Jam istirahat, aku makan siang di pantry area. Setelah menikah dengan Farida, aku selalu membawa bekal, tidak pernah lagi membeli makan di kantin pabrik. Aku menatap makananku tak bersemangat. Hilang nafsu makanku setelah diceramahi panjang lebar Pak Mulyo tadi."Ngapa itu muka, kusut bener!" ucap Santo yang datang bersama Malik. Mereka duduk di hadapanku.Sama sepertiku, Santo juga membawa bekal. Tapi kadang-kadang, ia masih suka jajan di kantin. Sedangkan Malik, dia kadang menitip masakan jadi pada Santo. Atau membeli makan siang di kantin pabrik. Begitulah nasibnya yang masih bujangan."Diamuk bapaknya, To!" Malik menjawab cepat."Gara-gara?" Santo bertanya penasaran."Kemaren gak masuk," jawab Malik."Gemblung! Kemaren kerjaan lagi banyak malah gak masuk. Rasain! Pantesan kemaren gue gak liat," ledek Santo.Aku mendecak. Bukan prihatin dengan keadaan temannya, malah asik meledek. Sial.Aku tak menanggapi mereka, hanya mengaduk-aduk makanan yang ada ada dalam wadah bekal.Santo me
"Dek, Bu RT mau apa malam-malam kemari?" Aku bertanya pada Farida. Ia sedang melepas kerudungnya di depan cermin meja rias. Sementara aku sedang bersandar di atas kasur."Oh, besok pagi aku diminta masak, cucunya mau syukuran ulang tahun." Farida menjawab sambil menyisir rambutnya yang hitam tebal."Cucunya yang mana?""Alisa.""Anaknya si Fahri?Farida mengangguk."Berapa tahun emangnya?""Satu tahun.""Dek, dulu si Fahri nikahnya beda seminggu dengan pernikahan kita. Tapi dia sudah lebih dulu punya anak.""Ya, udah waktunya, Mas.""Kita kapan ya, Dek, punya anaknya?"Farida tidak menjawab, masih menyisir rambutnya karena memang panjang. Ya, sudah dua tahun aku dan Farida menikah namun belum ada tanda-tanda Farida hamil."Dek …""Hmmm."Aku beranjak ke bibir ranjang, duduk di belakang Farida yang masih di depan cermin rias."Tanggung jawab, Dek," ujarku.Seketika Farida memutar badannya. "Tanggung jawab apa?"Aku menunjuk bibirku. "Nih!"Farida mengulum senyumnya. Kemudian ia berbali
Aku sampai rumah jam tujuh malam. Selesai mandi dan makan malam, kini aku duduk sendirian di atas kasur dalam kamarku. Farida sedang menonton televisi. Entah apa yang dia tonton, sampai tertawa-tawa.Pikiranku teringat kembali dengan kejadian tadi dengan Rindu. Ia menangis sesenggukan sambil memelukku, tapi tidak mengatakan apapun. Terkadang, wanita adalah makhluk yang paling sulit dimengerti. Mereka selalu mengatakan kalau lelaki adalah makhluk yang tidak peka. Mereka, para wanita, selalu ingin dimengerti oleh lelaki tanpa mereka katakan apa maunya.Mereka inginnya lelaki mengerti tanpa mereka ucapkan apa keinginannya. Apa mereka pikir, lelaki itu punya kemampuan menembus dan membaca hati wanita?Karena Rindu hanya terus menangis tanpa mengatakan apa pun, terpaksa aku mendorong tubuhnya agar tidak terus-menerus memelukku. Setelah berhasil melepaskan pelukannya, aku lalu menaiki motorku. Aku tinggalkan dia sendirian yang masih duduk.Hingga dia berteriak memanggilku yang berlalu de
"Dek, kamu beli mesin cuci?" tanya Mas Risfan, suamiku. Jam 7 malam, ia baru selesai mandi. Mungkin saat mandi tadi ia melihat ada mesin cuci di kamar mandi."Kredit, Mas," jawabku malas.Mas Risfan lalu menghempaskan bobotnya di hadapanku yang sedang menghitung uang hasil jualan hari ini."Mas, mana uang ganti paket waktu itu? Sampai sekarang belum diganti juga?" pintaku setelah selesai menghitung."Nanti, Dek. Uangmu itu masih banyak! Ditambah uang bulanan dari, Mas! Gak usahlah nagih-nagih uang yang cuma 150!" jawabnya enteng."Gak usah nagih gimana? Itu uangku, hasil jualanku, buat putar modal, Mas! Tapi sekarang aku butuh uangnya buat nambahin DP mesin cuci itu!" jelasku."Memang berapa DP nya?" tanyanya lagi."300 ribu, Mas, soalnya lagi ada promo. Uangku buat DP kurang 150, makanya cepat Mas ganti!" sahutku."Pakai uang yang ada dulu, Dek, apa susahnya? Mas juga sudah kasih uang bulanan, pakai itu dulu, Dek!"Aku mendelik. "Ini buat belanja lagi, Mas!""Kalau gak ada uangnya, b
POV Risfan———Kapan lagi kutulis untukmuTulisan tulisan indahku yang duluPernah warnai duniaPuisi terindahku hanya untukmuMungkinkah kau 'kan kembali lagiMenemaniku menulis lagiKita arungi bersamaPuisi terindahku hanya untuk...mu———Suara Malik sedang bernyanyi di iringi petikan gitar, membuatku dan Santo saling menoleh. Baru kali ini aku dan juga Santo mendengar suara Malik. Bagus juga ternyata suaranya.Minggu siang ini, aku dan Santo berniat ke rumahku untuk bermain Ps. Di tengah perjalanan menuju rumahku Santo memintaku untuk mengajak Malik sekalian."Suara lu bagus juga, Lik?" ucap Santo. Pintu kontrakan Malik yang terbuka membuatku dan Santo masuk begitu saja.Malik hanya tersenyum sambil menyimpan gitarnya."Tapi lagunya sedih, lu galau? Lu 'kan jomblo, mana ada jomblo galau?" Santo meledek."Terserah gue lah!""Emang lu galauin sapa, sih?" tanya Santo."Ya, galauin mantannya itu, To!" selaku."Daripada galau, mending lu ikut ke rumah si Risfan, kita tanding Ps!" ajak
"Dek, mau kemana?" Aku bertanya heran. Farida keluar kamar dengan membawa tas pakaian."Ke kampung, Mas," jawabnya."Loh, kok, mendadak? Memangnya ada apa?""Gak ada apa-apa, aku hanya rindu Emak sama Abah, Mas.""Tapi, Dek, ini sudah jam 8 malam, ke sana butuh waktu 4 jam, Mas juga belum izin kalo besok gak masuk ker—""Aku pulang sendiri, Mas!"Aku mengernyit. "Mana berani kamu, Dek?"Farida tak menggubris ucapanku."Dek, pulang besok saja, biar pagi-pagi Mas antar kamu ke terminal," ucapku lagi."Aku bisa sendiri, aku pergi dulu, Mas!" pamitnya seraya keluar.Aku hanya melongo di kursi ruang tamu. Tak seperti biasanya. Jika pergi, Farida selalu meminta izinku dan mencium tanganku, tapi barusan, ia pamit begitu saja. Bukan tak ingin mengejarnya, tapi aku lelah baru pulang dari pabrik karena ada lembur. Kenapa lagi istriku ini?Tiga hari Farida menutup warungnya, terakhir berjualan ialah hari Minggu saat Santo main ke rumah. Kuperhatikan tiga hari kebelakang, ia hanya meringkuk dalam
Aku mematikan layar komputer yang kupakai bekerja. Sudah jam 5 sore, waktunya pulang.Kucabut ponsel yang baru sempat di charge, setelah mati dari siang tadi. Kemudian mengaktifkannya dan kumasukkan ke dalam saku celana.Drrt! Drrt!Baru saja melangkah hendak meninggalkan ruang kerja, tiba-tiba ponsel dalam saku celana bergetar.Aku menghentikan langkah lalu merogoh ponsel. Kulihat, ada inbox masuk di akun F milikku. Rupanya aku belum mematikan data selulernya. Kemudian aku membuka aplikasi berlogo F itu, dan ternyata Rindu yang mengirim.pesan.Dia ini masih tidak berhenti mengejarku. Masih terus saja mengirimku pesan lewat aplikasi, padahal sudah jelas-jelas aku menolaknya tempo hari. Sekarang mengirim apa lagi dia ini?Aku coba membuka pesan yang dikirim olehnya. Mataku membelalak begitu melihat pesan yang dikirim Rindu.Rasanya sesak dadaku. Pesannya berupa sebuah foto yang menampilkan Farida sedang menangis di dada Malik, dan Malik memeluknya.Kuperhatikan foto ini dengan seksama
Aku duduk frustasi di tepi ranjang. Siapa yang sudah mengambil fotoku dengan Rindu, saat Rindu tengah memelukku sambil menangis di Taman Flaminggo lalu mengirimnya pada Farida?Padahal aku sama sekali tidak membalas pelukannya. Aku justru berusaha melepaskan pelukannya. Farida benar-benar sudah salah paham.Aku menangkup wajah dengan kedua tangan. Pikiranku kacau. Tiba-tiba ponselku di atas ranjang bergetar, rupanya panggilan masuk dari Mbak Eka, ku abaikan saja. Hingga Mbak Eka kembali menghubungi beberapa kali dan tetap ku abaikan.Tok tok tok! Tok tok tok!Seseorang setengah menggedor pintu. Hhh … malas aku membukanya, tapi dibiarkan gedorannnya malah semakin keras.Gontai aku melangkah, lalu membukakan pintu. Rupanya, Mila. Mau apa dia mengetuk pintu seperti orang keset*nan seperti tadi."Apa sih? Berisik!"Bugghh!Tiba-tiba saja Mila mendaratkan tinju di perutku, membuatku terjatuh karena tidak siap dengan tinju darinya. Memang sudah tidak waras dia ini.Aku hanya mampu memegangi
(Ending)POV Risfan************"Bu Riana belum sadarkan diri, Pak. Denyut jantungnya semakin melemah. Doakan yang terbaik untuk istrinya, Pak!" Seorang perawat wanita mengabariku tentang kondisi Riana. Lalu ia pergi meninggalkanku sendiri.Sebulan yang lalu, Riana melahirkan lewat operasi. Kini, bayiku tengah tergolek lemah dalam inkubator. Aku tengah melihatnya dari luar lewat kaca besar ini. Aku mengusap ujung mataku yang berair.Aku menatap lekat bayi mungil itu. Bayi lelaki yang lahir prematur dalam usia 7 bulan. Setelah berusaha sekuat yang aku dan Riana mampu, Riana akhirnya dinyatakan hamil di usia pernikahan ke-3 tahun. Kondisinya saat hamil sangat lemah. Ia diharuskan bedrest dan tidak boleh terlalu lelah. Semua pekerjaan rumah, aku yang turun tangan.Setelah operasi selesai, Riana tak sadarkan diri. Ia mengalami perdarahan hebat. Hatiku mencelos melihat kondisinya dan juga kondisi bayiku. Apa yang bisa kulakukan agar aku bisa segera mendekap mereka? Setiap saat aku tak hent
POV RisfanAku mematut diri di depan cermin. Pantulan wajahku terlihat begitu menawan dengan tuxedo hitam yang kupakai saat ini.Aku sudah mengikhlaskan Farida dengan Malik. Keikhlasan itu, Tuhan ganti dengan mengirim seorang gadis jelita yang kini akan menjadi pendamping hidupku.Tuhan memang begitu baik pada setiap hamba-Nya. Tuhan memberiku pelajaran yang amat berharga. Kehilangan Farida, kehilangan uangku, motor, dan pekerjaan. Tuhan benar-benar menegurku yang sudah dzolim pada Farida dulu.Sekarang aku akan melepas masa sendiri ini. Kali ini, aku tidak asal-asalan lagi seperti dulu aku terburu-buru menikahi Safira. Pernikahanku kali ini, direstui kedua kakakku dan mereka sudah hadir dari seminggu yang lalu untuk membantu mengurus persiapan pesta pernikahanku.Aku akan menggelar pesta pernikahan di aula hotel di kota ini. Gadis yang aku nikahi, bukan gadis sembaranganan. Dia anak dari pemilik perusahaan jasa ekspedisi tempatku bekerja.Satu tahun aku bekerja di sana. Kinerjaku ya
POV Risfan*****Aku sudah mendapatkan pekerjaan di perusahaan jasa ekspedisi, namun ditempatkan di cabang yang baru. Tempatnya hanya berupa ruko 3 tingkat. Lantai bawah sebagia tempat pelayanan. Lantai dua berfungsi sebagai kantor dan paling atas hanya roof top.Entah kebetulan atau apa, cabang baru yang menjadi tempatku bekerja ternyata bersebrangan langsung dengan ruko Farida. Saat pertama kali bekerja aku langsung menyadarinya. Namun, ruko Farida tutup satu minggu lamanya dan aku baru ingat. Kalau kemarinnya Farida menikah dengan Malik.Tentu saja caffe-nya tutup selama satu minggu. Pastinya mereka sedang berbulan madu. Memasuki minggu kedua aku bekerja, barulah caffe Farida dibuka.Setelah rukonya ditempati kembali, aku yang bekerja di lantai dua, sesekali tak sengaja, mendapati Malik dengan mesranya memeluk Farida di teras lantai dua.Bukan hanya hati yang panas tapi mata pun turut panas. Rasanya lahar air mata ingin menyembur keluar andai tak dikendalikan. Mereka tidak mengetah
Istriku Yang Mulai MandiriBab.43POV MalikAku bersama istriku sudah kembali ke kota. Aku dan Farida kini tinggal di ruko dua lantai yang pembayarannya diangsur selama 3 tahun.Aku pun sudah mulai bekerja kembali di pabrik setelah masa cuti selesai. Farida sudah mulai membuka caffe-nya kembali dan berjualan seperti biasa.Aku bekerja di bagian gudang. Gajiku hanya sebesar 3,8 juta per bulannya. Kalaupun dapat bonus, maka menjadi 4,2 juta saja. Cukup jauh dibanding gaji Risfan dulu yang seorang staff apalagi Santo yang sebagai Kepala Produksi. Namun, berapapun itu, aku selalu mensyukurinya.Seperti biasa, aku bangun pukul 3 dini hari. Setelah ibadah sunnah kadang aku tidur lagi kadang pula kuat hingga subuh tiba. Seperti sekarang, selesai salat tahajjud 2 raka'at, aku lantas merendam pakaian dalam ember. Tentunya pakaianku juga Farida. Sesudah 10 menit direndam, aku mulai mencucinya secara manual.Katanya sih, Farida saat masih dengan Risfan mengambil kredit satu mesin cuci. Namun, ba
Istriku Yang Mulai MandiriBab.42POV MalikAku membuka mata pelan. Kudapati sosok istriku masih terlelap di sampingku dengan selimut menutupi tubuhnya. Bukan, bukan hanya tubuhnya, tapi tubuhku juga.Kuraba ponsel di atas nakas, pukul 3 dini hari dan kuletakan kembali. Setelah kesadaranku penuh, ku pungut baju yang terserak di bawah tempat tidur lalu memakainya.Cepat aku ke kamar mandi dan mensucikan diri. Aku sudah tidak perjaka lagi. Namun, sungguh aku bahagia. Keperjakaan ini, aku lepas bersama bidadariku.Selesai membersihkan diri dan berpakaian yang bersih. Aku lalu menggelar sajadah dan menunaikan shalat sunnah tahajjud.Setelah salam, aku menengadahkan kedua tangan."Ya Allah … kutitipkan segenap rasa yang tumbuh dan selalu bermekaran untuk istriku ini kepada-Mu.""Teguhkan rasa cinta ini di atas agama-Mu … anugerah kan dalam keluarga kami, keturunan yang saleh dan salehah.""Di ridhoi-lah rumah tangga yang mulai kami bina ini. Jadikanlah aku, imam yang mampu menuntun makmumn
Istriku Yang Mulai MandiriBab.41POV Malik*******Selesai shalat shubuh, aku kembali ke rumah Emak mertua. Pabrik memberikan cuti satu minggu dan aku berencana kembali ke kota hari Sabtu nanti.Jadi, aku akan menikmati masa pengantin dengan istri cantikku di kampung. Karena cuaca di kampung sangat dingin. Pas untuk pasangan pengantin baru sepertiku.Seperti sekarang, aku tengah duduk menghadap tungku api. Hangat bukan?Malam pertama semalam, ku lewati dengan tidur saling memeluk sampai subuh tadi. Belum beranjak ke adegan lebih dewasa. Keperjakaan ku masih tersegel.Rumah Emak mertuaku ini sama seperti rumah Emak. Bagian depan rumah ini sudah berdinding tembok dengan lantai keramik.Namun untuk bagian dapur, dinding dan alasnya masih dari belahan bambu atau biasa disebut 'palupuh'. Memasak juga masih menggunakan tungku kayu bakar. Kompor gas hanya yang satu tungku, dan kadang-kadang digunakan. Kamar mandi juga masih berada di luar.Farida tiba-tiba masuk ke dapur, ia lalu menuangka
Istriku Yang Mulai MandiriBab.40POV Malik*********"Saya terima nikah dan kawinnya Farida Nursyifa Binti Nasir dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 10 gram dibayar tunai.""Bagaimana saksi?""SAH!""Alhamdulillah ….""Barakallahu lakuma wa baraka alaikuma wa jama'a bainakuma fii khair …."Aku mengusapkan kedua telapak tangan pada wajah. Resmi sudah aku mengikat Farida dalam ikatan suci dan halal, pernikahan.Selesai berdoa, Farida mencium punggung tanganku. Lantas aku pun mengecup keningnya. Ku kecup dalam sembari membacakan doa.Ini pertama kalinya, aku benar-benar bersentuhan. Membuat jantung rasanya ingin melompat saja, karena berdebar kuat.Ya, hari ini aku dan Farida resmi menikah. Kami menikah di kampung, di rumah Farida. Hanya menggelar syukuran. Tidak ada pesta.Namun, acara tetap terasa begitu khidmat. Teman-teman kerjaku di bagian gudang menyempatkan untuk datang. Juga dengan teman-teman Farida.Selesai ijab qobul dan sungkeman, para tamu lantas dipersilahkan
POV Risfan🌹🌹🌹Pagi ini aku sedang mengepel di pantry area. Sudah 4 bulan aku menjalani pekerjaan ini. Rasanya sudah seperti setahun. Mungkin Tuhan sedang menguji kesabaranku lewat pekerjaan ini.Beberapa orang karyawan yang tengah dalam masa pelatihan, sedang berkumpul dan menikmati sarapan pagi mereka di teras pantry. Karena bagian dalamnya masih aku pel.Melihat mereka dengan seragam pelatihan, membuatku terpaksa mengingat Rindu. Setelah saat itu aku memblok akunnya, aku tidak lagi berinteraksi dengannya.Saat aku mencarinya untuk membuat perhitungan karena dia penyebab keributan rumah tanggaku dulu. Namun, ia sudah tidak lagi nampak di pabrik ini.Kutanyakan pada beberapa karyawan lain, ternyata Rindu keluar tanpa kabar dan tanpa surat pengunduran diri. Mereka tidak tahu alasan Rindu keluar dari pabrik.Lantas aku mencarinya ke rumah yang katanya ditempati oleh Rindu. Nihil, rumah itu juga kosong. Para tetangga bilang, Rindu ditarik paksa oleh seorang lelaki yang mengaku sebaga
Istriku Yang Mulai MandiriBab.38******Hatiku terbakar hebat. Di depan sana, Malik berlutut di hadapan Farida dengan kotak kecil di tangannya. Setelah sebelumnya, ia bernyanyi dengan petikan gitarnya.Farida belum bereaksi. Ia masih diam di tempatnya. Aku berharap, dia tidak menerima Malik. Karena aku di sini kembali untuknya.Para tamu undangan bersorak, agar Farida menerima Malik. Hanya aku dan Santo yang masih terkejut dengan semua ini.Terlihat Mila berbisik pada Farida. Namun, untuk beberapa saat, Farida masih terdiam.Aku hendak beranjak. Namun, belum sempat tubuhku tegak, Santo menahan pergerakanku."Lu mau ke mana?" tanyanya pelan."Ke sana, To.""Mau apa? Duduk! Lu jangan coba-coba bikin kacau!" sergahnya.Aku kembali menghempaskan bobotku di kursi. Aku mendengkus. "Ini gak bisa dibiarin, To.""Kenapa gak bisa?""Farida itu mantan istri gue, To. Si Malik itu, temen kita. Temen gue. Walaupun sekarang, sih, emang udah kayak orang asing. Tapi, kita dulu temenan, To. Temen ba i