"Bryan, kau akan ke mana?" Nina sedikit berlari menghampiri Bryan, Seraya tersenyum, saat menatap wajah tampan Bryan. Nina kemudian merapikan rambutnya yang tertiup oleh angin didepan Bryan. Bryan yang melihat kehadiran saudari kembar Ayana, yang datang menghampirinya, mengerutkan keningnya tidak suka. Ayana yang baru saja menyelesaikan memberi makanan, kepada anak-anak panti, keluar bermaksud ingin mencari Kakaknya, tetapi tanpa sengaja Ayana melihat Kakaknya, sedang berbicara sembari tersenyum menatap ke arah Bryan.Entah apa yang sedang mereka berdua bicarakan, yang membuat Bryan nampak begitu dekat dengan Nina. Tiba-tiba saja, perasaan aneh dirasakan Ayana saat ini didadanya. Ayana merasa cemburu melihat keakraban Kakaknya bersama Bryan, akan tetapi Ayana sadar, dirinya bukanlah kekasih dari Bryan, yang tidak dapat melarang Bryan yang ingin dekat dengan siapa saja.Ayana melihat Nina, Melambaikan tangan ke arah Bryan, yang akan masuk ke dalam mobilnya. Segera Ayana melangkah me
Ayana, cepat kau rapikan tempat tidurku, dasar lelet!" perintah Nina, menatap acuh adiknya. Setelah seminggu, pesta ulang tahun yang ditunggu oleh Nina telah juga tiba. Nina sudah tidak sabar untuk merayakan ulang tahunnya kali ini, bersama dengan Bryan. Setelah Nina memastikan jika penampilannya cukup cantik untuk bersanding bersama dengan, Bryan, Nina kemudian menoleh ke arah Ayana, yang masih berpakaian biasa, sedang sibuk merapikan tempat tidurnya. "Ayana, mengapa kau belum bersiap-siap? Lihat pakaian yang kau kenakan itu, terlihat sangat buruk. Tidak lama lagi, Dimas akan datang untuk mengajakmu keluar, tidak mungkin kau keluar untuk merayakan ulang tahunmu, bersama Dimas dengan berpakaian seperti itu!"Ayana yang mendengar perkataan Kakaknya, segera menelisik pada pakaian yang dikenakannya, menurutnya pakaian yang dia kenakan cukup pantas. Lagi pula, dia tidak berniat untuk menerima ajakan Dimas, jika bukan karena paksaan Kakaknya, yang tidak bisa dia tolak."Tidak perlu Kak,
Ayana, yang semalam merayakan ulang tahunnya bersama dengan Dimas, membuka matanya dan melihat ke arah sekitar jika dirinya saat ini berada disebuah kamar asing, yang membuat Ayana segera bangun dan terduduk diatas sebuah kasur berwarna putih, dengan jantung yang berdetak kencang. Ayana melihat ke arah sekitar, dengan keringat yang mulai muncul di dahinya, tempat tidur dan lantai terlihat serta pakaian yang dia kenakan semalam, nampak berserakan dilantai kamar. Ayana mencoba untuk mengingat apa yang terjadi semalam, saat dirinya bersama dengan, Dimas, merayakan ulang tahunnya. Ayana tidak tahu, apalagi yang terjadi setelah Dimas meninggalkannya di restoran. Yang Ayana tahu, dirinya sudah terbangun di sebuah kamar hotel, yang Ayana tidak tahu, tepatnya di mana, dan siapa yang membawanya. Ayana menahan sakit dikepalanya, mencoba beranjak dari tempat tidur, dengan menahan sakit disekujur tubuhnya, Ayana berjalan untuk mengambil pakaian, yang telah dia lepaskan entah sejak kapan, yang
Tetapi, Ayana tidak mengatakan apapun kepada, Nina. Ayana hanya balas tersenyum sembari menggeleng pelan menatap, Nina. "Tidak ada Kak, Kak Dimas tidak memberikan apapun kepada, Ayana." Penjelasan yang baru saja diungkapkan, Ayana kepada, Nina, Jelas saja membuat Nina tidak percaya. Bagaimana mungkin Dimas yang sudah merencanakan pesta ulang tahun yang akan dia rayakan berdua bersama, Ayana tidak memberi Ayana hadiah apapun. "Jangan bohong, Ayana! aku tahu pasti Dimas memberimu hadiah, Dimas sudah merencanakan begitu lama, untuk merayakan ulang tahunmu berdua dengannya, tidak mungkin, Dimas tidak memberikanmu hadiah apapun semalam." Ayana melihat, jika Nina sepertinya tidak percaya dengan ucapannya. Jika memang Dimas, tidak memberikan hadiah apapun kepada, Ayana, selain luka yang mungkin tidak akan pernah bisa Ayana lupakan. Jika mengingat malam menyedihkan yang menimpa dirinya, Ayana hanya dapat menahan sesak yang dia rasakan didadanya. Ayana menatap Nina, berusaha untuk tidak
Kepanikan terlihat jelas di wajah Bryan, yang kemudian segera menggendong Ayana dan akan membawanya untuk ke rumah sakit. "Ayana, bersabarlah, aku akan membawamu ke rumah sakit!" Bryan, kemudian memeluk Ayana dalam gendongannya, yang kemudian berbalik untuk meninggalkan kamar Ayana, untuk menuju mobilnya. Nina yang melihat tindakan Bryan, yang saat ini terlihat jelas kepanikn diwajah Bryan ingin menghentikan tindakan Bryan, yang tengah menggendong Ayana didalam pelukannya. Berdiri di depan pintu kamar, Nina menghalau menghentikan langkah kaki Bryan yang tengah menggendong Ayana. "Bryan, apa yang ingin kau lakukan!" Nina benar tidak suka melihat tindakan Bryan, yang menggendong Ayana dalam pelukannya. Bryan berdiri dengan menatap tidak suka, melihat apa yang dilakukan Nina dihadapannya. "Nina, apa yang kau lakukan, cepat menyingkir, aku ingin membawa Ayana ke rumah sakit!"Dengan Ayana berada di dalam gendongan Bryan, Bryan tanpa peduli kembali melangkah ke depan setelah meminta Nin
Bryan yang matanya masih tertuju kepada wajah Ayana, yang nampak begitu pucat, dengan langkah pelan Bryan menghampiri Ayana. "Ada apa? Apa kau menginginkan sesuatu?" Bryan, mengulurkan tangannya untuk menepis sehelai rambut, yang menutupi di wajah Ayana, yang masih terbaring lemah di diatas kasur. Ayana menggeleng pelan, mendengar pertanyaan dari Bryan, matanya menatap Bryan penuh cinta yang saat ini terlihat mengkhawatirkannya. "Apa Kak Bryan yang membawaku ke rumah sakit?" Ayana ingin mendengar, jika memang Bryan yang membawanya ke rumah sakit, seperti apa yang perawat baru saja katakan kepadanya. Bryan mengangguk dengan pelan mengiyakan, "Untung saja aku dapat segera menemukanmu, jika tidak, kau mungkin saja masih tersiksa dengan suhu tubuhmu yang begitu tinggi." Ayana hanya tersenyum tipis, mendengar apa yang barusan dikatakan Bryan, yang menatapnya dengan penuh kekhawatiran membuat Ayana erlahan merasa jauh lebih baik. Ayana tahu, apa yang menyebabkan dirinya bisa dalam kead
Dua tahun kemudian... Bruk! "Miss Nina, Tolong jangan--" "Ternyata kau ada di sini, Sayang! aku menunggumu beberapa hari ini untuk menemuiku, tetapi kamu tetap tidak datang, Bryan," Nina berjalan dengan anggun, dengan gaun ketat menutupi tubuh seksinya, berjalan memasuki ruang meeting, dimana Bryan sedang duduk mendengarkan klien yang memaparkan rencana kerja sama dengannya. Tanpa mempedulikan tatapan semua orang, yang ada di ruangan itu, Nina, dengan pakaian yang memperlihatkan lekukan tubuhnya, mendudukkan dirinya di atas pangkuan Bryan. Sembari mengelus pelan dada bidang Bryan yang saat ini sudah mengepalkan tangannya marah. Bryan memberi tatapan tajam ke arah asistennya Davin, yang membiarkan Nina masuk dan membuat kekacauan saat dirinya sedang mengadakan pertemuan. "Maaf tuan!" Asisten Davin, hanya menunduk saat melihat Tatapan yang diberikan oleh sang majikan. Dirinya merasa bersalah karena tidak berhasil untuk menghalangi Nina, agar tidak mengganggu rapat yang dilakukan,
Ayana, yang baru saja pulang dari bekerja sebagai guru di sebuah TK, berjalan memasuki rumah yang baru beberapa bulan ini ditempatinya.Semenjak, Bryan membatalkan pernikahan mereka dan menikahi, Nina, Ayana memutuskan untuk keluar dari panti dan tinggal disebuah kota, mengasingkan diri dari kehidupan masa lalunya, sudah 2 tahun Ayana hidup dengan berpindah, agar Bryan tidak dapat menemukannya. Ayana tahu, jika orang suruhan Bryan beberapa kali datang untuk mencari keberadaanya, dan alasan Bryan melakukan itu Ayana juga tidak tahu. Ayana hanya bisa berpikir, jika Bryan kembali mencarinya mungkin untuk kembali mempermalukannya, menunjukkan jika saat ini Bryan memiliki kehidupan Bahagia bersama dengan, Nina.Memikirkan semua itu, Ayana tidak tahu kenapa Bryan bisa bersikap setega itu kepadanya. Masih tersimpan diingatan Ayana, saat Bryan membatalkan pernikahan mereka dan mengatakan jika yang ingin Bryan nikahi adalah, Nina, dan bukan dirinya membuat Ayana merasakan sakit hati yang teram
"Angkat tangan, Jangan bergerak. Jika tidak, kami akan menembakmuj ucap pengawal Bryan, yang berdiri dihadapan mereka dengan memberi todongam senjata, keadaan yang mengejutkan Jesslin maupun Brams, yang berdiri membulatkan matanya menatap ke arah beberapa bawahan Bryan yang berdiri di hadapan mereka."Hehehe, Brain benar-benar licik dia ternyata mempermainkanku," mata Brams memerah, saat mengingat keadaannya saat ini.Brams tidak menyangka, jika pernyataan Bryan yang Sebelumnya dia dengar, jika menyetujui untuk menyerahkan seluruh hartanya hanyalah sebuah tipu muslihat untuk melemahkannya.'Benar-benar sial harus berurusan denganmu, Bryan!'Seolah tidak peduli dengan keberadaan bawahan Bryan, yang berdiri menodongkan senjata di deannya, Brams menoleh ke arah belakang memastikan jika mereka tidak melihat keberadaan Ayana. Namun, sepertinya sudah terlambat, beberapa bawahan Bryan berhasil memasuki gudang dan menemukan keberadaan Ayana.Jeselin melihat situasi mereka yang tidak memungkin
Saat Bryan akhirnya menemukan lokasi Ayana. Bryan meminta semua pengawal yang dia miliki untuk mengampuni memastikan jika brams tidak memiliki tempat untuk dapat melarikan diri."Aku tidak peduli cara apa yang akan kalian lakukan, yang aku inginkan, kalian segera mencegah hingga mereka tidak memiliki tempat untuk melarikan diri," titah Bryan kepada para bawahannya yang berdiri berbaris di hadapannya."Baik Tuan, kami akan melakukan perintah anda." Para bawahan Bryan kemudian membubarkan diri mengikuti perintah sang atasan yang meminta mereka untuk segera mengepung tempat persembunyian Brams, sebelum Brams mengetahuinya dan kembali bertindak.Bryan memandangi bawahannya, kemudian melirik ke arah Stefano yang berjalan menghampirinya."Bryan, apa kamu akan menemui, Ayana sekarang? Jika Iya, biarkan aku ikut denganmu. Aku ingin memastikan jika Ayana baik-baik saja, sampai saat ini keadaan Ayana masih dipikirkan oleh istriku.""Hm, baiklah."Bryan tidak bisa menolak bantuan Stefano, lagi
Saat jarum suntik hendak disuntik ke dalam cairan infus yang menggantung di lengan asisten Davin, dari luar Stefano yang memasuki ruangan asisten Davin, melirik ke arah Dokter yang nampak mencurigakan. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Stefano, yang membuat Dokter gadungan menghentikan aksinya dan kembali memasukkan jarum suntik yang semula dia keluarkan sebelum keluar dari ruangan menghindari Stefano.Namun, sayangnya Stefano seolah sudah mengetahui niatnya, segera Sterano menghentikan langkah Dokter gadungan yang hendak melarikan diri, dengan menendang perutnya hingga membuat Dokter gadungan yang mencoba melarikan diri terpental dan terjatuh menabrak dinding kamar.Bugh!! Arghht!! "Katakan, siapa yang menyuruhmu untuk melakukan ini?" tanya Stefano, menuntut jawab dari Dokter gadungan yang merintih kesakitan di depannya.Dari luar beberapa pengawal yang mendengar keributan di dalam kamar segera berjalan membuka pintu kamar asisten Davin, dan melihat pada sosok Dokter yang terduduk lem
Malam hari, Bryan masih belum berhasil menemukan lokasi Ayana, walaupun dia didukung oleh tim polisi dan Stefano yang membantu secara aktif."Bagaimana, apa kalian telah menemukan persembunyian Brams bersama dengan Jesselin, mereka berdua mungkin tidak pergi terlalu jauh melihat mereka tidak memiliki banyak dana dan juga tempat yang bisa mereka tempati persembunyi."Bryan meminta laporan daripada para bawahan yang dia tugaskan untuk mencari keberadaan Ayana. Namun, mereka sama sekali belum mendapatkan hasil yang diharapkan oleh Bryan.Hendrik, bawahan yang ditugaskan oleh Bryan menunduk kepalanya di depan Bryan."Maaf Tuan, sepertinya kedua orang itu telah mempersiapkan dengan matang persembunyian mereka, melihat hingga sekarang mereka berdua belum dapat untuk bawahan saya menemukannya, Tuan." Bryan tdiam mendengarkan, tangannya ter kepala marah sampai sekarang memikirkan keberadaan Ayana yang masih belum dapat ditemukanBrian memejamkan matanya sembari memijat pelan keningnya. "Ayana
Brams tidak menyangka jika Ayana akan menunjukkan kemarahan seperti ini di hapannya. Tetapi Brams mengerti, ini semua adalah kesalahannya sendiri yang memilih menyakiti Ayana, untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.Brams tidak perduli dengan penolakan Ayana. "Ayana, biarkan aku melihat wajahmu. Aku hanya ingin memeriksanya," Brams mendekat dengan mengulurkan tangannya. Namun segera ditepis oleh Ayana, yang menghindari uluran tangan Brams dengan membuang muka. Dengan mata yang mau merah marah, Ayana menunjukkan kebenciannya kepada Brams. Ayana tersenyim mencibir "Brams, jangan pernah berpikir untuk menyentuhku, aku jijik dengan orang sepertimu yang bekerja sama dengan wanita busuk untuk mencelakai orang yang selama ini memberinya tumpangan!" Hina Ayana yang membuat Jesslin berdiri dengan melipat kedua tangannya didean dada, merasa kesal mendengar ucapan yang dilontarkan Ayana yang terdengar menghinanya.Brams menoleh melirik ke arah Jesselin, yang terlihat menggertakkan buku-buku j
Bryan menerima pesan dari Stefano yang memberi kabar tentang Ayana, yang kemungkinan diculik dari orang yang Nina curigai. Segera Bryan membalas dengan melakukan panggilan ke ponsel, Stefano."Apa kamu yakin, Stefano? Jika benar kedua orang tersebut yang dicurigai oleh, Nina?" tanya Bryan, memastikan saat melakukan panggilan dengan Stefano, setelab Stefano mengabarkan kepadanya, beberapa orang yang telah dicurigai oleh, Nina. Stefano segera membalas Bryan. "Untuk sekarang itu yang dipikirkan oleh istriku, Bryan. Karena sebelumnya kedua orang itu pernah mengatakan sesuatu kepada Istriku, yang mengatakan jika kedua orang itu ternyata berencana untuk membalasmu dengan menggunakan, Ayana!" jelas Stefano memberitahukan.Bryan mendengar 'kan dengan diam dari balik panggilan, yang tidak Stefano ketahui saat ini Bryan tengah mengepalkan kedua telapak tangannya dengan marah, jika benar kedua orang tersebut ternyata benar membawa pergi istrinya maka Brayan tidak akan diam dan akan membalas de
Bryan merasa khawatir setelh melihat CCTV yang di tunjuk 'kan padanya, sesaat Bryan memutar perhatian kepada mantan istrinya, Nina. Bryan ingin mengelak dan mengatakan jika Nina tidak mungkin terlibat dalam masalah ini, tetapi pemikirannya yang mengingat kembali dimana Nina sangat tidak menyukai Ayana, sehingga membuat Bryan mau tidak mau memiliki pemikirkan, jika mungkin saja Nina terlibat dalam kejadian ini.Bryan masih tetap berada di rumah sakit, memastikan keadaan asisten Davin baik-baik saja sebelum, Bryan kembali meninggalkan ruangannya. Sesaat kemudian beberapa Dokter yang melakukan operasi kepada asisten Davin, mengabarkan kepada Bryan jika kondisi asisten Davin mulai membaik. Bryan mengerti, dan memutuskan meninggalkan Rumah Sakit. Tetapi sebelum itu, Bryan menugaskan kepada beberapa bawahannya untuk tetwp menjaga asisten Davin yang saat ini tengah dirawat. Bryan tidak ingim jika orang yang sebelumnya melakukan penembakan kepada mobil asisten Davin, akan kembali datang da
Setelah tiba di kota A, Bryan turun dari pesawat pribadinya dengan menggandeng tangan Ayana."Ayana, hari ini aku tidak menemanimu untuk pulang bersama, ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan, apa tidak masalah jika aku meninggalkan mu?" ujar Bryan saat berjalan sembari menggandeng tangan Ayana, menuju mobil yang terparkir.Ayana diam mendengar ucapan Bryan, pandangan matanya hanya tertuju ke arah mobil di mana Bryan akan meminta asisten Davin untuk mengantarnya pulang.Di depan sana asisten Davin tengah berdiri di dekat mobil, menunggu kedatangan Bryan yang baru saja kembali dari kota B."Bryan, kenapa kamu tidak kembali pulang dulu bersamaku? Lagi pula kita baru saja tiba bukankah seharusnya kamu kembali beristirahat," ayahnya merasa tidak rela untuk melepaskan Bryan dan kembali bekerja. Entah mengapa, perasaan Ayana mengatakan jika sesuatu hal buruk bisa saja terjadi kepada Bryan, yang membuatnya merasa ketakutan jika harus berpisah daru Bryan.Bryan menghentikan langkah kakinya d
Di tempat berbeda, Nina dan Stefano baru saja terbangun dari tidur lelap mereka yang samar Nina dapat melihat wajah Stefano yang begitu dekat denganya. Nina merasa tidak yakin dengan apa yang dilihatnya, mengedipkan matanya beberapa kali memandang wajah Stefano yang begitu tampan di hadapannya.Bulu mata Stefano perlahan bergetar yang tak lama matanya terbuka memandang ke arah Nina. Sontak Nina segera membuang muka merasa malu saat Stefano menangkap basah dirinya niat buruknya."Kamu sudah bangun?" tanya Stefano memandang wajah Nina, yang menghindari tatapannya.Nina tidak mengatakan apapun dan hanya mengangguk mengiyakan. Namun, Stefano kemudian kembali berucap yang menyadarkan Nina dengan apa yang terjadi dengan mereka. "Sepertinya kamu sangat suka tidur dengan memelukku.""Apa?" Nilai tertentu mendengar ucapan Stefano kepadanya. Namun, sesaat kemudian Nina sadar dengan apa yang baru saja dikatakan Stefano.Sesungguhnya, Nina merasa malu melihat ia dan Stefano tidur dengan saling