“Apa kamu pura-pura tidak mendengar apa yang aku ucapkan tadi Richard?” sergah Lina sembari melirikku dengan sarkas.
Aku yang masih berada di samping Mas Bara berusaha mengabaikan tatapannya yang selalu merendahkan aku itu.
Sementara Mas Bara kian lugas menentang tatapannya dengan ketegasan yang terunggah nyata.
“Apa kamu lupa kalau papaku memiliki saham juga di Inti Semesta? Jadi aku memutuskan untuk terlibat juga dalam urusan perusahaan,” tegas Lina benar-benar tak mau kalah.
“Apa maksudnya ini?!” sergah Mas Bara mulai terunggah emosinya.
Menit berikutnya Rommy Huang muncul dari ruang tengah dengan diikuti Mami Sally yang tampaknya sudah menyelesaikan permasalahannya sempat terjadi di antara mereka sebelumnya.
“Kamu tanyakan saja pada Papi kamu, dia yang akan menjelaskan semuanya sama kamu,” ucap
Hari ini tak seperti biasanya aku seperti kehilangan selera makan. Meski aku harus merasa bersyukur karena tak sampai harus mengalami morning sick syndrome yang menyakitkan namun sekarang aku malah kurang bisa makan dengan lahap seperti sebelumnya.Tentu saja apa yang terjadi padaku saat ini menjadi perhatian dan kekhawatiran Mas Bara.Bahkan biasanya aku yang akan selalu berselera jika melihat Mas Bara makan, anehnya kali ini semua itu tetap tak berpengaruh apapun padaku.“Sayang dari siang Oma bilang kamu belum makan sama sekali. Padahal tadi pagi kamu juga cuma sarapan roti yang aku suapi. Apa perut kamu sedang nggak enak atau apa? Atau kamu merasa mual? Kamu pengen muntah kamu muntah saja sayang, jangan ditahan.”Mas Bara bertanya mencecarku saat dia baru pulang dari kantor. Tak biasanya Mas Bara mendadak menjadi cerewet seperti sekarang. Tapi aku sangat bahagia karena merasa diperhat
Lina terperangah saat mendengar ketegasanku.Dia memandangku untuk beberapa saat. Tapi wanita itu kembali mencibir dengan aura merendahkan yang nyata.“Kamu bertanya apa mauku?”Wanita itu malah tertawa sarkas, benar-benar sangat menjengkelkan.Dia benar-benar menampilkan diri sebagai antagonis yang sangat menyebalkan.Sampai akhirnya Lina mendekatkan wajahnya padaku. Aku menentangnya dengan tatapan yang tajam dan lugas.“Kalau aku mau kamu pergi dari kehidupan Richard apa kamu mau melakukannya?”Ganti aku yang mencebik sinis ke arahnya. Aku tak mau menjadi terintimidasi dengan sikapnya yang sangat tak tahu diri itu.“Permintaan kamu tidak akan terwujud walau dalam mimpi kamu sekalipun,” tegasku tegar.Lina kembali tergelak sinis.“Bes
“Memangnya apa yang sudah kamu dengar tentang aku dari perempuan itu?” Mas Bara bertanya dengan lugas.Pria memiliki nama lengkap Abraham Wibisono itu sedikit meliriku lagi.“Tentang kamu yang kurang memuaskannya.”Mas Bara terlihat menahan kegeramannya.“Tunggu aku hanya mengatakan apa yang dikatakannya.”Saat mendapati tatapan Mas Bara yang tajam mengintai.Pria itu kemudian tersenyum lebih lebar.“Tapi kurasa sekarang aku tahu nyatanya memang Lina Salim sendiri yang tak pernah puas dengan hanya satu pria.”Pria bernama Abraham itu kemudian mengedikkan bahunya.“Kita semua sudah tertipu dengan kecantikannya yang ternyata ibarat sebuah topeng saja. Memang sebaiknya kita tidak usah membicarakan tentang wanita itu lagi. Bagaimana kalau kita memb
Aku masih saja memberontak saat Raymond mulai menghempaskan tubuhku di atas ranjang. Pria itu tertawa sumbang saat melihat ketidakberdayaanku, yang kini hanya bisa meringis kesakitan sembari memegangi perutku yang mendadak terasa nyeri.Aku mulai mengkhawatirkan keadaan janinku. Hempasan Raymond tadi memang sangat keras meski dia menjatuhkan aku di atas kasur yang empuk.“Dengar Mas Bara akan membunuh kamu kalau kamu sampai macam-macam!” ancamku tegas.Raymond nyatanya sama sekali tak terpengaruh dengan ancamanku.“Apa kamu pikir aku takut?”Raymond kembali terbahak terlihat semakin menakutkan lagi.Bahkan pria itu mulai membuka kancing kemejanya dengan tidak sabar.Aku berusaha membebaskan diriku dari kungkungannya dengan membalik tubuhku ke samping. Setelah itu aku mulai berteriak dengan sangat keras.&nbs
Sesampainya di rumah aku langsung menuju lantai tiga untuk memeriksa keadaan istriku. Nyatanya sekarang Rindu bahkan sedang jatuh pingsan, sementara adik tiriku yang brengsek itu bahkan terlihat semakin kacau saat diamankan dengan tangan terikat.Para sekuriti rumah ini sudah melakukan tindakan yang cukup tegas.Setelah memastikan keadaan Rindu tidak terlalu mengkhawatirkan karena Raymond belum sampai menyentuhnya, dengan emosi yang mulai tak tertahankan aku akhirnya menghampiri Raymond yang sekarang hanya bisa menundukkan kepalanya.Tanpa banyak berkata-kata aku langsung melayangkan tinjuku pada pelipis kirinya. Lelaki itu bahkan sampai tersungkur karena aku melakukannya dengan kekuatan penuh. Detik berikutnya terlihat darah mulai mengucur membuat wajah yang selalu dibanggakan itu semakin berantakan.Aku segera bersimpuh untuk bisa menarik kerah bajunya hingga membuat Raymond mendongak terpaksa mema
Walau Rindu seakan mengabaikan aku tapi aku yakin dia masih mau mendengar apa yang aku katakan. Dengan sangat hati-hati aku menjelaskan semuanya yang terjadi demi mengurai salah paham yang pastinya telah menyakiti hati istriku.“Aku tak akan menyalahkan kamu kalau kamu masih tak bisa mempercayaiku, tapi aku akan menunjukkan cctv di ruang kerjaku agar kamu lebih yakin bahwa semua yang sudah aku jelaskan adalah sebuah kebenaran.”Aku mulai menarik gawai yang aku simpan di dalam saku kemejaku. Tapi sebelum aku menunjukkan apapun mendadak Rindu mengalihkan tatapannya ke arahku.“Tidak usah Mas.”Aku sontak membalas tatapannya dengan gamang.“Apa kamu mempercayaiku begitu saja?”Rindu memandangku sampai beberapa lama, malah semakin menyeretku dalam ketegangan.Aku semakin lekat memandangnya dengan hati memen
“Sudah aku katakan turuti saja apa yang diinginkan Mami kamu Raymond?” tegas papi sengit.“Papi setuju aku keluar dari rumah ini. Setelah mendepakku dari perusahaan utama sekarang aku juga harus keluar dari rumah ini?” Raymond jelas tak mau terima.Papi tetap bergeming, mami bahkan enggan memandangnya sedikit pun.Sementara Lina menjadi sangat tegang. Ekspresi wanita itu benar-benar membuat hatiku puas.Tak pernah aku melihatnya tersudut seperti sekarang.“Semua juga karena salah kamu sendiri, setelah apa yang kamu lakukan pada Rindu, kamu masih beruntung karena Richard tak sampai menyeret kamu ke polisi,” sahut oma ikut menimpali.Raymond mencebik masih saja tak bisa menerima.“Sudah aku katakan kalau saat itu aku mabuk, aku tak tahu apa yang aku lakukan.”“Sepagi
“Apa kamu siap membantuku dalam perang ini?”Aku mengernyit lugas.“Jadi Mami menginginkan perang dengan lelaki yang sudah menikahi kamu?”“Dia sudah terlalu lama mengintimidasiku, dan menguasai segalanya yang harusnya aku miliki.”Dulu aku sempat berpikir kalau mami tak memiliki apapun. Aku kira semua yang dimiliki keluarga ini memang berasal dari kerja keras papi. Sejak awal aku memang tak pernah terlihat terlalu jauh dengan apapun mengenai keluarga ini.Meski mereka masih menarikku untuk mengurus perusahaan dan mendidikku dengan sangat keras demi menjadi pengelola perusahaan dengan visi dan misi yang penuh kemajuan tapi aku tak pernah merasa terlalu dianggap oleh keluarga sendiri.Baru kini aku mendapati mami melibatkan aku dan bahkan mendaulatku sebagai sekutu utamanya untuk melawan suaminya sendiri yang dulu aku pikir
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira