"Nggak usah, Kamu baringan aja, Aku bisa sendiri," jelas Alsen saat Kiandra membantunya mengeringkan diri. Kiandra tidak menjawab dan terus melakukan pekerjaannya. Mengusap kepala suaminya dengan handuk, sebelum menggunakan hair dryer untuk mengeringkannya. Alsen tersenyum dengan hal itu, karena ini pertama kalinya Kiandra memperhatikannya setelah masalah mereka."Maaf, ya. Soal yang kemarin, Aku dalam pengaruh obat. Walaupun itu Kamu dan Aku sangat bersyukur, tapi Aku juga sangat menyesal. Aku merutuki diriku yang sudah menyakiti Kamu dan calon anak Kita," jelas Alsen mengalihkan pada topik lain. Ah, ya setelah masalah Shifa berakhir, mereka memang belum membicarakannya sama sekali. "Tidak usah sungkan, Mas. Bukannya Kamu pernah bilang jika alasanmu mempertahankan pernikahan Kita adalah untuk menyiksaku? Kenapa minta maaf, bukannya itulah yang seharusnya terjadi?!" balas Kiandra dengan ketus. Jangan salah, walaupun dia tidak pergi dari sisi suaminya, tapi Kiandra juga belum bisa m
"Huekkk ...." Vela kembali memuntahkan isi perutnya dan hal itu sudah terjadi rutin hampir setiap pagi. Aktivitasnya bahkan menjadi terganggu dan dia sering tidak fokus."Kamu sakit, Vel?" tanya Melvin yang tak luput memperhatikan asistennya itu dalam bekerja. Dia sedikit khawatir lantaran Vela ini adalah adik dari orang yang disukainya Lana."Hanya sedikit mual dan juga pusing, mungkin karena belakangan ini sering terlambat makan, Pak," jelas Vela memberitahu, tapi dia juga sedikit ragu dengan ucapannya sendiri. Terlebih saat bulan ini dia belum kedatangan tamu bulanannya."Baiklah, Kamu ambil cuti hari ini dan beristirahatlah di rumah," ujar Melvin memberi izin tanpa diminta."Tapi Pak, bagaimana dengan pekerjaan Saya. Siang ini bukankah Kita juga harus bertemu dengan klien Kita?" tanya Vela sembari mengingatkan.Melvin segera terdiam dan berpikir keras. Dia butuh Vela menemaninya apalagi kondisinya Alsen sudah memberinya tanggung jawab yang besar kepadanya di perusahaan untuk semen
"Lakukan yang terbaik, jangan ada kesalahan sama sekali. Aku tidak ingin istriku kecewa!" tegas Alsen memberi perintah."Tapi Tuan, bukankah Anda pernah bilang wanita yang mandiri itu amat merepotkan," jelas Melvin mengingatkan."Aku tahu, tapi Kau pikir Aku bisa apa dihadapan istriku yang bawel itu?!" Jelas Alsen menghela nafasnya kasar dan membuat Melvin membatin kesal.'Sesuka hati, biasanya juga begitu. Selain pekerja keras, tuan Alsen ini juga suka memutar fakta. menyakiti, tapi bersikap seperti orang yang paling tersakiti!' batin Melvin."Oh, iya. Dimana bunganya?" tanya Alsen menuntut. Sudah jadi kebiasaan Melvin tiap datang ke rumah bosnya harus membawa bunga dan juga hidangan favorit istri bosnya Kiandra.Tak mau berlama-lama, Melvin pun menyerahkannya dan pamit pergi. Sementara Alsen langsung ke kamar untuk menemui istrinya. Ternyata wanitanya itu sedang berhadapan dengan laptop, dan sepertinya sedang melakukan panggilan video. Dari yang Alsen dengar Kiandra dan lawan bicara
"Hai, Kiandra!" ujar seseorang menghampiri Kiandra. Saat ini dia sedang menghadiri reuni sekolahnya. Teman-teman sudah berkumpul di sana, tapi Alsen sempat pamit padanya untuk ke toilet sehingga Kiandra tiba terlebih dahulu di sana. "Udah hamil saja, anak keberapa ini?" tanya teman sekolahnya itu."Nggak ada ujan, nggak ada badai, udah nikah aja sama pangeran Kamu, tapi nggak ngundang Kita-Kita?!" timpal temannya yang lain. "Tapi nggak masalah sih, asal acara syukuran calon bayi Kamu, nanti Kita-Kita diundang. Setuju nggak teman-teman?!" ujar temannya itu membuat kehebohan. Kiandra tak keberatan dengan permintaan itu, dan malah senang sekali. Sampai kemudian sosok Vela tiba di sana dan dia tak sendirian melainkan dengan Vano mantan kekasih Kiandra. Sambil mengerutkan dahi, Kiandra pun menatap heran sahabatnya itu dan Vela segera merasa bersalah. "Ini nggak seperti yang Kamu pikirkan Ki!" ujar Vela dengan cepat menghampiri Kiandra dan menjelaskan. Sementara Vano tampak mengepalkan
Shifa ternyata harus tinggal di jalanan setelah kejadian di rumah sakit. Namun, bukan hanya itu. Wanita itu juga terlihat tidak waras, dan bahkan mengenakan pakaian yang compang-camping. Wanita itu berkeliaran di sekitar jalanan berbaur dengan golongan orang yang sama sepertinya."Wanita gila, Aku akan membunuhmu!" ujar Shifa melihat penampakan Alsen dan Kiandra turun dari mobil.Keduanya sedang singgah di depan mini market, lalu terlihat memasuki mini market tersebut. Berjalan dengan Kiandra yang berada di depan dan Alsen dibelakangannya."Sayang, tunggu Aku!" ujar Alsen dengan sedikit berteriak. "Jangan berjalan secepat itu atau Kamu memang sengaja menghindari Aku?!"Kiandra hanya mendesah kasar tanpa memperdulikan ucapan suaminya. Alsen memang berlebihan, apalagi sekarang dia juga sudah tak sungkan memanggil Kiandra dengan panggilan mesra. "Kiandra, kenapa sulit mendengarkan suamimu sendiri?!"Sementara itu, Shifa yang sudah gila tak bisa berpikir dengan baik lagi. Dalam kepalanya
"Kamu kemana saja sih?!" omel Vano saat melihat Vela. Mereka habis pergi bersama ke acara reunian, tapi saat pulang wanita itu malah menghilang, dan barulah ketemu setelah enam jam berlalu.Setelah Vano lelah mencarinya, dan ternyata Vela justru tidak pergi kemanapun selain ke apartemen Vela. Vano memang suka ke tempat itu dan bahkan apartemen tersebut sudah merangkap menjadi tempat tinggal pribadinya, sejak tahu Vela hamil anaknya. Pria itu memaksakan diri dan juga memaksa Vela menuruti maunya. "Aku tidak pergi kemanapun, Aku langsung pulang dan Kamu lihat Aku baik-baik saja," jelas Vela dengan datar. Meski sebenarnya dia geram dengan sosok dihadapannya. Dia sudah mendengar ucapan Vano pada Kiandra, dan sakit hati meskipun tidak ada hubungan perasaan diantara mereka. "Kenapa tidak memberitahu?" tanya Vano kesal. Vela membuang nafasnya kasar. "Kenapa harus memberitahu, Aku siapa untukmu?" balas Vela dengan ketus. "Apa Kamu bilang?!" geram Vano menatap Vela dengan tajam. "Apa? Ay
"Kenapa harus pulang sih? Kamu kan masih sakit, Mas. Dokter juga belum ngebolehin," ujar Kiandra rewel. Wanita itu masih mencemaskan suaminya meski sudah sadar dan tidak mengalami luka yang mengkhawatirkan."Kiandra, Aku baik-baik saja," jelas Alsen bersikeras. Meskipun sakit dia tidak tahan berlama-lama di rumah sakit. Selain karena bosan, di tidak bisa bekerja dan juga bebas memonopoli istrinya.Sebentar-sebentar dokter dan perawat datang untuk mengecek kondisinya, sebentar-sebentar ada yang datang untuk menjenguknya. Alsen kesal dengan hal itu, apalagi bagian Vano sepupunya. Menjenguk? Apanya yang menjenguk, Alsen tidak bodoh sampai tak mengerti maksudnya. Dia datang bukan untuk menjenguk, tapi kesempatan untuk melihat Kiandra dan mendekatinya."Kalau nanti, Mas kenapa-napa bagaimana?" tanya Kiandra dengan wajah kesal yang bercampur cemas."Aku sudah sehat, Sayang! Lagian cuma dilempar batu," jelas Alsen memaksakan diri padahal berdiri saja masih sempoyongan."Kiandra benar, Kamu h
"Ternyata Kamu di sini, Lan?" ujar Melvin yang sepertinya habis mencari Lana. Dia melihat wanita itu pucat dan menjadi cemas. "Ada apa denganmu, kenapa terlihat lemas, Kamu belum makan, Lan?"Wanita itu menggelengkan kepalanya dan segera mengatur raut wajahnya supaya terlihat normal. "Saya cuma haus, Tuan," jawabnya dengan tidak salah.Lana memang haus, meski bukan itu bukan penyebab utama dia menjadi sangat pucat. Wanita itu masih syok dengan sosok di masa lalunya dan hal itu tidak baik. Ada masalalu kelam di sana, dan Lana sudah mencoba untuk melupakan segalanya. Namun mungkin yang wanita takutkan itu bisa terjadi, lantaran bertemu dengan sosok yang paling dihindarinya."Baiklah, setelah ini tolong buatkan minuman untuk tamunya, Tuan Alsen, dan bawa ke depan," jelas Melvin memberitahu maksudnya menemui Lana."Ada lagi, Tuan?" tanya Lana memastikan."Tentu saja. Jangan lupa minuman khusus untukku yang di buat dengan segenap cintamu!" jelas Melvin tak lupa untuk menggodanya.Lana meng
"Kiandra!!" panggil Alsen terlihat lega dan berhambur memeluk istrinya. "Kamu dari mana aja, Ki? Kamu membuatku khawatir, Kamu baik-baik saja ...."Kiandra langsung menganggukkan kepalanya, membiarkan Alsen memeluknya erat meski dia merasa sesak. Namun, Kiandra akui ini salahnya karena pergi tanpa memberitahu dan melewatkan panggilan telepon dari suaminya. "Maaf, Aku buru-buru dan lupa mengabari Kamu Mas. Mmm, tapi Aku baik-baik aja, kok," jawab Kiandra meyakinkan. Alsen segera melerai pelukannya, memberi jarak kemudian memperhatikan istrinya dari ujung kaki sampai ujung rambut, dan hal itu membuat Kiandra sedikit jengah. "Beneran, Aku baik-baik aja, Mas. Serius!" ujar Kiandra kembali meyakinkan suaminya. Alsen tidak langsung menjawab, tapi malah membawanya ke sofa. Pikirnya ibu hamil tidak boleh lama-lama berdiri. "Baiklah, Aku percaya Kamu baik-baik saja, tapi lain kali kalau mau pergi jangan seperti ini lagi. Kamu harus memberitahuku. Kemana dan sama siapa saja. Bukan maksud
"Bisakah Kita bertemu?" ujar Vela di telepon. Beberapa waktu kemudiaan dan mereka bertemu, wanita itu langsung berhambur memeluk sahabatnya Kiandra. Wajahnya sayu seperti tengah menyimpan beban berat dan Kiandra segera menyadarinya meski wanita itu belum bicara. "Ssstt ... tidak apa-apa, Vel. Sekarang Aku di sini," ujar Kiandra seraya membalas pelukan sahabatnya itu. "Kamu kenapa?" bukan Kiandra yang bertanya, tapi Vela. Ah, iya. Penampilan Kiandra memang sedikit kacau. Dia baru bangun tidur saat mendapat telepon dari sahabatnya, dan saat menemui Vela sekarang diapun lupa pamit pada suaminya. "Aku kenapa?" Kiandra memperhatikan dirinya sendiri. Menggunakan camera ponsel untuk melihat wajahnya. "Ah, ini semua gara-gara mas Alsen suami Aku. Sudahlah, Kamu abaikan saja. Sekarang Kamu cerita, dan jangan berbohong!"Saat ditelepon, Vela memang sudah menunjukkan gelagat aneh dan menurut Kiandra itu tidak biasa. Dia tahu sahabatnya pasti butuh dirinya untuk masalahnya. "Aku tahu Kamu s
Blam!! Adam melonggarkan ikatan dasinya dan menatap geram pada Syera. "Kau tidak pantas melakukan itu pada Lana dan siapa yang membiarkanmu kemari?!"Adam menatap sekitarnya dan menemukan semua orang termasuk pembantu yang ada di sana, menundukkan kepalanya. Mereka takut dan tak satupun berani menjawab. Namun, disaat yang sama Syera mulai bangkit dan membalas Adam dengan tidak terima. "Kau yang apa-apaan, Mas? Apa yang membuatmu mendorongku, apakah wanita ini?!" sarkas Syera dengan marah. "Dan apa maksudmu berkata istri? Dia cuma pembantu yang beruntung melahirkan anakmu. Sadarlah!!"Plak! "Tutup mulutmu!!" Adam tidak hanya menampar Syera, tapi menegaskan. "Dia memang istriku, dan jika ada yang harus bersyukur di sini, maka itu adalah Kau. Jal*ng bisa menyandang status istriku, tapi jangan senang Syera, karena secepatnya Kita akan bercerai!"Syera yang masih memegang pipinya menatap Adam dengan tak percaya. "Apa maksudmu, Kau akan menceraikan Aku demi wanita ini?!""Ya, dan Aku sud
"Sial. Di mana Melvin sekarang, bagaimana bisa menghilang dengan tiba-tiba?!" kesal Alsen yang masih saja belum bisa menghubungi asistennya itu. Kiandra menghela nafasnya dengan kasar, sembari melepas gandengannya dari suaminya. Wanita itu juga kesal, dan terlihat menghampiri sofa dan duduk di sana. Saat ini keduanya memang sudah sampai di kantor, dan seperti yang Alsen keluhkan Melvin sama sekali tak berada di sana. "Berhenti berkata kasar, Mas. Udahlah hal kecil seperti itu saja dibawa emosi. Dasar tempramen!" cibir Kiandra. Alsen langsung menarik nafasnya kasar. Lalu mengusap wajahnya. "Maaf, Sayang. Aku cuma nggak suka orang yang tidak kompeten dan seenaknya.""Tapi Kamu juga gitu!" sarkas Kiandra mengingatkan. "Emang dasar Kamu doyan marah dan mengumpat. Nggak bisa sabar atau cari tahu. Gimana kalo Melvin sedang dalam masalah, apa Kamu tetap marah?"Alsen menghampiri istrinya dan mendekat. Wanita itu mempengaruhi emosinya dan juga seperti obat untuk meredakan perasaannya yang
"Kamu akan pergi sekarang?" tanya Kiandra sedikit kesal.Padahal sudah menjadi rutinitas bagi Alsen pergi brkerja hampir setiap pagi. Namun, hari ini Kiandra mencegahnya, karena merasa ingin bersama dengan suaminya dan tidak rela berpisah."Ya, Aku memang harus ke kantor hari ini, Sayang. Walaupun beberapa pekerjaan sudah Aku berikan pada Melvin, tapi Aku juga tidak bisa lepas tangan. Ini mata pencarianku, jika ada masalah, bagaimana nanti Aku akan menafkahimu dan juga memberi makan anak Kita?" jelas Alsen sambil mengusap puncak kepala istrinya."Tapi Aku tidak miskin, Mas. Aku juga bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Lagian tidak bekerja hari ini tidak akan membuatmu bangkrut," jawab Kiandra sambil menatap manja pada suamianya.Tidak perlu dijelaskan, Alsen segera mengerti keinginan istrinya dan diapun senang dengan hal itu. Mencium bib*r Kiandra kemudian mengambil ponselnya."Sebentar, biar Aku hubungi Melvin dulu," ujarnya yang langsung diangguki oleh Kiandra.Namun, Alsen seger
Pulang dari rumah Davin-Lia, Kiandra langsung tergolek tidur dan pulas. Membuat Alsen berdecak kesal, karena tampaknya dia masih menginginkan istrinya, namun bagaimana lagi sebagai seorang ayah Alsen tidak bisa menggunakan wewenangnya untuk memaksa. Cup! "Tidur yang nyenyak, Sayang. Kamu pasti lelah ya ... tidak masalah, Aku bisa menunggu, tapi besok tidak lagi!" ujar Alsen yang tidak bisa berbohong, sebab dia sedikit jengkel. Menarik selimut kemudian berbaring di sisi istrinya. Sementara Kiandra ternyata belum pulas, begitu mendengar dengkuran halus suaminya, dia berani membuka mata dan menatap suaminya dengan kesal. "Dasar maniak, tiga kali seminggu paling tidak bisa. Ck, dia pikir enak? Nggak tahu aja, Aku harus pegal linu. Diminta pijat, eh malah keterusan. Nyebelin!!" gerutu Kiandra kesal. Namun, tiba-tiba saja itu berubah saat dia semakin intens menatap suaminya. "Tapi mas Alsen ganteng banget, hmm ... hidungnya mancung kayak perosotan anak TK. Bahu lebar dada bidang. Punya
Hendra tersenyum lega mendengar berita Belinda ditangkap karena kasus pencucian uang, meskipun jauh di lubuk hatinya dia masih tak tega. Mengingat perempuan itu sudah menemaninya bertahun-tahun lamanya. "Dad, Aku--" "Ada apalagi Vela, apa masih tidak cukup penderitaan yang dialami putraku demi dirimu?!" sarkas Hendra begitu dia tersadar dari lamunannya. "Kepalanya harus dibalut, dan mendapat beberapa jahitan, meskipun tidak parah dan tidak sampai geger otak. Apa maumu lagi, hahh ...."Hendra tidak bermaksud melakukan itu, tapi pria itu memang sedikit tertekan karena kondisi putra satu-satunya itu. Karena Belinda, sekarang dia juga tak tahu di mana Shifa berada. Hendra segan jika harus bertanya pada Lingga, tapi di sisi lain meski bisa mencari tahu sendiri, Hendra juga tidak mau melakukannya. Dia merasa bodoh karena terlalu banyak menggunakan hatinya, padahal Shifa bukan siapa-siapa, dan bahkan adalah hinaan paling besar dalam hidupnya. "Aku cukup sabar beberapa hari ini, membiarkan
"Maaf, Ki ... Kamu sudah tidak marah sama Aku?" ujar Alsen mengalah. Tidak ada gunanya mendebat wanita apalagi dia hamil. Alsen sedikit sadar dan menekan egonya, sementara Kiandra malah membuang nafasnya kasar. "Maaf aja terus? Entah sampai kapan berubahnya, udah tua lagi!" dumel Kiandra kesal. Namun akhirnya wanita itupun mengangguk setuju, Alsen tersenyum melihatnya. Mengikis jarak kemudian memeluknya, sembari menghirup aroma tubuh bercampur parfum yang membuat Alsen candu. "Aku suka dengan kejutannya, meskipun sempat takut bagian pintunya tadi. Tidak masalah, Aku sebenarnya suka apapun tentang Kamu," ungkap Kiandra bicara manis. Semudah itu moodnya berubah. Yah, memang begitulah wanita. Asal pria berani mengalah, maka hatinya wanita mudah saja luluh. 'Tapi kenyataannya tidak suka hal yang berulang dan mudah bosan. Pembual.' Harusnya hal itu yang Alsen katakan, namun mana mungkin dia berani. Pria itu tak mau istrinya mengomel dan mereka kembali bertengkar. "Aku tahu itu," jaw
Melvin terlihat buruk dengan mata yang memerah menahan air mata. Meski tidak menangis, laki-laki terlihat payah dengan penampilannya yang sudah acak. Tak seperti biasanya, setelan formal dengan jas yang membuatnya terlihat berwibawa, justru kini membuatnya seperti banjing*n. "Maaf, Tuan. Anda sudah mabuk," ujar bartender yang sejak tadi memberinya minuman beralkohol, kali ini menentukan sikap. "Tidak, berikan padaku lagi!!" teriak Melvin membentak. Dia memang sudah biasa keluar masuk klub malam, tapi biasanya tinggal di ruang privat untuk membahas bisnis dengan kliennya, sekaligus minum. Akan tetapi, meski begitu Melvin hanya meneguk wine dengan kadar alkohol paling rendah, walaupun sesekali mencoba yang lebih tinggi. Namun, sekarang tidak seperti itu. Dia ke klub bukan lagi untuk menemui kliennya, melainkan untuk menenangkan diri, dan bahkan tidak berada di ruang privat. Melvin bergabung di ruangan penuh orang dan penuh kebisingan dengan lampu yang berkedap-kedip. Melvin di sana k