Rasanya dunia ini seakan runtuh. Tak peduli dengan jam kantor yang masih lama aku mengejar Alya yang sudah naik taksi. Tak kupedulikan Sukma di ruanganku."Dave ... maafkan aku ...." Sukma terlihat tegang karena melihat Alya yang marah dan pergi. Namun, Semuanya sudah terlambat tak bisa lagi diulang.Aku tak menjawab dan segera mengejar Alya."Ada apa, Bro?" Fery bertanya melihatku yang tergopoh-gopoh mengejar Alya. "Aku izin, Fer," jawabku. Untuk kedua kalinya aku melakukan hal yang membuat Alya marah. Mungkin kata maaf sudah tak ada lagi untukku. Kurasa kali ini Alya akan pergi selama-lamanya. Dan entah bagaimana nasib pernikahan ini.Kulihat taksi berhenti di depan rumah. Itu berarti Alya baru pulang. "Alya ... Kumohon jangan pergi ...." Alya sedang membereskan pakaian yang akan dibawa. Dia tidak terlihat marah, tapi tetap santai memasukkan pakaiannya ke dalam tas yang akan dibawa."Alya ... percayalah ...." Aku duduk dibawahnya. Kupegang tangannya tanpa ada rasa malu yang kuras
Kata maaf sepertinya sudah tak mampu meluluhkan hati Alya. Wanita yang pernah aku sia-siakan. Wanita yang pernah aku anggap remeh berjalan lurus tanpa menolehku sedikit pun. Tak ada lagi hal yang bisa aku lakukan selain penyesalan yang mendalam. "Dave ...." Tiba-tiba bahuku ditepuk oleh orang yang tak asing. "Satrio?" "Iya, aku Satrio, Dave. Ngapain disini malam-malam?" tanyanya heran. Setidaknya ada sesuatu yang membuatku bahagia. Rio berada di apartemen ini. "Mengunjungi istriku." "Yang mana?" "Itu ... yang berjalan lurus." Satrio melihat Alya yang dijaga oleh pengawa
Jatuh cinta itu yang berat ketika kamu dikecewakan dan mengecewakan. Sama-sama terluka. Apalagi sebuah pernikahan yang harusnya seumur hidup bersama.Ting. Satu notifikasi pesan yang masuk dari Fery.[Bro, apa kabar? Usahakan besok masuk, banyak yang ingin menggesermu karena dua hari tanpa keterangan. Aku tahu perjuanganmu bisa sampai jadi manager karena prestasimu. Jangan sampai orang yang iri denganmu mengambil kesempatan ini.][Terima kasih, bro.] send."Dari siapa?" tanya ibu."Teman kantor. Banyak yang menginginkan Dave mundur hanya karena dua hari tidak masuk.""Ibu tahu kamu masih terluka, tapi masuklah. Terlepas bagaimana selanjutnya itu memang salahmu tanpa kabar dua hari," jawab ibu."Dave ingin menghilang saja, bu. Rasa bersalah ini menghantuiku.""Itu bukan cara laki-laki sejati menyelesaikan masalah. Selama i
"Apa pintu maaf itu sudah tertutup olehmu, Alya?" Aku memberanikan diri untuk bertanya. Sebelum aku benar-benar menyesali semua ini."Pintu maaf itu sudah kubuka, tapi tak satu pun abang indahi segala rasa di hatiku. Jika abang bertanya apa aku tidak punya hati? Yang jelas disini aku terluka dibuat olehmu."Rasanya layangan putus itu benar adanya. Alya mantap ingin berpisah denganku."Kita menikah dengan baik-baik, bang. Mari kita berpisah baik-baik."Bolehkah aku berteriak jika aku tak ingin berpisah dengannya."Aku tak ingin berpisah denganmu, Al." Aku bahkan tak berani memandang wajahnya."Nyatanya ini yang terbaik untuk kita."Aku kehabisan kata-kata ketika memegang surat dari pengadilan ini. Rasanya h
Rasanya aku tidur sangat lama, kulihat ada inpus ditanganku. Namun, bedanya aku berada di ruangan yang begitu luas bukan di rumah sakit."Alhamdulillah akhirnya kamu sadar, Dave," ucap ibu yang langsung memelukku. Kepalaku masih berat, tapi aku sadar kejadian apa yang menimpaku.Alya terlihat akrab dengan dokter Nu Nu itu."Akhirnya abang tersayang sadar juga." Alya langsung menepuk bahu dokter itu. Jujur aku cemburu, aku bahkan tak seakrab itu dengannya. Sementara dengan si Nu Nu Alya begitu akrab tanpa ada sekat diantara mereka."Ibu sejak kapan di sini?" tanyaku. Ibu terlihat panik melihat keadaanku."Sejak kamu pingsan, Alya langsung menghubungi ibu," jawab ibu."Maafkan Dave, selalu merepotkan ibu.""
Tak sabar aku langsung membalas pesan dari Alya. Jika ada kesempatan harus cepat kita ambil. Masih berharap Alya berubah pikiran. 'Terima kasih, Al.'Namun, sayang hanya centang biru, padahal aku sudah bolak balik seperti setrikah. Bahagia? Iya, aku sungguh bahagia Alya masih peduli denganku. Terutama dia mau membuka blokiran pada nomor ponselku. Jujur tanganku sudah tak sabar ingin memanggil nomornya. Namun, kutahan. Tidak mungkin dia mau mengangkat, tapi rasa penasaran ini membuatku tak bisa tidur.Kutekan nomornya berkali-kali untuk melakukan panggilan. Namun, sayangnya Alya tak menanggapi sama sekali.Aku yakin semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Namun, sebagian orang tidak mudah memaafkan kesalahan yang membuat dirinya terluka. Termasuk Alya yang teguh dengan pendirian meski aku berlutut sekali pun.****Suasana hati yang semakin baik membuat tubuhku juga ikut sehat. Meski Alya tak menanggapi, tapi setidaknya dia masih peduli denganku. Hanya dia peduli saja rasanya te
Hari-hariku dihantui dengan kehadiran bu Misye yang terus menerorku setiap hari. Dia bahkan sudah tahu kelemahanku saat ini. "Aku tahu kamu simpanan pak Ridho," ucap bu Misye. Jujur aku gugup, tapi berusaha untuk tenang."Sangat gampang bagiku memviralkan kalian berdua karena aku memiliki video kalian berdua," ucapnya lagi. Kali ini aku tidak bisa mengelak, tanganku gemetar."Tapi semuanya akan saya tutup jika kamu membantuku." Lagi dia menekanku."Apa itu, bu?" tanyaku. Aku mulai melemah."Aku sudah menghubungi suamiku untuk memindahkanmu ke cabang yang ada pak Dave Abimamyu. Bukannya kamu mantannya dulu." Dadaku naik turun, Dave adalah mantan yang begitu perhitungan ketika pacaran dulu. Meski begitu dia tidak pernah menodaiku apalagi menyakitiku. Justru sebaliknya aku yang sering menyakitinya."Kamu buat seolah-olah Dave kembali padamu agar istrinya yang sok itu marah besar pada Dave. Dari dulu aku tidak suka dengan Dave karena posisi dia suamiku tidak aman, kabarnya Dave akan dija
Akhirnya Dave masuk ke kantor setelah izin dua hari, kubuang rasa maluku agar misiku berhasil. Bu Misye terus menerorku. Benar-benar meresahkan yang namanya bu Misye ini. Kulakukan misiku, tapi Dave masih cuek. Berapa kali aku mengganggunya, dia masih tidak menganggapku ada. Aku sempat ingin menyerah, karena sepertinya Dave tidak sudah melupakan masa lalu. Hingga aku punya ide membeli makanan di restorant terdekat dengan meminta bantuan temanku. "Ros, pesankan aku makanan di tempat biasa, ambil yang paling enak." "Siap cantik," jawab Ros teman yang selalu ada untukku. Aku yakin semuanya pasti berjalan dengan lancar. Akhirnya dengan mata kepalaku sendiri kulihat istrinya Dave marah besar. Itu karena ulahku yang menyuapi Dave, mataku yang terus memandangnya membuatnya luluh. Itu memang kelebihanku ketika merayu laki-laki. Kudokumentasikan lalu kukirim ke bu Misye apa yang kulihat. Dia berkali-kali terdengar tertawa puas