Rindu POV
Sungguh aku tak sangka kalau urusan yang dimaksud Mas Bara ternyata tak jauh dari urusan ranjang. Saat kami sudah di rumah Mas Bara sudah menyeretku masuk ke dalam rumah tanpa memberiku kesempatan untuk makan malam terlebih dahulu.
Mas Bara lebih memilih memakan aku terlebih dahulu sebelum dia benar-benar mengisi perutnya dengan makanan.
Padahal tadi saat di restoran aku sudah ingin memesan makanan tapi suamiku yang selalu tak sabaran ini sudah memberiku isyarat untuk mengikuti langkahnya kembali pulang ke rumah.
Sekarang saat di rumah Mas Bara malah mengajakku memadu gairah di atas ranjang kami dan aku selalu tak mampu menolaknya karena setiap sentuhannya selalu saja mampu untuk memantik hasratku.
Setelah semuanya selesai Mas Bara kemudian menutup percintaan kami ini dengan sebuah kecupan lembut pada bibirku, tapi aku yang sudah terengah memilih untuk mengatur nafas te
Sally POV“Richard apa kamu sudah menjemputku?” ujarku ketika telingaku menangkap suara seseorang masuk ke dalam ruang perawatan di saat aku mulai bersiap untuk mulai meninggalkan rumah sakit yang menjadi tempatku memulihkan diri selama beberapa hari ini.“Jadi benar kalau kamu akan pulang hari ini?”Suara itu menjadi sangat mengagetkan aku yang membuatku segera menoleh ke belakang untuk memastikan pendengaranku.Saat akhirnya sosok itu mendekat aku melangkah mundur tapi dia malah menghentikan langkahnya.Untuk beberapa saat ayah dari putra bungsuku itu malah termangu memandangku lurus.Aku memilih diam menunggu apa yang akan dikatakannya meski hatiku memendam cemas jika nanti lelaki yang berstatus sebagai suamiku selama puluhan tahun ini akan kembali menyakitiku lagi.“Untuk apa kamu datang? Jangan katakan k
“Aku tidak akan lagi mencegahmu berpisah dengan Rommy,” ucap mama sembari menatapku lekat sungguh sebuah kalimat yang masih terasa ganjil untuk aku dengar.Setelah kemarin aku mendapati perubahan sikap Rommy yang mendadak melunak sekarang mama juga ikut menunjukkan sikap yang berlainan dari biasanya.Sejenak aku memindainya dengan sama lekatnya tanpa berniat untuk menyela dengan satu kata pun.“Lakukan apa yang kamu kehendaki tapi ada satu permintaanku, aku akan menyerahkan separuh milik kita kepada Rommy untuk segala yang sudah dia lakukan untuk keluarga kita.”Aku mendesah jengah. Sedikit tak bisa mengerti dengan keinginan mama yang aku anggap ganjil.“Apa Richard tak menceritakan apa yang selama ini dilakukan Rommy kepada Mama?” tanyaku lugas.Mama menatapku lurus.“Richard sudah menceritakan s
Bara POVPerbincanganku dengan mami beberapa hari lalu sedikit membebani pikiranku. Tak biasanya mami menjadi ra
Rindu POVSeperti yang aku perkirakan selalu saja semua akan berakhir seperti ini kalau Mas Bara melihatku berganti pakaian di hadapannya. Dengan gairahnya yang selalu terunggah suamiku itu kemudian malah menyeretku di atas ranjang dan menerjangku dengan semua hasratnya hingga membuat kami agak terlambat datang, bahkan fashion stylist yang sudah diminta datang oleh Mas Bara harus menunggu beberapa lama karena aku harus membersihkan diri setelah meladeni suamiku yang selalu menjadi tak terkendali saat aku membuka baju di depannya.Ketika akhirnya kami sampai di salah satu hotel besar tempat diadakannya acara, Mas Bara menjadi sangat posesif dengan terus memeluk pinggangku erat.Yang menjengkelkan ketika aku membalas senyuman dari beberapa koleganya Mas Bara memberikan tatapan tegas yang sedikit kurang aku pahami. Bagaimana mungkin dia juga melarangku untuk tersenyum yang pastinya akan memberikan image buruk dan rasanya ak
Dengan terburu-buru aku keluar dari swalayan ketika mendengar panggilan telepon dari suamiku dan terdengar sangat murka saat aku tak berada di rumah ketika dia datang.Segera aku meminta pada sopir yang mengantarku berbelanja kebutuhan anak-anakku dan kebutuhanku sendiri, untuk memasukkan semua belanjaan ke dalam bagasi sembari aku terus menanggapi kata-kata Mas Bara lewat gawai yang aku pertahankan dalam genggamanku.{“Aku masih di swalayan Mas, masih berbelanja untuk anak-anak, nggak biasanya kamu pulang sore Mas,”} ucapku dengan sedikit tegang saat mendengar ucapan tegas suamiku tadi.{“Sejak kapan kamu berbelanja sendiri? Harusnya kamu minta Rina untuk membelikan semua kebutuhan kamu dan anak-anak.”}{“Tapi biasanya Mas Bara juga ngijinin kalau aku belanja sendiri, lagipula aku baru sebentar kok Mas belanjanya, sekarang saja sudah selesai dan aku bersiap untuk pulang
“Nanti siang aku akan ke Resort, aku ingin melihat situasi di Resort milik keluarga kita,” tegas oma ketika kami semua berkumpul untuk sarapan.Mas Bara yang sedang memangku Raka sembari menyuapi bayi lelaki kami itu dengan bubur kesukaannya yang tentu saja aku sudah siapkan dengan tanganku sendiri. Meski sekarang kami sedang berlibur tapi tak pernah ada hari libur untuk tugas menjadi seorang ibu maupun sebagai seorang istri. Bahkan semalam saja aku masih harus meladeni kehebatan suamiku di atas ranjang.Setelah itu Mas Bara mulai melirikku.“Apa kamu juga ingin mengunjungi resort yang aku rintis saat kita sedang berbulan madu dulu itu sayang?”Tanpa diduga Mas Bara malah memberi penawaran padaku.Aku termangu sejenak sembari mengingat segala pengabaian Mas Bara dulu padaku demi mengurus proyek resort itu.Sekarang mendadak rasa ingin
Sontak aku menoleh ke arah asal suara.Aku mengeryit lugas karena merasa tak mengenal sosok di depanku itu.“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku menjadi sedikit keheranan ketika melihat tatapannya yang sangat memindai pada wajahku.Mas Bara yang awalnya sedang mengamati sebuah ukiran berbentuk bunga segera menoleh dan langsung mendengus tajam ketika mendapati ada seorang pria yang tampak sedang menelisikku.“Anda siapa?” tanya Mas Bara dengan tangan yang otomatis memeluk pinggangku saat mendapati ada pria asing yang sedang memperhatikan istrinya dengan sangat lekat.Tapi tatapan pria itu masih saja mengarah padaku yang membuatku sudah menjadi sangat serba salah.“Kamu mengenal pria ini, Rin?!” sergah Mas Bara lugas dengan nada yang digayuti kecemburuan.Aku berkedik tipis, sementara pria itu ma
“Jadi kamu membuat lukisan?!” tanya Lina dengan gayanya yang masih saja sarkas jika menyangkut tentang diriku.Aku sungguh tak menyangka kalau akan bertemu dengan wanita itu di dalam liburan kami saat ini. Bahkan wanita itu sekarang datang bersama dengan Raymond, yang sekarang juga ikut mendekati kami.Mas Bara mulai mengalihkan perhatiannya ke arah mantan istrinya. Sorot matanya terlihat nyalang yang segera membuatku bisa membaca kemarahannya.“Sepertinya ini akan menjadi liburan yang menyenangkan untuk keluarga kita, bukankah kita sangat jarang melakukan liburan bersama seperti ini?” Raymond mulai mengungkapkan kata-katanya terdengar sangat santai dan tanpa beban.Tapi tentu saja kehadiran Lina dan Raymond yang tak dikehendaki membuat suamiku merasa terganggu.“Aku tak pernah menginginkan kalian untuk ikut berlibur bersama kami, bahkan di dalam mim
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira