Pintu ruangan pun dibuka, Ikatan tangan dan kaki Edna dilepaskan. "Ayo, saatnya menghasilkan uang untuk kami!" ujar salah satu pria yang tadi membuka ikatan tangan dan kaki Edna. "Kalian mau bawa aku ke mana?" tanya Edna dengan sedikit takut, firasat hatinya mengatakan dia akan dijual, seperti kata mereka waktu itu. "Kita pergi ke pelelangan!" jawab pria yang sedang membawanya itu. Hati Edna semakin ingin menangis berteriak ketika mendengar perkataan itu. Dia pun memberontak sekuat tenaga yang dia bisa. Tapi, tetap saja tubuhnya tidak berdaya, mudah terhempas seperti kapas. hanya saja Kali ini tidak ada pukulan yang mendarat di wajah Edna, "Rias dia dengan baik!" ujar si pria yang membawa Edna seraya mendorong tubuh Edna sampai terjatuh. Dua wanita yang ada di ruangan make up itu pun, langsung memapah Edna untuk berdiri. "Kalian mau apa!" ujar marah Edna kepada dua wanita yang tadi baru saja membantunya berdiri. "Nona, kami hanya akan merias kau saja. Untuk selebihnya kam
Meski sudah mengendap-endap, tetap saja ketahuan. "Apa sedang menghindariku?" Imbuh Alicia sambil bersedekap tangan."Astaga!" ujar Anthony seraya membalikan badan. "Kau mengagetkanku!" "Apa ada yang kau sembunyikan?" tanya Alicia lagi dengan nada menyelidik."Tidak ... aku tidak menyembunyikan apa-apa!" imbuh Anthony. Meski sedikit remang, tapi Alicia dapat melihat memar di wajah suaminya itu. "Apa kau baru saja berkelahi?" "Aku... Eum...!" ujar Anthony sedikit bingung dengan bagaimana menjelaskannya. "Ayo! cepat katakan!' ujar Alicia lagi sudah tidak sabar."Ok, ok ... janji tidak marah!" ujar Anthony seraya menarik istrinya itu masuk ke dalam kamar mereka. Selama mengenal Anthony, Alicia tidak pernah melihat suaminya itu berkelahi, apalagi sampai babak belur memar. Karena tubuh Anthony termasuk aset penting bagi keluarga Smith. "Jadi apa yang baru saja terjadi, mengapa wajahmu sampai seperti ini!" ujar Alicia yang menegaskan matanya ke ujung bibir suminya itu, lalu dia pun b
Alicia berkata lagi, "Kita tahu, jodoh adalah salah satu rahasia ketetapan Tuhan atas diri manusia." "Meski begitu, sebagai manusia tentu kita diminta untuk berusaha agar mendapatkan jodoh sesuai keinginan. Tentu saja, usaha tersebut juga harus disertai dengan doa." "Berdoa... Eum aku sudah berdoa meminta kebaikan untuk diriku!" ujar Edna seraya berkata lagi," Tapi, sepertinya langit masih enggan berteman dengan aku!" "Lalu apa kau akan berputus asa, dan berhenti berdoa?" tanya Alicia. "Tentu saja tidak, aku akan meniru Dewi Kwan Im. Selama masih ada yang kesusahan maka Dia tidak akan naik ke kayangan. Dan aku, selama doaku belum terkabul maka aku akan terus berdoa!" imbuh Edna. "Good Job!" ujar Alicia tertawa sambil memberikan tanda dua jempol kepada Edna. Alicia memberikan kata-kata motivasi kepada Edna. "Kau hanya perlu menggunakan waktu menunggumu dengan hal baik. Karena Tuhan itu tahu, kapan waktu yang tepat untuk dia menyentuh hatimu.""Ya, Cinta itu selalu tahu siapa pemi
Pada saat ini Edna nampak sedang tertidur dengan posisi meringkuk, memegangi lututnya dengan kedua tangannya. Akhir-akhir ini kejadian di dalam hidupnya. Memberi efek emosional yang tidak kecil. Ketika sendirian, Edna pun menjadi was- was. Meski ini di River Side Cluster, yang keamanannya terjamin. Tetap saja dia merasa was-was. Untungnya dia memiliki teman seperti Alicia, Sehingga kewarasannya tetap terjaga. Pada saat ini pihak sekolah sudah mengirimkan pesan kepada Edna, agar besok datang ke sekolah. Rapat darurat langsung dilakukan besok pagi. Keesokan paginya, Edna baru membuka ponsel yang batrainya sudah penuh. Ketika menyala, dia sedikit terkejut. "Kenapa aku dikeluarkan dari grup chat guru!" pikir Edna. Edna membaca pesan dari kepala sekolah, yang memintanya datang ke sekolah. Sebelum foto Edna tersebar, salah satu admin grup chat tersebut mengeluarkan Edna dari grup dengan alasan jika dia mengetahui kasusnya sudah terkuak, maka bisa saja dia bersembunyi, melarikan diri. E
Taksi pun sampai di River side Cluster. Supir taksi turun dan membantu Edna membawa kotak-kotaknya. "Terima kasih Tuan!" ujar Edna Sekali lagi. Supir taksi itu teringat dengan cucu perempuannya, yang memilih bunuh diri karena berputus asa. Dia tidak ingin Edna berpikiran hal yang sama. Maka dia pun Menasihati Edna lagi. "Percayalah bahwa Tuhan selalu adil. Dalam setiap keburukan pasti ada kebaikan. Dalam setiap kesedihan pasti akan muncul kebahagiaan?" "Sejatinya, kesedihan adalah sebuah pengalaman yang mengajarkan untuk menjadi kuat." nasihat supir taksi itu lagi sebelum pergi.Mendengar kata-kata dari pria paruh baya yang sedang mengantarnya. Edna pun bersyukur karena merasa masih ada orang yang mau membesarkan hatinya. Edna pun masuk ke dalam rumah. "Mengapa video itu bisa tersebar! siapa yang menyebarkannya!" pikir Edna. "Berhenti Bekerja lalu bagaimana aku membayar sewa rumah!" gumam pelan Edna. Merasa tidak enak dengan Claudius, maka dia pun mengemasi barangnya lagi. Mem
"Ya begitulah!" jawab Olvia sembari memberikan senyuman lucu. Di Grup Huang, Alicia tidak bisa menghubungi Edna. mencoba menghubungi dari pagi tapi tidak kunjung mendapat respon. Alicia pun menghubungi Claudius. "Apa Edna sedang bersamamu?" "Apa dia tidak memberitahumu?" tanya balik Claudius. "Tidak!' jawab Alicia yang langsung saja menebak, "Apa dia pergi dari rumahmu lagi!" Mendengar cerita Claudius, Alicia pun langsung mengomel. "Oh ya ampun, mengapa dia berhenti bekerja dan malah pergi menghilang!" "Apa yang sedang dia pikirkan!" ujar marah Alicia lagi.Mendengar Alicia mengoceh marah seperti ini, membuat dia lebih memahami jika Ariana dan Alicia memang pribadi yang berbeda. Ariananya adalah seorang wanita yang jika sedang marah maka dia akan memilih diam. Sementara Alicia langsung meluapkannya. Alicia menutup sambungan telepon di ponselnya, Lalu dia segera pergi ke sekolah tempat Edna mengajar. Sesampainya di sana, dia pun langsung menuju ke kantor para guru. "Aku ingin ber
Claudius pun langsung berdiri lalu mengangkat kedua tangannya seperti orang yang baru saja menyerah ditangkap. Dia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi di atas kepalanya. Alicia menatap kepada Anthony dengan berlinang air mata. Melihat itu langsung saja Anthony menghampiri dan memeluknya. "Kau kenapa, mengapa menangis!" "Edna menghilang lagi, dan semua ini karena foto-foto laknat ini!" ujar marah Alicia seraya menunjuk ke pada foto yang ada di atas meja. Anthony mengambilnya, melihatnya lalu melemparkan tatapan bingung kepada Claudius yang hanya dijawab dengan menaikan bahu, yang artinya Claudius juga sama tidak tahu menahu tentang itu."Kami aka cari tahu tentang hal ini, jadi berhentilah menangis!" pinta Anthony kepada istrinya itu. "Jika kau sedih maka bayi kita juga akan sedih, jadi jangan menangis lagi, ok!" hibur Anthony lagi. "Bagaimana jika kita ke rumah Mama dan Papa, apa kau tidak rindu dengan Lionel?" tanya Anthony mengalihkan perhatian Alicia. Teringat dengan Lio
"Ayo! cepat kemari!" pangil Kak Wang kepada Edna dan Alicia. Kak Wang pun menjelaskan beberapa peraturan penting untuk keduanya. "Ingat selalu tersenyum, bahkan meski ketika kau dimaki!" "Kenapa harus senyum, jika tidak salah lalu dimaki kenapa tidak boleh membalas!" Olivia mendebat Kak Wang. "Oh ya ampun-ya ampun! Astaga kepalaku, astaga hatiki!" ujar Kak Wang sembari menepuk-nepuk keningnya sendiri.Kak Wang bertelak pinggang dan berkata lagi, dia memarahi Olivia, "Apa kau ini seorang Nona Muda, yang bisa seenaknya menjawab keluhan pelanggan kita!" imbuh Kak Wang. "Ingat jaga selalu lidah kalian!" ucap Kak Wang. "Diam bukan berarti kalah!" bisik Edna kepada Olivia Chen. "Sudah sana, ke tempat kalian masing-masing!" perintah Kak Wang seraya berkata lagi sambil tertawa, "Oh ya ampun, Nona Muda ... lucu sekali dia!"Edna sudah langsung bisa beradaptasi, bertemu dengan banyak orang ketika menjadi guru, membuatnya cepat beradaptasi. Sementara Olivia yang sejatinya memang memiliki g
Charles dan Jean Smith sudah dipastikan akan mendekam lama di penjara, Sementara, Anthony dan Alicia sudah bersiap untuk pulang keesokan harinya. Sebelum pulang Alicia mengajak Lionel untuk tidak satu kamar dengannya dan juga Anthony. Alicia merasa rindu masa masa ketika membacakan dongeng untuk putranya itu. "Kali ini mau baca dongeng apa?" tanya Anthony seraya meletakan buku kisah 1001 dongen di atas ranjang. "Biarkan Lionel yang memilihnya?" imbuh Alicia sembari menyodorkan buku itu kepada putranya. "Ini saja, Bocah dan penyihir!" ujar Lionel menunjuk kepada salah satu judul cerita. Anthony pun mulai membacakan ceritu itu. "seorang anak tersesat di dalam hutan dan menemukan rumah 'kue' milik penyihir jahat. tak disangka si bocah itu malah dijadikan budak yang setiap hari diberi makan yang banyak agar tubunya menjadi gemuk berisi, Dengan tujuan untuk disantap oleh penyihir itu. Si bocah yang tadi berbadan kurus pun telah berubah menjadi bocah gendut yang terlihat gempal
"ini pasti salah, ini adalah sebuah kesalahnan. kalian tidak bisa membawanya pergi. Apa kalian tidak tahu kami ini keluarga apa?" imbuh Maya Li panjang lebar, Di sana ada Sean Li, tentu saja para polisi itu mengabaikan kata-kata Maya Li. Dan, terus membawa Patrick Li dengan tangan terborgol, Merasa tidak bisa menahan penangkapan Papanya, Maya Li langsung menghampiri Sean yang sedang bersandar berdiri di meja kerja Papapnya itu. "Kau... apa kau sengaja melakukan ini? Karena marah, karena keluarga kita mendesak agar kita segera menikah?" sangka marah Maya Li. "Siapa yang menabur maka dia harus menuai!" jawab Sean seraya melangkah pergi, "Tunggu dulu apa maksudmu itu, katakan kepadaku membunuh, siapa yang dibunuh!" imbuh Maya Li lagi dengan nada yang semakin kacau. Sean tidak mau menjawab, membiarkan Maya Li dengan kegalauan dan kemarahannya. Dixon yang sedari tadi mengikuti hanya terdiam saja. Barulah ketika masuk ke dalam mobil dia besuara, "Apa kau benar-benar sudah mengambi
"Ini demi kebaikannya!" jawab Sean. Olivia menaikan satu alisnya seraya berpikir, "Pria ini pernuh dengan teka-teki!" "Apa ada hal yang membahayakan?" tanya Olivia penasaran. "Bisa ya bisa juga tidak!" jawab Sean berteka teki lagi. "Ish!" ujar Olivia seraya merengut dan pergi ke dapur untuk membantu Nenek Han memasak. Sean hanya tersenyum saja, entah mengapa semakin Olivia kesal, hatinya semakin terasa manis, seperti permen tanghulu buah apel yang ditambah siram gula. Ponsel Sean berdering lagi, "Foto-foto sudah ada, apakah mau hari ini?" tanya Dixon. Sean mengintip ke dapur lalu berkata, "Ya, hari ini saja!" Sean menutup sambungan ponselnya, sekali lagi dia menatapi Olivia yang sepertinya sedang merajuk. Melihat wajah merajuk Olivia, hati Sean pun merasa semakin gemas. "Sebentar lagi, sebentar lagi kau tidak akan bisa lari dari pelukanku!" imbuh pelan Sean sambil tertawa kecil dan membiarkan 'kejutan indahnya' itu bersibuk bersama dengan Nenek Han di dapur. Pada saat ini Di
"Aku baik-baik saja!" imbuh Alicia. Flavia melihat wajah Nyonya Smith memucat, dia langsung saja mengambil tangan Alicia dan mulai mengecek denyut nadinya. Wajahnya terlihat serius, namuan beberapa detik kemudian berubah menjadi tenang. Flavia menatap wajah Alicia dan berkata, "Sebaikanya Nyonya duduk dulu, sebentar lagi polisi akan datang!" Alicia mengaguk, Lionel pun ikut duduk di sisi Alicia. Sementara si agen menelpon kantor pusatnya, mencari informasi tentang apa yang baru saja terjadi. "Maksudmu, itu Tuan Hamilton?" tanya staff kantor pusat si agen itu. "Mana aku tahu!" jawba si agen itu. "Yang aku dengar dia memang gila, dia selalu mengancam jika area peternakan yang ada di sekitar rumah itu dihidupkan lagi, maka dia akan mengusir si pemiliki baru. Tidak aku sangka dia benar-benar melakukannya!" jelas si staff penjualan yang ada di kantor pusat. "Apa kau ini bodoh, mengapa tidak memberitahuku tentang hal sepenting ini!" Hardik marah si agen itu sambil menutup ponse
"Wanita hamil memang sebaikanya ada yang menemani!" jawab singkat Anthony karena tidak ingin membuat Alicia khawatir. "Ma, aku lapar..." pinta tiba-tiba Anthony kepada Mama mertuanya itu. "Ah iya, harusnya makan malam sudah siap, Mama akan memeriksa ke dapur. Kalian tunggulah di ruang makan!" imbuh Nyonya Yin. Pada saat ini di ruang makan, Leticia sedang memeriksa menu makanan yang akan disediakan. "Ini terbuat dari apa? tanya Leticia. "Campuran coklat dan kacang almond!" jawab si pelayan. "Singkirkan!" imbuhnya, seraya berkata lagi, "Tuan Anthony alergi pada kacang almond!" Alicia yang baru saja masuk mendengar hal ini. Lalu dia menoleh kepada suaminya itu, "Apakah benar kau alergi kacang almond!" Anthony mengangguk seraya menarik kursi untuk istrinya itu. Mendengar jika memang Anthony alergi dengan kacang almond, maka Alicia pun tidak berkeberatan menu itu disingkirkan. "Apa kau memiliki alergi lain, sayang!" tanya Alicia kepada Anthony. "Tidak hanya itu saja!" jawab Leticia
Lionel langsung saja bersedekap tangan, "Apa Papa cemburu?" Anthony tertawa kecil, sedikit tidak percaya, baru saja sebentar berpisah, siapa sangka putranya itu malah sudah semakin fasih berbicara, menyudutkan orang. "Papa lebih tampan darimu, jadi untuk apa cemburu!" balas kata Anthony kepada Lionel. "Papa Cemburu, Karena papa bukan pria satu-satunya untuk Mama!" imbuh Lionel. "Hah! lucu sekali!" imbuh Anthony yang semakin tertawa. Alicia mencubit lengan Anthony, "Jangan halangi aku untuk memeluk cium putraku!" imbuh Alicia seraya berkata lagi, "Sayang! Mama sangat merindukanmu, apa tidak mau memeluk Mama?" Lionel melemparkan senyuman kemenangan kepada Papa-nya, melihat itu, Anthony semakin tidak percaya jika Lionel sudah pandai memprovokasi orang. "Sejak kapan bocah itu menjadi pandai berargumentasi.." Melihat Alicia ingin menggendong Lionel, lagi=lagi Anthony menghalangi. "Sayang ingat kau sedang hamil!" Alicia pun tertawa, "Aku terlalu senang bertemu dengan putraku yang i
Asisten Li langsung memberikan daftar riwayat hidup Nenek Han kepada Sean. pria itu, membuka dan membacanya sekilas, lalu memberikan berkas itu kepada Dixon. "Orangnya ada di dalam!" imbuhnya seraya membawa kedua tamunya ke atas. Dixon membaca berkas-berkas itu dengan cermat tapi cepat. Begitu pintu lift terbuka dia memasukan berkas itu ke dalam amplopnya. "Apa sudah dapat benang merahnya?" tanya Sean. Dixon mengangguk, seraya ikut masuk ke dalam unit apartemen Sean. Pada saat ini Nenek Han dan Olivia sedang duduk di sofa, Olivia langsung berdiri mendekati Sean. "Ada apa ini?" tanyanya sambil berbisik. "Kami perlu bicara dengan Nenek Han!" jawab Sean. Dixon pun mulai duduk di depan Nenek Han dan mulai mengajak wanita tua itu berkenalan. Setelah sedikit berbasa-basi, Dixon pun langsung bertanya, "Apa dulu pernah bekerja di Grup Smith?" "Eum.... Grup Smith. Ya tentu saja pernah!" jawab Nenek Han. "Pada saat itu mengapa berhenti?" tanya Dixon lagi. "Seingatku setelah kematian Tuan
"Dasar jalang!" hardik Meng Qi lagi yang langsung ingin menampar wajah Olivia. Tapi, terhenti karena Sean menahan tangan wanita itu. Sean menghempaskan tangan Meng Qi, lalu menarik Olivia ke sisinya dan merangkulnya. "Tanganmu terlalu kotor untuk menyentuh wanitaku!" "Hah! bukankah kau adalah calon tunangan Maya Li!" imbuh Meng Qi. Sean tersenyum sarkas, "Seingatku... aku tidak pernah bilang 'iya' kepadanya," ujarnya sembari membawa Olivia keluar dari hotel. "Kau mau ke mana? Aku antar!" imbuh Sean dengan nada sedikit tercekat berbalut emosi marah. Olivia menangkap perubahan suasana hati Sean yang tadinya senang, sekarang malah nampak menjadi murung. "Apa kau baik-baik saja?" Sean tidak menjawab, dia langsung membukakan pintu mobilnya untuk Olivia, lalu masuk duduk ke kursi kemudi dan mulai melajukannya, Penghinaan yang Meng Qi lakukan tadi mengingatkan dia pada sosok ibunya yang sering di hardik seperti itu, semua karena ibu adalah selir dari Tuan Li. Olivia melirik kepada
Sean terbatuk mendengar pertanyaan Olivia, "Dicium mendadak siapa yang tidak terkejut!" imbuhnya seraya menarik pinggul ramping Olivia, "Apa ingin meneruskannya di dalam?" goda Sean pada gadis itu. "Sembarangan, apa mau dipecut oleh kakek Li!" Jawab Olivia sembari memukul dada Sean. Olivia melepaskan pelukan Sean seraya menoleh ke kamar yang tadi baru dimasuki oleh Meng Qi dan Direktur Fang, "Apa mereka berselingkuh!" gumam pelan Olivia. "Siapa?" tanya Sean. Olivia menoleh kepada Sean, ingin bercerita namun urung. "Bukan urusanmu!" ujar ketusnya. "Apa mau mencari tahu?" tanya Sean seraya berkata lagi, "Aku bisa membantumu!" "Benarkah?" tanya Olivia sembari memicingkan mata. "Pria sejati tidak pernah ingkar janji!" imbuh Sean lagi. "Hish..." imbuh olivia seraya berkata lagi. "Ada ada cara?" "Apa ada hadiahnya?" imbuh Sean."Hah! Benar-benar pria yang perhitungan," kata Olivia. "Sepakat tidak?" tanya Sean. "Ok!" jawab Olivia pada akhirnya. "Besok kita sarapan bersama di sin