“Apakah ini tempat mereka berlibur sekarang?”
Rena menanyakan hal itu, sembari melongokan kepalanya ke luar dari jendela mobil yang sedang dia naiki sekarang ini. Melihat pemandangan hotel besar yang terlihat begitu mewah, dengan pantai yang berada tidak jauh dari hotel itu.
Reykana yang sedang duduk di atas kursi, tepat di samping Rena pun terlihat menganggukan kepalanya sebagai balasan.
“Selama kami menikah, dia nggak pernah ngajak aku pergi jalan-jalan seperti ini, tapi sekarang dia melakukannya bersama dengan selingkuhannya, yang sudah menjadi istri barunya,” gumam Rena lirih, yang masih terdengar jelas dalam indera pendengaran Reykana.
Mendengar gumaman itu, Reykana hanya diam saja. Namun, pandangan sepasang manik matanya jelas terarah lurus pada wajah wanita yang sedang berada di sampingnya sekarang ini.
“Ingin turun sekarang, Tuan?” tanya Deva, asisten Reykana, yang sedari tadi mengemudikan mobil.
“Iya,” jawab Reykana.
Setelah itu, Reykana meminta untuk Rena turun dari mobil, dengan Deva yang mengikuti mereka juga.
“Kamu tetap ikuti aku di sini, Deva, aku akan membutuhkan banyak bantuan darimu. Dan aku harap, kamu sudah melakukan semua yang aku perintahkan kepadamu kemarin,” ucap Reykana, sembari menatap wajah asistennya itu lekat-lekat.
“Tentu, semuanya sudah selesai, sesuai yang kamu minta, Tuan,” jawab Deva langsung.
Sementara Rena, dia hanya mengamati pembicaraan antara Deva dan Reykana, yang jelas tidak dia ketahui sedang membahas apa sekarang.
Hingga akhirnya, Reykana terlihat menolehkan kepalanya ke arah Rena, kemudian menatap wajah wanita itu lekat-lekat.
“Deva, lakukan semuanya sekarang. Aku ingin Rena merasa puas, jika dia sudah melihat semuanya, sesuai yang dia inginkan sebelumnya,” ujar Reykana, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat penuh dengan misterius.
“Baik, Tuan,” ucap Deva. Lalu, asisten dari Reykana itu langsung melangkahkan kakinya pergi dari sana.
“Apa yang sudah kamu rencanakan, Tuan?” tanya Rena, memberanikan diri untuk membuka mulutnya.
Reykana berdehem pelan, kemudian menggelengkan kepalanya tanpa alasan.
“Kamu bisa melihatnya sendiri nanti, tanpa harus aku beritahu. Sekarang, ayo masuk ke dalam dan ikuti aku,” jawab laki-laki itu kemudian.
Dan akhirnya, lagi-lagi Rena hanya bisa menurut. Wanita itu mengikuti langkah kaki panjang Reykana dari belakang, meskipun dia benar-benar merasa penasaran akan apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu kepada mantan suami dan mantan madunya.
Saat berada di area loby hotel, beberapa orang terlihat menyambut kedatangan Reykana dan Rena dengan sopan. Lalu, keduanya langsung diarahkan untuk duduk di salah satu ruangan, yang berada tidak jauh dari loby. Mungkin, ruangan keduanya hanya dibatasi oleh dinding kaca yang menjulang tinggi.
“Duduk saja di sini, sebentar lagi pertunjukannya akan segera dimulai,” ucap Reykana, seolah-olah mengetahui kegelisahan yang ada di dalam hati Rena.
Mendengar ucapan itu, Rena pun menganggukan kepalanya sebagai balasan.
Beberapa saat kemudian ….
“Tunggu, apa maksud kalian? Kami bukan pencuri yang mengambil barang-barang milik orang lain. Kami juga punya uang yang banyak, dan untuk apa kami ngambil barang-barang milik kalian?”
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari arah loby, yang disusul dengan kerumunan beberapa petugas yang ada di sana.
“Tuan, ada apa itu? Kenapa di sana terlihat sangat ramai?” tanya Rena, sembari beranjak dari duduknya.
Senyuman tipis terlukis pada kedua sudut bibir Reykana. Lalu, laki-laki itu juga berdiri dari duduknya, kemudian berjalan mendekati Rena.
“Ikut aku, karena kejutan ini memang dihadiahkan untukmu,” ujar Reykana.
Setelah itu, Reykana dan Rena segera melangkahkan kaki mereka beriringan keluar dari ruangan itu. Tepatnya, mencoba mendekati kerumunan yang semakin ricuh di area loby sekarang.
“Itu mantan suamiku dan Tia,” gumam Rena, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat terkejut.
Sekarang ini, sosok Dimas dan Tia sedang menjadi perhatian umum. Sepasang turis lain juga berdiri di hadapan mereka berdua, dengan wajah yang terlihat sedang emosi.
“Jangan mendekat ke sana, cukup lihat dari sini saja. Aku tidak mau kamu merusak rencanaku,” ucap Reykana, menahan langkah kaki Rena yang akan mendekati Dimas.
Dimas, Tia dan sepasang kekasih lain yang juga menginap dalam hotel itu, sedang meributkan suatu hal sekarang.
“Kalian sudah melihat buktinya sendiri. Ada cctv yang menunjukan kalian mengambil barang-barangku yang aku taruh di loby tadi. Dan sekarang kalian berdua masih mengelak, manusia kampung?” teriak sepasang turis itu, dengan nada suaranya yang terdengar berapi-api.
Dimas terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian langsung memegangi kerah dari laki-laki yang memaggil dirinya dengan sebutan manusia kampung itu.
Para petugas keamanan hotel jelas langsung melerai keributan di antara keduanya, karena sekarang suasana loby sudah semakin ramai. Hampir seluruh penghuni hotel muncul di area loby dan lorong lantai untuk melihat keributan itu.
Beberapa menit kemudian, masih terdengar teriakan yang terarah satu sama lain. Hingga akhirnya, beberapa petugas dari kepolisian memasuki hotel itu.
“Tuan Dimas dan Nyona Tia. Kalian sudah terbukti menjadi seorang pencuri dari barang-barang milik Tuan dan Nona Kaley ini. Jadi, akan lebih baik jika kalian mengembalikan barang-barang milik Nona Kaley, atau kami akan meminta keterangan dari kalian di kantor kami.”
“Bagaimana kami mau mengaku dan memberikan barang-barang milik mereka, kalau kami saja nggak tahu apa barang-barang mereka yang hilang, Pak Polisi?” teriak Dimas lagi, dengan wajah yang begitu memerah.
“Apakah ini barang-barang milik kalian yang hilang, Tuan dan Nona Kaley?”
Tiba-tiba, sosok Deva datang dengan membawa beberapa barang di kedua telapak tangannya. Lalu, laki-laki itu menunjukan barang-barang yang dia bawa kepada sepasang kekasih dengan marga Kaley itu.
“Iya benar, itu milik kami.”
Deva berdiri di depan Dimas dan Tia, kemudian berdehem pelan.
“Aku menemukan barang-barang ini bersama dengan petugas hotel lain, saat memeriksa ruangan kamar milik Tuan Dimas ini, Pak Polisi. Dari penemuan barang-barang ini dan juga bukti yang terdapat di rekaman CCTV, sudah dipastikan kalau Tuan Dimas dan istrinya memang benar-benar mencuri barang-barang milik Tuan dan Nona Kaley,” ucap laki-laki itu kemudian.
“Nggak, nggak mungkin, kami bukan pencuri, Pak Polisi!”
Setelah itu, suasana kembali menjadi ricuh. Dimas dan Tia terus berteriak dan mengelak dari tuduhan pencurian yang ditujukan kepada mereka berdua itu.
“Tuan Reykana, apakah ini rencana yang kamu buat dengan Tuan Deva? Jika iya, ini terlihat terlalu berlebihan,” tanya Rena. Sekarang, dia mulai merasa cukup kasihan kepada mantan suaminya, yang menjadi perhatian publik dan diolok-olok oleh orang-orang yang ada di sana.
Reykana meluruskan pandangan matanya pada wajah Rena.
“Kamu sudah mengizinkanku untuk membalas dendam awalan untuk mantan suamimu itu, Rena. Jadi, kamu tidak boleh melarangku untuk melakukan apa pun yang aku rencanakan. Dan lagi, aku harap kamu tidak merasa kasihan dengan mereka sekarang ini,” jawab laki-laki itu. Dengan nada suaranya yang terdengar penuh penekanan.
Perbincangan antara Reykana dan Rena terhenti, saat keduanya melihat para polisi yang menyeret Tia dan Dimas keluar dari hotel.
Saat itu, Reykana langsung menarik Rena untuk ikut dengannya keluar dari area loby hotel itu.
“Untuk urusan kalian, kami serahkan kepada pihak kepolisian, Tuan Dimas dan Nona Tia. Dan atas tindakan tidak nyaman yang sudah kalian lakukan di dalam hotel ini, maka aku sebagai asiasten dari pemilik hotel ini akan membacklist kalian dari tempat ini,” ucap Deva, sembari menatap Dimas dan Tia.
“Loh, nggak bisa gitu, Pak. Saya dan suami saya di sini adalah tamu, kami sudah membayar mahal untuk liburan di sini dan kalian nggak bisa mengusir kami begitu saja,” balas Tia. Merasa direndahkan, atas kalimat yang Deva ajukan kepada dirinya dan suaminya.
Setelah itu, Reykana dan Rena terlihat berjalan mendekati kerumunan itu.
“Rena?”
Dimas terkejut, saat melihat keberadaan Rena di depannya sekarang ini.
"Halo, salam kenal,” sapa Reykana, sopan.
“Siapa kamu?” tanya Dimas.
Reykana terlihat mengulurkan telapak tangan kanannya ke arah Dimas.
“Salam kenal, aku Reykana. Pemilik tempat ini dan juga calon suami dari Rena.”
“Tuan?”Rena merasa begitu terkejut, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh Reykana kepada mantan suaminya. Mendengar panggilan dari Rena, Reykana pun menolehkan kepalanya ke arah wanita itu, kemudian melayangkan senyuman manis pada wajahnya. “Dia mantan suamimu, bukan? Biarkan aku berkenalan dengan dia, sayang. Memperkenalkan diri sebagai calon suamimu,” ujar laki-laki itu kemudian. “Rena? Benar dia calon suami kamu, hah?” tanya Tia kepada Rena. Akhirnya istri baru dari Dimas itu membuka mulutnya, setelah terdiam sejak tadi. Rena tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya bisa menyembunyian dirinya di samping Reykana. Dimas memicingkan pandangan matanya ke arah Rena, kemudian memegang pergelangan tangan wanita itu dengan kasar.“Jawab pertanyaan madumu itu, Rena. Benar, laki-laki ini calon suamimu?” tanya laki-laki itu, sembari menatap wajah Rena dengan tajam. “S—sakit, Mas, tolong lepas,” rintih Rena. Berusaha untuk melepaskan cekalan Dimas pada pergelangan tangannya. Mel
Malamnya ….Sekarang ini, Rena dan Reykana sedang berada di meja makan. Keduanya baru saja menghabiskan makanan yang ada di dalam piring masing-masing.Dalam keheningan itu, Rena berulang kali mengedarkan pandangan matanya pada ke seluruh penjuru ruangan yang ada di sekitarnya.Sedangkan Reykana, laki-laki itu terlihat sibuk dengan ponsel yang ada di dalam telapak tangannya sekarang ini. Hingga beberapa saat kemudian, dia terlihat mendongakan kepalanya, kemudian meluruskan pandangan matanya ke arah wanita yang ada di depannya.“Ada apa?” tanya Reykana tiba-tiba.“Hah?”Reykana menghela napasnya singkat, saat Rena tidak memahami pertanyaannya.“Ada apa? Kenapa kamu melihat tempat ini seperti itu? Apakah ada sesuatu yang mengganggumu di sini?” tanyanya lagi. Memp
“Tu—Tuan?”Rena refleks langsung beranjak dari duduknya, saat telinganya tiba-tiba mendengar suara Reykana di dekatnya. Dan benar saja, sosok Reykana berdiri tidak jauh darinya. Dengan ekspresi wajah laki-laki itu yang tetap terlihat datar, dan juga dengan pandangan mata yang dingin. “Aku sedang bertanya kepadamu, kenapa kamu ada di sini?” tanya Reykana lagi. “A—anu, aku belum ngantuk, Tuan, terus duduk di sini sambil nunggu ngantuk datang,” jawab Rena kemudian, dengan nada suaranya yang terbata. Sepertinya, dia masih terkejut dengan keberadaan Reykana, yang datang tiba-tiba itu. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat mendudukan dirinya di atas kursi, yang semula diduduki oleh Rena. “Apakah kamu akan terus berdiri seperti itu?” tegur Reykana, saat Rena hanya berdiri di samping kursi dan menatapnya. “I—iya, Tuan.” Setelah itu, Rena pun mendudukan dirinya di samping Reykana. Tentunya dengan perasaan yang ca
“Aku baik-baik saja, hanya mimpi buruk tadi, Tuan.”Rena mencoba untuk mengendalikan dirinya, kemudian memperbaiki posisi duduknya. “Kamu yakin?” tanya Reykana lagi. Dan Rena langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Iya, Tuan. Aku pikir, tadi Mas Dimas yang ada di sini, bukan Tuan.”Mendengar jawaban itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat menegakan posisi duduknya, sembari memperbaiki posisi jubah tidur yang dia kenakan. “Sekarang kamu ada di rumahku, tidak ada yang bisa menyakitimu di sini. Jadi, kamu tidak perlu khawatir.”Rena kembali menganggukan kepalanya, dengan senyuman tipis yang terlukis pada kedua sudut bibirnya. “Sekarang mandi dan turun untuk sarapan. Pakai pakaian yang aku belikan untukmu kemarin,” titah Reykana. “Baik, Tuan.”Setelah mengatakan kalimat itu, Reykana langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Rena. -Saat sarapan berlangsung, tidak ada pembicaraan khusus yang terjadi antara Reykana da
Rena berjalan dengan langkah lambat, dengan kedua telapak tangannya yang terlihat memegangi banyak tali tote bag. Wajahnya terlihat lesu, dengan mulutnya yang berulang kali menghembuskan napas panjang. “Kenapa jalannya lambat sekali?”Reykana berdiri beberapa langkah di depan Rena. Laki-laki itu tidak membawa apa pun di kedua telapak tangannya. Sangat berbeda dengan Rena, yang membawa banyak tote bag berisi gaun, sepatu, tas dan perhiasan yang telah dibeli oleh Reykana sebelumnya. “Tuan, apakah kamu nggak mau bantu bawa barang-barang ini? Barangnya banyak, aku kesusahan untuk berjalan.”Hingga akhirnya, Rena berani mengatakan keluhannya itu kepada Reykana. Karena sedari keluar dari setiap store, laki-laki itu terlihat tidak berniat untuk membantunya membawa barang-barang yang telah dia beli itu. Reykana terlihat berbalik, kemudian berjalan ke arah Rena, setelah mendengar keluhan wanita itu. “Berikan kepadaku,” ujar laki-laki
Menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, sampai akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Reykana dan ditumpangi oleh Rena memasuki pelataran sebuah rumah mewah, dengan cat berwarna biru langit dan putih. Namun, setelah mematikan mesin mobilnya, Reykana tidak langsung menyuruh Rena untuk keluar dari mobilnya. “Rena,” panggil laki-laki itu kemudian. “Iya, Tuan?” balas Rena, sembari menolehkan kepalanya ke arah Reykana. “Tolong bersikap biasa saja saat di dalam. Aku tidak akan memintamu untuk melakukan banyak hal, cukup hargai Ibundaku dan sapa dia dengan cara yang baik. Selain itu, jika dia ingin menanyakan sesuatu kepadamu, aku yang akan menjawabnya. Kamu paham?” Mendengar permintaan itu, Rena pun langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. Selama dalam perjalanan tadi, wanita itu sudah berusaha untuk mengendalikan perasaannya, agar dia tidak nervous saat berhadapan dengan ibu Reykana nanti. “Oh yah, satu lagi. Kamu harus selalu ingat, kalau kamu memang cantik, Rena. Jika ka
Reykana menganggukan kepalanya, membenarkan pernyataan bernada tanya yang dikatakan oleh Meryn. “Iya, dia asistenku. Dan seperti yang aku katakan sebelumnya, aku ingin menjadikannya sebagai model, Bunda,” ujarnya, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat penuh dengan keyakinan. Meryn terlihat menatap wajah Rena lekat-lekat, setelah mendengar penjelasan yang dikatakan oleh putranya itu kepadanya. Ditatap seperti itu, Rena pun merasa cukup tidak nyaman. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap tersenyum dan tidak memalingkan kepalanya ke arah lain. Karena jika sampai dia memalingkan mukanya, dia akan gagal menjaga kepercayaan Reykana untuknya, pikirnya. Namun, beberapa saat kemudian, Meryn terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. “Tidak masalah sih. Aku tidak peduli bagaimana latar belakang wanita yang kamu sukai, Reykana. Yang terpenting wanita itu memiliki sikap yang baik dan sopan, dan bukan sejenis dengan wanita-wanita yang mendekati lelaki hanya karena harta. Dan Bunda pikir, Rena
“Rena? Di mana kamu?”Reykana mengetuk pintu kamar yang ada di depannya berulang kali, sembari memanggil-manggil nama Rena. Namun, sudah sepuluh menit, dia tidak mendapatkan balasan apa pun dari dalam sana. “Rena! Buka pintunya sekarang atau aku akan membukanya dengan paksa,” ucap Reykana lagi, tetapi dengan nada suara yang lebih nyaring dari sebelumnya. Sepuluh detik setelah Reykana berteriak, pintu yang ada di depannya langsung terbuka. Dan menampilkan sosok Rena yang berdiri dengan rambut basah dan hanya mengenakan handuk pendek berwarna putih. “Tu—Tuan, maaf, aku baru selesai mandi.”Dan sepasang mata Reykana langsung membulat penuh, saat melihat pemandangan itu. “Tuan Reykana, apakah Re—“ Sosok Deva muncul di ujung lorong dan berada tidak jauh dari Reykana. Dan ucapannya langsung terpotong, saat melihat pemandangan yang cukup ‘mengejutkan’, tepat di depan Reykana sekarang ini. Melihat keberadaan Deva, Reykana langsung mendorong tubuh Rena ke dalam kamarnya lagi, kemudian me
“Wah, calon menantuku benar-benar terlihat cantik dan bersinar. Kamu benar-benar sempurna, Sayang.”Meryn langsung menyambut kedatangan Rena dengan senyuman dan pelukan hangat. Dia terlihat bahagia saat melihat Rena dan Reykana ada di rumahnya sekarang ini. “Terima kasih, Tante. Tante Meryn juga sangat cantik,” balas Rena. Meryn menggelengkan kepalanya, kemudian menuntun Rena untuk duduk bersamanya di atas sofa. Sementara Reykana, dia juga duduk di hadapan Meryn dan Rena, dengan sosok Deva di sampingnya. “Apakah kamu gugup, Rena? Pernikahanmu dan Reykana sebentar lagi akan dilaksanakan dan persiapannya akan secepatnya diselesaikan,” tanya Meryn. Telapak tangannya terus menggenggam tangan Rena dengan lembut. “Tidak, Tante. Katanya, Tuan Reykana sudah menyiapkan semuanya dengan baik dan dia berkata bahwa aku tidak perlu khawatir. Jadi, ak—“Tunggu, Tuan Reykana?” potong Meryn, saat Rena belum menyelesaikan ucapannya. Sepasang kelopak mata milik Rena terlihat mengerjap perlahan dan
Reykana memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, kemudian dia turun dari sana bersama dengan Rena. “Aku akan menunjukan tempatnya kepadamu,” ucap Rena, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Reykana. Setelah itu, Rena berjalan lebih dulu di depan dan Reykana berjalan tepat di belakangnya. Hingga akhirnya, Rena dan Reykana menghentikan langkah kaki mereka tepat di depan sebuah makam. “Orang tuaku sudah meninggal,” gumam Rena, sembari berjongkok di samping makam itu. Reykana ikut berjongkok juga di samping Rena, kemudian melepas kacamata hitam yang semula dia gunakan. Lalu, laki-laki itu terlihat menganggukan kepalanya. “Ya, aku tahu.”“Sedalam apa informasi yang kamu dapatkan tentangku, Tuan?” tanya Rena. “Itu bukan sesuatu yang penting untuk dibicarakan di sini, Rena,” jawab Reykana, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Rena. Rena hanya tersenyum, kemudian menabur bunga yang dia bawa ke atas makam, yang berada di depannya. “Halo, Ibu. Maafkan aku, karena aku baru
Rena merasa jantungnya akan berhenti berdegup, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh sosok laki-laki yang sedang bersama dengannya sekarang ini. “Me—menikah? Bu—bulan depan?” tanyanya, masih dengan nada terbata dan rasa tidak percaya. Reykana memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. Rena langsung menyadarkan dirinya dari lamunannya, kemudian mengajukan suatu pertanyaan. “Tuan? Apakah waktunya nggak terlalu cepat? Maksudku, sekarang kita belum melakukan persiapan apapun.”“Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menyiapkan semuanya, Rena. Aku hanya meminta kesiapanmu, untuk urusan persiapannya, aku dan Bundaku yang akan mengurusnya. Jadi, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu,” balas Reykana, dengan ekspresi wajahnya yang menunjukan keyakinan. Mendengar jawaban itu, Rena terdiam sejenak, seperti sedang mencerna sesuatu. Namun, ekspresi bingung dan terkejut, jelas masih terpancar pada wajahnya yang sekarang telah beruba
“Pelajaran hari ini benar-benar sangat banyak. Aku nggak tahu, bisa tahan nggak dengan pelajaran yang cukup memusingkan itu,” gumam Rena, sambil memijit dahinya sendiri. “Buah untuk anda, Nona Rena.”Sosok Neni mendekati Rena, kemudian meletakan sepiring buah ke atas meja yang ada di hadapannya. “O—ouh iya, terima kasih, Mbak Neni. Maaf merepotkanmu,” balas Rena. Neni menggelengkan kepalanya. “Tidak, itu bukan masalah yang besar dan juga kewajiban saya untuk membantu anda, Nona,” balasnya. Mendengar jawaban itu, Rena tersenyum, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Apakah anda baik-baik saja, Nona? Maksud saya, apakah Tuan Reykana tidak memarahi anda sejak kejadian lusa itu?” tanya Neni, beberapa saat kemudian. “Nggak, Mbak. Aku sudah meminta maaf pada Tuan Rey dan dia memintaku untuk melupakan hal itu. karena bagaimanapun juga, semuanya tetap kesalahanku, Mbak,” jawab Rena, jujur. Neni mengh
Reykana terlihat cukup terkejut, saat melihat keadaan Rena yang sedang menangis sekarang. “Katakan kepadaku, apa yang terjadi kepadamu? Apakah ada sesuatu yang menyakitimu?” tanya laki-laki itu lagi.Mendengar pertanyaan itu, Rena langsung menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang turun semakin deras. Hingga akhirnya, Reykana pun memeluk tubuh Rena, karena tidak tahu harus melakukan hal apa, untuk membuat wanita itu merasa lebih baik. “Tu—tuan, tolong maafkan aku atas kejadian kemarin. Aku benar-benar minta maaf, karena sudah membuatmu marah. Sungguh, aku nggak bermaksud membuatmu marah, aku ngg—““Sudah, tenangkan dirimu dan berhenti meminta maaf.”Reykana memotong ucapan Rena, kemudian melepas pelukannya. Lalu, dia menatap wajah wanita itu dalam-dalam, sambil tersenyum simpul. “Tidak masalah, hal itu terjadi bukan karena kesalahanmu sendiri. Cukup berjanjilah kepadaku untuk tidak mengulanginya lagi yah?” lanjut
“Jangan memarahi Nona Rena, Tuan, dia tidak bersalah. Dia mengobrol bersama saya dan pelayan lain, karena dia merasa bosan dan saya yang menyarankan dia untuk pergi ke taman belakang.”Neni berdiri dengan posisi kepala tertunduk, sambil menjelaskan semua yang telah terjadi kepada sosok Reykana yang sedang berdiri di depannya. “Jangan membelanya.”Neni langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak, Tuan, saya tidak membelanya. Kenyataannya memang seperti itu, Nona Rena tidak bersalah, dia hanya ingin mengobrol dengan kami dan menceritakan tentang kebaikan anda.”Wanita itu menghela napasnya sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya lagi. “Di luar semua itu, saya tetap meminta maaf kepada anda, karena sudah mengingkari permintaan anda, Tuan. Saya gagal untuk membatasi interaksi antara Nona Rena dengan pelayan yang lain,” lanjutnya lagi. Mendengar semua ucapan itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu, laki-laki itu terlihat meletakan cangkir kopi yang semula dia genggam ke a
Seorang anak laki-laki seperti berumur 7 tahun dengan dipeluk oleh seorang laki-laki yang lebih dewasa. Ya, ada dua orang yang berada dalam foto yang Rena temukan itu. “Apakah ini foto Tuan Rey dengan Ayahnya? Tapi kenapa wajah mereka terlihat berbeda?” gumam Rena, sambil menatap foto yang sedang berada di tangannya sekarang ini. Beberapa saat kemudian, Rena memilih untuk menutup buku itu dan menyimpan fotonya ke dalam saku baju yang dia kenakan. Setelah itu, dia kembali menyibukan diri dengan membaca beberapa jenis buku lain lagi. -Tepat jam lima sore, Reykana kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang kali ini dia tidak sendirian, melainkan ditemani oleh asisten pribadinya, Deva. “Kamu bisa masuk dulu dan makan malam bersamaku, Deva,” ajak Reykana, setelah Deva menghentikan mobilnya. Mendengar tawaran itu, Deva menggelengkan kepalanya sebagai balasan. “Maaf, saya harus menghadiri undangan pernikahan teman kuliah saya, Tuan. Mungkin lain waktu saja,” ucapnya. Reykana menganggu
Ctak!Reykana mendapatkan sentilan pada dahinya, dari jari-jari tangan milik Meryn. “Enteng sekali mulutmu bicara, Kana. Seharusnya, kamu tahu bagaimana cara menghargai seorang wanita dengan baik!” maki Meryn. Reykana mengusap dahinya yang terasa panas. Padahal, dia hanya bercanda, tapi ternyata Meryn menanggapi ucapannya dengan serius. “Aku hanya bercanda, Bunda. Rena memang tinggal di rumahku, tapi dia tidur di kamar yang berbeda. Aku juga memastikan dia dalam keadaan baik di rumahku dan tidak pernah mengganggunya, Bunda,” balas laki-laki itu kemudian. Meryn menghela napasnya perlahan. Aura cantiknya masih terlihat begitu menawan, meskipun di umur yang tidak bisa dikatakan muda lagi. “Jadi, kapan kamu akan menikahi Rena, Kana?” Hingga akhirnya, pembicaraan kembali berubah menjadi serius.Sebenarnya, Reykana belum memikirkan hal ini. Tentang kapan dia akan menikahi Rena secara resmi, sesuai kesepakatan yang telah dia buat dengan wanita itu. Karena sepertinya, dia masih merasa …
“Hei, kamu baik-baik saja?” Reykana segera berjongkok di samping Rena dan membantunya bangkit dari lantai. Sementara itu, Rena terlihat menggelengkan kepalanya, sembari menahan rasa sakit di pinggangnya. “Nggak papa, aku baik-baik saja, Tuan Reykana. Oh yah, Tuan sudah pulang?” balas Rena. Reykana berdehem pelan, kemudian menganggukan kepalanya. “Kamu belajar apa dengan Neni hari ini?” “Mengenakan sepatu hak tinggi. Aku sudah mencoba semua sepatu itu,” jawab Rena langsung, sembari menunjuk jejeran sepatu berhak tinggi dengan tinggi yang berbeda-beda, yang berada di atas meja dan lantai. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Dia terlihat menatap arah di mana jari telunjuk Rena terarah. “Aku akan mandi dan beristirahat di kamarku dan lebih baik kamu juga mandi dan beristirahat sekarang. Aku akan memanggilmu saat jam makan nanti,” ucap laki-laki itu lagi, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Rena. Setelah itu, Reykana langsung perg