Setelah segala perjuangan yang dipenuhi rasa sakit dan menguras tenaga akhirnya aku bisa mendengar suara nyaring tangis kedua bayiku.Segala kesakitan dan rasa lelahku seakan dibayarkan tuntas dan berganti dengan bahagia yang tak tertepi.Bahagia itu juga terunggah nyata di wajah suamiku yang terus tersenyum lebar ketika kembali mendekatiku seusai tubuhku dibersihkan oleh perawat dari semua darah dan kotoran sisa persalinan.Mas Bara kembali menggenggam tanganku dan mulai mencium keningku yang masih berkeringat dengan lembut.“Terima kasih sayang, kamu sudah melahirkan putra dan putriku dengan selamat, mereka berdua sangat sehat, benar-benar cantik dan ganteng.”Lagi-lagi Mas Bara tersenyum lebar.Aku memandang wajah bahagia suamiku dengan tatapan haru hingga air mataku benar-benar tak bisa aku bendung lagi.Rasanya sangat tak
“Katakan padaku Mas, apa yang kamu inginkan?”Mas Bara masih saja memandangku dengan gurat wajahnya yang begitu serius.Aku malah menjadi sangat gelisah sekarang karena mendapati ekspresi suamiku yang menjadi sangat tegang seperti saat ini.“Mas bilang Mas, kamu pengen apa?” tanyaku mendesak.Suamiku yang selalu saja terlihat tampan dalam keadaan apapun meski saat ini rambutnya berantakan dengan wajah yang sedikit berminyak itu, kemudian malah mengelus wajahku.“Kalau aku minta kamu malam ini apa kamu bisa?” Mas Bara bertanya dengan penuh harap dengan wajahnya yang malah terlihat lucu di mataku dengan keningnya tertekuk lugas.Aku tak dapat menahan senyumku.“Kamu udah selesai kan nifasnya?”Sepertinya suamiku sudah tak bisa menahan terlalu lama.Aku
“Siapa yang sudah mengundang kalian datang ke rumah ini?”Teguran keras dari oma langsung membuat kami semua menoleh ke arahnya.Bersamaan dengan itu mami kemudian ikut menghampiri kami, dengan mengunggah sikapnya yang terlihat agak gelisah.Untuk beberapa saat tatapan Papa Dahlan kemudian menjadi tertahan pada sosok cantik mami yang sekarang sudah mengubah penampilannya menjadi lebih tertutup bahkan dengan kepalanya yang juga dibungkus hijab yang sama lebarnya seperti Mama Alya.Aku melihat adegan dramatis itu dengan perasaan yang dipenuhi keharuan. Tak bisa aku bayangkan bagaimana perasaan Papa Dahlan saat mendapati mantan istrinya kini telah menjelma menjadi muslimah yang baik seperti yang sudah menjadi mimpinya selama ini.Sementara oma masih saja terlihat tak bisa menerima dengan segala kisah masa lalu di antara mami dan pria yang dulu memang tak pernah disetujui
Sally POVAku baru saja akan membaringkan badan ketika kemudian mendengar suara gedoran pintu yang sangat keras.Jika mendengar gedoran yang kasar itu aku menjadi sangat yakin bahwa memang hanya Rommy yang melakukan hal itu karena memang Richard tak pernah menggedor pintu kamarku dengan terlampau keras seperti itu.Sebelum membuka pintu aku langsung mengenakan outer piyamaku sekaligus hijab instan yang bisa langsung aku pakai tanpa harus memakai jarum pengait apapun.“Ada apa?” tanyaku jengah pada Rommy yang ternyata memang sedang menggedor pintu kamarku sejak tadi.Malam sudah sangat larut dan sepertinya lelaki yang masih berstatus sebagai suamiku itu baru saja datang ke rumah, entah habis pergi dari mana. Meski sebelumnya dia sempat mengatakan padaku untuk membantu persiapan pernikahan Raymond dan Lina tapi aku yakin dia selalu memiliki kesempatan untuk mendatangi b
“Apa telah terjadi sesuatu?”Aku kembali mencecar penuh rasa penasaran.Nyatanya Richard sekarang malah tampak mengatur nafasnya sejenak sembari menatapku dengan gamang.“Mi, kita harus segera ke Surabaya sekarang,” ucap Richard dengan nadanya yang serius.“Untuk apa kita ke Surabaya?” tanyaku lagi.Richard malah terlihat luruh sekarang.“Mi, Papa Dahlan ....”Richard terlihat enggan untuk melanjutkan kalimatnya, benar-benar sangat mencurigakan yang membuatku seketika mengkhawatirkan ayah dari anakku itu.“Ada apa dengan Papa kamu Nak?” tanyaku semakin tak sabar. Perasaanku sudah sangat tidak enak sekarang.“Papa sudah meninggal baru ... saja ....”Richard terbata mengucapkan kata-katanya.Sontak ak
Rindu POVSungguh aku tak pernah melihat mami sesedih ini. Sangat di luar dugaan jika wanita yang sudah menghadirkan suamiku ke dunia itu ternyata masih menyimpan rasa yang sangat dalam untuk sosok pria yang pernah dia tinggalkan itu.Kini aku bisa menyimpulkan jika cinta pertama untuk seorang wanita memang akan selalu berarti, terlebih kemudian aku tahu jika antara mami dan Papa Dahlan sesungguhnya tak pernah menginginkan perpisahan, tapi takdir telah menggariskan sesuatu yang berbeda untuk mereka sekarang.Aku hanya bisa menyaksikan dengan tatapan luruh kala Mas Bara berusaha menguatkan mami yang kian terseret dengan kesedihannya.Hingga kami sampai di area pemakaman demi melepas Papa Dahlan untuk yang terakhir kali.Air mata mami masih saja berjatuhan berbaur dengan kesedihan yang juga aku lihat di wajah anggun Mama Alya. Kedua wanita yang sama besar mencintai Papa Dahlan itu,
“Memangnya apa yang pernah dilakukan oleh Pak Ragil?” tanyaku benar-benar tak bisa menahan rasa ingin tahuku. Ketika mendengar pertanyaanku yang mendesaknya malah Mas Bara memalingkan wajah terlihat enggan untuk menjawab pertanyaanku. Tapi aku sudah kepalang penasaran dan merasa harus tahu tentang apa yang pernah dilakukan oleh dosenku itu. Apa benar Pak Ragil sudah melakukan apa yang sudah disangkakan oleh suamiku meski aku masih belum tahu apa yang sudah dilakukan oleh pria berkacamata itu untuk memisahkan aku dengan Mas Bara. Meski aku telah tahu lama tentang perasaan Pak Ragil padaku tapi rasanya aku tak pernah menyangka jika Pak Ragil sampai bertindak nekat untuk memisahkan aku dengan Mas Bara karena sebelumnya aku pernah menegaskan di hadapan pria itu tentang pernikahan yang aku jalani bersama Mas Bara. Walau awalnya penuh dengan keterpaksaan tapi bagiku Mas Bara tetap sosok yang sangat aku hormati dan cinta itu kini bahkan sudah datang yang membuatku tak pernah merasa terpak
“Ketika aku telah berada di luar suara ribut itu semakin terdengar jelas, yang membuatku semakin tertarik untuk melihat semakin dekat, hingga akhirnya aku menyaksikan kedatangan Rommy Huang yang sangat tak terduga. Padahal awalnya aku sempat mengira kalau Mas Bara menjadi tak terkendali dan mulai menyerang Pak Ragil yang selalu dicemburuinya itu. Rommy Huang tampak meluapkan amarahnya kepada mami yang memilih untuk bertahan di rumah ini, dan benar-benar menampik ajakan Rommy Huang untuk kembali ke Jakarta. Meski orang-orang yang berkumpul saat ini sudah jauh berkurang tapi tetap saja apa yang dilakukan oleh Rommy saat ini benar-benar sangat memalukan. “Aku tak pernah mengijinkan kamu berada di tempat ini, dan sekarang juga aku minta kamu pulang bersamaku," tegas Rommy Huang dengan sangat sengit. Mami bergeming hanya memberikan tatapan dingin pada sosok lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu. Sekarang aku lihat Mas Bara masih mendampingi mami yang tetap duduk dengan tenan
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira