Aurora tersenyum simpul. Tidak ada rasa takut akan apa pun, gadis itu langsung bersedia ikut ke rumah Darius.
"Mau, Om. Makasih yaa, Om. Oh yaa nama Om siapa?" gini giliran Aurora yang balik bertanya.
"Darius."
"Hmm ... nama Om bagus."
Aurora kembali meneruskan makannya dengan riang. Gadis jaman sekarang memang aneh. Tidak ada rasa takut dan khawatir sama sekali. Dengan mudahnya ikut bersama pria tidak dikenal. Padahal bisa saja pria ini berniat buruk padanya. Untung saja Darius tidak seperti itu. Setidaknya ini yang terjadi sekarang. Untuk beberapa jam kedepan, siapa tahu?
Selesai menghabiskan makanan. Keduanya langsung pergi menuju apartement milik Darius. Beberapa pertanyaan masih berkeliling di kepala Darius. Seperti kenapa gadis ini tidak ingin pulang? Namun dia tidak ingin bertanya sekarang. Darius menunggu saat yang tepat untuk bertanya, lalu kemudian dia akan mengantarkan gadis ini pulang begitu dia mendapatkan jawabannya. Setelah itu maka gadis ini akan aman. Sebagai manusia normal yang baik, Darius memang memiliki empati yang sebesar itu.
Tidak sampai tiga puluh menit mengendarai mobil, mereka telah sampai di apartment milik Darius. Apartement mewah lengkap dengan kolam renang di dalamnya. Seperti penampilan pemiliknya, apartement ini terkesan hangat.
"Om, tinggal sendiri di sini?" tanya Aurora. Matanya memeta seluruh ruangan itu.
"Ya."
"Om, belum menikah?" tanya gadis itu lagi.
"Kalau sudah bagaimana saya berani bawa kamu ke sini. Bisa habis saya sama Istri saya."
Ooo ... Aurora tertawa kecil. Darius penasaran kenapa gadis itu tertawa.
"Kenapa kamu ketawa?" tanyanya.
"Hmm ... Om, tipe suami-suami takut Istri rupanya," setelah selesai menjawab gadis itu kembali tertawa. Tawa yang jelas sekali bahwa itu mengejek.
Darius melangkah mendekat ke arah Aurora kemudian menyentil keras kening gadis itu dengan jarinya.
"Sok tahu kamu. Besar aja belum."
"Awww ... sakit, Om. Jangan main sentil-sentil sembarangan. Nanti aku bisa laporkan ke polisi dengan dungaan penganiayaan. Nggak takut apa?" ancam Aurora. Wajahnya menunjukkan mimik mengintimidasi. Membuat Darius ingin tertawa saja.
"Takut-takut. Kamu ini nggak takut sama saya? Saya bisa macam-macamin kamu di sini. Jangan berani-berani kamu sama saya."
Ekspresi mengintimidasi tadi tiba-tiba berubah menjadi wajah lugu dan manis. Seperti anak anjing yang dibelai tuannya. Sebuah senyuman juga tiba-tiba dimunculkan oleh Aurora.
"Hmm ... aku tahu Om nggak akan melakukannya. Om, aku mau mandi boleh? Badanku lengket banget. Nggak enak rasanya."
Darius kembali bernafas besar. Berharap apa dia? Gadis ini akan takut? Sepertinya tidak akan.
"Ya. Cepet mandi sana. Jelek banget muka kamu itu. Make up udah lari kemana-mana."
Aurora mengerucutkan bibir sepanjang lima senti dan sedikit melirik. Pastilah make upnya pada luntur semua. Secara tadi lumayan lama gadis itu kehujanan.
"Jelek, jelek. Aku ini cantik. Awas saja nanti kalau terpesona setelah lihat wajahku yang sudah selesai mandi."
Darius berusaha menahan tawa. Gadis ini, sangat unik. Tidak ada takut-takutnya sama sekali. Sudah gitu cerewet banget lagi. Mulutnya sudah seperti orang jual minyak ginseng buat pijat di pasar-pasar.
"Ya sana mandi. Cepat buat saya terpesona!" titah Darius kemudian tanpa sungkan Aurora langsung melenggang pergi menuju kamar mandi.
Setelah memastikan Aurora masuk ke dalam kamar mandi, Darius langsung mengganti pakaiannya. Bokser berwarna hitam dengan kaos putih. Sejak tadi dia sudah menantikan hal ini. Memakai pakaian ringan akan membuat tubuh merasa lebih nyaman.
Tidak lama setelah Darius selesai berganti pakaian. Aurora membuka pintu kamar mandi dan hanya mengeluarkan kepalanya saja pertanda jika gadis itu sudah melepas semua bajunya.
"Om, Om, sabunnya sama shamponya mana?" tanya Aurora.
Darius tertawa kecil. Dia baru saja pulang setelah sekian lama pergi. Sabun dan shampo jelas tidak ada di sini. Terlebih saat kemarin dia membeli apartement ini, Darius berpesan kepada petugas untuk membersihkan semuanya dan hanya menyisakan perabotan saja.
"Nggak usah pakai sabun aja deh. Saya baru balik dari luar negeri. Belum siapin semuanya," jawab Darius.
"Yaahh ... Om, masih bau dong nanti. Masih lengket juga nanti badannya. Tolong deh Om beli. Sama sekalian beli kondisioner kalo gitu biar rambutku lembut, Om."
Darius kembali bernafas besar. Dasar anak kecil ini, merepotkan sekali. Walaupun agak berat akhirnya pria itu pun bersedia pergi membeli apa yang di butuhkan gadis itu.
"Baiklah-baiklah. Saya pergi. Kamu tunggu di sini. Jangan mengacau!"
"Makasih, Om." Jawab Aurora. Suaranya terdengar seperti bahagia.
"Ohh ... Om, Om. Sekalian juga deh. Lilin, lilin. Lilin yang wangi, Om. Yang biasa di taruh di kamar mandi sama tempat spa, tahu kan?" tambah gadis itu membuat hati Darius sedikit geram.
Sekarang Darius terlihat seperti Suami yang sedang berusaha memenuhi kebutuhan Istrinya. Ah tidak, seperti Ayah yang sedang memenuhi kebutuhan anaknya lebih tepat. Dasar gadis ini, sepertinya dia memang Nona besar di rumahnya.
"Ya, baiklah. Tunggu di sini. Jangan hancurkan rumah!"
Tak berselang lama kemudian, Darius sudah kembali dari supermarket membawa barang-barang yang dibutuhkan Aurora. Tangannya yang besar mengetuk pintu kamar mandi.
"Cepat buka! Kalau nggak, nanti saya langsung masuk ke dalam loo ..." seru Darius bercanda.
Ceklek, belum lima detik Aurora langsung membuka pintu. Seperti sebelumnya gadis itu hanya mengeluarkan kepalanya saja, tapi bahu atasnya juga bisa terlihat sedikit. Bagian tubuh yang cukup menyenangkan untuk di pandang. Putih berseri dan mulus. Sebagai pria normal, Darius cukup menikmatinya.
"Jangan dong! Nanti Om untung besar."
Aurora langsung mengambil bungkusan plastik yang ada di tangan Darius kemudian kembali memasukkan kepalanya ke dalam kamar mandi. Darius tertawa kecil, baru sebentar saja dia sudah geleng-geleng kepala. Gadis ini selalu berhasil memberi kejutan kepadanya.
Setelah memberikan shampo dan sabun untuk Aurora. Darius duduk di sebuah sofa berwarna pastel yang ada di dalam kamarnya. Mengambil remot lalu menyalakan televisi. Suara senandung terdengar dari dalam kamar mandi. Tidak hanya berani, sepertinya Aurora juga sangat menikmati. Darius kembali tertawa kecil.
Cukup lama Auora berada di dalam kamar mandi. Entah apa yang gadis itu lakukan di dalam sana. Mungkin dia menunggu lilin wanginya habis. Apa mungkin dia menunggu sampai dakinya luntur semua. Tidak heran jika kulit gadis muda jaman sekarang lebih glowing. Mandinya saja selama ini. Memikirkan seorang gadis bagai peri, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka pertanda jika peri kecil itu sudah selesai mandi.
'Akhirnya dia selesai juga,' batin Darius.
Entah kenapa Darius senang. Tanpa sadar dia menanti agar Aurora segera menyelesaikan mandinya. Supaya dia tidak sendirian, itu pemikiran terbesarnya sekarang.
"Om, Om, aku sudah selesai mandinya. Terus aku pakai baju apa?" teriak gadis itu dari pintu kamar mandi.
Dia sudah selesai mandi tapi belum finishing rupanya. Hmhh yaa ... Kenapa tidak sekalian saja tadi. Dasar gadis kecil merepotkan. Darius berjalan menuju koper yang tadi dia bawa. Mengambil sebuah kemeja berwarna putih lalu memberikannya pada Aurora.
"Pakai ini saja! Saya capek nggak mau ke luar lagi."
Aurora mengambil kemeja yang diberikan oleh Darius. Ini lebih baik dari pada tidak berpakaian. Segera gadis itu kembali masuk lalu memakai kemejanya. Sedangkan Darius kembali duduk di sofa menikmati tayangan televisi.
"Om, aku sudah selesai."
Tidak sampai dua menit kemudian akhirnya Aurora ke luar dari dalam kamar mandi dengan tersenyum riang. Wajahnya yang tadi lusuh sudah menjadi bersih dan menunjukkan bentuk aslinya. Cantik dan manis. Lesung pipi juga tampak dari kedua pipinya yang putih. Sejenak Darius terpesona, sumpah yang tadi diucapkan oleh Aurora akhirnya terwujud juga.
'Ternyata anak kecil ini cantik juga,' batin Darius.
Aurora sadar jika saat ini pria yang dia panggil Om itu sedang terpesona. Tak terlalu peduli, Aurora kemudian duduk di samping Darius dan menghadapkan tubuhnya ke arah pria itu. Tubuh proposional, aset dengan ukuran yang cukup, tidak terlalu besar dan tidak juga kecil. Di tutup dengan kemeja putih yang kebesaran. Aurora sangat cantik sekali. Ditambah dengan separuh paha sampai ke bawahnya terexplor dengan bebas, membuat Darius merasa bahwa daun muda di sampingnya ini akan sangat mudah menarik perhatian kaum adam. Termasuk dirinya sekarang.
"Sudah selesai mandinya?" tanya Darius. Aurora mengangguk."Sudah seger?" Aurora kembali mengangguk."Sudah enak badannya?" tanya Darius lagi.Matanya berpura-pura melihat layar televisi. Namun ujungnya mencoba melihat gadis muda segar yang ada di sampingnya. Aurora tersenyum mendengar pertanyaan Darius yang bertubi-tubi."Iyaaaa Ooommm ... Om sendiri nggak mandi?" tanya Aurora balik."Tadi sudah mandi sebelum naik pesawat. Singapore nggak terlalu jauh. Jadi saya juga baru mandi," jawab Darius jelas."Iya, iya, lagian nggak usah mandi juga Om sudah ganteng."Darius menoleh. Apa sekarang gadis ini sedang mencoba menggodanya?"Benarkah saya ganteng?""Tentu saja. Jelas tidak perlu diragukan."Darius tertawa kecil. "Kamu juga cantik," pujinya balik.Kini giliran Aurora yang tersenyum."Tapi Om ganteng gini kenapa belum punya Istri? Melihat apartement ini sepertinya Om juga kaya. Masak nggak laku sih Om," celetuk Aurora.Gadis itu merasa sayang ada pria tampan kaya dan baik seperti ini ti
"Om, ciumnya lagi dong!"Darius terkekeh. Gadis ini benar-benar di luar nalar. Bukannya marah atau takut, dia malah minta lagi. Sekali lagi Darius memberikan kecupan pada dahi yang merah akibat terkena sentilannya tadi.Cup! Sekali lagi, Aurora menunjukkan expresi yang sama."Sudah, Om?" tanya gadis itu polos."Iya. Mau apa lagi kamu?" tanya Darius.Aurora menggelengkan kepala. Sebenarnya pikiran nakalnya menjelajah ke banyak hal. Seperti tempat lain untuk dicium atau hal nakal lain yang membuat tubuhnya merasa aneh. Seperti yang dia dudukinya sekarang.Gadis itu cukup tahu tentang hal yang biasa orang dewasa lakukan tapi dia belum pernah melakukannya. Jadi ketika tadi dia naik di atas tubuh Darius dan merasakan sesuatu yang terus terdorong ke atas menimbulkan rasa nikmat yang aneh. Aurora bisa mengira itu benda apa. Dan juga penasaran akan rasa yang selanjutnya."Yasudah sekarang turun! Bahaya kamu duduk di situ. Lain kali jangan langsung begitu!" pinta Darius.Sedari tadi Darius ber
"Setelah menikah, Ra. Setelah menikah baru bisa melakukan itu."Darius memegang wajah Aurora. Gadis itu mengerucutkan bibir tanda kecewa.Aurora benar-benar tidak tahu. Atau memang benar-benar sableng. Kok bisa-bisanya dia seperti kecewa begitu.Bibirnya monyong seperti itu, kan membuat Darius ingin mencicipinya. Tapi lagi-lagi sikap dewasa Darius menyadarkan. Darius belum benar-benar brengsek untuk melakukan hal itu dengan gadis yang baru ditemuinya selama beberapa jam.**Darius menatap langit-langit kamar. Akhirnya dia benar-benar bisa menghindari godaan iman dari Aurora dan menyuruh gadis itu segera tidur.Namun nyatanya, sekarang Darius lah yang justru tidak bisa tidur karena terbayang-bayang kebersamaan singkatnya tadi bersama Aurora.Sial, bertemu dengan Aurora mungkin adalah hal sial paling menyenangkan. Sial karena gadis itu terus-terusan memancingnya. Tapi Darius tidak mau berbuat sesuatu yang tidak benar.Menyenangkan, karena baru beberapa jam saja bertemu dengan Aurora. Da
Darius sudah selesai mandi. Ia ke luar dari kamar dan langsung menuju dapur. Barangkali jika di sana ada Aurora, ia akan ikut membantu gadis itu memasak. Tadi malam saat Aurora meminta sabun dan shampo, Darius sekalian membeli bahan-bahan makanan untuk memasak pagi ini.Sesampainya di dapur, tidak ada siapa pun di sana. Darius terkekeh sendiri, berpikir apa dia. Aurora jelas nona besar di rumahnya. Bagaimana gadis itu akan memasak. Lihat saja dari caranya meminta sabun dan shampo semalam. Pasti harus dituruti. Dan jangan lupakan lilin wangi. Itu jelas menggambarkan bagaimana hidup Aurora di rumahnya.Okey, apakah sekarang Darius pula yang akan menyiapkan sarapan untuk Aurora. Hmm ... baiklah. Anggap saja sedang menyiapkan makanan untuk calon istri. Ehh ... calon anak. Ahh ... entahlah.Sayur kembang kol, jagung muda, wortel, dada ayam. Semua sudah tersedia di atas meja. Darius mulai memasak. Darius sudah terbiasa masak sendiri seperti ini. Dahulu dia bukan pria kaya seperti sekarang.
"Sini!! Siniin bibirnya!!! Nih ... aku buktiin kalo mulutku nggak bau iler. Enak aja bilang ilerku mengalir sampe jauh. Dikira mulut aku sungai Nil. Kalo emang aku bau iler. Siniiii!!!!! Kesiniin mulutnya!!! Biar Om kenak iler aku juga.""Wkwkwkw ... iya iya. Ampun. Saya cuma becanda, Ra." Darius terkekeh sembari terus menghindari cengkraman tangan Aurora pada wajahnya.Jika sampai Aurora berhasil memegang wajah Darius. Sudah pasti bibir gadis itu akan dengan mudah landing pada bibir Darius.Bukan Darius tak suka. Siapa orang bodoh yang menolak hal seperti itu dari gadis secantik Auora. Tapi Darius tak mau mencoba. Takut jika dia tahu rasa awalnya maka Darius akan terus melakukan sampai akhirnya. Namun, semakin Darius menghindar. Semakin Auora berniat untuk mendapatkan wajah pria itu."Diemm!!! Om, diem!!! Diem aku bilang!!! Jangan gerak!!!"Aurora terus memaksa. Ia memegang leher Darius, mengapit tubuh Darius dengan kakinya agar pria itu tidak bisa melarikan diri."Ra, lepasin!! Kamu
"Gimana-gimana itu tadi? Coba ulangi!!" ucap Darius. Mungkin dia salah dengar. Darius tidak percaya pada pendengarannya sendiri."Pake celana dalam Om kayak gini, aku ngerasa kayak burung kutilangnya Om Darius menyatu dengan sarangnya. Wkwkwk ..." Aurora menurut begitu saja. Ia mengulangi ucapannya dan diakhiri dengan tertawa sendiri.Darius yang mendengarnya dua kali masih terheran-heran. Bagaimana bisa ada anak gadis seperti ini. Apa anak ini benar-benar polos? Atau justru sebenarnya Aurora tahu banyak hal tentang wilayah dewasa itu dan bersikap sok polos."Masak ya berasa gitu, Ra. Burung kutilang saya masih nyaman bertengger dengan santai di tempatnya lo, Ra."'Sekarang kamu gitu malah dia jadi nggak nyaman bertenggernya. Gerak aja kayak pengen lepas,' batin Darius. Dia geleng-geleng kepala heran mendengar ucapan Aurora."Pikiranku, Om. Pikirannya yang kayak gitu. Berasa punya Om ada di sana juga berdampingan dengan punya aku. Wkwkwk ...."Bukannya berhenti. Aurora malah terus saj
"Yeayy ... asikkk ... beli bajuuu ..." Aurora berlari dan berteriak kegirangan masuk ke dalam mall."Kayak orang dusun yang nggak pernah beli baju di mall aja kamu, Ra." Ejek Darius tertawa melihat tingkah Aurora seperti anak kecil."Biarin. Emang udah lama banget aku nggak ngemall. Ada semingguan."Hadee ... iya sih. Lupa kalau nona besar. Semingguan baginya begitu lama."Yaudah sekarang pilih mau baju yang mana. Sekalian cari buat satu minggu. Habis itu kita pulang.""Oke, Om."Sebenarnya dari pada seperti sugar daddy yang pacaran dengan sugar baby. Darius lebih merasa seperti tiba-tiba memungut anak angkat yang nemu di jalanan. Darius mengasuh dan menuruti semua keinginan Aurora tapi anehnya dia merasa senang.Di dalam mall, Aurora bertingkah seperti anak kecil. Ia meminta dibelikan apa pun yang dia lihat. Es krim, cemilan, jepit rambut, alat make up. Darius membelikan semua yang Aurora mau. Mengikuti gadis itu ke mana pun berjalan sembari memakan sosis jumbo dan es krim. Makanan a
"Loh, Ra. Kamu ngomong apa?" Darius terkejut Aurora tidak mengakuinya."Enggak, Pak. Enggak. Dia berbohong. Saya ini_ saya ini pacar dia," lanjut Darius menjelaskan.Security yang mendengar penjelasan Darius menatap Darius aneh. Tentu saja Security ini tidak percaya, Darius dan Aurora lebih mirip ayah dan anak dari pada seperti sepasang kekasih."Wah, Pak. Anda ini keterlaluan. Saya mengerti daun muda itu lebih menarik. Tapi jangan seperti itu juga. Kan kasihan adek ini kalau anda berbicara seperti itu. Lagian nggak malu sama umur, Pak. Adek ini lebih cocok jadi anak Bapak."Darius membuang muka. Bingung bagaimana lagi harus menjelaskan. Karena memang seperti itu lah kenyataannya. Di sisi lain, Aurora ingin tertawa melihat reaksi Security ini."Ya saya tau. Tapi memang dia pacar saya. Dia datang ke sini bareng saya. Dia bahkan pakai uang saya seratus juta buat belanja." Darius menuding pada tas belanjaan Aurora yang tergeletak di lantai."Pak, Anda jangan mengada-ada. Kalau gadis ini
Saat pulang ke arah rumah Darius berpikir. Mungkin nanti saat sampai rumah ia akan lelah karena harus menyiapkan kebutuhan Aurora.Namun begitu sampai rumah, melihat Aurora justru menyambutnya layaknya seorang istri. Darius justru berpikir bahwa ada Aurora di rumah tidak buruk juga.Apalagi ia melihat rumah begitu rapi dan bersih. Padahal tadi sepanjang perjalanan Darius sudah mengira bahwa rumah akan berantakan karena tingkah Aurora.Selesai mandi Darius mengenakan kaos putih dan boxer hitam. Lalu duduk di sofa depan televisi untuk bersantai. Aurora yang sudah lebih dulu ada di sana. Terus melihat Darius dengan wajah sok imut dan lucu. Senyuman memabukkan juga terus dipasang oleh gadis itu."Kenapa kamu senyum-senyum gitu, Ra? Udah gila beneran." Tanya Darius heran melihat tingkah Aurora.Mendengar ucapan Darius. Senyuman Aurora yang semula manis dan berseri. Berubah menjadi bibir mengerucut maju 5 cm."Ishh ... Om ini. Aku tahu Om udah menuju tua jadi mulai suka lupa. Kan kemarin Om
Sudah beberapa hari Aurora tinggal di rumah Darius. Gadis itu begitu menikmati meskipun ia mulai bosan karena tidak melakukan apa pun.Darius sudah berangkat kerja 1 jam lalu. Sekarang Aurora mulai bingung harus melakukan apa. Ternyata jika tidak sekolah. Aurora tidak mempunyai kegiatan apa pun. Tapi jika dia berangkat ke kampus, Ayah Aurora pasti akan mencarinya di sana.Aurora duduk bersandar dengan malas di atas sofa depan televisi. Ia terus memencet remote televisi itu mencari tayangan televisi yang mungkin cocok untuk dia lihat."Aaaa ... boring banget. Ya ampun, enaknya ngapain ini akuuu ..." Aurora mengeluh seolah kegiatannya itu begitu berat.Gadis itu mengangkat gagang telepon hendak menghubungi Darius. Namun ia urungkan karena baru beberapa saat lalu dia sudah menghubungi sugar daddynya itu. Aurora tidak mau terus-menerus mengganggu Darius bekerja. Ternyata Aurora sadar juga jika kelakuannya itu mengganggu Darius.Terus memencet remote televisi. Aurora mendapati sebuah tayan
Aurora mengambil satu helai roti. Ia tambahkan selai lalu berjalan menuju sofa. Mengambil gagang telpon, Aurora menelfon Darius.Darius baru saja berangkat. Belum setengah jalan pria itu pergi menuju tempat kerjanya. Ponselnya berbunyi, Darius langsung mengangkat panggilan telfon itu."Halo. Apa, Ra?" ucap Darius. Pria itu sudah tahu jika yang menelfon adalah Aurora karena nomor yang tertera adalah nomor rumahnya sendiri."Aku nelfon, Om." Jawab Aurora singkat."Ya saya tau kamu nelfon, Ra. Lah ini saya lagi bicara sama kamu. Kamu gimana sih. Ada apa?" tanya Darius. Belum lama ia pergi, tapi Aurora sudah menghubunginya saja. Apakah terjadi sesuatu?"Ishh ... judes amat. Jangan judes-judes Om ntar cepet laper loo ...."Hmmhhh ... di dalam mobil Darius menghela nafas besar. Ia menyiapkan kesabaran ekstra untuk menghadapi obrolan dengan Aurora."Yaa Raaa ... ada apa?" tanya Darius berbicara dengan nada lebih lembut."Hehehe ... gitu dong. Nggak ada, Om. Cuma pengen denger suara Om Darius
"Loh, Ra. Kamu ngomong apa?" Darius terkejut Aurora tidak mengakuinya."Enggak, Pak. Enggak. Dia berbohong. Saya ini_ saya ini pacar dia," lanjut Darius menjelaskan.Security yang mendengar penjelasan Darius menatap Darius aneh. Tentu saja Security ini tidak percaya, Darius dan Aurora lebih mirip ayah dan anak dari pada seperti sepasang kekasih."Wah, Pak. Anda ini keterlaluan. Saya mengerti daun muda itu lebih menarik. Tapi jangan seperti itu juga. Kan kasihan adek ini kalau anda berbicara seperti itu. Lagian nggak malu sama umur, Pak. Adek ini lebih cocok jadi anak Bapak."Darius membuang muka. Bingung bagaimana lagi harus menjelaskan. Karena memang seperti itu lah kenyataannya. Di sisi lain, Aurora ingin tertawa melihat reaksi Security ini."Ya saya tau. Tapi memang dia pacar saya. Dia datang ke sini bareng saya. Dia bahkan pakai uang saya seratus juta buat belanja." Darius menuding pada tas belanjaan Aurora yang tergeletak di lantai."Pak, Anda jangan mengada-ada. Kalau gadis ini
"Yeayy ... asikkk ... beli bajuuu ..." Aurora berlari dan berteriak kegirangan masuk ke dalam mall."Kayak orang dusun yang nggak pernah beli baju di mall aja kamu, Ra." Ejek Darius tertawa melihat tingkah Aurora seperti anak kecil."Biarin. Emang udah lama banget aku nggak ngemall. Ada semingguan."Hadee ... iya sih. Lupa kalau nona besar. Semingguan baginya begitu lama."Yaudah sekarang pilih mau baju yang mana. Sekalian cari buat satu minggu. Habis itu kita pulang.""Oke, Om."Sebenarnya dari pada seperti sugar daddy yang pacaran dengan sugar baby. Darius lebih merasa seperti tiba-tiba memungut anak angkat yang nemu di jalanan. Darius mengasuh dan menuruti semua keinginan Aurora tapi anehnya dia merasa senang.Di dalam mall, Aurora bertingkah seperti anak kecil. Ia meminta dibelikan apa pun yang dia lihat. Es krim, cemilan, jepit rambut, alat make up. Darius membelikan semua yang Aurora mau. Mengikuti gadis itu ke mana pun berjalan sembari memakan sosis jumbo dan es krim. Makanan a
"Gimana-gimana itu tadi? Coba ulangi!!" ucap Darius. Mungkin dia salah dengar. Darius tidak percaya pada pendengarannya sendiri."Pake celana dalam Om kayak gini, aku ngerasa kayak burung kutilangnya Om Darius menyatu dengan sarangnya. Wkwkwk ..." Aurora menurut begitu saja. Ia mengulangi ucapannya dan diakhiri dengan tertawa sendiri.Darius yang mendengarnya dua kali masih terheran-heran. Bagaimana bisa ada anak gadis seperti ini. Apa anak ini benar-benar polos? Atau justru sebenarnya Aurora tahu banyak hal tentang wilayah dewasa itu dan bersikap sok polos."Masak ya berasa gitu, Ra. Burung kutilang saya masih nyaman bertengger dengan santai di tempatnya lo, Ra."'Sekarang kamu gitu malah dia jadi nggak nyaman bertenggernya. Gerak aja kayak pengen lepas,' batin Darius. Dia geleng-geleng kepala heran mendengar ucapan Aurora."Pikiranku, Om. Pikirannya yang kayak gitu. Berasa punya Om ada di sana juga berdampingan dengan punya aku. Wkwkwk ...."Bukannya berhenti. Aurora malah terus saj
"Sini!! Siniin bibirnya!!! Nih ... aku buktiin kalo mulutku nggak bau iler. Enak aja bilang ilerku mengalir sampe jauh. Dikira mulut aku sungai Nil. Kalo emang aku bau iler. Siniiii!!!!! Kesiniin mulutnya!!! Biar Om kenak iler aku juga.""Wkwkwkw ... iya iya. Ampun. Saya cuma becanda, Ra." Darius terkekeh sembari terus menghindari cengkraman tangan Aurora pada wajahnya.Jika sampai Aurora berhasil memegang wajah Darius. Sudah pasti bibir gadis itu akan dengan mudah landing pada bibir Darius.Bukan Darius tak suka. Siapa orang bodoh yang menolak hal seperti itu dari gadis secantik Auora. Tapi Darius tak mau mencoba. Takut jika dia tahu rasa awalnya maka Darius akan terus melakukan sampai akhirnya. Namun, semakin Darius menghindar. Semakin Auora berniat untuk mendapatkan wajah pria itu."Diemm!!! Om, diem!!! Diem aku bilang!!! Jangan gerak!!!"Aurora terus memaksa. Ia memegang leher Darius, mengapit tubuh Darius dengan kakinya agar pria itu tidak bisa melarikan diri."Ra, lepasin!! Kamu
Darius sudah selesai mandi. Ia ke luar dari kamar dan langsung menuju dapur. Barangkali jika di sana ada Aurora, ia akan ikut membantu gadis itu memasak. Tadi malam saat Aurora meminta sabun dan shampo, Darius sekalian membeli bahan-bahan makanan untuk memasak pagi ini.Sesampainya di dapur, tidak ada siapa pun di sana. Darius terkekeh sendiri, berpikir apa dia. Aurora jelas nona besar di rumahnya. Bagaimana gadis itu akan memasak. Lihat saja dari caranya meminta sabun dan shampo semalam. Pasti harus dituruti. Dan jangan lupakan lilin wangi. Itu jelas menggambarkan bagaimana hidup Aurora di rumahnya.Okey, apakah sekarang Darius pula yang akan menyiapkan sarapan untuk Aurora. Hmm ... baiklah. Anggap saja sedang menyiapkan makanan untuk calon istri. Ehh ... calon anak. Ahh ... entahlah.Sayur kembang kol, jagung muda, wortel, dada ayam. Semua sudah tersedia di atas meja. Darius mulai memasak. Darius sudah terbiasa masak sendiri seperti ini. Dahulu dia bukan pria kaya seperti sekarang.
"Setelah menikah, Ra. Setelah menikah baru bisa melakukan itu."Darius memegang wajah Aurora. Gadis itu mengerucutkan bibir tanda kecewa.Aurora benar-benar tidak tahu. Atau memang benar-benar sableng. Kok bisa-bisanya dia seperti kecewa begitu.Bibirnya monyong seperti itu, kan membuat Darius ingin mencicipinya. Tapi lagi-lagi sikap dewasa Darius menyadarkan. Darius belum benar-benar brengsek untuk melakukan hal itu dengan gadis yang baru ditemuinya selama beberapa jam.**Darius menatap langit-langit kamar. Akhirnya dia benar-benar bisa menghindari godaan iman dari Aurora dan menyuruh gadis itu segera tidur.Namun nyatanya, sekarang Darius lah yang justru tidak bisa tidur karena terbayang-bayang kebersamaan singkatnya tadi bersama Aurora.Sial, bertemu dengan Aurora mungkin adalah hal sial paling menyenangkan. Sial karena gadis itu terus-terusan memancingnya. Tapi Darius tidak mau berbuat sesuatu yang tidak benar.Menyenangkan, karena baru beberapa jam saja bertemu dengan Aurora. Da