Ibu Tri baru saja kembali dari ruang kerja Rasmi, saat dia melihat Rama yang sedang terlibat pembicaraan dengan Ikbal.“Dengar ya Mas, kamu itu ngak punya hak buat melarang aku buat melihat keadaan Elsa!”“Aku tidak melarangmu untuk melihatnya, tapi Om Frans yang melarangmu untuk melakukannya!”“Itu pasti Mas yang mempengaruhi supaya Om Frans melarangku untuk menjenguk Elsa, Mas mau cari muka?”Rama hanya menggelengkan kepalanya, “Terserah kau saja mau berpikir apa.”“Minggir! Aku masuk ke dalam!” Ikbal mencoba mendorong Rama.Tapi Rama bergeming, “Tolong, aku tidak mau ada keributan di sini, kasihan...”“Buk! Buk!”Rama merasakan sakit di perutnya akibat pukulan tiba-tiba Ikbal tanpa mampu melawannya.Ikbal segera ingin melayangkan kembali pukulan, tapi kemudian dia terjengkang di tarik ke belakang.“Aduh! Aduh!” Ikbal merasakan telinganya sakit di tarik.Ketika Ikbal ingin marah dan melawan pada orang yang menarik telinganya, dia langsung berhenti berontak.“Dasar anak
Danu beberapa kali menarik napas, dia bisa melihat kalau sahabat baiknya ini terlihat lelah.“Seharusnya kamu serahkan saja pekerjaan ini padaku, kalau tidak pada yang lain saja, ”saran Danu saat dia menerima berkas yang di berikan oleh Rama. Rama mencopot kacamata dan memijit pangkal hidungnya, “Tidak apa-apa, ini sudah menjadi tanggung jawabku.”“Bagaimana keadaan Elsa?” “Masih koma dan kritis,” Rama mendesah pelan.“Lalu siapa yang sekarang menjaganya saat ini?”“Om Frans dan Ibu Sumi.”“Maaf, aku baru sempat menjenguknya.”“Tidak masalah Danu, kau juga sibuk Menggantikan aku saat Ibuku sakit dan sekarang Elsa.”“Lalu bude Tri, bagaimana keadaannya?”“Sehat.”“Sehat?”“Iya, sehat.”“Seberapa sehat?”“Sangat sehat,” Rama kembali menghirup kopi yang sudah mulai dingin.“Tidak mungkin sangat sehat, bude itu kan baru beberapa hari yang lalu terkena serangan jantung.”Dengan menopang dagu Rama menatap sahabatnya itu, “Katakan padaku, seberapa percaya kalau kukatakan sa
Ibu Tri memperhatikan seorang pria muda yang terlihat bolak-balik gelisah di depan pintu rawat Elsa.“Ganteng-ganteng mencurigakan,” batin Ibu Tri yang kemudian berjalan mendekat.“Cari siapa ya?” tanya Ibu Tri.Pria itu terkejut dengan kehadiran Ibu Tri, “ saya mau menjenguk pasien yang di rawat di ruang ini.”“Siapa namanya?” tanya Ibu Tri lagi.“Elsa, Bu.”“Ada hubungan apa dengan Elsa?”“Saya teman baiknya, Bu.”“Namanya siapa?”“Lukman, Bu.”“Teman kerjanya atau bukan?”“Bukan teman kerjanya Bu, saya sahabat baik Elsa.”“Sahabat baiknya ya?”“Iya Bu.”“Saya tidak pernah tahu, Elsa punya sahabat baik pria.”“Saya dan Elsa memang belum lama ini jadi sahabat baik.”“Oh begitu.”“Oh ya Bu, maaf kalau boleh saya tanya, Ibu ini siapanya Elsa?”“Saya ini calon mertuanya Elsa.”“Calon mertuanya Elsa?” Lukman berkerut heran.“Iya.”“Tapi setahu saya Elsa itu belum punya pacar, apalagi calon suami?”“Siapa yang bilang?”“Elsanya sendiri, Bu.”“Pasti Elsa belum berit
Santoso mengusap bekas luka yang ada di wajahnya, menyesap rokok sesekali dengan pandangan mendongak ke atas memperhatikan kaitan sling yang masih bergantung di ujung sisi.Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari petunjuk yang tersisa.Santoso sudah bertanya dengan beberapa pekerja yang ada di konstruksi bangunan gedung ini, sayang belum ada petunjuk karena kejadian itu bertepatan dengan jam istirahat dan makan siang para pekerja.Hanya satu lembar foto yang jadi petunjuk, tapi itu tidak cukup apalagi di gedung itu tidak ada kamera pengawas atau cctv.Tidak ada sidik jari juga jejak kaki tertentu yang mengarah pada pelaku, dia juga sudah bertanya kepada seluruh anggota keluarga yang mungkin mengetahui kalau gadis itu punya musuh tapi justru nihil.Elsa selain cantik, pintar juga baik dan gadis yang pemalu tidak sedang menjalani hubungan dengan siapa pun, begitu banyak tanggapan positif tentangnya baik itu keluarga dan rekan kerja.Santoso mengangkat sling besi itu, u
Ibu Tri masih belum pulang, dia akan berlama-lama apalagi kalau hanya ada Rama di sana.“Ibu sebaiknya pulang istirahat dulu,” saran Rama pada Ibunya.Ibu Tri melihat pada wajah Elsa yang terlihat seperti tidur tenang, “Ibu cuman mau bilang kalau waktu itu hanya sandiwara saja supaya Elsa jadi mantu kami.”Rama hanya diam saja mendengarkan perkataan Ibunya.“Tapi nanti kalau kamu sadar, Ibu ngak akan sandiwara lagi akan ibu usahkan biar kamu tetap jadi mantu Ibu, Sa,” lanjut Ibu Tri dan membuat pria itu melotot mendengar perkataan Ibunya.“Bu...,” sela Rama.“Ibu suka sama Elsa, Ram, sudah terlanjur jatuh hati sama dia cocok banget jadi mantu kesayangan Ibu,” lanjut Ibu Tri.Rama menarik napas berat,” Jangan suka memaksa, Bu.”“Ya harus, kasihan kamu nanti pasti patah hati berat kalau ngak jadi sama Elsa,” sahut Ibunya.“Ibu jangan sok tahu deh,” Rama mendengus kasar.“Ya tahulah, kamu lupa siapa Ibu,” kata Ibu Tri sambil melihat pada Rama.“Kamu ngak akan melakukan sem
Rama merasa seperti bermimpi, mendekati wajah yang ada di hadapannya memegang dengan kedua tangannya.Mendekatkan hidungnya dengan hidung Elsa menatap kedua mata gadis itu suaranya tercekat, “Sa.”“Bang, Elsa haus,” kata gadis itu pelan.Pria itu terpaku sesaat dan kemudian menyadari itu bukanlah mimpi dia segara berlari keluar berteriak memanggil dokter dan suster jaga, Adit yang sedang tertidur di sofa luar pun terkejut.Adit sempat panik karena takut terjadi sesuatu yang buruk, tapi kemudian dia lega begitu mendengar kalau Elsa sudah sadar.Setelah dokter memastikan keadaan Elsa sudah Benar-benar baik, Rama dan Adit mendekat.Kedua wajah pria itu cerah juga lega melihat kalau kondisi Elsa sudah sadar walaupun masih lemah.“Bang aku haus,” kata Elsa lagi dan itu membuat Rama langsung bergerak mengambil gelas dan sedotan serta membantu Elsa minum.Elsa dapat merasakan kalau keningnya dicium, dan pelukan erat dirasakan olehnya dia menyadarkan wajah ke dada pria itu dan air mata pun
Setelah selesai di periksa dan kondisinya dinyatakan sudah stabil, Elsa segera di pindahkan dari ruang ICU ke ruang rawat biasa. “Biar saya yang angkat,” Rama mengangkat tubuh Elsa saat akan di dipindahkan dari brankar ke tempat tidur yang ada di ruangan itu.“Elsa berat, Bang,” bisik Elsa.“Beratmu 100kg pun Abang masih bisa angkat,” Rama menaruh Elsa ke tempat tidur dan meletakkannya perlahan seolah di takut Elsa akan merasa sakit.“Berat Elsa cuman 60kg, ngak 100kg,” protes Elsa.“Beda dikit.”“Banyak Bang,” Elsa memukul punggung Rama pelan.Rama hanya tersenyum mendengar protes Elsa, sambil membetulkan letak tidur dan bantal yang ada di belakang Elsa. Perawat yang mengantung infus dan memeriksa kembali tekanan darah Elisa sambil bertanya tentang apa yang di keluhkan Elsa tersenyum melihat semua perhatian Rama.“Begini sudah enak?”“Sudah, Bang.”“Kamu mau yang lain, Sa?”“Ngak, Elsa masih ngantuk.”“Ya sudah kalau begitu kamu tidur saja lagi.”Wajah Rama begitu dek
“Mungkin Anda salah kamar, di sini memang nama pasiennya Elsa tapi nama Daddynya Frans,” sahut Ibu Tri dengan memandang curiga.“Elsa itu putri kandung saya, kalau Frans itu cuman orang tua angkatnya saja,” terang Ferry.“Jangan bohong ya, saya kenal semua keluarga Elsa, tapi tidak pernah saya dengar tentang Anda,” Ibu Tri terdengar kekeuh dengan pendapatnya sendiri.“Saya tidak bohong, saya ini memang Papa kandungnya Elsa,” Ferry terdengar putus asa.“Kalau kamu memang Papa kandungnya Elsa, kenapa baru muncul sekarang?” “Saya baru tahu kabar soal Elsa itu kemarin.”“Memang Anda tinggal di mana? Kok baru tahu itu kemarin?”“Saya tinggal di kota ini juga, tapi ..”“Nah apalagi kalau tinggal satu kota begini, tidak mungkin Anda baru tahu soal Elsa kemarin, kan Elsa sudah satu Minggu di rawat di rumah sakit? Anda itu sangat mencurigakan.”Ibu Tri terus mengawasi gerak-gerik kedua orang yang ada di hadapannya, terutama gadis muda yang ada di samping pria itu.“Tante, apa yang d