Taksi pun sampai di River side Cluster. Supir taksi turun dan membantu Edna membawa kotak-kotaknya. "Terima kasih Tuan!" ujar Edna Sekali lagi. Supir taksi itu teringat dengan cucu perempuannya, yang memilih bunuh diri karena berputus asa. Dia tidak ingin Edna berpikiran hal yang sama. Maka dia pun Menasihati Edna lagi. "Percayalah bahwa Tuhan selalu adil. Dalam setiap keburukan pasti ada kebaikan. Dalam setiap kesedihan pasti akan muncul kebahagiaan?" "Sejatinya, kesedihan adalah sebuah pengalaman yang mengajarkan untuk menjadi kuat." nasihat supir taksi itu lagi sebelum pergi.Mendengar kata-kata dari pria paruh baya yang sedang mengantarnya. Edna pun bersyukur karena merasa masih ada orang yang mau membesarkan hatinya. Edna pun masuk ke dalam rumah. "Mengapa video itu bisa tersebar! siapa yang menyebarkannya!" pikir Edna. "Berhenti Bekerja lalu bagaimana aku membayar sewa rumah!" gumam pelan Edna. Merasa tidak enak dengan Claudius, maka dia pun mengemasi barangnya lagi. Mem
"Ya begitulah!" jawab Olvia sembari memberikan senyuman lucu. Di Grup Huang, Alicia tidak bisa menghubungi Edna. mencoba menghubungi dari pagi tapi tidak kunjung mendapat respon. Alicia pun menghubungi Claudius. "Apa Edna sedang bersamamu?" "Apa dia tidak memberitahumu?" tanya balik Claudius. "Tidak!' jawab Alicia yang langsung saja menebak, "Apa dia pergi dari rumahmu lagi!" Mendengar cerita Claudius, Alicia pun langsung mengomel. "Oh ya ampun, mengapa dia berhenti bekerja dan malah pergi menghilang!" "Apa yang sedang dia pikirkan!" ujar marah Alicia lagi.Mendengar Alicia mengoceh marah seperti ini, membuat dia lebih memahami jika Ariana dan Alicia memang pribadi yang berbeda. Ariananya adalah seorang wanita yang jika sedang marah maka dia akan memilih diam. Sementara Alicia langsung meluapkannya. Alicia menutup sambungan telepon di ponselnya, Lalu dia segera pergi ke sekolah tempat Edna mengajar. Sesampainya di sana, dia pun langsung menuju ke kantor para guru. "Aku ingin ber
Claudius pun langsung berdiri lalu mengangkat kedua tangannya seperti orang yang baru saja menyerah ditangkap. Dia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi di atas kepalanya. Alicia menatap kepada Anthony dengan berlinang air mata. Melihat itu langsung saja Anthony menghampiri dan memeluknya. "Kau kenapa, mengapa menangis!" "Edna menghilang lagi, dan semua ini karena foto-foto laknat ini!" ujar marah Alicia seraya menunjuk ke pada foto yang ada di atas meja. Anthony mengambilnya, melihatnya lalu melemparkan tatapan bingung kepada Claudius yang hanya dijawab dengan menaikan bahu, yang artinya Claudius juga sama tidak tahu menahu tentang itu."Kami aka cari tahu tentang hal ini, jadi berhentilah menangis!" pinta Anthony kepada istrinya itu. "Jika kau sedih maka bayi kita juga akan sedih, jadi jangan menangis lagi, ok!" hibur Anthony lagi. "Bagaimana jika kita ke rumah Mama dan Papa, apa kau tidak rindu dengan Lionel?" tanya Anthony mengalihkan perhatian Alicia. Teringat dengan Lio
"Ayo! cepat kemari!" pangil Kak Wang kepada Edna dan Alicia. Kak Wang pun menjelaskan beberapa peraturan penting untuk keduanya. "Ingat selalu tersenyum, bahkan meski ketika kau dimaki!" "Kenapa harus senyum, jika tidak salah lalu dimaki kenapa tidak boleh membalas!" Olivia mendebat Kak Wang. "Oh ya ampun-ya ampun! Astaga kepalaku, astaga hatiki!" ujar Kak Wang sembari menepuk-nepuk keningnya sendiri.Kak Wang bertelak pinggang dan berkata lagi, dia memarahi Olivia, "Apa kau ini seorang Nona Muda, yang bisa seenaknya menjawab keluhan pelanggan kita!" imbuh Kak Wang. "Ingat jaga selalu lidah kalian!" ucap Kak Wang. "Diam bukan berarti kalah!" bisik Edna kepada Olivia Chen. "Sudah sana, ke tempat kalian masing-masing!" perintah Kak Wang seraya berkata lagi sambil tertawa, "Oh ya ampun, Nona Muda ... lucu sekali dia!"Edna sudah langsung bisa beradaptasi, bertemu dengan banyak orang ketika menjadi guru, membuatnya cepat beradaptasi. Sementara Olivia yang sejatinya memang memiliki g
Mereka pun sampai di restoran, Kak Wang sudah menyambut mereka sambil bertelak pinggang. "Kalian datang terlambat!" "Kak Wang, mohon maaf kami lupa mengabari. Aku tadi mengantar Olivia untuk mendapatkan infus," jelas Edna. "Ya, suhu badanku tadi pagi mencapai 40 derajat celcius!" jelas Olivia lagi dengan memasang wajah manis sekaliguse memelas. "Oh ya ampun, jangan pasang muka manis seperti itu!" ujar Kak Wang yang jadi merasa tidak tega untuk marah dengan gaya sedikit melambai. "Lain kali tidak akan ada ampunan, lekas sana kerja!" ujar Kak Wang yang mulai memeriksa pekerjaan pegawai yang lain. Olivia pun sedikit tertawa kecil, " Kak Wang itu, ternyata baik juga!" puji Olivia sembari berjalan ke ruang loker untuk mengganti seragam mereka. Olivia sudah bertekad akan berusaha keras untuk bekerja dengan baik. Melihat panutannya bekerja dengan begitu tulus dan keras. Tentu saja dia harus melakukan hal yang sama.Bukan hanya Olivia saja yang sedang bekerja keras, tapi juga Claudius
Melihat wajah Claudius yang tertekan, maka Anthony pun bersedia Menemani. Dia pun masuk ke dalam mobil Tuan Muda Chen, dan langsung melaju. Anthony menoleh, melihat wajah Claudius terlihat sangat marah, meski hanya melihat dari samping, tapi terlihat jelas dari rahang Claudius yang mengeras. Mereka pun tiba di Lounge 1998. Claudius memilih sembarang tempat duduk. Lalu memesan semua yang ingin dia minum malam ini. Anthony hanya diam memperhatikan, Dia juga ingin melihat batas ambang mabuk Claudius sampai mana. Claudius mulai meminum, satu gelas, dua gelas , gelas ketiga dia pun sudah tumbang. Anthony pun tertawa melihatnya. "Tidak biasa minum, malah menantang diri sendiri!" Claudius duduk bersandar, merasakan pening di kepalanya sambil meracau, "Jika aku yang lebih dulu bertemu Alicia, pasti kakek-ku itu akan memintaku untuk segera menikahinya!" "Dia sangat mirip ... mirip sekali dengan Arianaku!" ujar Claudius lagi. Kedua alis Anthony mengkerut ketika mendengar perkataan Tu
"Siapa saja yang berani mengataimu, maka aku akan mengrimnya ke bulan!" Imbuh Anthony dengan nada serius. Kepala pelayan dan beberapa pelayan langsung tertawa kecil mendengar Tuannya itu sudah bisa bercanda. Tuan muda mereka yang dingin sepertinya sudah mulai mencair. Claudius pun ikut pergi ke teras, Dia bersimpuh di depan Lionel "Jika nanti Paman pergi ke London, pasti akan mengunjungimu untuk bermain bersama!" Lionel mengangguk, lalu masuk ke mobilnya sambil melambaikan tangan. Anthony dan Alicia juga masuk lalu mobil pun melaju. Di Sepanjang perjalanan Alicia memangku Lionel, sebentar-sebentar memeluk lalu mencium puncak kepala putranya itu. "Eum,,, Mama pasti akan sangat merindukanmu." "Mama bisa menelpon aku kalau rindu!" ujar manis Lionel. "Ya, Mama akan menghubungimu. Jika terlalu rindu, Maka mama akan langsung membeli tiket pesawat dan terbang ke tempat Nenek dan kakek!" ujar Alicia sambil tertawa kecil. Anthony yang sedari tadi terlihat sedang sibuk mengecek perke
"Dekat sini!" jawab Olivia, sembari terus melahap makanan mereka, sementara yang meminta ditemani merasa sudah kenyang karena melihat Olivia begitu lahap memakan semua menu. Olivia pun merasa sudah kenyang, barulah dia berhenti makan. Edna menoleh kepada Ka Le, "Tuan terima kasih karena sudah mentraktir. Kami harus bekerja besok, jadi kami tidak bisa menemani lagi!" "Ya, senang bertemu dengan kalian!" ujar ramah Ka Le. Olivia pun berdiri sambil berkata, "Dewa rejeki terima kasih karena sudah mentraktir kami ya!" Edna dan Olivia pun segera kembali ke Flat unit mereka. Ka Le tsrsenyum-senyum sendiri melihat tingkah ceplas ceplos Olivia Chen. Sesampainya di flat , Olivia langsung menarik sofa mereka menjadi tempat tidur dan merebahkan diri. "Hey cuci kaki, cuci muka, dan sikat gigimu dulu baru tidur!" teriak Edna dari kamar mandi. "Ok Ma!" jawab bercanda Olivia.Hari-hari mereka dilalui dengan kerja keras dan saling bercanda. Hingga satu bulan berlalu tidak terlalu terasa. Keesokan
Charles dan Jean Smith sudah dipastikan akan mendekam lama di penjara, Sementara, Anthony dan Alicia sudah bersiap untuk pulang keesokan harinya. Sebelum pulang Alicia mengajak Lionel untuk tidak satu kamar dengannya dan juga Anthony. Alicia merasa rindu masa masa ketika membacakan dongeng untuk putranya itu. "Kali ini mau baca dongeng apa?" tanya Anthony seraya meletakan buku kisah 1001 dongen di atas ranjang. "Biarkan Lionel yang memilihnya?" imbuh Alicia sembari menyodorkan buku itu kepada putranya. "Ini saja, Bocah dan penyihir!" ujar Lionel menunjuk kepada salah satu judul cerita. Anthony pun mulai membacakan ceritu itu. "seorang anak tersesat di dalam hutan dan menemukan rumah 'kue' milik penyihir jahat. tak disangka si bocah itu malah dijadikan budak yang setiap hari diberi makan yang banyak agar tubunya menjadi gemuk berisi, Dengan tujuan untuk disantap oleh penyihir itu. Si bocah yang tadi berbadan kurus pun telah berubah menjadi bocah gendut yang terlihat gempal
"ini pasti salah, ini adalah sebuah kesalahnan. kalian tidak bisa membawanya pergi. Apa kalian tidak tahu kami ini keluarga apa?" imbuh Maya Li panjang lebar, Di sana ada Sean Li, tentu saja para polisi itu mengabaikan kata-kata Maya Li. Dan, terus membawa Patrick Li dengan tangan terborgol, Merasa tidak bisa menahan penangkapan Papanya, Maya Li langsung menghampiri Sean yang sedang bersandar berdiri di meja kerja Papapnya itu. "Kau... apa kau sengaja melakukan ini? Karena marah, karena keluarga kita mendesak agar kita segera menikah?" sangka marah Maya Li. "Siapa yang menabur maka dia harus menuai!" jawab Sean seraya melangkah pergi, "Tunggu dulu apa maksudmu itu, katakan kepadaku membunuh, siapa yang dibunuh!" imbuh Maya Li lagi dengan nada yang semakin kacau. Sean tidak mau menjawab, membiarkan Maya Li dengan kegalauan dan kemarahannya. Dixon yang sedari tadi mengikuti hanya terdiam saja. Barulah ketika masuk ke dalam mobil dia besuara, "Apa kau benar-benar sudah mengambi
"Ini demi kebaikannya!" jawab Sean. Olivia menaikan satu alisnya seraya berpikir, "Pria ini pernuh dengan teka-teki!" "Apa ada hal yang membahayakan?" tanya Olivia penasaran. "Bisa ya bisa juga tidak!" jawab Sean berteka teki lagi. "Ish!" ujar Olivia seraya merengut dan pergi ke dapur untuk membantu Nenek Han memasak. Sean hanya tersenyum saja, entah mengapa semakin Olivia kesal, hatinya semakin terasa manis, seperti permen tanghulu buah apel yang ditambah siram gula. Ponsel Sean berdering lagi, "Foto-foto sudah ada, apakah mau hari ini?" tanya Dixon. Sean mengintip ke dapur lalu berkata, "Ya, hari ini saja!" Sean menutup sambungan ponselnya, sekali lagi dia menatapi Olivia yang sepertinya sedang merajuk. Melihat wajah merajuk Olivia, hati Sean pun merasa semakin gemas. "Sebentar lagi, sebentar lagi kau tidak akan bisa lari dari pelukanku!" imbuh pelan Sean sambil tertawa kecil dan membiarkan 'kejutan indahnya' itu bersibuk bersama dengan Nenek Han di dapur. Pada saat ini Di
"Aku baik-baik saja!" imbuh Alicia. Flavia melihat wajah Nyonya Smith memucat, dia langsung saja mengambil tangan Alicia dan mulai mengecek denyut nadinya. Wajahnya terlihat serius, namuan beberapa detik kemudian berubah menjadi tenang. Flavia menatap wajah Alicia dan berkata, "Sebaikanya Nyonya duduk dulu, sebentar lagi polisi akan datang!" Alicia mengaguk, Lionel pun ikut duduk di sisi Alicia. Sementara si agen menelpon kantor pusatnya, mencari informasi tentang apa yang baru saja terjadi. "Maksudmu, itu Tuan Hamilton?" tanya staff kantor pusat si agen itu. "Mana aku tahu!" jawba si agen itu. "Yang aku dengar dia memang gila, dia selalu mengancam jika area peternakan yang ada di sekitar rumah itu dihidupkan lagi, maka dia akan mengusir si pemiliki baru. Tidak aku sangka dia benar-benar melakukannya!" jelas si staff penjualan yang ada di kantor pusat. "Apa kau ini bodoh, mengapa tidak memberitahuku tentang hal sepenting ini!" Hardik marah si agen itu sambil menutup ponse
"Wanita hamil memang sebaikanya ada yang menemani!" jawab singkat Anthony karena tidak ingin membuat Alicia khawatir. "Ma, aku lapar..." pinta tiba-tiba Anthony kepada Mama mertuanya itu. "Ah iya, harusnya makan malam sudah siap, Mama akan memeriksa ke dapur. Kalian tunggulah di ruang makan!" imbuh Nyonya Yin. Pada saat ini di ruang makan, Leticia sedang memeriksa menu makanan yang akan disediakan. "Ini terbuat dari apa? tanya Leticia. "Campuran coklat dan kacang almond!" jawab si pelayan. "Singkirkan!" imbuhnya, seraya berkata lagi, "Tuan Anthony alergi pada kacang almond!" Alicia yang baru saja masuk mendengar hal ini. Lalu dia menoleh kepada suaminya itu, "Apakah benar kau alergi kacang almond!" Anthony mengangguk seraya menarik kursi untuk istrinya itu. Mendengar jika memang Anthony alergi dengan kacang almond, maka Alicia pun tidak berkeberatan menu itu disingkirkan. "Apa kau memiliki alergi lain, sayang!" tanya Alicia kepada Anthony. "Tidak hanya itu saja!" jawab Leticia
Lionel langsung saja bersedekap tangan, "Apa Papa cemburu?" Anthony tertawa kecil, sedikit tidak percaya, baru saja sebentar berpisah, siapa sangka putranya itu malah sudah semakin fasih berbicara, menyudutkan orang. "Papa lebih tampan darimu, jadi untuk apa cemburu!" balas kata Anthony kepada Lionel. "Papa Cemburu, Karena papa bukan pria satu-satunya untuk Mama!" imbuh Lionel. "Hah! lucu sekali!" imbuh Anthony yang semakin tertawa. Alicia mencubit lengan Anthony, "Jangan halangi aku untuk memeluk cium putraku!" imbuh Alicia seraya berkata lagi, "Sayang! Mama sangat merindukanmu, apa tidak mau memeluk Mama?" Lionel melemparkan senyuman kemenangan kepada Papa-nya, melihat itu, Anthony semakin tidak percaya jika Lionel sudah pandai memprovokasi orang. "Sejak kapan bocah itu menjadi pandai berargumentasi.." Melihat Alicia ingin menggendong Lionel, lagi=lagi Anthony menghalangi. "Sayang ingat kau sedang hamil!" Alicia pun tertawa, "Aku terlalu senang bertemu dengan putraku yang i
Asisten Li langsung memberikan daftar riwayat hidup Nenek Han kepada Sean. pria itu, membuka dan membacanya sekilas, lalu memberikan berkas itu kepada Dixon. "Orangnya ada di dalam!" imbuhnya seraya membawa kedua tamunya ke atas. Dixon membaca berkas-berkas itu dengan cermat tapi cepat. Begitu pintu lift terbuka dia memasukan berkas itu ke dalam amplopnya. "Apa sudah dapat benang merahnya?" tanya Sean. Dixon mengangguk, seraya ikut masuk ke dalam unit apartemen Sean. Pada saat ini Nenek Han dan Olivia sedang duduk di sofa, Olivia langsung berdiri mendekati Sean. "Ada apa ini?" tanyanya sambil berbisik. "Kami perlu bicara dengan Nenek Han!" jawab Sean. Dixon pun mulai duduk di depan Nenek Han dan mulai mengajak wanita tua itu berkenalan. Setelah sedikit berbasa-basi, Dixon pun langsung bertanya, "Apa dulu pernah bekerja di Grup Smith?" "Eum.... Grup Smith. Ya tentu saja pernah!" jawab Nenek Han. "Pada saat itu mengapa berhenti?" tanya Dixon lagi. "Seingatku setelah kematian Tuan
"Dasar jalang!" hardik Meng Qi lagi yang langsung ingin menampar wajah Olivia. Tapi, terhenti karena Sean menahan tangan wanita itu. Sean menghempaskan tangan Meng Qi, lalu menarik Olivia ke sisinya dan merangkulnya. "Tanganmu terlalu kotor untuk menyentuh wanitaku!" "Hah! bukankah kau adalah calon tunangan Maya Li!" imbuh Meng Qi. Sean tersenyum sarkas, "Seingatku... aku tidak pernah bilang 'iya' kepadanya," ujarnya sembari membawa Olivia keluar dari hotel. "Kau mau ke mana? Aku antar!" imbuh Sean dengan nada sedikit tercekat berbalut emosi marah. Olivia menangkap perubahan suasana hati Sean yang tadinya senang, sekarang malah nampak menjadi murung. "Apa kau baik-baik saja?" Sean tidak menjawab, dia langsung membukakan pintu mobilnya untuk Olivia, lalu masuk duduk ke kursi kemudi dan mulai melajukannya, Penghinaan yang Meng Qi lakukan tadi mengingatkan dia pada sosok ibunya yang sering di hardik seperti itu, semua karena ibu adalah selir dari Tuan Li. Olivia melirik kepada
Sean terbatuk mendengar pertanyaan Olivia, "Dicium mendadak siapa yang tidak terkejut!" imbuhnya seraya menarik pinggul ramping Olivia, "Apa ingin meneruskannya di dalam?" goda Sean pada gadis itu. "Sembarangan, apa mau dipecut oleh kakek Li!" Jawab Olivia sembari memukul dada Sean. Olivia melepaskan pelukan Sean seraya menoleh ke kamar yang tadi baru dimasuki oleh Meng Qi dan Direktur Fang, "Apa mereka berselingkuh!" gumam pelan Olivia. "Siapa?" tanya Sean. Olivia menoleh kepada Sean, ingin bercerita namun urung. "Bukan urusanmu!" ujar ketusnya. "Apa mau mencari tahu?" tanya Sean seraya berkata lagi, "Aku bisa membantumu!" "Benarkah?" tanya Olivia sembari memicingkan mata. "Pria sejati tidak pernah ingkar janji!" imbuh Sean lagi. "Hish..." imbuh olivia seraya berkata lagi. "Ada ada cara?" "Apa ada hadiahnya?" imbuh Sean."Hah! Benar-benar pria yang perhitungan," kata Olivia. "Sepakat tidak?" tanya Sean. "Ok!" jawab Olivia pada akhirnya. "Besok kita sarapan bersama di sin