“Mi, katakan padaku ada apa?”
Aku mendesak mami dengan hati dipenuhi rasa ingin tahu.
Tapi kala melihat mami makin tersedu dengan tubuh yang tampak terguncang, segera aku membawa tubuhnya ke dalam pelukanmu.
“Mi, jangan menakutiku seperti ini.” Aku semakin tak bisa menahan kekhawatiranku karena sungguh baru kali ini aku melihat sosok yang sudah menghadirkan aku ke dunia itu tampak serapuh ini. Selama ini aku lebih terbiasa melihat sikap acuh dan segala pengabaian mami padaku.
Karena itu ketika hubungan kami mulai membaik aku menjadi sangat janggal saat melihatnya terkukung kesedihan.
Aku mulai meraih kedua pundaknya demi bisa menentang tatapan matanya yang sayu.
“Apa ini masih tentang papi?” Aku mulai mengunggah pradugaku.
Mami termangu membalas tatapanku dengan sorotnya yang masih luruh.
<
“Dan, kamu sudah melakukan penyelidikan itu?” tanyaku pada Hamdan ketika kami baru selesai membahas tentang beberapa planning dari proyek utama perusahaan.Hamdan yang awalnya sedang meringkas beberapa berkas penting dan menutup laptopnya itu mulai mengarahkan pandangannya padaku. Asistenku yang paling handal itu tampak menautkan alisnya sejenak.“Sampai saat ini aku belum mendapatkan kabar dari beberapa detektif yang sudah aku kerahkan.”“Coba kamu hubungi lagi mereka, dan suruh mereka secepatnya melaporkan apa saja yang sudah mereka dapatkan.”Aku kian memberikan penegasan karena aku benar-benar sudah tak sabar menunggu terlalu lama.Detik berikutnya terdengar suara notifikasi dari gawai milik Hamdan yang tergeletak di atas meja.Hamdan segera meraih gawainya dan memeriksa dengan cermat, sampai akhirnya dia memandang sang
“Sekarang katakan saja apa motif kamu ingin menghabisi papi tiriku?”Aku semakin menegaskan kata-kataku.Wanita itu masih memejamkan matanya. Terlihat sangat enggan untuk menentang tatapanku.Aku menjadi sangat tak sabar menghadapi pengabaiannya padaku.“Jangan berpura-pura hilang ingatan seperti yang sudah kamu tampilkan di hadapan para penyidik tadi.”Aku semakin mendesak keras.Nyatanya Flo sekarang mulai membuka matanya, sorot matanya menentangku dengan kecewa.“Kamu pasti tidak akan percaya dengan apa yang akan aku katakan.”“Apa kamu sudah disuruh seseorang? Katakan siapa dia dan kamu dibayar berapa sama mereka?” Aku mendesak lagi semakin menyudutkannya.Flo menggeleng sembari mengunggah tatapannya yang luruh, menyiratkan kesediha
“Katakan di mana kita pernah bertemu sebelumnya Flo?” tanyaku kian menegas.“Aku tak akan menceritakan apapun padamu,” gumam Flo menolak sembari memalingkan muka untuk menghindari tatapanku.Aku menelisiknya dengan sorot penasaran meski kemudian menjadi geram karena dia malah menolak untuk menceritakan apapun.Aku menanggapi pengabaiannya dengan cebikan sarkas.“Sepertinya kamu memang hanya memancing rasa ingin tahuku saja, walau kamu bungkam pada akhirnya aku tetap akan bisa mendapatkan apapun informasi yang aku inginkan dengan caraku.”Setelah itu aku kembali bangkit, lalu mulai melangkah pergi tanpa mengucapkan kata apapun lagi, meski aku tahu sekarang Flo mulai mengikuti sosokku dengan ekor matanya, karena aku bisa merasakannya dengan lugas.Selanjutnya segera aku mengajak Hamdan dan beberapa anak buahku berkoordinasi a
Rindu POV“Mas, kamu beli tas, dan sepatu sebanyak ini buat apa? Terus perhiasan ini juga, Ya Allah Mas, ini terlalu berlebihan!”Aku benar-benar tak mengerti dengan apa yang sudah Mas Bara lakukan sekarang. Bisa-bisanya dia membelikan aku begitu banyak barang-barang mahal ini, yang mungkin jika diuangkan bisa digunakan untuk membeli semua sawah yang ada di kampungku. Padahal aku sudah memiliki begitu banyak perhiasan juga sepatu dan tas branded yang sekarang malah aku takutkan hisabnya karena semua ini jelas sangat berlebihan.Nyatanya Mas Bara malah melebarkan senyumnya, justru terlihat bangga dengan apa yang sudah dia lakukan saat ini.“Aku mau membuatkan kamu galeri di rumah ini yang berisi barang-barang mahal ini. Aku sudah memilihkan ruangan di rumah ini yang bisa kamu pakai untuk memajang tas dan sepatu-sepatu kamu.”Aku langsung ternganga saat mend
“Syarat apa Mas memangnya?”Aku mengunggah rasa ingin tahuku. Aku menjadi curiga kalau sudah menyangkut soal syarat biasanya selalu tak jauh dari ranjang karena aku tahu semesum apa suamiku ini.“Pasti kamu mau mengajakku bercinta semalaman kan?” tebakku apa adanya.Mas Bara malah tergelak panjang saat mendengar tebakan itu.“Jadi kamu maunya seperti itu? Baiklah aku akan mengabulkannya nanti malam,” ucap Mas Bara sembari meraih tubuhku ke dalam pelukannya.Dengan sangat nakal tangan Mas Bara mulai meraba-raba tubuhku.Aku langsung berkedik kegelian.“Mas, bilang saja kamu mau syarat apa?” Aku kembali bertanya dengan kesal.“Aku mau kamu ikut pesta nanti malam bersama para nyonya sosialita di kota ini, kamu bisa datang bersama oma karena acara itu memang dikhususka
Sungguh aku menjadi terlalu canggung saat mendapati tatapan dari semua orang yang sedang tertuju padaku.Sembari mengunggah rasa percaya diriku aku menyajikan sebuah keanggunan yang dibutuhkan saat menyambut keramahan yang kemudian mulai dihaturkan.“Kata siapa kemarin kalau istrinya Richard yang sekarang itu wanita kampungan?”Seorang wanita sepantaran oma masih saja memindaiku ketika mendekat dan sempat menyapa aku dan oma.“Kalau menurutku sih cucu menantu kami ini cantik banget Meylani,” imbuh wanita yang menyasak rambutnya ke atas, untuk menutupi rambut abu-abunya yang mulai menipis itu.Oma mengembangkan senyumnya lalu melirikku dengan ekspresinya yang penuh kebanggaan.Aku hanya membalasnya dengan kedipan tipis sebelum kembali memusatkan perhatian pada beberapa nyonya dari kalangan old money yang mulai mendekati kami.&nb
Bara POVAku menatap kelu pada tubuh kaku yang terbujur di hadapanku yang tertutupi selimut putih. Wajah pucatnya terlihat menakutkan, jauh berbeda dengan dirinya yang sebelumnya bahkan tak pernah lepas dari make up.Kematian Flo menjadi terlalu mengagetkan, pilihannya untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan bunuh diri, sangat di luar dugaan. Segala motifnya juga menjadi aku pertanyakan dan sekarang malah menjadi misteri yang sangat ingin aku kuak.Semalam saat Hamdan mengabarkan tentang kematian Flo, aku sudah menjadi tidak tenang meski kemudian aku memilih untuk mendatangi rumah sakit di keesokan harinya saja.“Apa kamu tahu bagaimana Flo bisa memasukkan cutter ke dalam sel tahanan hingga dia bisa melakukan kebodohan ini?” tanyaku pada Hamdan yang sejak tadi mendampingi saat aku memasuki kamar mayat tempat di mana jenazah Flo terbujur kaku.“Aku masih akan me
“Katakan saja apa yang sedang kamu inginkan dariku?”Aku masih saja menegaskan sikapku di depannya meski Rommy Huang sedang memandangku dengan sangat luruh.“Kalau aku meminta agar kamu memperbaiki hubungan kamu dengan Raymond apa kamu bisa mengabulkannya?”Rommy mengungkapkan permintaannya dengan sangat terang, diiringi dengan rasa khawatir yang bisa aku lihat dengan jelas lewat pancaran matanya.Sejak awal aku tahu rasa sayang lelaki itu untuk anak kandungnya tak pernah pupus. Sekarang dengan sangat tak tahu diri Rommy Huang yang selama ini hanya tahu memberikan aku rasa kecewa itu mengungkapkan permintaan yang terdengar sangat keterlaluan untukku.Walau aku tahu aku dan Raymond adalah saudara satu ibu tapi dengan segala yang sudah dilakukan Raymond padaku, termasuk dengan apa yang coba dilakukannya pada Rindu, istriku benar-benar menjadi tak bisa aku ma
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira