Home / Romansa / ISTRIKU GILA? / Jangan Panggil Aku Om!

Share

Jangan Panggil Aku Om!

Author: Okta Novita
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku masih terus memandangi perempuan yang satu bulan lebih membuat hati ini hampir mati. Dia meletakkan nampan berisi dua gelas teh dan satu piring kacang rebus di meja ruang tamu. Mata indah itu mengerjap berkali-kali saat melihatku.

Ah, Za. Ada yang berdesir di hati ini. Aku merasa seperti jatuh cinta lagi. Ingin sekali langsung memeluk tubuh mungil itu.

Mas kangen, Sayang.

"Om kenapa lihatin Nisa kayak gitu? Om, naksir Nisa, ya?"

Perempuan berlesung pipi itu menyebut dirinya Nisa dan memanggilku dengan sebutan Om.

Apa yang sebenarnya terjadi satu bulan terakhir ini? Kenapa Zainab bisa melupakanku?

"Kamu gak ingat siapa aku?"

Zainab menggeleng, lalu beralih menatap Pak Hasyim. Dia diam. Sepertinya bingung akan menjawab pertanyaanku.

"Sini, duduk!" Pak Hasyim menepuk bangku di sebelah kirinya. Zainab pun menurut.

"Apa yang sebenar terjadi dengan Zainab, Pak? Kenapa dia menyebut dirinya dengan nama Nisa?"

"Nisa, kalau Ayah bilang dia ini suamimu, bagaimana?"

Pak Hasyim tida
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ISTRIKU GILA?    Mengadu

    Setelah tertidur beberapa jam, tubuhku sudah kembali fit. Sekitar pukul tiga pagi, aku terbangun dan bergegas mandi untuk melaksanakan salat malam. Sementara kubiarkan Zainab tetap tertidur. Wajah polosnya masih sama. Hanya saja ada satu bekas luka di pelipis kanannya yang terlihat jika sedang tidak mengenakan jilbab. Mungkin itu luka bekas kecelakaan tempo hari. Ungkapan syukur terus kuserukan karena Zainab sudah kembali dalam keadaan baik-baik saja. Namun, belum lama selesai salat, terdengar isakan dari perempuan di atas tempat tidur. Seketika, aku menoleh. Ternyata, Zainab sudah bangun dan dia menangis. Aku bangkit dari duduk dan menghampirinya. "Kenapa nangis? Maaf untuk tadi malam! Aku khilaf," ucapku sambil membelai rambutnya. "Om jahat sama Nisa. Om udah punya istri dan anak, kenapa harus menikahi Nisa lagi? Om kasih uang berapa buat Ayah? Kenapa Ayah langsung setuju Om nikahin Nisa?" Zainab duduk sambil memeluk lututnya. Mulutnya mengerucut disertai suara merajuk yang mala

  • ISTRIKU GILA?    Dikerjain Bocah

    "Za mau makan apa?" tanyaku pelan. Sedikit melunakkan suara supaya Zainab tidak ngegas di tempat umum. Kami sudah berada di salah satu meja kosong restoran mal. Zainab duduk dengan kedua tangan menyangga dagu. Matanya mengerjap lucu. "Za mau makan apa?" tanyaku lagi karena dia tidak merespon. "Terserah Om aja. Aku apa aja doyan," jawabnya pelan tanpa mau melihatku. Aku hanya bisa mengelus dada dengan sikap baru Zainab yang sangat cuek. Seperti bukan Zainabku yang dulu. Namun, aku tetap bisa merasakan getaran cinta yang sama. Mungkin karena semua ingatan masa lalunya benar-benar hilang hingga tidak ada kenangan sedih yang melintas di pikirannya. Aku memesan dua porsi nasi kebuli, salad buah, jus, dan juga air mineral. Sementara Zainab kembali diam seribu bahasa. "Za punya handphone, gak?" tanyaku memecah keheningan. Zainab hanya menggeleng tanpa menjawab. "Kita beli sekalian, ya. Za butuh apa lagi?" "Om gak usah banyak tanya, deh! Nanti, Om malu kalau aku banyak bicara.""Aku

  • ISTRIKU GILA?    Menarik Hati

    Zainab cengengesan saat Ibu memergokinya memanggilku 'om'. "Dia siapa, Om?" tanya Zainab lirih. "Itu, Ibu. Sana, salim dulu." Tanpa kata lagi, Zainab mendekat pada Ibu yang berdiri di samping sofa ruang tamu sambil menimang Zahira. "Bagaimana kabar Ibu?" tanyanya seraya mencium tangan Ibu. "Ibu Baik, Nak. Alhamdulillah, kamu kembali dengan selamat, Nak. Ibu, Zaidan, dan Zahira sangat merindukanmu." Diciumi wajah sang menantu cantik itu oleh Ibu. Sementara, Zainab hanya diam dengan senyum simpulnya. "Selamat, ya, Mas. Istri Mas Zainab sudah ditemukan. Aku ikut seneng." Maira tiba-tiba menghampiriku. "Iya, aku juga mau bilang terima kasih karena membantu menenangkan Zahira saat mamanya belum ditemukan," jawabku tanpa melihatnya. Aku lebih fokus pada adegan mengharukan antara seorang ibu dengan menantunya. Beberapa saat kemudian, Maira berpamitan. Dia mencium tangan Ibu sebelum akhirnya menghilang dari pandangan. Baguslah, dia memang seharusnya tidak di sini. Zahira pun sudah

  • ISTRIKU GILA?    Mengungkap Masa Lalu

    Hari ini, tepat satu pekan Zainab kembali ke rumah. Aku melihatnya sedang tertawa bersama Bu Padma diruang tengah. Dengan mudah dia beradaptasi dengan Bu Padma dan juga Pak Rudi. Mungkin karena sikapnya sekarang yang supel dan hanya ada sepasang suami istri itu di rumah. Jadi, Zainab pun bisa lebih banyak ngobrol dengan mereka. Namun, ada kejadian tak terduga pagi tadi di kampus yang membuat mood-ku ambyar. Pak Syamsul kembali memanggilku. Saat tiba di ruang rektorat, ada seorang laki-laki berjas hitam yang duduk santai di samping Pak Syamsul. Orang itu menyebutkan dirinya sebagai pengacara keluarga dari Herman Aditama dan mengatakan ingin membicarakan tentang status Zainab sebagai satu-satunya pewaris dari keluarga Aditama. "Apa maksud, Bapak? Bukankah Pak Herman sendiri yang tidak ingin mengakui istri saya sebagai cucunya?" Aku menggeleng kasar. "Memang benar, Pak. Namun, Pak Herman sekarang ini sedang sakit dan beliau dirawat di rumah sakit. Setelah ditelusuri lebih lanjut, cucu

  • ISTRIKU GILA?    Rahasia yang Terbongkar

    Kabar duka datang dari Herman Aditama. Dia pergi untuk selamanya satu bulan setelah menyerahkan semua hak warisnya pada Zainab. Dan sudah hampir dua bulan ini, Zainab lebih sibuk di luar rumah untuk mengurus perusahaan yang sudah menjadi miliknya. Namun, untuk kampus, Zainab menyerahkan pengelolaannya padaku atas izin sang kakek. Sudah hampir pukul sembilan malam, Zainab belum juga pulang. Padahal, sejak selepas Magrib, aku terus meneleponnya agar segera pulang. Namun, perempuan itu seakan tak peduli lagi denganku ataupun Zahira. Dia hanya mementingkan pekerjaan tanpa ada lagi perhatian untuk putri kecil kami yang seharusnya diprioritaskan. "Zahira sudah tidur, Dan. Kenapa gak ditidurkan di box?" tegur Ibu. Mungkin beliau heran karena melihatku masih menggendong Zahira sambil mondar-mandir di ruang tamu. "Zainab belum pulang?" tanyanya lagi karena aku tidak menjawab pertanyaan pertamanya. Aku hanya menggeleng. Bingung harus mengatakan apa pada Ibu. Zainab terlalu mementingkan peke

  • ISTRIKU GILA?    Di Resto

    PoV ZainabBukannya aku tidak mau menerima kehamilan ini, tapi ada sedikit ketakutan karena jarak dari melahirkan Zahira masih sangat dekat. Meskipun kata dokter jika jahitan nya sudah sembuh total setelah tiga bulan pasca melahirkan, tetap saja aku masih sedikit trauma dengan kehamilan pertama itu. Namun, aku berusaha menutupi ketakutan ini dari Mas Zaidan. Dia tidak perlu tahu jika aku sudah mengetahui kehamilan ini dari usianya baru tiga minggu. Aku langsung mengeceknya dengan testpack saat mengetahui jika sudah tiga hari telat datang bulan. Hingga akhirnya, Mas Zaidan curiga karena aku muntah-muntah di pagi hari. Saat itu, usia kandunganku sudah masuk bulan kedua. Dan entah apa yang dia ketahui, Mas Zaidan mampu menebak jika ingatanku telah kembali. Ya, semuanya akhirnya terkuak. Aku memang mengalami hilang ingatan, tapi itu hanya sebentar. Sekitar satu bulan setelah kecelakaan itu, aku sudah ingat semuanya. Itu sebabnya, aku meminta Ayah untuk menghubungi Mas Zaidan. Aku tahu p

  • ISTRIKU GILA?    Teguran dari Ibu

    Mas Zaidan terus membuat hati ini berbunga-bunga. Dia tak hentinya berceloteh tentang calon anak kedua kami. Dia begitu berharap jika nantinya akan terlahir bayi laki-laki dari rahimku. "Mas jangan terlalu berharap. Takutnya kalau gak sesuai keinginan, malah Mas yang kecewa," ucapku sedikit mengingatkan. "Iya, Sayang, tapi boleh dong berharap?" jawabnya sambil tetap fokus menyetir. Aku terdiam. Meskipun Mas Zaidan menjawab iya, tapi hati kecilku berkata jika harapannya sangat besar untuk punya anak laki-laki. "Kok, diem? Mas gak masalah, kok, kalau memang anak kita perempuan lagi." Tangan kirinya meraih tangan kananku, lalu menggenggamnya erat. Kuulas sedikit senyum untuknya. "Iya, tapi aku cuma capek aja, kok. Pengen cepet-cepet rebahan."Sesampainya di rumah, aku melihat wajah Ibu yang sedikit tidak bersahabat. Beliau sudah duduk di sofa ruang tengah sambil menghadap arah pintu. Aku sedikit gugup untuk saat ini. Tatapan mata Ibu hampir sama seperti saat sebelum menerimaku sebag

  • ISTRIKU GILA?    Pak Dosen Pelit

    Melihat wajah Zainab yang lesu selepas mendengar ucapan Ibu membuatku tidak tega. Tindakannya yang kurang memperhatikan Zahira itu memang salah. Namun, aku tahu jika dia tidak mungkin melupakan putri kecil kami. Bahkan, dia juga tidak memperhatikan dirinya sendiri. Tidak seperti awal mengandung Zahira yang diketahuinya lebih awal. Kehamilan kali ini saja sampai terlupakan dan baru diketahui saat sudah berusia dua bulan. Itu pun Zainab sempat menolak mentah-mentah saat kuajak periksa ke dokter. Tiga hari sudah Zainab melepaskan tugasnya di resto untuk berdiam di rumah sambil menjaga Zahira. Waktu yang harusnya bisa dia gunakan untuk beristirahat, nyatanya pikirannya tidak di tempat. Dan pagi ini, aku mengikuti permintaannya untuk menengok resto hingga aku diam-diam meminta izin untuk tidak mengajar agar bisa menemaninya. Mana mungkin aku tega membiarkannya bekerja sambil mengajak Zahira. Itu tidak baik untuk kondisinya yang seharusnya lebih banyak untuk beristirahat."Mas tadi bilang

Latest chapter

  • ISTRIKU GILA?    Kebahagiaan tak Bertepi

    Aku mulai menikmati kehidupan baru bersama keluarga kecil tercinta. Zainab, Zahira, dan Zaki adalah segalanya tanpa bisa digantikan siapa pun. Sesaat, kami kembali merasakan kesedihan karena Ayah Hasyim kembali memilih untuk pergi ke Sumatra. Alasan utama beliau adalah memberikan kesempatan untuk kami agar lebih dekat. Namun, untungnya Zainab bisa menerima keputusan sang ayah meskipun ada kesedihan dari sorot matanya. Zainab berperan penuh dalam pengasuhan Zahira dan Zaki. Aku selalu mendapatkan pemandangan menyenangkan saat pulang kantor karena tiga orang tercinta sedang belajar dan bermain bersama. Ah, rasanya tidak ada lagi yang aku inginkan selain melihat senyum indah ketiganya. Ini sudah sangat sempurna di saat setiap kesalahan yang pernah kulakukan diberikan maaf tanpa ada syarat. "Mas," panggil Zainab pelan. Sekarang, kami sedang berada di kamar. Terasa hangat napasnya di leherku karena dia meletakkan dagu di bahu kiriku. "Kenapa, Sayang? Sedikit lagi selesai, kok, kerjaann

  • ISTRIKU GILA?    Menyembuhkan Trauma

    Perjuangan panjangku menyembuhkan tiga orang tercinta yang hampir saja mencapai titik depresi tidaklah mudah. Zainab masih begitu terpukul dengan keguguran untuk kedua kalinya, sedangkan Zahira dan Zaki trauma akibat kekerasan fisik yang diterima mamanya, juga mereka menjadi ketakutan saat melihat darah. Sempat Zahira dan Zaki menangis cukup lama hanya karena melihat nyamuk yang ditepuk dan membekaskan darah di lenganku. Betapa besar efek dari insiden yang diperbuat Dio. Untungnya, Angga datang tepat waktu dan bisa meringkus kakak angkat Zainab itu.Alhamdulillah, di bulan keempat sejak kejadian itu, kondisi psikis orang-orang terkasihku mulai membaik. Zainab pun mulai mau mengurus restoran peninggalan Mama Hervina dan restoran peninggalan Ibu secara bergantian. Sementara urusan Perusahaan Konstruksi Aditama diserahkan kepadaku. Sekarang, kami pun tinggal di rumah yang kubeli dengan keringat sendiri. Mereka bahkan tampak lebih nyaman di rumah yang tidak semewah rumah keluarga Aditam

  • ISTRIKU GILA?    Sebuah Tragedi

    Suasana riuh di rumah mewah Keluarga Aditama menemani hariku. Rumah dengan halaman seluas lapangan sepak bola ini dipasang tenda agar mampu menampung sekitar lima ratusan anak panti asuhan beserta pengurusnya. Acara yang diadakan sebenarnya sangat sederhana. Hanya berbuka puasa bersama yang akan diisi dengan dongeng anak, juga ceramah singkat dari seorang ustaz. Namun, persiapan harus sebaik mungkin agar tidak mengecewakan. Ayah sengaja kuminta untuk membawa Zahira dan Zaki ke rumahku agar mereka tidak terganggu dengan keramaian persiapan di rumah. Sebenarnya, aku juga menyuruh Zainab ikut, tapi perempuan itu memang dasarnya keras kepala hingga menolak perintah suami sendiri. Katanya ingin menemaniku, padahal dia masih perlu banyak istirahat. Meskipun kuturuti permintaannya, tidak kuizinkan dia keluar dari kamar. Aku melihat Zainab sedang duduk di kasur dengan laptop di pangkuannya. Saat kuhampiri, dia sedang membuka e-mail dan terlihat nama Dio menjadi si pengirim pesan. Aku duduk

  • ISTRIKU GILA?    Mikir Apa?

    Hanya semalam Zainab dirawat karena kondisinya sudah membaik. Di rumah, dia disambut haru dua bocah manis yang langsung berlari menghambur begitu membuka pintu. Zahira dan Zaki begitu mencemaskan keadaan mamanya karena keduanya dilarang untuk menyusul ke rumah sakit sebelumnya. Kamarku dan Zainab pun kembali dipindah ke lantai bawah karena untuk menghindari risiko jika perempuan hamil itu harus naik-turun tangga. "Mama, Kakak sama Adek tadi bantuin Mbak Suci sama Mbak Lita beresin kamar Mama. pasti Mama suka." Zahira begitu girang bercerita. "Iya? Wah, pasti jadi bagus kamar mama," sahut Zainab antusias. "Ayuk, Ma! Lihat kamar Mama!" Kini, Zaki yang lebih bersemangat sambil menarik tangan Zainab. Aku memapah istri cantikku perlahan mengikuti Zahira dan Zaki yang sudah berlari terlebih dahulu menuju kamar Zainab. Semuanya terlihat bahagia. "Bagus, kan, Ma, Pa?" tanya Zahira. Dia sudah duduk di tepi tempat tidur ekstra besar yang ada di tengah-tengah kamar. "Bagus sekali, Sayang.

  • ISTRIKU GILA?    Keras Kepala

    Zainab sedang berkutat di dapur bersama Suci untuk menyiapkan makanan berbuka puasa. Dia sudah tampak lebih sehat sekarang dan mulai bisa beraktivitas normal. "Mbak Zainab istirahat saja, biar saya yang lanjutkan memasak. Sudah hampir selesai, kok. Saya nggak tega lihat Mbak terlalu lama berdiri. Sudah lebih dari satu jam, loh." Suci berucap saat melihat Zainab mulai memijit-mijit pinggang. "Iya, Mbak Suci, pinggang sama perut tiba-tiba nggak enak banget rasanya. Aku tinggal, ya," pamit Zainab dan dijawab dengan anggukan oleh Suci. Zaidan yang baru saja masuk ke rumah, melihat sang istri yang duduk sendirian di sofa ruang tengah. Keningnya mengerut cukup dalam seraya mendekat kepada Zainab yang sedang mengelus perut. "Kenapa, Sayang? Sakit? Hei, wajahmu juga agak pucat." Zaidan mengangkat dagu Zainab, lalu menatap dengan seksama. Zainab menggeleng seraya berkata, "Enggak apa-apa, Mas. Cuma rasanya mual, tapi nggak bisa dikeluarin.""Jangan bilang kalau kamu puasa lagi hari ini,"

  • ISTRIKU GILA?    Keracunan Cinta

    Di kehamilan yang memasuki bulan keempat ini, Zainab tampak mulai berisi. Memang kebahagiaan berpengaruh besar pada fisik seseorang dan itu sudah terbukti. Sepasang suami-istri itu sudah berdamai dengan keadaan dan saling memaafkan hingga tidak ada lagi beban di hati. Sore ini, Zainab akan memeriksakan kandungannya untuk kali pertama setelah kedatangan Zaidan. Zahira dan Zaki pun turut serta karena mereka begitu antusias dengan kehadiran sang calon adik. Rasa penasaran juga begitu besar di benak dua bocah itu tentang bagaimana cara adik mereka bisa ada dalam perut sang mama. Zahira dan Zaki begitu girangnya melihat layar USG empat dimensi di samping Zainab berbaring. Bahkan, suara detak jantung adik mereka yang terdengar begitu cepat membuat keduanya terkagum-kagum. "Itu, Dedek deg-degan, ya, Bu Dokter?" tanya Zahira dan ditanggapi dengan lembut oleh sang dokter yang masih memutar probe di perut Zainab. "Iya, Sayang. Itu, suara detak jantung adiknya Kakak Cantik." Dokter itu mengu

  • ISTRIKU GILA?    Puasa, Mas!

    Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan tumben sekali aku tidak mendapati satu pun rumah makan atau restoran masakan Padang yang masih buka. Sementara Zainab sudah tampak gelisah. Sepertinya, dia sedang mengidam dan kecewa karena keinginannya belum terpenuhi. "Tadi sebelum aku mau ikut, Mas mau pergi ke mana?" tanya Zainab tiba-tiba. "Enggak ke mana-mana, cuma jalan kaki aja di sekitar rumah," jawabku sambil tetap fokus ke depan. "Kalau begitu, kita pulang saja sekarang." Zainab berkata pelan. Aku menoleh sekilas, tapi Zainab sudah membuang muka ke kiri. Aku tidak tega kalau seperti ini. Perempuan hamil yang tidak kesampaian keinginannya saat mengidam sepertinya sangat tersiksa meskipun mitos tentang anak yang ileran itu sudah banyak terbantahkan. "Katanya pengen makan nasi Padang? Ini, Mas masih cari, Sayang." Aku mencoba untuk tetap berkata dengan tenang. "Udah satu jam kita muter-muter aja, Mas. Udah pada tutup. Aku juga udah capek, mau tidur. Pinggang juga pegel kalau

  • ISTRIKU GILA?    Mulai Bicara

    Memaafkan memang bukan hal mudah, tapi itu bisa diusahakan sejalan dengan hati yang ikhlas. Aku tahu jika kemarahannya padaku masih jauh lebih kecil daripada cintanya. Hingga pastinya, perempuan di hadapan ini akan memberikan kehangatan lagi secepatnya. Begitu banyak yang kurindukan darinya. Tawanya dengan lesung pipit yang manis, mata indahnya yang sering berkedip lucu, bibirnya yang mengerucut jika marah, bahkan sikap kekanak-kanakan dan manjanya sangat ingin kulihat lagi sekarang. Akan tetapi, baru saja aku sudah melihat salah satu dari itu. Begitu antusiasnya Zainab memakan manisan buah yang kubawa hingga habis dan dia mengucapkan terima kasih dengan senyuman berlesung pipitnya. Setelah diletakkannya mangkuk ke nakas, aku langsung memeluknya. Menghidu aroma tubuhnya dengan mata terpejam bisa membuat hati ini tenang. Sambil mengusap lembut kepalanya, aku berbisik, "Terima kasih, Sayang. Dengan melihat kamu makan selahap itu, mas sangat bahagia."Alhamdulillah, Zainab sudah tidak

  • ISTRIKU GILA?    Usaha yang Membuahkan Hasil

    Zainab terus melangkah menaiki anak tangga menuju lantai dua. Setibanya di rumah, dia langsung meninggalkan Zaidan yang sudah dihadang putra-putri mereka. Zahira dan Zaki menghambur kenpelukan sang papa begitu laki-laki itu menapakkan kaki di rumah megah peninggalan Herman Aditama. Meskipun Zaidan menanggapi dan memeluk putra-putrinya, tapi pandangannya mengikuti sosok Zaianab. Masih tidak ada kata yang perempuan itu ucapkan untuk menjawab pertanyaan dari sang suami. "Papa dari mana saja? Kenapa kerjanya lama dan jauh? Kakak sama Adek kangen." Zahira sudah cemberut sambil berucap manja. Zaidan pun bingung ingin menjawab bagaimana. "Iya, Sayang. Maafkan papa, ya. Papa kerjanya kejauhan, ya. Mulai sekarang, papa kerjanya di dekat sini lagi saja, ya. Biar bisa selalu sama-sama dengan Zahira dan Adek Zaki."Dua bocah berusia lima tahun dan empat tahun itu tampak girang sambil melompat-lompat. Kemudian, mencium pipi Zaidan bersamaan. "Kakak sama Adek sudah mandi belum? Bau asem!" Zaida

DMCA.com Protection Status