Perasaan Elsa sebenarnya tidak begitu baik, setelah kejadian lamaran dadakan yang di lakukan oleh Ibu Tri, dia merasa kurang nyaman untuk bertemu dengan Rama di kantor.Sengaja dari pagi dia langsung pergi ke proyek perusahaan untuk mengawasi pengerjaan di sana.Tapi bukan hanya hal itu yang membuat hatinya tak tenang, tapi pembicaraan yang dia lakukan dengan Frans malam sebelumnya setelah kepulangan keluarga Rama.Frans mengungkapkan kalau Ferry datang dan ingin bertemu dengannya.Seandainya tidak ada kejadian kemarin dengan sangat senang hati dia akan meminta pertimbangan dan bercerita pada Rama.“Tumben sepi,” Elsa melihat berkeliling saat tiba di kantor siang itu.Dia menaruh tas dan berjalan ke ruang kerja Rama, mengetuk pintu dan tidak ada sahutan sama sekali.“Rama kan lagi ngak ada di kantor,” Elsa terlonjak kaget mendengar suara dari arah belakang.“Memang Pak Rama ke mana?” Elsa penasaran.“Rama barusan pergi rapat dengan klien kita di daerah Sudirman,” lanjut Danu.
Akhirnya Elsa memutuskan untuk menerima tawaran makan malam dari Ferry yang di sampaikan oleh Frans kepadanya. Tanpa harus menunggu pendapat dari Rama, dia rasa keputusan tetap ada padanya. Elsa sudah sampai di depan restoran tempat ia membuat janji dengan Papanya, dia melihat Ferry tersenyum menyambutnya dia merentangkan tangan untuk memeluk Elsa tapi gadis itu berdiri kaku tak menanggapi keinginan pria itu. Sepertinya Ferry menyadari sikap putrinya dan ia pun tahu bahwa Elsa belum dapat menerimanya saat ini. “Elsa, Papa senang kamu memutuskan datang kesini, ayo mari duduk sini dekat Papa,” ajak feri dengan senang. Elsa duduk tapi tidak duduk di kursi yang ditunjuk feri sebaliknya duduk di hadapan feri. “Sayang, apa aku terlambat?” seorang wanita datang dan langsung memeluk Ferry. Elsa langsung berubah tegang saat dia melihat ke arah wanita itu. “Maaf Elsa, kamu pasti kaget Papa juga ajak Tante Amara dalam pertemuan ini.” Ferry melihat pada wanita yang baru saja datang.Elsa
Ketika siang ini Elsa memberikan laporan untuk Rama dia agak ragu untuk mengetuk pintu ruang Rama, tapi akhirnya dia pun melakukannya dan mendengar suara yang mempersilahkan dia untuk masuk.Elsa masuk dengan membawa berkas laporan ditangan, dia bisa melihat kalau Rama terlihat sangat terpaku pada layar laptop di depannya dan tak menyadari kalau Elsa sudah berdiri di depan meja kerjanya.“Bang, ini Elsa mau kasih laporan yang diminta kemarin,” kata Elsa sambil menaruh laporan itu di atas meja dan Rama kemudian melihat pada gadis itu dari balik kacamatanya dia pun mengangguk dan mengambil berkas laporan itu.“Ini sudah semua ya?” tanya Rama.“Iya sudah semua,” jawab Elsa.Rama kemudian melihat pada Elsa dan melepaskan kacamatanya memijit pangkal hidungnya, Elsa sudah hafal dengan gaya itu artinya pria itu sedang memikirkan masalah yang rumit.“Sa, Abang harap kamu jangan ambil hati soal kejadian kemarin,” kata Rama.Elsa hanya terdiam dan memperhatikan semua kalimat yang akan ke
Setelah kembali ke kantor, Rama maupun Elsa kembali pada pekerjaan masing-masing, walaupun masih dengan rasa penasaran yang ada dalam hati apalagi dengan tingkah Rama yang terkesan biasa saja setelah acara makan tadi membuat hati Elsa khawatir. Elsa melihat pada Alfa dan Steven yang melihat padanya sambil memandang dengan tatapan seperti menunggu penjelasan. “Kalian kenapa melihat seperti begitu sih?” Elsa terlihat risih dengan pandangan mereka berdua. “Sejak kapan?” Alfa langsung bertanya. “Sejak kapan apanya?” Elsa balik bertanya. “Kenapa kami ngak pernah di kasih tahu?” kali ini Steven yang bertanya. “Apanya yang tidak dikasih tahu?” Elsa terlihat bingung dengan pertanyaan kedua temannya. “Soal hubungan kamu sama pak Rama yang ternyata sudah berlangsung diam-diam itu?” “Kita sudah tahu hubungan kamu sama pak Rama, tapi sejak kapan Elsa?” Alfa terlihat dengan tatapan menyelidiki, “Dan kenapa kita ngak pernah tahu?” “Hubungan seperti apa yang kalian maksud?” Elsa berpura-pu
Sudah lebih dari satu Minggu Elsa merasa kalau sikap Rama berubah, tak ada tegur sapa atau hanya sekedar mengobrol santai seperti biasa.Pria itu seperti mengabaikan Elsa walaupun gadis itu berada di dekatnya dan setiap pertanyaan hanya dijawab tidak dan ya atau sekedarnya saja.Seperti tadi siang setelah menemani Rama bertemu klien mereka, Elsa bisa merasakan suasana dalam mobil milik Rama menjadi tidak senyaman bertemu dengan klien mereka tadi.Rama banyak bicara dan sesekali berkomentar dengan tawaran yang dia ajukan oleh Elsa kepada klien yang memakai jasa perusahaan mereka.“Bang,” tegur Elsa.“Euhm..” terdengar gumaman saja dari mulut Rama.“Ada apa?” tanya Elsa, “Dari tadi Abang diam terus, beda waktu kita rapat tadi.”“Lagi capek dan malas saja,” sahut Rama pelan.“Abang marah sama Elsa?”“Ngak.”“apa ada perbuatan atau kata-kata Elsa, yang bikin Abang tersinggung?”“Ngak.”“Terus kenapa?”“Kenapa apanya?”“Kenapa Abang diam terus?”“Lagi malas saja Sa.”“Iya
Rama dan Elsa berlari panik ketika mendengar kalau Ibu Tri dibawa ke rumah sakit karena pingsan.Ayah Rama tampak terlihat duduk di depan ruang periksa.“Pak bagaimana keadaan ibu?” tanya Rama pada Bapaknya.“Masih di dalam , mudah-mudahan Ibumu baik-baik saja,” kata Bapak Rama dengan pelan, “Kalau Ibumu sampai terjadi sesuatu hal yang buruk, Bapak tidak tahu bagaimana hidup Bapak ini.”Elsa yang mendengar itu merasa bersalah, padahal dia tidak bermaksud membuat keadaan Ibu Tri seperti ini“Bang maaf,” Elsa berkata lirih dan menangis.Rama yang melihat itu langsung memeluk Elsa untuk menenangkan gadis itu.“Tidak apa Sa, berdoa saja semoga keadaan ibuku baik-baik saja,” tangis Elsa pecah dia tidak hanya merasa bersalah pada Ibu Tri tapi juga pada Rama.Ruang periksa terbuka dan seorang dokter wanita keluar, Rama langsung mengenali dokter itu.“Bagaimana keadaan ibu, Rasmi?” Rama terlihat khawatir.“Bude kena serangan jantung ringan, Mas Rama sama Pakde jangan khawatir,”
Belum sempat Ibu Tri menjawab pintu terbuka kemudian mereka melihat Rama masuk sambil menggandeng tangan Elsa dan terlihat mata gadis itu masih sembab karena menangis.Ibu Tri segera membalikkan badannya dan berpura-pura tidak peduli dengan kedatangan Rama dan Elsa.“Mas Rama dari mana?” tanya Rasmi.“Dari luar sebentar,” sahut Rama,” Sa, Abang lupa ini kenalkan ini Rasmi sepupu Abang.”Elsa mengulurkan tangannya dan disambut oleh Rasmi.“Elsa.”“Rasmi.”Elsa tersenyum kikuk, “Mbak Rasmi, bagaimana keadaan Ibu?”Rasmi menarik napas berat, pandangan beralih kepada Ibu Tri yang berbaring memunggungi mereka. “Keadaan Bude Tri sudah stabil, tapi harus tetap di pantau apalagi baru saja keluar dari keadaan kritis.”Elsa menganggukkan kepalanya, “Ehm..begitu.”“Mas Rama, aku cuman ingin ngomong kalau kondisi Bude Tri benar-benar harus dijaga, terutama emosinya, karena aku takut kalau Bude Tri kena serangan jantung lagi akan lebih Anfal dari sekerang dan mungkin berakibat kematian
Elsa merasa keranjang buah besar yang di bawa cukup berat di tangannya, sementara Sumi membawa rantang besar berisi aneka masakan. “Seharusnya kita tak membeli buah ini terlalu banyak Bu,” keluh Elsa, “Apalagi sampai bawa banyak masakan begitu “ “Sa, kamu itu kan tidak tahu apa saja kesukaan mantan calon mertuamu dan lagian masa sama mantan calon mertuamu hitung-hitungan begitu,” omel Sumi. “Bukan hitung-hitungan Bu, kita bisa membelinya lagi kalau kita menjenguk di lain hari,” sahut Elsa. “Sudahlah Sa, ini juga bisa di makan sama Rama dan Bapaknya.” “Bu, Elsa dan Bang Madan itu..” “Sa, biar mereka tetap senang biarpun hubungan kalian putus tapi silaturahmi tidak putus.” Elsa hanya bisa diam, apalagi sedari pulang kemarin Sumi sudah mengomel ketika Elsa menceritakan tentang sakit ibu Tri pada keluarganya. “Kamu itu harusnya bisa lebih punya perasaan bagaimanapun Mba Tri itu kan sakit gara-gara kamu,” omel Sumi. Elsa ingin sekali menyahut, tapi mereka sudah sampai di depan pint
“Kita jalan-jalan yuk,” ajak Rama pada Elsa. “Mau jalan ke mana?” tanya Elsa. “Ngak tahu,” jawab Rama. “Ya sudah, kita pergi sekarang nanti kalau sudah di jalan baru kita putuskan mau ke mana,” ucap Elsa, “Abang tunggu di sini Elsa ganti baju dulu.” Elsa sangat senang akhirnya setelah berminggu-minggu tidak pergi ke mana pun, dia bisa menikmati untuk bisa pergi keluar. Rama mengajaknya pergi ke sebuah pameran yang ada di kota ini. “Kita jalan-jalan di sini,” ajak Rama sambil mengulurkan tangannya. Elsa menerima uluran tangan Rama dan pria itu menautkan jari-jari mereka seperti sepasang kekasih. Stand kuliner adalah yang banyak mereka datangi, apalagi Elsa sudah lama tidak memakan beberapa jajanan yang dia suka. “Coba ini Bang,” Elsa mengulurkan sendok yang berisi potongan kue ke dekat mulut Rama. Pria itu sedikit ragu untuk menerimanya, tapi akhirnya dia membuka mulut dan menerima suapan dari Elsa. Setelahnya Elsa pun menyuapkan potongan kue lain ke mulutnya dengan memakai
Rama melambaikan tangan ketika sudah berada di dalam mobil yang di kendarai oleh Bapaknya.“Kok kamu ngak bilang kalau mau pulang hari ini Ram?” tanya Ibu Tri melihat pada Rama yang duduk di kursi belakang.“Rencana sih dua hari lagi Bu, tapi begitu kerjanya selesai hari ini Rama langsung ke pikiran langsung mau pulang,” sahut Rama menjelaskan.“Mungkin feeling sama situasi di sini ya Ram?” tanya Ibu Tri lagi.“Ya,” sahut Rama singkat.“Untung tadi Elsa ngak marah, kamu itu hampir bikin ibu kehilangan calon mantu kesayangan,” sungut ibunya.“Ya kalau ngak Elsa ngak jadi, kan masih ada calon satunya,” ucap Bapaknya.“Calon yang mana maksud Bapak?” tanya Ibu Tri.“Itu cewek yang foto bareng Rama,” sahut Bapak Rama.“CK, cewek yang suka pakai baju seksi itu?” sahut Ibu Tri.Bapak Rama menganggukkan kepalanya,” Iya.”“Ngak mau, cewek ngak sopan begitu ngak pantes jadi calon mantuku,” sahut Ibu Tri ketus.“Ram, Ibu mau tanya...” perkataan Ibu Tri terhenti saat melihat Rama y
Rama berkali-kali melirik bergantian, pada Elsa yang duduk tak jauh darinya dan pada enam pasang mata yang ada di belakangnya.Rama tak berhenti mengusap wajah juga lehernya.Rasa kebas masih terasa di kaki juga badannya karena pekerjaan dan penerbangan yang dia lakukan dalam satu hari ini.Sementara Elsa yang duduk cukup jauh dari Rama hanya melirik pria itu dari sudut matanya sambil menundukkan wajah dengan jari yang terpilin di pangkuan.“kamu sudah sehat Sa?” Rama membuka pembicaraan.Elsa hanya menganggukkan kepalanya masih dengan menunduk.“Maaf tadi Abang ngak bermaksud...” ucapan Rama terhenti karena batuk yang coba di tahannya.Rama mengeluarkan sapu tangan dari arah kantong celananya.Elsa mengangkat wajahnya dan melihat kalau sapu tangan itu terlihat agak kotor.Gadis itu baru menyadari saat melihat wajah Rama secara dekat seperti ini.Wajahnya sangat terlihat kusam, lelah dan juga lingkar yang jelas tanda hitam di sekitar matanya.“Mau ke mana Sa?” tanya Rama s
Kemarahan Sumi dan juga Ibu Tri kepada Lukman juga Ikbal gara-gara membuat Elsa pingsan, membuat kedua pria itu diusir dan dilarang untuk datang.Elsa segera di bawa ke rumah sakit, takut sesuatu yang buruk terjadi karena gadis itu cukup lama pingsan.“Mas Ikbal lebih dulu yang memukul,” ucap Elsa lirih dengan wajah sedikit bengkak, saat dia sudah sadar.“Tapi tetap saja seharusnya mereka tidak berkelahi di dekatmu, keterlaluan!” omel Sumi, “Tuh Mba ajari keponakannya, kok bikin rusuh di rumah orang!”“Ck, tenang saja nanti Mbak bakal marahin dia nanti,” sahut Ibu Tri sambil mengambil telepon genggamnya dan tidak lama terdengar omelan panjang lebar darinya.“Bu, Elsa mau pulang saja ngak usah nginap di sini,” ujar Elsa pada Sumi.“Tapi Sa..”“Elsa takut tinggal di rumah sakit lagi,” sela Elsa.“Tunggu Daddymu dan Ayah datang ya, baru kita pulang,” sahut Sumi yang mengerti ketakutan Elsa.“Abang susah banget sih di hubungi,” Adit masuk dengan bersungut.“Mungkin Abang masih s
Ibu Tri merenggut saat mendengar tuduhan Sumi pada Rama. “Jangan asal bicara ya, cah gantengku itu tidak mungkin selingkuh,” bantah Ibu Tri sambil menatap Sumi tajam. “Lho Mbak ngak percaya, coba Adit mana foto Rama sama cewek seksi kemarin,” Sumi mengulurkan tangannya meminta agar Adit memberikan hape miliknya. Adit hanya mengaruk kepalanya, ini kalau sudah berurusan dengan Ibu-ibu yang suka ikut campur urusan anaknya. “Mana!” Sumi terlihat tak sabar. “Iya sebentar Bu,” ucap Adit sambil mengeluarkan hapenya dan memberikan pada ibunya. “Nah ini buktinya,” ujar Sumi sambil memperlihatkan hape adit pada Ibu Tri. Segera Ibu Tri melihat pada gambar yang ada di sana dan langsung mencebikan bibirnya. “Hanya gambar seperti itu tidak membuktikan kalau cah gantengku pacaran sama perempuan itu,” cibir Ibu Tri. “Lho ini kan jelas kalau Rama di sana sama perempuan lain, mereka pacaran,” tegas Sumi tak mau kalah. “Sumi coba perhatikan baik-baik,” Ibu Tri menunjuk gambar pada gawai itu, “
Elsa merenung, untuk apa dia begitu marah pada Rama tadi sampai harus menangis dan mengatakan pria itu jahat dan pembohong, sangat kekanak-kanakan.“Huf, Abang pasti marah sama aku,” pikir Elsa, “Aku marah-marah ngak jelas seperti tadi.”Dia memandang telepon genggamnya, melihat beberapa notifikasi pesan masuk.(“Sa, Abang minta maaf kalau ada salah sama kamu ya.”)(“Abang sibuk banget sampai sering lupa menghubungi kamu.”)(“Abang usahakan untuk segera menyelesaikan semua kerjaan di sini, biar bisa cepat pulang.”) (“Jangan marah ya Sa, Abang mohon sekali lagi minta maaf🙏🙏 kalau memang Abang ada salah.”)Elsa membaca pesan itu, sungguh hati gadis itu menjadi tidak nyaman dengan pesan yang di kirim Rama padanya.Permohonan maaf dari Rama untuk kesalahan yang sebenarnya tidak di lakukan pria itu.Padahal sah-sah saja kalau Rama berselfi atau swafoto dengan orang lain sekalipun itu dengan perempuan cantik seksi menggoda seperti Nindya.Untuk apa marah? Hak apa marah? Elsa
Baiklah! Baiklah! obrolan berlangsung panas, apalagi kalau para pria membicarakan soal wanita seksi.“Ck...ck...” terdengar decak kagum dari mulut Adit dan membuat Elsa kesal melihatnya.Adit yang baru datang ikut bergabung dengan Elsa, Alfa juga Steven.“Bodinya memang seksi abis,” Adit terus memandangi gambar dari ponsel Alfa, “Aku mau follow dia.”“Wuih, yang follow dia banyak sampai satu juta lebih,” Steven ikut membuka tautan media sosial.“Dia sudah follow back aku!” Adit terlihat kegirangan karena begitu cepat mendapat tanggapan.“Sama Dit!” seru Steven dan kembali tos para pria di lakukan.“Kerja di mana di Mas?” tanya Adit.“Oh itu, perusahaan besar,” sahut Alfa menyebutkan nama perusahaan itu.“Dia ini termasuk orang kepercayaan Pak Bram, waktu aku ikut rapat dengan bos waktu itu,” lanjut Alfa bercerita sambil mengunyah makanan.“Orangnya memegang asli cantik dan bodinya, beuh,” Alfa terus berceloteh mengacungkan dua jempol jarinya, “Semolohoy.”Tangan Alfa memben
Bunyi mesin EKG terdengar pelan, pria tua yang berbaring itu terlihat seperti tidur dengan tenang.Mesin bantu pernapasan terpasang dengan beberapa selang yang menempel di tubuhnya.“Bagaimana keadaan tuan Haris?” pria dengan berjas hitam itu memperhatikan Haris yang berbaring tanpa daya.“Kondisinya masih kritis, tapi sepertinya dia berusaha untuk bertahan,” ujar pria dengan menggunakan baju OK putih.“Aku rasa tuan Haris punya alasan untuk bertahan.”“Apa Anda tak menghubungi keluarganya, siapa tahu...”“Tidak, karena justru itu akan membuat nyawa tuan Haris dalam bahaya lagi.”“Tapi...”“Dia sudah memberi amanat, kecuali kalau dia sudah mati baru dia ingin ada keluarga yang berada di sampingnya.” “Itu aneh.”“Ya, tuan Haris memang aneh.”“Tapi saya akui, dia pria tua yang kuat walaupun nyaris saja suntikan itu mengenai jantung dan pembuluh darahnya.”“Itu benar.”“Apakah rekaman cctv yang saya berikan sudah ada titik terangnya?”“Belum, karena sepertinya orang ini p
Cafe itu masih sunyi, hanya beberapa pengunjung yang terlihat. Dua orang saling duduk berhadapan di pojok ruangan, sambil sesekali memperhatikan orang yang keluar masuk di cafe itu dan terlihat sedang terlibat pembicaraan serius. “Sebaiknya kau hentikan dulu rencanamu itu.” “Apa hentikan?” “Ya hentikan saja.” “Kau pikir aku akan hidup tenang selama keturunan Ratih masih hidup?” Terdengar helaan nafas panjang, “Kau bisa menundanya dulu.” “Aku sudah menyusun semuanya dan dalam waktu kami akan menjalankannya.” “Jangan sekarang, apa kau tahu polisi sudah melakukan penyelidikan dan beberapa orang sudah di curiga.” “Mungkin saja beberapa orang itu tidak termasuk aku.” “Jangan terlalu percaya diri, mungkin sekarang kau tidak termasuk yang di curiga tapi tidak mungkin semakin lama arahnya akan ke sana.” “Ha...ha...ha..! “Apa yang membuatmu tertawa? Apa kau pikir semua ini lucu?” terdengar nada tersinggung dari lawan bicaranya. “Lucu, sangat lucu.” “Bagian mana yang kau anggap lu