksudkan. "Bu, saya pamit saja. Kalau ada yang perlu saya siapkan, atau apa, saya akan bawakan besok kemari," kata Vernon. "Bapak mau pulang?" tanya Adisti. "Ya, ada yang aku harus siapkan buat besok." Vernon menyalami Meity. Dia sedikit merendah, mendekatkan wajah pada Meity dan berbisik. "Bu, saya belum bicara apapun pada Adisti. Saya akan atur waktu yang paling baik." "Oh, oke," Meity manggut-manggut. Baru dia paham mengapa Vernon tidak menjawab pertanyaan Adisti sebelumnya. "Selamat malam

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-22
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 74. Vernon yang Membingungkan

    Vernon tersenyum. Ah, anak buahnya merindukan kedatangannya ternyata. Vernon urung masuk ke ruangannya. Dia memilih menuju ke Divisi Marketing dan Promosi. Dia akan menyapa bawahannya dan tentu saja, dia akan melihat Adisti. Dia rindu tatapan dan senyum manis dari wanita cantik yang begitu istimewa untuknya. "Selamat pagi semua!" Vernon menyapa di depan pintu yang terbuka lebar. Semua yang ada di ruangan itu menatap pada Vernon. Arti tatapan mereka bermacam-macam. Mereka bahkan tidak menyapa sapaan Vernon. "Kalian siap bekerja?" Vernon melanjutkan dengan satu pertanyaan. "Pagi, Pak! Ya, siap!" Lestia yang lebih dulu kembali kepada kesadaran dan menjawab. "Aku tidak melihat Hanny dan Adisti. Mereka belum datang?" Vernon mengabsen pegawainya. "Selamat pagi, Pak." Suara manis itu terdengar dari belakang Vernon. Dengan cepat Vernon berbalik. Adisti berdiri lima langkah jaraknya dari Vernon. Dengan jeans putih, blues biru terang, berpadu renda putih, Adisti cantik sekali. Wajahnya ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-22
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 75. Pertanyaan Hanny

    "Masa depan kita akan baik, kita akan jalani sama-sama. Dan, jangan khawatir apapun. Tuhan tetap menyertai. Oke?" Vernon kembali tersenyum. "Iya, Pak," sahut Adisti masih belum juga paham yang Vernon katakan. "Mana kunci motor?" Vernon mengulurkan tangan kanannya. "Eh, ya ... baiklah." Agak ragu, tapi Adisti melakukannya juga. Dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci motor lalu dia berikan pada Vernon. "Sampai nanti sore, di rumah sakit." Vernon memegang kunci motor Adisti. Adisti berdiri, dengan perasaan masih bingung dia meninggalkan ruangan Vernon. Dia melangkah menuju ruangannya, tapi tiba-tiba ada yang menarik lengannya dan menyeretnya sedikit minggir di belokan lorong. Adisti melihat siapa yang menariknya. "Kak Hanny?" "Kamu ada apa sama Pak Bos?" tanya Hanny. Dia tidak sabar ingin tahu mengapa Adisti bicara berdua. Hanny sedikit bisa mendengar saat Adisti dan Vernon bicara tapi tidak jelas. "Kak, jangan pikiran buruk dulu. Ga ada apa-apa," tukas Adisti. "Kamu b

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-23
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 76. Pandang dan Lihat Aku, Matahariku

    Hanny mengganti panggilan suara dari Ernita ke video. Dia melotot pada Ernita yang tersenyum lebar. "Hey, orang lagi kerja, kamu bikin rusuh. Mau apa?" Bulatan mata Hanny tidak mengecil. Gadis periang itu bukan takut atau merasa risih, justru tertawa melihat Hanny sok kesal padanya. "Yeee, malah ngakak. Ga pakai ukuran lagi. Yang sopan dikit!" ujar Hanny. "Haa ... haaa ...." Makin keras Ernita tertawa. "Aduh, aduh ... perutku sakit. Ih, serius!" "Aku juga serius. Ini masih jam kantor, Erni," tukas Hanny. Dia pasang wajah galak. Tapi yang ada justru lucu di mata Ernita. "Jadi ya, Kak? Aku tunggu jam enam di depan bioskop. Ini aku langsung pesan tiketnya." Ernita masih mendesak agar Hanny menerima ajakannya. "Aku beneran ga bisa. Bu Meity masuk rumah sakit, aku mau nengok," tegas Hanny menyahut. "Hih, ngarang. Mana ada? Adisti ga bilang apa-apa sama aku!" Suara Ernita meninggi. Dia kaget dengan kabar itu. "Ya, sudah, Ga percaya, terserah. Aku tutup telpon, masih banyak kerjaan,"

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-23
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 77. Cinta Itu Buat Kamu

    Adisti seperti kaku dan tak bisa bergerak. Bolehkah dia gede rasa demi mendengar sebutan Vernon padanya? "Matahariku ...." Lirih, batin Adisti mengulang yang Vernon ucapkan. "Aku sama terkejutnya denganmu saat mendengar kabar ini dari dokter. Tapi itu kenyataan yang harus dihadapi." Vernon meremas perlahan jari-jari Adisti yang masih dalam genggamannya. "Bukan hal mudah buat Bu Meity melewati perjuangan dengan kanker. Sejauh ini dia tegar. Kamu, yang ada di dekatnya setiap hari, jangan membuat dia kecil hati." Vernon melanjutkan. Adisti tidak bisa berkata apa-apa. Hatinya campur aduk. Antara sedih karena mendapat kabar tentang kondisi Meity, juga karena Vernon yang makin membuatnya melayang, seakan melambung jauh meninggalkan tanah. "Kita akan mendampingi Bu Meity. Aku janji. Seperti yang aku pernah bilang padamu, aku akan melindungimu. Itu yang akan kulakukan, termasuk pada orang-orang yang dekat denganmu," kata Vernon lagi. Sebelah tangan Vernon bergerak, melepas genggamannya d

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-24
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 78. Meyakinkan Hati

    Meity membetulkan posisinya. Dia bersandar pada bantal yang agak tinggi. Matanya sayu dan wajahnya lesu meskipun dia berusaha tetap ceria. "Ibu, aku juga ingin bicara sama Ibu. Kenapa Ibu ga bilang kalau Ibu sakit?" Adisti meraih tangan Meity dan menggenggamnya. Tangan Meity sedikit hangat. "Ah, Ibu ga apa-apa, kok. Sakit itu biasa, Disti. Makin tua, tubuh ya memang makin ringkih. Kalau sudah ga bisa menahan berat badan, paling ya ga bisa narik napas lagi," ujar Meity santai, seakan tidak ada beban dalam hatinya. "Ibu, jangan bicara begitu." Mata Adisti seketika berair. "Hei, jangan nangis. Anak Ibu yang cantik." Meity menggerak-gerakkan tangannya yang ada dalam genggaman Meity. "Itu kenyataannya, Dis. Setiap kita akan ada saatnya harus meninggalkan fisik ini, barang fana yang kita sebut tubuh. Lalu kita akan punya tubuh baru dan pindah ke alam yang lebih indah. Kenapa harus khawatir?" "Kalau Ibu ga ada, aku sama Cia gimana?" Adisti merasa hatinya perih. Sakit Meity bukan main-mai

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-25

Bab terbaru

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Ibu, Makasih Buat Ayahku

    Vernon tersenyum tidak ada henti. Melihat tingkah Adisti begitu girang, menikmati kebersamaan mereka di negeri yang indah dengan suasana romantis, sangat menyenangkan. Adisti merasa seperti dibawa ke surga saja merasakan segala hal yang tidak pernah dia bayangkan dan pikirkan akan terjadi di hidupnya. Kebaikan dan ketulusan Vernon menerima dia apa adanya, dan menyayangi Felicia , membuat Adisti ingin memberikan membahagiakan Vernon. Semua yang dia limpahkan belum tentu bisa membalas yang Vernon telah berikan untuknya dan Felicia. "Terima kasih buat semuanya, Mas. Aku kayak Cinderella aja. Semua yang ga kepikir aku nikmati karena jadi istri anak sultan." Adisti memeluk pinggang Vernon. Vernon tersenyum, tidak menjawab, hanya membalas pelukan Adisti. Pelukan itu cukup sebagai jawaban, Vernon bahagia bersama Adisti. Bulan madu berlalu. Vernon dan Adisti kembali ke tanah air, kembali ke Malang, dan pada kehidupan nyata mereka. Rumah Vernon telah dirombak sesuai dengan kebutuhan sebuah

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Totally Yours

    Pesta usai. Vernon dan Adisti bersiap meninggalkan Malang dan segera meluncur. Adisti bertanya Vernon mengajaknya ke mana, Vernon masih saja menjawab rahasia. Percuma sekalipun Adisti merayu dan meminta Vernon memberitahu. "Ibu, Ayah! Hati-hati di jalan!" Tangan kecil Felicia melambai ke arah mobil yang mengantar Vernon dan Adisti ke bandara. Adisti dan Vernon membalas lambaian itu dengan senyum bahagia. "Gonna miss you, Sweet heart!" Adisti berkata dengan senyum masih tertinggal. "Ga usah khawatir lagi. Cia bisa tinggal di mana saja dia mau. Dengan Papa dan Mama, Ayah dan Ibu, Kak Virni atau Ernita? Aman." Vernon memegang tangan Adisti dan mengusapnya dengan lembut. "Iya. Terlalu banyak cinta buat Cia. Aku ga usah khawatir. Mas Benar," ujar Adisti dengan hati lega. Bandara, lalu pesawat. Berdua dengan Vernon, ah, selalu saja penuh kejutan. Di bandara baru Adisti tahu, tujuan mereka adalah ke Jakarta. Tidak sampai tiga jam kemudian, mereka sudah sampai di tujuan, salah satu hotel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 138. Sweet Moment With You

    Adisti refleks mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan itu. Kenapa si ibu jadi mirip sama Si Bos tampan, bisa gini kelakuannya? "Haa ... haa ... Vernon benar. Kalau sedang kaget atau gugup, kamu memang lucu." Savitri menoleh pada Vernon. Apa? Vernon cerita apa saja soal Adisti pada Savitri? Degdegan makin jadi di dada Adisti. "Jujur, aku bergumul lama. Berpikir panjang dan tidak segera menjawab permintaan Vernon dan Mas Varen untuk memberi restu kalian bersama." Savitri kembali serius. "Mas Varen dan aku bicara banyak sekali. Melihat hari ini, yang telah lalu, dan nanti akan seperti apa." Adisti memandang Savitri. Ini sesuatu yang sangat penting yang dia harus pahami. "Pertama, aku harus berterima kasih pada Mbak Tya." Arah mata Savitri beralih ke sebelah kanan Adisti, pada Adistya. Wanita itu pun memandang lurus pada Savitri. "Seandainya dulu Mbak Tya bersama Mas Varen, aku tidak akan ada di sini sekarang. Bersama anak lelaki kebanggaan kami. Aku tahu, Mbak Tya begitu berj

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 137. Kejutan Apa Lagi?

    Adisti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ernita juga datang bersama dengan Felicia. "Kamu yang antar Cia ke sini? Ah, Mas Vey!" Adisti memutar badan menoleh ke arah Vernon. Pasti semua sudah Vernon atur diam-diam. "Apa? Aku? Aku kenapa?" Vernon berpura-pura bingung tak mengerti. "Makasih banyak kejutannya. Ini benar-benar hari penuh keajaiban buat aku. Makasih banyak, Mas." Adisti tersenyum lebar. Dia memeluk Ernita. Hati Adisti meluap dengan syukur. "Erni, kenalkan ibuku." Masih memeluk Ernita, Adisti mengenalkan Adistya pada sahabatnya. "Erni ini teman paling baik buat aku, Bu. Dia yang setia bantu aku." "Nak Erni. Aku Adistya. Panggil saja Ibu." Adistya tersenyum ramah. "Terima kasih banyak sudah jadi teman buat anak Ibu." "Iya, Ibu. Senang bisa kenal Ibu Adisti. Ibu sama Adis mirip banget, hee ..." Ernita tersenyum lebar. "Cia, kasih salam buat Eyang Putri," kata Vernon pada Cia. "Eyang ..." Gadis kecil itu memegang tangan Adistya dan mencium punggung tangan Adistya

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 136. Pelukan Paling Hangat

    Semua yang ada di ruangan itu tidak ada yang bicara. Bagian yang paling penting dari persidangan sedang disampaikan. Adisti makin menunduk dalam-dalam dengan debaran dan detak jantung makin kuat melaju. Adistya pun sama, tak mampu dia menahan gelisah, kuatir dengan keputusan yang akan menambah kepedihan hidupnya di masa tua. "... dinyatakan tidak melakukan semua yang dituntut oleh ..." "Disti ..." Seketika Adistya menoleh. Adisti pun dengan cepat melihat ke arah ibunya. "Kamu dengar? Ayahmu ..." Air mata mengucur dari kedua mata Adistya, tapi senyum paling bahagia bergulir di bibirnya. "Iya, Bu ... Ayah bebas ... Ayah ga bersalah ..." Butiran bening yang sedari tadi menggumpal di ujung mata Adisti, akhirnya runtuh. Adisti memeluk ibunya erat. Keduanya bertangisan tak bisa ditahan lagi. Tidak terdengar keras, tetapi isakan bergantian meluncur dari bibir ibu dan anak itu. "Sayang ..." Adisti menegakkan kepalanya. Dia melepas pelukan Adistya dan menoleh ke belakang. Vernon berdiri

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 135. Hari Itu, Akhirnya ...

    Adisti menegakkan punggungnya, menunggu putri kecilnya bicara. "Ibu ... aku ga apa-apa. Baru bangun tidur." Suara Felicia masih serak. "Ahh, syukurlah. Ibu khawatir saja, kalau kamu kenapa-napa." Adisti merasa lega dia salah mengira. Vernon dan Adistya pun ikut lega mendengar kalimat lanjutan Adisti. "Baru ditinggal belum sehari, udah kalang kabut. Yakin, mau ditinggal lama bocah cantik kesayangan ini?" Suara Ernita terdengar. Seperti biasa, ceria, sedikit tajam, tapi penuh ketulusan. "Iya, ga pernah pergi jauh dan lama. Kepikiranlah, Er." Adisti merajuk. "Udah, aman di sini. Bentar lagi mau aku ajak jalan. Ya, kan, Cia? Kita ke mana?" Ernita bicara pada Felicia. "Alun-alun! Mau belik es krim dan main di playground! Asyik!!" Suara Felicia kembali ceria. "Baiklah, selamat bersenang-senang. Jangan lupa ajak Kak Hanny, biar ga kayak monitor kumputer itu mukanya." Adisti bergurau. "Hee ... hee ... pasti. Dia akan jemput. Oke, kami siap-siap, ya? Bye, Ibu!" Ernita menutup panggilan

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 134. Keputusan Tak Terpikirkan

    Adisti seketika merasa ada titik terang hadir di depan mata. Dia berlari kecil ke arah ruang tamu. "Sayang! Kok diam?" Vernon terdengar bicara lagi. "Mas, ada tamu. Aku temui dulu. Nanti aku telpon Mas Vey." Adisti menutup telpon. Dia simpan ponsel di saku celananya. Di depannya tepat berdiri dua makhluk paling bisa dia andalkan selama ini. Hanny dan Ernita. "Kalian memang pahlawan hidupku." Adisti memandang keduanya dengan senyum lebar. "Hah?" Ernita mengangkat kedua alisnya. "Kamu sehat?" Hanny mengerutkan keningnya. "Kak Hanny ... yang makin cakep dan macho ... Ernita, sahabatku ... yang paling baik dan murah hati ..." Adisti melebarkan kedua tangan seolah ingin merangkul dua sejoli itu dengan sekali raup. "Kamu kenapa, sih? Bikin bingung tahu!" Ernita maju dua langkah dan mencermati wajah Adisti. "Aku akan jelakan. Tapi ..." Adisti memutar badan, mengambil tempat duduk di kursi yang paling dekat dengannya. Ernita ikut duduk, di samping Adisti. Hanny maju tiga langkah, bel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 133. Kabar Persidangan

    Setengah jam kemudian, Adisti kembali dengan pastel buatannya. Isi pastel sesuai yang Savitri minta, telur dan wortel. Adisti menyuguhkan di depan Savitri yang sok tidak peduli, masih sibuk dengan majalah yang dia pegang. "Bu, silakan, mumpung mash panas." Adisti meletakkan piring berisi lima pastel di meja. Tidak lupa Adisti membawa tisu dan dia taruh di sebelah piring. "Kamu bawa satu piring penuh, yakin aku cocok dengan rasa pastel kamu?" Savitri meletakkan majalah di kursi sebelahnya. Aroma khas pastel, harum semerbak di gazebo. Dari aromanya sepertinya akan nikmat. "Mudah-mudahan, Bu." Adisti masih berdiri, menunggu perintah. Savitri memungut satu pastel dengan selembar tisu. Semakin dekat hidung, semakin menggoda dari bau harumnya. Savitri menggigit bagian ujung. "Hmm ...." Savitri memggumam sementara mengunyah. Matanya sedikit melebar. "Apakah sesuai selera, Bu?" tanya Adisti. "Rasa pastel." Savitri melirik Adisti, lalu menggigit lagi pastel di tangannya. "Iya ..." Adis

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 132. Tidak Semudah Itu, Adisti!

    Savitri makin lekat menatap Adisti. Kali yang kesekian kembali mereka berhadapan dan berdebat soal Vernon. Adisti kekeh akan tetap di sisi Vernon, sedangkan Savitri juga tidak mau melunakkan hati. "Bu, saya minta maaf sekali lagi. Tetapi hati saya sudah bulat, menerima Mas Vernon. Sebelumnya juga tidak pernah terpikir oleh saya bisa mendapatkan perhatian Mas Vernon. Karena saya juga sadar, saya dan Mas Vernon seperti bumi dan langit bedanya. "Tapi, hati saya tidak bisa berbohong. Mas Vernon telah memberikan hatinya buat saya, maka saya tidak akan menyia-nyiakan itu. Saya akan menjadi pendamping yang baik. Saya janji." Adisti berkata dengan tenang dan lancar. Padahal di dadanya juga gemuruh tak bisa ditahan. "Tentu saja kamu mau, Adisti. Terlalu banyak keuntungan yang kamu dapatkan dengan bersama Vernon. Mudah sekali ditebak. Bahkan tidak perlu berpikir," ujar Savitri. Perih dan sakit mendengar itu. Tetapi Adisti tak bisa menangkis jika orang akan menilai demikian terhadap hubungann

DMCA.com Protection Status