"Mbak terimakasih sudah merawat anakku hingga menjadi wanita yang Sholeh dan baik," ucap ibu kepada Bunda Salamah."Dia sudah aku anggap seperti anak sendiri Bu Rosa, aku bersyukur sekarang Kinan sudah bertemu kembali dengan orang tuanya."Aku membawakan nampan minuman untuk ibu dan Bunda Salamah. Saat asyik bercengkrama ponsel ibu berbunyi."Assalamualaikum Saka?""Walaikumsallam Bu, den Hamdan sudah sadarkan diri Bu," kudengar lirih dari telepon ibu."Benarkah? Alhamdulillah besok saya akan kembali ke Jakarta.""Baik Bu."Ibu menutup teleponnya."Ada apa Bu?""Masmu sudah sadar nak, Alhamdulillah.""Alhamdulillah.""Apa Kinan akan ikut ibu Rosa ke Jakarta?"Bunda Salamah bertanya pada ibu."Saya harap Kinan mau menemani masa tua saya.""Aku akan mencari orang dulu untuk mengurus tokoku, Bu.""Baiklah.""Aku akan istirahat dulu supaya besok lebih fokus.""Iya sayang."Aku meninggalkan ibu dan Bunda Salamah yang masih bercengkrama.Melihat Zafran yang tengah tertidur dengan lelap aku
Kami duduk untuk makan bersama."Ibu, doakan aku semoga bisa mendapatkan penghargaan.""Tentu Sayang.""Zafran akan dijemput Bang Fatur, ibu bisa berangkat bersamaku, nanti Zafran akan diantar Bang Fatur," terangku yang dijawab anggukan oleh ibu Aku mempersiapkan semuanya, semua yang Bu Wisma pesan kemarin. Mobil yang Bu Wisma kirim sudah menunggu di depan rumah."Assalamualaikum?" ucapan salam dan ketukan pintu terdengar bebarengan."Waalaikumsalam." Aku dan Bunda Salamah menjawab dengan serentak.Ibu masih di belakang membantu Zafran bersiap. Bunda Salamah membukakan pintu untuk bang Fatur, hatiku berdebar tak berani keluar."Kinan? Kenapa masih berdiri di dalam?" tanya ibu yang sudah berdiri di belakangku."Em… tidak apa-apa Bu.""Ayo keluar."Aku mengekor di belakang ibu yang sudah keluar. Kulihat Bang Fatur duduk bersama Bunda Salamah. Zafran keluar dan langsung duduk di pangkuan Bang Fatur.Aku menunduk benar-benar tak berani menatap Bang Fatur, bagaimana jika pipiku merona sep
Aku membuka pintu ruangan konsumsi tersebut, mencari sosok Zain serta bertanya pada setiap pemuda yang ada disana, tetapi tak ada seorang pun yang mengenal Zain hingga seorang pemuda memanggil nama Al."Al kemarilah?"Seorang pemuda membawa beberapa piring dari tempat cucian piring yang berada di sebelah ruangan tersebut."Zain? Dia Zainku."Pemuda itu menoleh melihatku, dia anakku, anak sulungku."Umi."Ia menaruh piring di bawahnya dan berlari memelukku dengan air mata di pipinya."Maafkan Umi, Nak."Aku benar-benar tak kuasa menahan sesak di hati, kenapa anakku harus menderita karena perbuatan orang tuanya."Zain rindu Umi." Kuusap wajahnya, dia sudah tumbuh dewasa."Kenapa Umi tak pernah menelpon Zain?" "Ayo kita pulang, kita akan bicara di rumah."Zain berpamitan kepada teman-temanya, aku menggandeng tangannya. Aku melihat Bang Fatur tersenyum kepadaku.Ia memeluk Zain."Kamu sudah besar Zain." Kami bertiga kembali keruang dimana ibu dan Zafran menunggu kami."Umi lihat Umi dap
"Istri baru Abi tak mengizinkannya?" ucap Zain."Kenapa?""Ia bilang aku hanya membuang uang Abi.""Kenapa Zain pergi dari rumah Abi?""Zain tak ingin bersama yang bukan muhrim Umi, berkali-kali Zain melihat istri Abi tanpa hijab dan menggunakan baju terbuka, Zain takut ada fitnah. Terlebih Umi tak ada di sana, dan istri baru Abi selalu mengancamku untuk meninggalkan Abi dari rumah itu," terangnya.Aku mengusap wajah Zain."Kenapa Zain tak pulang ke rumah Nenek Salamah?""Istri Abi tak memperbolehkan aku menghubungi Umi. Jika tidak ingin Zafran atau Umi ada apa-apa, Zain pikir tak akan bisa bertemu Umi lagi."Aku menangis memeluknya, bagaimana aku akan mengirim anakku untuk bersama Bang Adnan besok jika Zain yang sudah besar saja diperlakukan begitu."Apa Abi tak mengetahuinya?""Abi hanya menurut dengan istrinya."Astaga, bagaimana bisa Bang Adnan melakukan itu kepada putranya."Ya sudah, sekarang kita makan terlebih dulu. Sekarang Zain jangan pikirkan apapun karena Zain sudah bersam
Kami sampai di bandara."Terimakasih Bang Fatur telah mengantar kami," ucapku."Sama-sama, Kinan.""Om Fatur kapan-kapan main ke rumah Oma, ya? Zafran pasti rindu," ucap Zafran.Bang Fatur berjongkok agar sejajar dengan tubuh kecil Zafran."Baiklah tuan."Ia mencubit gemas pipi Zafran, kemudian memeluk Zain yang disambut hangat oleh Zain."Om, jika Om benar-benar ingin bersama Umi, segera datang ke rumah untuk membahagiakan Umi."Aku mendengar ucapan Zain dengan jelas, kucubit pinggangnya ia meringis menahan sakit."Om akan segera datang," jawab Bang Fatur.Ibu tersenyum melihatku, pasti pipiku sudah merona menahan malu.Bang Fatur berpamitan dan meninggalkan kami, sementara kami menunggu waktu penebangan..Ponselku bergetar. Ada pesan masuk di ponselku."Benarkah kamu akan menikah dengan Fatur, Dik?"Pesan dari Bang Adnan, aku hanya membacanya tanpa berniat membalas pesan darinya. Bisa saja Lulu yang mengirimkan dan mencari tahu tentangku, lebih baik aku membuatnya panas."Jika benar
"Mbak tolong tinggalkan Mas Fatur? Aku mencintainya, tidak bisakah Mbak mencari lelaki lain?"Aku bergetar membaca pesan masuk dari nomor tidak dikenal, mungkinkah dia Asna?"Apa maksudnya?"Aku membalas pesan tersebut."Mbak tidak usah sok lugu, aku tahu semuanya. Mbak tidak pernah mencintai Mas Fatur, Mbak hanya memanfaatkannya saat mbak terluka, lebih baik Mbak tinggalkan dia, biarkan dia bahagia bersamaku."Aku kembali membaca pesan dari Asna dengan geram."Aku akan menerima lamarannya, jika kamu tidak suka bisa kamu katakan pada Bang Fatur untuk tidak melamarku."Terkirim, aku memblokir nomor Asna.Aku tidak ambil pusing dengan Asna. Biarlah, jika aku dan Bang Fatur jodoh maka kami akan bersama.Satu pesan dari Bang Fatur."Abang akan datang bersama Umi, Dik."Hatiku berdebar membaca pesan Bang Fatur.Sudah satu Minggu aku di Jakarta, Bang Fatur tak ada menghubungiku. Aku pikir dia telah melupakannya."Umi?"Zafran memanggilku, hari ini aku akan mendaftarkan sekolahnya. Sementara
Malam pernikahanku dengan Bang Fatur berjalan lancar, hanya tamu dari keluarga terdekat yang kami undang. Aku memang tak menginginkan yang meriah, bagiku sekarang kami sah menjadi suami istri."Zafran sekarang Om Fatur bisa tinggal bersama Umi?"Ibu berbicara kepada Zafran yang tengah belajar menghafal bersama Zain."Benarkah Oma? Hore."Ia tampak kegirangan."Sekarang Zafran bisa memanggil Om Fatur Abi, karena sekarang Om Fatur sudah menikah dengan Umi,"ibu kembali menjelaskan kepada Zafran dengan lembut."Lalu Abi Adnan?""Dia juga Abinya Zafran, tapi tidak bisa tinggal bersama."Zafran mengangguk mendengarkan ucapan ibu.Malam semakin larut, anak-anak dan ibu bersiap untuk tidur, aku mengikuti Bang Fatur memasuki kamar."Mari sholat dulu, Dik," ajaknya."Iya, Bang."Kami shalat berjamaah karena memang tadi belum sempat mengerjakannya. Selesai shalat kucium tangannya, Bang Fatur mencium keningku. Hatiku berdebar tidak karuan bahkan tidak seperti dulu saat bersama Bang Adnan."Jika
"Umi, kenapa Abi pergi ke Solo pagi-pagi sekali dan terburu-buru?" tanya Zain saat kami dduk bersama untuk sarapan."Dia ada sesuatu yang perlu di urus Zain?""Benarkah? Umi tidak sedang bertengkar dengan Abi, kan?" Ia menatapku penuh selidik."Iya sayang, mana Zafran?"Aku mengalihkan pembicaraan Zain."Dia sedang bersama Oma memberikan makan ikan, sekarangkan hari Minggu jadi dia senang sekali main bersama Oma?""Kamu tidak ikut bermain?""Zain sudah besar Umi, malu dengan Oma?"Aku tersenyum kepada Zain. Meskipun aku masih terus memikirkan Bang Fatur yang membuat dadaku sesak, tetapi di depan anak-anak aku harus tetap menjaga senyumku."Apa yang akan kamu lakukan Zain jika tak ingin kembali ke Kairo?""Oma akan membuatkan pesantren dekat rumah Umi untuk anak yatim, aku bisa mengajar mengaji di sana.""Benarkah? Oma tak pernah berbicara dengan Umi?""Bagaimana Oma akan berbicara dengan Umi, Umi masih sibuk jatuh cinta.""Zain, jangan menggoda Umi." Kucubit pelan pipinya.Zain bagaim