Dari siang sampai malam itu, Rena menuruti semua perintah yang dikatakan oleh Reykana kepadanya. Bahkan, saat dia merasa lapar, dia pun tetap berada dalam kamarnya dan tidak berani untuk keluar dari tempat itu. Karena wanita itu berpikir, kalau sekarang dia seperti sedang menumpang hidup di dalam rumah besar milik laki-laki yang katanya telah membantunya, untuk menyelamatkan hidupnya itu.
Hingga paginya ….
Tok! Tok! Tok!
Rena sudah bangun dari tidurnya, dan sedang mendudukan dirinya di tepian ranjang. Dan perhatiannya langsung teralihkan, saat mendengar suara ketukan pada pintu.
“Sebentar!”
Ternyata sosok Reykana-lah yang berdiri di depan pintu, dengan penampilan laki-laki itu yang terlihat begitu segar pagi ini.
Namun, ekspresi wajah dan pandangan manik matanya tetap terlihat begitu datar, sama sekali tidak mendukung penampilannya yang begitu maskulin.
“Kamu sudah mandi?” tanya Reykana kemudian.
“Sudah, Tuan.”
“Kenapa kamu tidak mengganti pakaianmu?” tanya Reykana lagi.
Rena terlihat menghela napasnya sekilas, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai balasan.
“Aku nggak punya pakaian lain selain ini dan pakaian ini pun, kamu yang berikan kemarin, Tuan,” jawab wanita itu.
Reykana termenung sejenak, setelah mendengar jawaban itu.
“Turun ke bawah bersamaku untuk sarapan,” ucap Reykana akhirnya, sembari membalikan tubuhnya.
Mendengar arahan itu, Rena pun menurut dan mengikuti langkah Reykana dari belakang.
Selesai menuruni undakan tangga, Reykana langsung membelokan langkah kakinya menuju ke suatu ruangan, yang harus melewati beberapa lorong.
Sampai akhirnya, tibalah Reykana dan Rena di area ruang makan, yang bersebelahan langsung dengan dapur. Di mana hanya meja bar yang berada di tengah-tengah, yang menjadi pembatas antara kedua ruangan itu.
Reykana langsung mendudukan dirinya di salah satu kursi yang ada di sebelah kanan, kemudian meminta Rena untuk duduk di atas kursi yang berhadapan dengannya.
“Tuan, apakah aku boleh makan di sini? Sepertinya, kastaku terlalu rendah, untuk makan di meja yang sama, dengan orang yang berkasta tinggi sepertimu.”
Rena tiba-tiba mengatakan kalimat itu, saat Reykana memintanya untuk duduk di kursi yang dia minta sebelumnya.
Mendengar ucapan itu, Reykana pun langsung mendongakan kepalanya, dan meluruskan pandangan matanya ke arah Rena. Laki-laki itu sempar berpikir, apakah wanita yang sedang bersama dengannya sekarang ini benar-benar polos atau berpura-pura polos.
“Jika yang kamu pikirkan begitu, maka aku berikan perintah kepadamu. Yakni, isi piringku ini dengan makanan-makanan yang ada di depanmu sekarang, layaknya seorang pelayan yang sedang menyiapkan makanan untuk atasannya.
Setelah itu, duduklah di kursi dan siapkan makanan untuk piringmu sendiri dan makan makanan ini, tanpa harus mengatakan kalimat apa pun lagi,” balas laki-laki itu kemudian.
Sebenarnya, Rena merasa terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Reykana kepada dirinya itu. Namun, karena wanita itu tidak mau membantah, dia pun hanya bisa menganggukan kepalanya dan melakukan perintah yang dikatakan oleh laki-laki yang sedang bersamanya sekarang.
Rena mengambil satu per satu makanan yang dihidangkan di atas meja, kemudian memindahkanya ke dalam piring Reykana. Setelah memastikan porsi makan untuk laki-laki itu telah cukup, dia pun mengisi piringnya sendiri dengan makanan yang sama.
Setelah itu, Reykana dan Rena memakan makanan mereka, tanpa ada pembicaraan sedikit pun. Yah, sesuai dengan perintah yang dikatakan oleh Reykana sebelumnya.
Hingga sekitar setengah jam kemudian, mereka berdua telah selesai menghabiskan makanan masing-masing.
“Kemarin malam, kenapa kamu tidak turun? Apakah kamu tidak lapar?”
Tiba-tiba, Reykana mengajukan pertanyaan itu kepada Rena, setelah meminum air putih dalam gelasnya.
Rena terlihat menggelengkan kepalanya.
“Aku lapar, tapi katamu, aku harus beristirahat sampai malam dan keluar pagi ini, Tuan. Jadi, aku mengikuti ucapanmu.”
Rena melontarkan jawaban itu, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat polos. Sampai-sampai, Reykana sedikit merasa ‘spechless’ dengan sikap wanita itu.
“Kamu mengalami keretakan pada tulang punggungmu kemarin. Aku langsung meminta dokter melakukan tindakan operasi dan membuatmu sembuh dalam waktu yang cepat dan dari yang dituturkan oleh dokter kepadaku, keretakan pada tulangmu itu bisa saja terjadi karena lemparan benda keras atau tendangan kaki seseorang. Apakah itu benar?” tanya Reykana tiba-tiba. Mengungkit tentang keadaan yang dialami oleh Rena, saat wanita itu sedang berada di rumah sakit kemarin.
Rena menundukkan kepalanya. Wanita itu terasa berat, jika harus menjawab pertanyaan Reykana dan mengingat-ingat kejadian buruk yang dia terima oleh suaminya dan ibu mertuanya itu.
“Mantan suamimu sudah menikahi istri barunya secara sah, saat kamu baru saja selesai melakukan operasi dan sekarang, mereka sedang pergi ke luar kota, untuk melakukan liburan. Rumahmu, yang dipindah namakan atas nama suamimu telah dijual dan uangnya untuk modal liburan itu.”
Reykana kembali melanjutkan kalimatnya, saat Rena tak kunjung membalas ucapannya.
Mendengar penuturan itu, Rena pun langsung mendongakan kepalanya, menatap wajah Reykana lekat-lekat.
“Tunggu, kenapa kamu bisa tahu semuanya, Tuan? Suamiku dan istri barunya?” tanya wanita itu, dengan ekspresi terheran-heran. Padahal, dia sama sekali belum membuka mulutnya dan menjelaskan tentang kehidupan pernikahannya yang hancur itu.
Reykana berdehem pelan, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Itu bukan masalah yang penting untuk dibicarakan sekarang, Rena. Aku memiliki pembicaraan lain, yang sangat penting untuk kehidupanmu. Kamu berhutang budi kepadaku, atas bantuan yang telah aku berikan kepadamu, selama kamu berada di rumah sakit kemarin.
Selain itu, aku juga memiliki pertimbangan lain yang bisa menguntungkanmu. Yakni, aku bisa membalaskan dendam kepada suamimu, setelah perlakuan buruk yang dia lakukan kepadamu dan aku juga bisa mengembalikan rumah peninggalan orang tuamu itu kepadamu lagi. Anggap saja, aku sedang memperjelas kesepakatan yang telah kita buat sebelumnya. Bagaimana menurutmu?”
“Kalau kamu memberikan keuntungan sebanyak itu untukku, pasti aku harus melakukan hal besar lain, yang harus menguntungkan dirimu juga ‘kan? Dan aku juga nggak bisa menolak semua kesepakatan yang sudah kamu tetapkan, begitu?” balas Rena, menebak alur pembicaraan yang dikatakan oleh Reykana kepada dirinya itu.
Reykana langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. Membenarkan setiap kalimat yang dikatakan oleh Rena kepada dirinya.
Rena di dilanda dalam kebingungan. Dia memang merasa sakit hati, dengan sikap yang dilakukan oleh Dimas kepadanya, selama pernikahan mereka berlangsung dulu. Di sebagian hatinya, ada rasa keinginan besar untuk menghancurkan kehidupan laki-laki yang telah menjadi mantan suaminya itu.
Setelah itu, Reykana terlihat mengambil sebuah dokumen ber-map hitam yang sedari tadi berada di atas kursi kosong, yang ada di sampingnya. Lalu, laki-laki itu mengulurkan dokumen itu ke pada Rena.
Rena langsung menerima dokumen itu dan pandangan sepasang manik matanya langsung terarahkan pada sebuah tulisan, yang berada di sampul dokumennya.
“Perjanjian untuk menjadi Istri Palsu dari Reykana Alresh Graziyya.”
“Rena,” panggil Reykana, sebelum Rena melanjutkan kegiatannya membaca perjanjian kontrak itu
Mendengar panggilan itu, Rena pun langsung mendongakan kepalanya lagi dan menatap wajah laki-laki yang ada di depannya sekarang ini.
“Jika kamu mau menyetujuinya sekarang juga. Aku akan membuat rencana balas dendam awalan untuk suamimu sekarang juga, Rena.”
“Apa maksudmu?” tanya Rena lagi.
“Aku dan kamu bisa pergi ke kota tempat mantan suamimu sedang melakukan liburan di sana, dengan istri barunya sekarang. Dan aku bisa pastikan, kamu akan merasa senang saat melihat rencanaku nanti. Aku membantumu untuk membalas sikap mereka, seperti apa yang telah mereka lakukan kepadamu selama ini. Kamu akan merasa puas setelah ini, Rena.”
Rena terdiam sejenak, setelah mendengar tawaran itu. Seperti mempertimbangkan, akan menerima tawaran balas dendam itu sekarang atau tidak.
“Aku membutuhkan bantuanmu, untuk urusanku dan aku juga akan membantumu, untuk menyelesaikan semua urusanmu, Rena,” lanjut Reykana lagi.
Namun, beberapa saat kemudian, Rena terlihat menganggukan kepalanya, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat penuh keyakinan.
“Baiklah, aku serahkan semuanya kepadamu, Tuan. Aku akan melakukannya.”
Setelah mengingat semua kepahitan hidup yang dialami selama ini, Rena akhirnya memilih untuk menyetujui tawaran emas dari Reykana itu.
“Apakah ini tempat mereka berlibur sekarang?”Rena menanyakan hal itu, sembari melongokan kepalanya ke luar dari jendela mobil yang sedang dia naiki sekarang ini. Melihat pemandangan hotel besar yang terlihat begitu mewah, dengan pantai yang berada tidak jauh dari hotel itu. Reykana yang sedang duduk di atas kursi, tepat di samping Rena pun terlihat menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Selama kami menikah, dia nggak pernah ngajak aku pergi jalan-jalan seperti ini, tapi sekarang dia melakukannya bersama dengan selingkuhannya, yang sudah menjadi istri barunya,” gumam Rena lirih, yang masih terdengar jelas dalam indera pendengaran Reykana. Mendengar gumaman itu, Reykana hanya diam saja. Namun, pandangan sepasang manik matanya jelas terarah lurus pada wajah wanita yang sedang berada di sampingnya sekarang ini. “Ingin turun sekarang, Tuan?” tanya Deva, asisten Reykana, yang sedari tadi mengemudikan mobil.“Iya,” jawab Reykana. Setelah itu, Reykana meminta untuk Rena turun dari mob
“Tuan?”Rena merasa begitu terkejut, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh Reykana kepada mantan suaminya. Mendengar panggilan dari Rena, Reykana pun menolehkan kepalanya ke arah wanita itu, kemudian melayangkan senyuman manis pada wajahnya. “Dia mantan suamimu, bukan? Biarkan aku berkenalan dengan dia, sayang. Memperkenalkan diri sebagai calon suamimu,” ujar laki-laki itu kemudian. “Rena? Benar dia calon suami kamu, hah?” tanya Tia kepada Rena. Akhirnya istri baru dari Dimas itu membuka mulutnya, setelah terdiam sejak tadi. Rena tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya bisa menyembunyian dirinya di samping Reykana. Dimas memicingkan pandangan matanya ke arah Rena, kemudian memegang pergelangan tangan wanita itu dengan kasar.“Jawab pertanyaan madumu itu, Rena. Benar, laki-laki ini calon suamimu?” tanya laki-laki itu, sembari menatap wajah Rena dengan tajam. “S—sakit, Mas, tolong lepas,” rintih Rena. Berusaha untuk melepaskan cekalan Dimas pada pergelangan tangannya. Mel
Malamnya ….Sekarang ini, Rena dan Reykana sedang berada di meja makan. Keduanya baru saja menghabiskan makanan yang ada di dalam piring masing-masing.Dalam keheningan itu, Rena berulang kali mengedarkan pandangan matanya pada ke seluruh penjuru ruangan yang ada di sekitarnya.Sedangkan Reykana, laki-laki itu terlihat sibuk dengan ponsel yang ada di dalam telapak tangannya sekarang ini. Hingga beberapa saat kemudian, dia terlihat mendongakan kepalanya, kemudian meluruskan pandangan matanya ke arah wanita yang ada di depannya.“Ada apa?” tanya Reykana tiba-tiba.“Hah?”Reykana menghela napasnya singkat, saat Rena tidak memahami pertanyaannya.“Ada apa? Kenapa kamu melihat tempat ini seperti itu? Apakah ada sesuatu yang mengganggumu di sini?” tanyanya lagi. Memp
“Tu—Tuan?”Rena refleks langsung beranjak dari duduknya, saat telinganya tiba-tiba mendengar suara Reykana di dekatnya. Dan benar saja, sosok Reykana berdiri tidak jauh darinya. Dengan ekspresi wajah laki-laki itu yang tetap terlihat datar, dan juga dengan pandangan mata yang dingin. “Aku sedang bertanya kepadamu, kenapa kamu ada di sini?” tanya Reykana lagi. “A—anu, aku belum ngantuk, Tuan, terus duduk di sini sambil nunggu ngantuk datang,” jawab Rena kemudian, dengan nada suaranya yang terbata. Sepertinya, dia masih terkejut dengan keberadaan Reykana, yang datang tiba-tiba itu. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat mendudukan dirinya di atas kursi, yang semula diduduki oleh Rena. “Apakah kamu akan terus berdiri seperti itu?” tegur Reykana, saat Rena hanya berdiri di samping kursi dan menatapnya. “I—iya, Tuan.” Setelah itu, Rena pun mendudukan dirinya di samping Reykana. Tentunya dengan perasaan yang ca
“Aku baik-baik saja, hanya mimpi buruk tadi, Tuan.”Rena mencoba untuk mengendalikan dirinya, kemudian memperbaiki posisi duduknya. “Kamu yakin?” tanya Reykana lagi. Dan Rena langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Iya, Tuan. Aku pikir, tadi Mas Dimas yang ada di sini, bukan Tuan.”Mendengar jawaban itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Lalu, laki-laki itu terlihat menegakan posisi duduknya, sembari memperbaiki posisi jubah tidur yang dia kenakan. “Sekarang kamu ada di rumahku, tidak ada yang bisa menyakitimu di sini. Jadi, kamu tidak perlu khawatir.”Rena kembali menganggukan kepalanya, dengan senyuman tipis yang terlukis pada kedua sudut bibirnya. “Sekarang mandi dan turun untuk sarapan. Pakai pakaian yang aku belikan untukmu kemarin,” titah Reykana. “Baik, Tuan.”Setelah mengatakan kalimat itu, Reykana langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Rena. -Saat sarapan berlangsung, tidak ada pembicaraan khusus yang terjadi antara Reykana da
Rena berjalan dengan langkah lambat, dengan kedua telapak tangannya yang terlihat memegangi banyak tali tote bag. Wajahnya terlihat lesu, dengan mulutnya yang berulang kali menghembuskan napas panjang. “Kenapa jalannya lambat sekali?”Reykana berdiri beberapa langkah di depan Rena. Laki-laki itu tidak membawa apa pun di kedua telapak tangannya. Sangat berbeda dengan Rena, yang membawa banyak tote bag berisi gaun, sepatu, tas dan perhiasan yang telah dibeli oleh Reykana sebelumnya. “Tuan, apakah kamu nggak mau bantu bawa barang-barang ini? Barangnya banyak, aku kesusahan untuk berjalan.”Hingga akhirnya, Rena berani mengatakan keluhannya itu kepada Reykana. Karena sedari keluar dari setiap store, laki-laki itu terlihat tidak berniat untuk membantunya membawa barang-barang yang telah dia beli itu. Reykana terlihat berbalik, kemudian berjalan ke arah Rena, setelah mendengar keluhan wanita itu. “Berikan kepadaku,” ujar laki-laki
Menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, sampai akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Reykana dan ditumpangi oleh Rena memasuki pelataran sebuah rumah mewah, dengan cat berwarna biru langit dan putih. Namun, setelah mematikan mesin mobilnya, Reykana tidak langsung menyuruh Rena untuk keluar dari mobilnya. “Rena,” panggil laki-laki itu kemudian. “Iya, Tuan?” balas Rena, sembari menolehkan kepalanya ke arah Reykana. “Tolong bersikap biasa saja saat di dalam. Aku tidak akan memintamu untuk melakukan banyak hal, cukup hargai Ibundaku dan sapa dia dengan cara yang baik. Selain itu, jika dia ingin menanyakan sesuatu kepadamu, aku yang akan menjawabnya. Kamu paham?” Mendengar permintaan itu, Rena pun langsung menganggukan kepalanya sebagai balasan. Selama dalam perjalanan tadi, wanita itu sudah berusaha untuk mengendalikan perasaannya, agar dia tidak nervous saat berhadapan dengan ibu Reykana nanti. “Oh yah, satu lagi. Kamu harus selalu ingat, kalau kamu memang cantik, Rena. Jika ka
Reykana menganggukan kepalanya, membenarkan pernyataan bernada tanya yang dikatakan oleh Meryn. “Iya, dia asistenku. Dan seperti yang aku katakan sebelumnya, aku ingin menjadikannya sebagai model, Bunda,” ujarnya, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat penuh dengan keyakinan. Meryn terlihat menatap wajah Rena lekat-lekat, setelah mendengar penjelasan yang dikatakan oleh putranya itu kepadanya. Ditatap seperti itu, Rena pun merasa cukup tidak nyaman. Namun, wanita itu berusaha untuk tetap tersenyum dan tidak memalingkan kepalanya ke arah lain. Karena jika sampai dia memalingkan mukanya, dia akan gagal menjaga kepercayaan Reykana untuknya, pikirnya. Namun, beberapa saat kemudian, Meryn terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. “Tidak masalah sih. Aku tidak peduli bagaimana latar belakang wanita yang kamu sukai, Reykana. Yang terpenting wanita itu memiliki sikap yang baik dan sopan, dan bukan sejenis dengan wanita-wanita yang mendekati lelaki hanya karena harta. Dan Bunda pikir, Rena
“Wah, calon menantuku benar-benar terlihat cantik dan bersinar. Kamu benar-benar sempurna, Sayang.”Meryn langsung menyambut kedatangan Rena dengan senyuman dan pelukan hangat. Dia terlihat bahagia saat melihat Rena dan Reykana ada di rumahnya sekarang ini. “Terima kasih, Tante. Tante Meryn juga sangat cantik,” balas Rena. Meryn menggelengkan kepalanya, kemudian menuntun Rena untuk duduk bersamanya di atas sofa. Sementara Reykana, dia juga duduk di hadapan Meryn dan Rena, dengan sosok Deva di sampingnya. “Apakah kamu gugup, Rena? Pernikahanmu dan Reykana sebentar lagi akan dilaksanakan dan persiapannya akan secepatnya diselesaikan,” tanya Meryn. Telapak tangannya terus menggenggam tangan Rena dengan lembut. “Tidak, Tante. Katanya, Tuan Reykana sudah menyiapkan semuanya dengan baik dan dia berkata bahwa aku tidak perlu khawatir. Jadi, ak—“Tunggu, Tuan Reykana?” potong Meryn, saat Rena belum menyelesaikan ucapannya. Sepasang kelopak mata milik Rena terlihat mengerjap perlahan dan
Reykana memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, kemudian dia turun dari sana bersama dengan Rena. “Aku akan menunjukan tempatnya kepadamu,” ucap Rena, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Reykana. Setelah itu, Rena berjalan lebih dulu di depan dan Reykana berjalan tepat di belakangnya. Hingga akhirnya, Rena dan Reykana menghentikan langkah kaki mereka tepat di depan sebuah makam. “Orang tuaku sudah meninggal,” gumam Rena, sembari berjongkok di samping makam itu. Reykana ikut berjongkok juga di samping Rena, kemudian melepas kacamata hitam yang semula dia gunakan. Lalu, laki-laki itu terlihat menganggukan kepalanya. “Ya, aku tahu.”“Sedalam apa informasi yang kamu dapatkan tentangku, Tuan?” tanya Rena. “Itu bukan sesuatu yang penting untuk dibicarakan di sini, Rena,” jawab Reykana, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Rena. Rena hanya tersenyum, kemudian menabur bunga yang dia bawa ke atas makam, yang berada di depannya. “Halo, Ibu. Maafkan aku, karena aku baru
Rena merasa jantungnya akan berhenti berdegup, setelah mendengar ucapan yang dikatakan oleh sosok laki-laki yang sedang bersama dengannya sekarang ini. “Me—menikah? Bu—bulan depan?” tanyanya, masih dengan nada terbata dan rasa tidak percaya. Reykana memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. Rena langsung menyadarkan dirinya dari lamunannya, kemudian mengajukan suatu pertanyaan. “Tuan? Apakah waktunya nggak terlalu cepat? Maksudku, sekarang kita belum melakukan persiapan apapun.”“Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menyiapkan semuanya, Rena. Aku hanya meminta kesiapanmu, untuk urusan persiapannya, aku dan Bundaku yang akan mengurusnya. Jadi, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu,” balas Reykana, dengan ekspresi wajahnya yang menunjukan keyakinan. Mendengar jawaban itu, Rena terdiam sejenak, seperti sedang mencerna sesuatu. Namun, ekspresi bingung dan terkejut, jelas masih terpancar pada wajahnya yang sekarang telah beruba
“Pelajaran hari ini benar-benar sangat banyak. Aku nggak tahu, bisa tahan nggak dengan pelajaran yang cukup memusingkan itu,” gumam Rena, sambil memijit dahinya sendiri. “Buah untuk anda, Nona Rena.”Sosok Neni mendekati Rena, kemudian meletakan sepiring buah ke atas meja yang ada di hadapannya. “O—ouh iya, terima kasih, Mbak Neni. Maaf merepotkanmu,” balas Rena. Neni menggelengkan kepalanya. “Tidak, itu bukan masalah yang besar dan juga kewajiban saya untuk membantu anda, Nona,” balasnya. Mendengar jawaban itu, Rena tersenyum, kemudian menganggukan kepalanya sebagai balasan. “Apakah anda baik-baik saja, Nona? Maksud saya, apakah Tuan Reykana tidak memarahi anda sejak kejadian lusa itu?” tanya Neni, beberapa saat kemudian. “Nggak, Mbak. Aku sudah meminta maaf pada Tuan Rey dan dia memintaku untuk melupakan hal itu. karena bagaimanapun juga, semuanya tetap kesalahanku, Mbak,” jawab Rena, jujur. Neni mengh
Reykana terlihat cukup terkejut, saat melihat keadaan Rena yang sedang menangis sekarang. “Katakan kepadaku, apa yang terjadi kepadamu? Apakah ada sesuatu yang menyakitimu?” tanya laki-laki itu lagi.Mendengar pertanyaan itu, Rena langsung menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang turun semakin deras. Hingga akhirnya, Reykana pun memeluk tubuh Rena, karena tidak tahu harus melakukan hal apa, untuk membuat wanita itu merasa lebih baik. “Tu—tuan, tolong maafkan aku atas kejadian kemarin. Aku benar-benar minta maaf, karena sudah membuatmu marah. Sungguh, aku nggak bermaksud membuatmu marah, aku ngg—““Sudah, tenangkan dirimu dan berhenti meminta maaf.”Reykana memotong ucapan Rena, kemudian melepas pelukannya. Lalu, dia menatap wajah wanita itu dalam-dalam, sambil tersenyum simpul. “Tidak masalah, hal itu terjadi bukan karena kesalahanmu sendiri. Cukup berjanjilah kepadaku untuk tidak mengulanginya lagi yah?” lanjut
“Jangan memarahi Nona Rena, Tuan, dia tidak bersalah. Dia mengobrol bersama saya dan pelayan lain, karena dia merasa bosan dan saya yang menyarankan dia untuk pergi ke taman belakang.”Neni berdiri dengan posisi kepala tertunduk, sambil menjelaskan semua yang telah terjadi kepada sosok Reykana yang sedang berdiri di depannya. “Jangan membelanya.”Neni langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak, Tuan, saya tidak membelanya. Kenyataannya memang seperti itu, Nona Rena tidak bersalah, dia hanya ingin mengobrol dengan kami dan menceritakan tentang kebaikan anda.”Wanita itu menghela napasnya sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya lagi. “Di luar semua itu, saya tetap meminta maaf kepada anda, karena sudah mengingkari permintaan anda, Tuan. Saya gagal untuk membatasi interaksi antara Nona Rena dengan pelayan yang lain,” lanjutnya lagi. Mendengar semua ucapan itu, Reykana terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu, laki-laki itu terlihat meletakan cangkir kopi yang semula dia genggam ke a
Seorang anak laki-laki seperti berumur 7 tahun dengan dipeluk oleh seorang laki-laki yang lebih dewasa. Ya, ada dua orang yang berada dalam foto yang Rena temukan itu. “Apakah ini foto Tuan Rey dengan Ayahnya? Tapi kenapa wajah mereka terlihat berbeda?” gumam Rena, sambil menatap foto yang sedang berada di tangannya sekarang ini. Beberapa saat kemudian, Rena memilih untuk menutup buku itu dan menyimpan fotonya ke dalam saku baju yang dia kenakan. Setelah itu, dia kembali menyibukan diri dengan membaca beberapa jenis buku lain lagi. -Tepat jam lima sore, Reykana kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang kali ini dia tidak sendirian, melainkan ditemani oleh asisten pribadinya, Deva. “Kamu bisa masuk dulu dan makan malam bersamaku, Deva,” ajak Reykana, setelah Deva menghentikan mobilnya. Mendengar tawaran itu, Deva menggelengkan kepalanya sebagai balasan. “Maaf, saya harus menghadiri undangan pernikahan teman kuliah saya, Tuan. Mungkin lain waktu saja,” ucapnya. Reykana menganggu
Ctak!Reykana mendapatkan sentilan pada dahinya, dari jari-jari tangan milik Meryn. “Enteng sekali mulutmu bicara, Kana. Seharusnya, kamu tahu bagaimana cara menghargai seorang wanita dengan baik!” maki Meryn. Reykana mengusap dahinya yang terasa panas. Padahal, dia hanya bercanda, tapi ternyata Meryn menanggapi ucapannya dengan serius. “Aku hanya bercanda, Bunda. Rena memang tinggal di rumahku, tapi dia tidur di kamar yang berbeda. Aku juga memastikan dia dalam keadaan baik di rumahku dan tidak pernah mengganggunya, Bunda,” balas laki-laki itu kemudian. Meryn menghela napasnya perlahan. Aura cantiknya masih terlihat begitu menawan, meskipun di umur yang tidak bisa dikatakan muda lagi. “Jadi, kapan kamu akan menikahi Rena, Kana?” Hingga akhirnya, pembicaraan kembali berubah menjadi serius.Sebenarnya, Reykana belum memikirkan hal ini. Tentang kapan dia akan menikahi Rena secara resmi, sesuai kesepakatan yang telah dia buat dengan wanita itu. Karena sepertinya, dia masih merasa …
“Hei, kamu baik-baik saja?” Reykana segera berjongkok di samping Rena dan membantunya bangkit dari lantai. Sementara itu, Rena terlihat menggelengkan kepalanya, sembari menahan rasa sakit di pinggangnya. “Nggak papa, aku baik-baik saja, Tuan Reykana. Oh yah, Tuan sudah pulang?” balas Rena. Reykana berdehem pelan, kemudian menganggukan kepalanya. “Kamu belajar apa dengan Neni hari ini?” “Mengenakan sepatu hak tinggi. Aku sudah mencoba semua sepatu itu,” jawab Rena langsung, sembari menunjuk jejeran sepatu berhak tinggi dengan tinggi yang berbeda-beda, yang berada di atas meja dan lantai. Mendengar jawaban itu, Reykana pun terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Dia terlihat menatap arah di mana jari telunjuk Rena terarah. “Aku akan mandi dan beristirahat di kamarku dan lebih baik kamu juga mandi dan beristirahat sekarang. Aku akan memanggilmu saat jam makan nanti,” ucap laki-laki itu lagi, yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh Rena. Setelah itu, Reykana langsung perg