Ray melepaskan ciumannya dengan Kiara. Ia menatap wanitanya itu.
"Ada apa?" Tanya Ray karena melihat Kiara bengong menatapnya.
"Ti-tidak..." Gumam Kiara.
Mungkin Ray heran padanya karena dicium tapi malah bengong padahal ini bukanlah ciuman spesial. Menurut asumsinya, ia sudah berkali-kali berciuman dengan Ray, mungkin saja ciuman seperti ini tidak memiliki arti apa-apa bagi Ray. Jauh berbeda dengan dirinya yang memiliki perasaan pada Ray.
Raypun menyalakan mesin mobilnya dan memulai acara 'jalan-jalan' hari ini.
"Memikirkan jauh lebih dalam lagi soal ciuman yang tak berarti apa-apa baginya, rasanya sakit. Nyeri di dada. Tuhan, kenapa aku harus jatuh cinta padanya setelah segala kegilaan yang dia berikan kepadaku?" Batin Kiara. "Ini memang tak wajar, otakku sudah error. Namun, aku akan menikmati sisa waktu bersamanya sampai saat itu tiba. Sampai saat dimana pemilik nama Rena itu datang. Nama yang dia sebut saat menikmati tubuhku dulu." Lanjut batin
Usai memastikan jika bunga yang dibeli akan dikirim ke mansion mewah milik Ray, mereka berdua kembali melanjutkan perjalan untuk jalan-jalan.Dalam perjalan di dalam mobil, suasana tetaplah sama seperti yang sudah-sudah. Tak ada pembicaraan karena ya memang pada dasarnya Kiara maupun Ray sama-sama memilih untuk mengunci rapat-rapat mulut mereka berdua.Kiara apa lagi. Wanita ayu ini memang takut pada sosok seorang Ray."Jika di suruh memilih antara terjebak berdua dengan Tuan Ray atau berdua di kandang singa, maka aku tak akan memilih keduanya. Sama-sama menakutkan. Harusnya memilih Tuan Ray itu lebih manusiawi, tapi jika orang ini diam, berasa sedang diintiminasi oleh tyranosaurus... Astaga, kenapa aku membuat pengandaian seperti ini sih? Sangat tidak sopan menyamakan manusia dengan hewan...Tuan Ray, saya minta maaf! ... Namun, andai kata laki-laki tampan ini mau buka suara seperti yang dia lakukan saat di toko, maka itu akan jauh lebih baik... Tuan Ray,
Hari semakin sore, Ray mengajak Kiara untuk kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, masihlah sama, hanya suasana diam yang tercipta. Ray fokus menyetir dan sesekali melihat Kiara yang duduk di sampingnya. Kiara duduk sambil menyandarkan kepalanya di kursi. Ia duduk miring sedikit ke arah jendela. Ketika bersimpangan dengan mobil lain atau melewati cahaya lampu jalan, Ray dapat melihat genangan air mata di mata indah Kiara. Ray juga tahu jika Kiara beberapa kali menyeka air matanya. Sesakit itu kah kehilangan anak? Sesedih itu kah kehilangan anak? Apakah anak yang dihadirkan tanpa ikatan yang resmi bisa sampai membuat seperti ini? Apakah anak yang dihadirkan atas dosa-dosa orang tuanya bisa berimbas sampai seperti ini? Ray menatap jauh jalanan di depannya. Ia melihat cahaya samar-samar lampu sorot kendaraan lain dari arah lawannya. Maklum saja, saat ini masih agak jauh dari kota. Kendaraan yang lalu lalang pun tidak banyak. Apa lagi
Kiara dan Ray keluar dari mobil, mereka berpasan dengan Ken dan Teha. "Loh, kalian baru pulang juga? Darimana? Aku kira kalian di rumah saja." Tanya Teha. "Dari jalan-jalan." Jawab Ray singkat. Ia lalu berlalu. Kiara mengikuti Ray setelah menundukan kepalanya sebagai sapaan pada Ken dan Teha. Ken dan Teha hanya saling pandang satu sama lain. "Dia kesal, kan?" Kata Teha. "Hn, Ray sedang kesal." Kata Ken. "Kenapa? Memang kita salah menyapanya ya?" Ken mengedikan bahunya. "Entahlah, seperti tidak kenal Ray saja." Teha meringis. "Bocah itu suka kesal tanpa sebab mirip cewek lagi PMS." "Kau ini suka sekali meledeknya. Jika dia mendengarmu, kau bisa mati dibunuhnya!" "Lah, Ray kan super menyayangiku, dia tidak akan tega melakukan hal itu padaku, Ken." "Kau terlalu percaya diri!" "Haha, itu aku!" ... Kiara dan Ray berjalan masuk ke dalam mansion. Mereka di sambut oleh pel
Ray mendekati Kiara dan membopong tubuh Kiara, lalu meletakkannya di ranjang. Kiara kaget bukan main akan perlakuan dari Ray.Ray mendindihnya. "Meski kau menolak pun, aku akan tetap memaksamu bercinta denganku!"...KIARA'S POVAku saat ini sudah berada di bawah Tuan Ray. Dia menahan tubuhnya jadi tak membebani tubuh rampingku.Jujur saja, aku masih sulit untuk membalas tatapan intens darinya. Tatapan itu melemahkan semua otot dan saraf tubuhku. Aku menjadi tak kuasa di hadapannya.Ahh...Dia mencium bibirku...Apa aku harus membalas ciumannya? Hari ini, aku dan dia sangat banyak melakukan adegan ciuman bibir.Aww...Tuan Ray menggigit bibirku. Dia menuntutku untuk membalas ciumannnya. Aku sudah paham akan trik yang ia gunakan ini. Dia mengiginkan ciuman yang membuatnya puas.Sial, ketika aku membalas ciumannya, jantungku berdegup kencang dan semakin kencang ketika Tuan Ray mulai bergerilya di
"Lama sekali kau itu, Kiara kita bisa telat!" Kata Yuna.Yuna memandang Kiara. Dari atas sampai ke bawah. Selain wajah yang pucat, bercak-bercak merah menghiasai leher putih Kiara.Sebagai orang yang sudah cukup dewasa, ia memahami apa yang terjadi."Sumpah demi apa! Berapa kalian melakukan hubungan sex semalam, hah? Bisa sampai seperti ini!" Tanya Yuna."Semalam hanya sekali, tapi tadi pagi yang beberapa kali." Jawab Kiara polos. Ia berjalan sedikit tertatih karena nyeri di sekujur tubuhnya terutama daerah selangkangnya.Yuna mangap. Ia merah padam juga. Bingung juga mau menanggapinya seperti apa. "Kau harusnya bisa menolaknya karena pagi ini kau harus kuliah!" Seru Yuna."Tadi pagi aku sedang mandi, Tuan Ray masuk ke kamar mandi yang tidak aku kunci untuk bunga air kecil. Aku kira usai buang air kecil, dia akan keluar, tak tahunya masuk ke tempatku mandi dan... ah itu.. dan itu pokoknya." Kini Kiara yang jadi merah padam ketika mengingat k
"Kiara..." Panggil Yuna ketika mereka berdua sedang makan bersama di kantin kampus."Ya?" Kiara sampai harus berhenti memakan mie ayam miliknya untuk mendengarkan panggilan dari Yuna. "Ada apa?" Tanyanya balik."Kita sudah berteman berapa lama?" Tanya Yuna. "Belum ada setengah tahun, kan?" Kiara nampak mengangguk akan perkataan dari Yuna. "Kau merasa ada yang... Hmm..." Yuna berkutat dengan pikirannya sendiri."Yang apa? Merasa bagaimana? ... Aku merasa beruntung bisa berteman denganmu ""Aku sangat senang mendengarnya. Namun, itu artinya juga, karena kau masuk ke keluarga ini, kau pun mengalami banyak hal yang menyakitkan. Terutama karena ulah kak Ray." Yuna berbicara hati-hati soal ini karena tidak ingin membuat Kiara sedih.Kiara segera menelan mie ayam yang baru saja ia punya, ia lalu mengambil gelas berisi es teh kemudian meminumnya perlahan. Ia merasakan dingin bercampur manis dari rasa es teh itu. Masuk ke dalam kerongkongannya dan mem
"Kenapa?" Tanya Yuna."Kenapa apanya?" Tanya Kiara balik karena tak mengerti arah pembicaraan Yuna itu kemana."Kau nampak lega. Kau bahkan sampai menghela nafas.""Ah.. Tidak apa-apa kok.""Coba aku tebak, kau lega karena kak Ray tidak menjemputmu ke kampus hari ini?"Bingo! Itu benar adanya."Begitulah. Memang kelihatan sekali ya wajah legaku ini?""Tentu! Kau senang, wajahmu akan nampak senang. Kau lega, maka wajahmu akan nampak lega juga. Itulah yang tergambar dari wajahmu. Kau hanya pribadi yang terlampau jujur akan perasaanmu sendiri." Jelas Yuna."Hm, begitukah? Aku rasa aku hanya tak bisa menyembunyikan perasaanku sendiri. Harusnya, jika aku ketakutan, aku bisa menyembunyikannya. Harusnya jika aku bersedih, aku bisa menutupinya dengan tawa... Apa itu juga nampak dengan jelas?""Ya. Kau nampak dengan jelas dengan semua itu. Tak perlu kau sembunyikan, jadilah dirimu sendiri! Jadilah Kiara dan hanya ada satu Kiara d
Masih di taman belakang mansion milik Ray..."Ah, Ano, apa Anda ingin minum sesuatu? Saya akan mengambilkannya untuk Anda." Tawar Kiara."Nanti saja, aku ingin menanam bunga." Kata Ray.Eh?Eeh?Menanam bunga?Apa lagi ini?Seorang Alvaro Rayvansha ingin menanam bunga?Kiara mengakui jika manusia siapa pun yang ada di bumi ini, berhak menanam bunga. Termasuk juga Tuan Mudanya ini, Ray. Ray itu masihlah manusia meski jiwanya isinya iblis. Seperti itulah yang ia pikirkan soal 'keanehan sikap' yang Ray tunjukkan kepada dirinya saat ini.Namun lagi, masak iya seorang Ray mau menanam bunga? Bukankah itu kotor? Bukankah itu juga akan melelahkan?Apa Ray sungguh ingin melakukannya?Melihat keseriusan Ray, Kiara pun tak mau ambil pusing. Toh ini juga merupakan bagian keinginan Ray. Tugasnya hanya mematuhi segala perintah dari Tuan Mudanya itu, kan?Kiara melepas sarung tangannya. "Tunggu sebentar, Anda harus
Apa yang baru saja dikatakan oleh Ray? Rena di luar negeri menggugurkan kandungan? Kiara yakin dengan sangat pasti bahwa dirinya dapat mendengar dengan jelas ucapannya Ray. "K-Kau..." Rena mulai terbata." Ray menatap intan ke arah Rena. "Tidak perlu berbohong kepadaku, Rena. Aku tidak sebodoh itu untuk berdiam diri dan seolah-olah tidak tahu apa-apa." "..." "Aku tahu kau ke luar negeri untuk menggugurkan kandunganmu. Aku tahu jika kau membuka selangkanganmu untuk pria-pria di luar sana. Aku tahu kau adalah wanita murahan yang selalu saja tidak cukup bermain dengan satu pria." Tubuh Rena gemetaran setelah mendengar ucapan dari Ray. "I-Itu tidaklah benar Ray. Mana mungkin aku seperti itu." Ujar Rena. Sementara itu, Kiara hanya bisa mematung di sampingnya Ray. Ia bahkan kesulitan untuk mengedipkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang suami ini. Rena pergi ke luar negeri untuk menggugurkan kandungan? Rena bermain dengan banyak pria? Apakah Ray ini tidak asal b
Time skip... "Saya tidak paham dengan apa yang terjadi. Apa maksudnya Anda meminta saya untuk kembali bertemu dengan Anda lagi? Apakah Anda sama sekali tidak puas dengan jawaban saya tempo hari? Jawaban saya akan selalu sama dan tidak akan pernah berubah! Saya tidak akan pernah mengembalikan Alvaro Rayvansha kepada Anda!" Ujar Kiara dengan sangat tegas. Ia bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya. "Aku sudah habis kesabaran. Sepertinya memang sulit berbicara baik-baik dengan dirimu, ya? Padahal, di sini dirimu lah orang ketiga di antara aku dan juga Ray. Seharusnya kamu itu sadar diri, harusnya kau pergi setelah pemilik hati asli Ray kembali!" Kata Rena tak mau kalah. "Pemilik asli hati Ray?" Kiara menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya tertawa lebar setelahnya. "Ha hahahah, jangan bercanda! Mantan kekasih Anda itu sudah mengganti pemilik hatinya. Pemilik hatinya bukan lagi Anda, tetapi saya, istri sahnya!" Rena mencengkram kain pakaiannya. "Itu jelas tidak mungkin!" "Terse
Beberapa waktu kemudian...Dapur mansion milik Ray..."Bibi Willy, tolong jangan berpikiran yang tidak-tidak, ya? Aku sendiri benar-benar kesulitan untuk mengusir diri Tuan Ray..." Ujar Kiara.Mengusir Ray?Yang benar saja!Namun, mengusir di sini bukanlah mengusir dalam artian yang buruk. Jadi ceritanya, usai sore yang panas tadi, Kiara memutuskan untuk ikut membantu memasak makan malam. Meskipun bisa dikatakan dirinya sekarang sudah menjadi nyonya rumah dari mansion mewah ini, tetapi dirinya masih sering melakukan aktivitas seperti yang biasa dirinya lakukan sebelum menikah dengan Ray.Ketika ia sedang memasak, suaminya yang seenaknya saja itu selalu saja mengikuti dirinya, terhitung sejak mandi bersama tadi. Ray bagaikan perangko yang tidak mau lepas dari amplopnya. Lalu, lihat apa yang dilakukan oleh Ray saat ini. Pria iblis ini sedang memeluk Kiara dari belakang, tak mau melepaskannya, padahal di situ Kiara sedang memasak dan ada bibi Willy juga!"Tidak masalah Kiara... Tuan Ray
Kiara menata nafas dan detak jantungnya. Ia harus segera mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di dalam otaknya ini. "A-Apakah kehadiran saya di dalam hidup Anda hanya untuk tempat buang sperma Anda?" Tanya Kiara hati-hati "Hah?" Ray cengo. Pertanyaan macam apa ini? "A-Ampun, m-maafkan saya... Tolong jangan marah dengan pertanyaan dari saya ini..." Kiara terlihat ketakutan.Ray menghela nafas."Tak bisakah kau menatapku dengan benar? Aku rasa kita seharusnya tidak seasing ini." Ujar Ray.Kiara mencoba menatap Ray, ragu-ragu. Cukup tak menyangka juga apabila Ray akan berkata seperti itu. Bahkan, nadanya terdengar cukup serius.Lalu, tangan kekar tapi kurus itu menyebut lembut pipi hangat Kiara."..." Kiara bingung harus menanggapinya seperti apa.Ray terlalu berbeda."Kalau kau butuh jawaban dari pertanyaanmu, seharusnya kau bisa menatapku dengan benar, kan?""Tapi Anda menyeramkan..."Jawaban polos Kiara hampir saja membuat Ray terjungkal."Dengar, aku memang tidak pandai bersik
"Gilaaa! Dosa apa kau ini sebenarnya, hah? Sudah keluarga hancur, jatuh miskin, diperkosa, kini giliran mau bahagia, malah mantan pacar suami muncul dan mengganggu... Tch, seharusnya aku menikah dengan seorang pria yang sudah selesai dengan masa lalunya! Sialan, sudah lama aku tak sekesal ini!" Kiara terus saja menggerutu usai pertemuannya dengan Rena. Bahkan, ia menjadi tak semangat untuk melanjutkan PKL nya di kantor. Alhasil, ia memilih untuk izin pulang cepat. Harusnya tidak boleh, tapi ia memanfaatkan koneksinya dengan sang pemilik perusahaan untuk bisa izin pulang. Tentu saja ia memakai alasan karena tidak enak badan. Sebenarnya bukan sebuah kebohongan, ia memang pusing, meski bukan pusing karena sakit medis. "Kiara kemana? Aku tidak melihatnya di meja kerjanya?" Tanya Ray pada Ken sehabis dari pertemuan bisnis di luar kantor. "Kau tidak dikirimi pesan sama Kiara?" "?" Ray menaikan sebelah alisnya tanda tidak tahu apa-apa. "Tadi usai jam istirahat siang, dia memint
"Jika aku bilang aku ingin kau mengembalikan Ray padaku, bagaimana?" Ujar Rena "Eh?" Permintaan apa ini? Kiara sampai harus memiringkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari wanita yang dulu menjadi kekasihnya Ray. Harus menjawab seperti apa apabila diberi pertanyaan seperti itu? Di sini, yang diminta itu adalah dirinya yang merupakan istrinya Ray! Seorang mantan kekasih meminta kembali suaminya? Wah, sekonyol apa pemikiran dari Rena ini sebenarnya? "Kau pasti syok mendengar permintaan dari diriku, kan? Aku bisa mengerti karena dia sekarang sudah menjadi suamimu. Cukup tidak wajar bagi seorang mantan kekasih seperti diriku meminta suami dari istrinya seperti ini. Namun, aku benar-benar tidak bisa menyerah akan Ray.""Cukup tidak wajar?" Kiara kembali tidak habis pikir. "Permintaan dari Anda ini benar-benar sangat tidak wajar! Anda adalah wanita teraneh yang pernah saya temui di dalam hidup saya." Kata Kiara."Kau boleh menganggap diriku seperti apapun itu. Namun, Ray lebih
Waktu berganti, diketahui jika Rena pun sudah pergi dari kantornya Ray. Kiara sendiri, ia berpura-pura tidur sebentar dan keluar dari kamar setelahnya. Ia diajak makan siang bersama oleh Ray dan ia mengiyakan begitu saja. Tentu, ia tidak membahas apapun soal pembicaraan Ray dengan Rena. Lagipula, Ray sendiri juga bungkam akan hal itu. Ray bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Pria dingin ini juga tidak berniat membicarakan Rena pada Kiara. Jadi, buat apa Kiara mempertanyakannya, kan? "Saya akan kembali bekerja. Permisi..." Ujar Kiara. "Hn. Nanti pulang bersama." Kata Ray. "Ya." Dan waktu juga berlalu begitu saja. Hingga waktu bekerja selesai, lalu pulang setelahnya, tidak ada pembicaraan berarti di antara sepasang suami istri yang baru menikah ini. Malah, lebih banyak diamnya, terutama ketika mereka berdua dalam perjalanan pulang ke rumah. Ah, mobil pun terasa begitu sunyi. Itu tandanya memang tidak ada pembahasan apapun selama perjalanan pulang itu. Entahlah, keduanya s
Sebenarnya, Ray cukup kaget karena tiba-tiba saja wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya ini menampakan diri di hadapannya, tanpa diundang oleh dirinya tentunya. Hanya saja, pria tampan ini sangat pandai untuk mengendalikan ekspresi wajahnya, sehingga meskipun dirinya kaget, tetapi ekspresi seperti itu tidak akan terlihat oleh siapapun. Termasuk Rena.Ray terlihat mengendorkan kerah kemejanya yang sedari tadi terasa begitu mencekik leher. Mata sayunya yang penuh dengan tatapan dingin itu terus saja mengawasi Rena."Aku tidak suka diberi tatapan dingin seperti itu, Ray... Aku merasa tidak nyaman karenanya." Ujar Rena tanpa basa-basi langsung mengutarakan apa yang dirinya rasakan.Tentu saja Ray langsung mengabaikannya."Aku dapat mengingat dengan jelas bahwa aku tidak pernah sekalipun mengirim undangan pada dirimu untuk datang kemari." Kata Ray yang masih setia dengan mimik wajahnya yang datar.Darimana Rena tahu jika dirinya 'bekerja' di Syailendra Group?"Ayolah, tentu saja aku
"Hmm, laporan ini bisa diterima. Aku bisa memahaminya dengan baik karena ini lumayan mudah dimengerti. Kau sudah berhasil dalam membuat laporan, Kiara. Kau lulus!" Ujar Ray usai memeriksa laporan yang Kiara bawa untuk dirinya."...""Kenapa hanya diam saja? Bukankah aku baru saja memberikan pujian yang baik untuk dirimu? Kau tidak senang mendapatkan pujian dari diriku? Bahkan sekedar ucapan terima kasih saja, itu juga tidak keluar dari mulutmu. Sungguh, ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Sambung Ray lagi.Sang istri, Kiara pun akhirnya menghela nafasnya, dan apa yang dirinya lakukan ini membuat suaminya tidak suka."Hei, perhatikan sikapmu, Kiara!""Yang seharusnya memperhatikan sikap itu adalah Anda, Tuan Ray!" Seru Kiara."Aku sudah bersikap dengan benar, tidak perlu diperhatikan lagi.""Sudah bersikap dengan benar apanya? Apa-apaan ini, Tuan Ray? Anda tidak mau melepaskan saya dari pangkuan Anda!"Kiara sebenarnya merasa risih karena sedari tadi dirinya berada di dalam pangku