Beranda / Pernikahan / ISTRI KEDUA KU / Kabar Baik Dari Pabrik

Share

Kabar Baik Dari Pabrik

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sebelum berangkat ke pabrik, aku menyempatkan sarapan makanan yang telah disiapkan. Dari arah dapur, Fidelya keluar. Ia berjalan dengan lesu menuju meja makan. Sesekali ia menepuk nepuk pelipisnya.

"Kamu sakit, Fi?" tanyaku setelah ia duduk di hadapanku.

Fidelya menggeleng cepat. "Nggak, Mas! Ada yang mau aku omongin, tapi aku lupa. Padahal aku yakin, ada hal yang harus aku omongin sama, Mas! Tapi aku nggak inget dari tadi," jelasnya.

Aku mengernyit. Dalam hati, aku mengakui kehebatan dari air yang ku usapkan tadi malam. Ternyata, efeknya luar biasa. Belum saatnya kamu tahu, Fi.

"Apa emangnya, Fi?" Aku pura-pura penasaran.

Fidelya lagi-lagi menggeleng. "Gak inget, Mas! Aku bener-bener lupa. Terakhir yang aku inget, ya, pas disuruh tidur sama, Mas. Aku langsung tidur," jawabnya.

"Ya, sudahlah, Fi. Mungkin kamu cuma mimpi, dan lupa sama mimpi semalam itu wajar, Fi!" ujarku.

"Iya kali, Mas!" Fidelya mencentong sedikit nasi di atas piringku. Lalu menyiramkan kuah ikan bumbu kuning dan menghidangkannya di hadapanku.

"Mas, kenapa Anjani nggak Mas ajak sarapan bareng? Tenang aja, makanan yang dimasak  ini nggak ada aku kasih racun, Mas," tanya dan ungkap Fidelya.

Aku hampir tersedak mendengarnya. Cepat ku teguk air dan bersikap biasa. "Kamu ada-ada saja, Fi!"

"Aku serius, Mas! Sudah satu minggu, Anjani tinggal bersama kita. Aku menerimanya sebagai adik maduku. Apa dia tidak bisa menerimaku sebagai kakak madunya, Mas?"

Aku menghela nafas. "Fi, Anjani itu memang seperti itu. Sebelum Mas menikahinya, dia sudah tahu semuanya. Anjani menerima, kok, Fi!"

"Tapi, Mas, satu minggu Anjani di sini, kita belum pernah sarapan bareng. Makan malam pun kadang bareng kadang nggak. Dia lebih senang di dalam kamarnya. Jarang sekali dia keluar kamar. Aku aneh, Mas!"

"Sudahlah, Fi. Mas sangat berterima kasih kamu sudah mau menerima kehadirannya. Soal dia yang lebih senang di kamarnya, biarkan saja! Dia memang senang menyendiri. Lagian 'kan, fasilitas di kamarnya lengkap bikin Anjani betah diem di sana, Fi!"

Fidelya manggut-manggut dengan bibir mencebik, mungkin tidak puas dengan penuturanku. Ia lalu menyantap sarapan yang sama denganku.

Anjani memang begitu. Ia lebih suka di dalam kamar. Untuk sarapan dan makan, aku menyuruh Bi Marni—pembantu rumah ini—mengantarnya ke kamar Anjani. Tentu saja tanpa sepengetahuan Fidelya.

Selesai sarapan, Fidelya biasanya menyiram tanaman yang tumbuh di taman depan rumah. Saat itulah, Bi Marni mengantar sarapan ke kamar Anjani.

Di rumah ini, hanya ada satu pembantu dan satu penjaga. Fidelya sebenarnya tidak keberatan jika rumah ini, ia urus sendiri. Karena Fidelya perempuan yang cekatan dalam mengerjakan sesuatu.

Bi Marni bekerja di rumahku sejak dua tahun lalu. Ketika itu, tidak sengaja aku menolongnya yang menjadi korban tabrak lari, menyebabkan tubuhnya dipenuhi luka. Aku yang membayar biaya perawatannya saat di rumah sakit.

Aku hendak meninggalkannya setelah ia sembuh, tapi ia memohon agar aku membawanya. Bi Marni mengiba. Ia bercerita, kalau ia tidak punya sesiapa di kota ini. Ia datang ke kota ini untuk mencari pekerjaan bersama temannya dari kampung.

Bi Marni orang yang tidak berpendidikan. Ia tidak tahu kalau temannya berniat menipu. Uang Bi Marni dibawanya kabur. Bi Marni ditinggalkan di stasiun kereta tanpa uang sepeser pun dan tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Bi Marni yang linglung menyebrang jalan sembarangan, hingga menjadi korban tabrak lari.

Aku hendak mengantar Bi Marni pulang ke kampungnya, tapi ia menolak. Di kampung, kehadirannya tidak diinginkan anaknya, lebih tepatnya anak tiri.

Bi Marni perempuan mandul. Ia sudah tiga kali menikah. Dua kali menikah, ia diceraikan karena tidak bisa memberikan keturunan. Sedangkan pernikahan ketiganya, ia menikah dengan seorang duda dengan 4 anak.

Bi Marni menerima anak-anak tirinya dengan suka hati. Ia rela bekerja membantu suaminya dalam menafkahi keluarga mereka. Namun, anak-anak tirinya tidak pernah menerima kehadiran Bi Marni.

Sampai satu hari, ia dan suaminya yang mengendarai motor mengalami kecelakaan, suaminya meninggal sementara Bi Marni menderita patah tulang.

Anak-anak tirinya mengusir Bi Marni dari rumah peninggalan suaminya. Sehingga Bi Marni memutuskan ke kota mencari pekerjaan.

Akhirnya aku membawanya ke rumah untuk bekerja sebagai pembantu. Fidelya menyetujui meski pekerjaan rumah sebenarnya masih bisa ia handle sendiri. Bi Marni mengurusku dan Fidelya dengan baik, begitu juga rumah yang selalu ia bersihkan.

Bi Marni tahu siapa Anjani. Awalnya ia syok dan takut. Namun, ia tidak punya pilihan. Sehingga ia menuruti perintah apapun yang kuberikan.

***

Aku memeriksa laporan bulan kemarin yang baru saja dikirimkan Hardi, mandor sekaligus orang kepercayaanku. Ia kini berdiri di hadapanku.

Aku memeriksanya dengan teliti hingga membuatku menghirup nafas dalam-dalam. Tidak ada perubahan signifikan. Tidak ada orderan masuk. Pengeluaran produk juga macet. Harga bahan baku terus naik. Sedangkan pabrik, bekerja hanya membuat stok. Benar-benar rugi kalau begini.

Aku menyugar rambut gelisah.

"Tenang, Bos! Itu laporan bulan kemarin, bulan ini pasti naik pesat, Bos!" ujar Hardi semangat.

Aku menaikan alis. Kenapa dia sangat yakin? Hardi lalu menyodorkan kembali selembar kertas di atas meja. Aku meraih kertas itu lalu membacanya.

Laporan pemesanan untuk seminggu ke depan. Tidak hanya laporan pemesanan, tapi juga laporan supplier baru untuk bahan baku. Aku tersenyum lebar melihatnya.

"Gimana?" tanya Hardi.

"Good job!" balasku sambil mengangkat jempol.

Hardi tersenyum puas, karena jika aku puas dengan hasil kerjanya, maka ia pun pasti mendapat bonus lebih besar dariku.

Aku lalu mengizinkannya keluar dari ruangan ini, karena sudah membawa laporan yang memuaskan di awal bulan.

Aku bertopang dagu. Benar-benar menakjubkan. Baru satu minggu, aku menikahi Anjani, dan Boom! Pabrik yang mulai oleng dan hampir saja gulung tikar, kini mulai kembali menunjukkan taringnya.

Mungkin sebentar lagi bisa tembus pasar ekspor. Kerja yang sangat bagus sekali! Tidak sia-sia aku menikah dengan Anjani. Dengan begitu, kekayaanku bisa segera kembali.

Aku merogoh ponsel dalam saku celana. Kuhubungi telpon rumahku.

"Hallo?" Pas sekali, panggilan diterima oleh Bi Marni.

"Bi, sarapan untuk Anjani, aman?"

"Aman, Den!"

"Fidelya bagaimana, Bi?"

"Nyonya dari tadi di luar, Den! Bibi lihat, Nyonya terus saja memutari pohon jambu di halaman samping."

"Ngapain, Bi?"

"Nggak tahu, Den! Bibi tanyain, Nyonya juga nggak ingat katanya."

"Oh, ya, sudah. Biarkan saja, Bi! Siang nanti, Bibi bawakan dua ekor ayam kampung yang masih hidup ke kamarnya!"

"Siang, Den? Nanti ketahuan, Nyonya?"

"Nyonya saya pastikan sedang pergi keluar!"

"Baik, Den!"

Tutt! Aku mematikan panggilan. Lalu beralih menghubungi nomor Fidelya.

Lama tersambung, akhirnya Fidelya mengangkat panggilan dariku.

"Hallo, Fi?"

"Iya, Mas?

"Fi, nanti siang, kita makan di luar, ya!"

"Ada apa, Mas? Tumben sekali?"

"Iya, Mas kangen makan siang di luar bareng kamu!"

"Anjani bagaimana, Mas? Sudah Mas ajak juga?"

"Sudah, tapi Anjani tidak ikut katanya!"

"Kenapa, Mas?"

"Tidak tahu! Dia mau di rumah saja!"

"Ohh, begitu."

"Iya, Fi! Nanti kita ketemu di resto biasa, nggak apa-apa, 'kan, Fi?"

"Iya, Mas! Nanti sebelum jam makan siang, aku sudah di sana!"

"Oke! Daah Fidelya, Sayang!"

"Daah, Mas!"

Tutt! Fidelya mematikan telepon.

Aku kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Aku tersenyum puas.

Anjani, nikmatilah makan siangmu. Sementara, aku pun akan menikmati makan siangku bersama Fidelya.

Anggap saja sebagai perayaan untuk menandai kebangkitan pabrik ini.

Bab terkait

  • ISTRI KEDUA KU   Hampir Saja

    Istri Keduaku (3)Aku berjalan masuk ke dalam resto. Fidelya mengatakan, kalau ia ada di lantai atas. Gegas aku melangkah naik.Fidelya rupanya memilih meja dekat kaca yang langsung mengarah ke luar dengan tempat duduk beralas sofa memanjang. Cepat aku menghampiri dan duduk di sampingnya.Fidelya sudah memesan makanan. Segera aku dan istriku ini menikmati makan siang. Baru siang ini, aku dan Fidelya makan siang di luar lagi setelah satu tahun lamanya."Setelah ini, kamu mau ke mana lagi, Fi?" tanyaku memulai pembicaraan. Makan siang sudah benar-benar selesai."Pulanglah, Mas. Ke mana lagi?""Kita jalan-jalan dulu, Fi?""Benar, Mas?"Aku hanya mengangguk. Fidelya tersenyum manis. "Pabrik sudah mulai stabil, Mas?"Aku tersenyum. Kuusap rambut hitam Fidelya. "Nggak kayak satu tahun kebelakang, Fi! Mulai ada sedikit kemajuan," terangku.Fidelya menatapku. "Syukurlah, Mas! Mudah-mudahan semakin meningkat!" ucapnya dan aku mengangguk.***Aku membawa Fidelya ke Mall. Lalu menyuruhnya ke seb

  • ISTRI KEDUA KU   Wujud Asli

    Aku kembali menyelami peraduan malam ini bersama Fidelya. Kini, ia tengah tertidur pulas di sampingku. Jam dinding menunjukan pukul setengah satu malam sedangkan aku masih terjaga.Aku duduk bertelanjang dada di sandaran kasur. Aku memikirkan, apa yang menyebabkan Fidelya sampai keluar kamar malam kemarin. Hingga ia melihat sosok yang membuatnya tak sadarkan diri. Malam ini, tidak boleh terjadi lagi.Hembusan angin terdengar lebih kencang karena sepinya suasana malam seperti ini. Gorden jendela kamar berkibaran seperti sengaja ditiup dari luar. Aku masih memperhatikan.Tiba-tiba dari balik gorden, aku melihat sekelebat bayangan melintas. Diikuti bau anyir lalu berganti dengan bau melati yang menyengat. Bayangan itu melintas menuju halaman samping rumah ini.Tidak salah lagi. Pasti ini yang membuat Fidelya keluar dari kamar malam kemarin. Untung saja aku terbangun akibat jeritannya dan bisa membuatnya lupa dengan yang ia lihat. Lengah sedikit saja, urusan bisa panjang.Cepat aku memaka

  • ISTRI KEDUA KU   Kedatangan Lukman

    Sore hari aku pulang meninggalkan pabrik. Hardi kuberikan kepercayaan penuh mengurus pabrik setelah aku pulang. Selama ini, ia bekerja sudah sangat baik untuk pabrikku.Aku turun dari mobil berjenis SUV warna putih. Satu-satunya mobil yang tersisa setelah dua mobil lainnya aku jual.Dari dalam rumah, Fidelya keluar bersama seorang pria."Mas!" Fidelya sedikit berteriak, lalu berlari kecil menghampiriku yang baru keluar dari mobil.Netraku menyipit melihat pria yang keluar bersama Fidelya tadi. "Lukman?" tebakku pada pria yang kini ada di hadapanku.Pria itu mengangguk. "Apa kabar?" tanyanya sambil mengulurkan tangan.Aku menerima uluran tangannya. "Baik, Man! Sudah lama?""Baru saja sampai, Mas!" Fidelya memberi tahu."Mari kita masuk lagi!" ajakku.*****Aku duduk di sofa dengan Fidelya di sampingku. Sofa bergaya chesterfield yang ada di ruang tamu ini, memberikan kesan mewah bagi rumahku.Lukman duduk di hadapanku dan Fidelya kini. Lukman ini sama sepertiku dulu, anak yang besar di

  • ISTRI KEDUA KU   Mimpi Lukman

    Aku duduk bersandar seraya berpangku tangan. Kulirik Anjani, matanya rapat dengan posisi tengkurap. Anjani akan berubah setiap malam. Selama satu minggu aku tidur di kamar ini dengannya, setiap malam tiba-tiba saja dia sudah menjelma menjadi kuntilanak yang berbaring di hadapanku.Tapi, karena aku ada di kamarnya, meski setiap malam dia menjadi kuntilanak, dia tidak bisa keluar dari kamar ini. Berbeda jika aku tidur di kamar Fidelya. Itulah kenapa Fidelya memergokinya bertengger saat malam.Tubuhku sudah berisi dan Anjani bisa kukendalikan. Meski melihatnya dalam wujud asli sekali pun, aku bisa mengendalikan diri.Aku belum bisa tidur. Aku menatap langit-langit kamar ini. Pikiranku teringat pada Ibu panti. Sekarang Ibu memang sudah tua dan pasti akan sering sakit.Sudah satu tahun, aku dan Fidelya tidak pergi ke panti. Bukan karena lupa, tapi memang karena pabrik tidak bisa kutinggalkan.Mana mungkin aku melupakan Ibu. Orang yang sudah membesarkan dan merawatku sejak bayi seperti anak

  • ISTRI KEDUA KU   Kecolongan

    Setelah Hardi pergi dari ruanganku, lantas aku menghempaskan bobot di kursi kerja yang ada di ruangan pribadiku ini. Aku lalu memperhatikan kembali lembar kertas yang ada di tangan.Xaviero De'Store. Toko fashion dengan kualitas tinggi yang ada di salah satu kota di Singapura. Dulu, saat pabrik dalam keadaan stabil, bahkan pemasukan setiap tahun selalu mencapai target. Aku dan Fidelya selalu plesiran ke luar negeri, meski masih sebatas Asia Tenggara.Setiap tiga bulan sekali, aku dan Fidelya pergi berlibur. Menghabiskan waktu di negeri orang sekalian memasarkan produk pabrik. Tapi, belum ada tanda-tanda produk yang pabrik keluarkan dilirik pasar luar.Sedangkan satu bulan sekali. Aku dan Fidelya, rutin mengunjungi panti dan memberikan donasi sepuluh juta tiap bulannya. Aku menjadi donatur tetap untuk panti selama ini.Setahun kebelakang, tidak lagi. Aku dan Fidelya benar-benar mengencangkan ikat pinggang demi pabrik bisa tetap berdiri.Tapi, sekarang? Sungguh di luar dugaanku, bahwa a

  • ISTRI KEDUA KU   Mengunjungi Panti

    Hari Minggu pagi. Aku dan Fidelya akan pergi ke panti. Fidelya masih berkemas, aku menunggunya ditemani secangkir kopi latte yang hangat. Menyesap wangi kopi tersebut lalu menyeruputnya seketika. Nikmat sekali.Bi Marni lalu menghampiriku, sesaat setelah tadi menghidangkan kopi, aku memintanya segera kembali. Aku kemudian menaruh cangkir kopi di atas meja."Bi, kubur ini pada saat menjelang magrib nanti dekat pagar! Saya dan Fidelya kemungkinan akan menginap di panti!" Aku memberikan bungkusan berwarna putih pada Bi Marni."I—ni apa, Den?" tanya Bi Marni ingin tahu."Sudah, Bibi gak perlu tahu! Pokoknya, saat menjelang magrib nanti, kubur saja itu. Kalau tidak, nanti Anjani bisa pindah tidurnya ke kamar Bibi!" jelasku.Bi Marni terlonjak. "Ja—jangan, Den! Bibi takut.""Nggak perlu takut, Bi! Makanya nanti Bibi kubur saja bungkusan itu, biar semua aman!" titahku. Bi Marni hanya mengangguk."Bibi juga harus pastikan, Anjani tidak kelaparan, Bi!""Iya, Den!"Aku mengangguk puas dengan ja

  • ISTRI KEDUA KU   Nasehat Ibu

    Istri Keduaku (9)***Makan malam sudah tersaji. Aku makan bersama semua penghuni panti yang lain. Anak-anak begitu antusias, karena menu makan malam ini sedikit istimewa dari biasanya.Siang tadi, aku memberikan uang lebih untuk dapur. Sehingga malam ini, tersaji menu mewah dan banyak untuk anak-anak. Agar anak-anak tidak perlu berebutan.Anak-anak makan dengan lahap. Begitupun aku dan Fidelya. Lukman serta istrinya pun tak ketinggalan. Ibu tersenyum bahagia.Selesai makan malam, anak-anak akan dibiarkan bermain sebentar di dalam ruangan sebelum tiba waktunya mereka tidur. Aku mendorong kursi roda Ibu menuju kamarnya bersama Fidelya.Setelah sampai di kamar Ibu, aku memapahnya untuk berpindah duduk ke kasur. Karena ada aku dan Fidelya, maka malam ini, aku dan Fidelya yang menggantikan tugas Lukman dan istrinya menemani Ibu.Lukman dan Nabila sama-sama anak panti dulunya. Mereka tumbuh bersama di panti dan akhirnya mereka menikah dan mengabdikan diri ikut serta mengurus panti. Sementa

  • ISTRI KEDUA KU   Menggantikan Tugas Bi Marni

    Istri Keduaku (10)***"Fi, Mas haus. Mas minta tolong, belikan air minum!" pintaku pada Fidelya setelah menepikan mobil di depan minimarket."Iya, Mas!" jawab Fidelya singkat seraya turun dari mobil. Fidelya meninggalkan tas kecilnya dan hanya membawa dompet masuk ke dalam minimarket.Setelah Fidelya menghilang di balik pintu minimarket, segera aku mengambil tas Fidelya yang tergeletak di atas kursi. Kubuka resletingnya dan mencari tasbih yang tadi Lukman berikan.Aku mendapatkannya. Setelah tasbih itu di tanganku, aku meremasnya. Akan kuhancurkan benda ini. Fidelya tidak boleh memakainya."Aakhh!"Tasbih itu terlempar. Tanganku rasa tersengat panas. Aku belum berhasil menghancurkannya. Sedangkan Fidelya sudah keluar dari minimarket. Cepat aku mengambil tasbih yang terlempar ke bawah tadi dan memasukkannya kembali ke dalam tas Fidelya. Lalu meletakkan lagi tas Fidelya seperti tadi.Fidelya masuk mobil dengan dua botol air mineral dan dua minuman dingin rasa jeruk. Fidelya lantas memb

Bab terbaru

  • ISTRI KEDUA KU   Kabar Baik Dari Fidelya (ENDING)

    POV Author*Enam bulan berlalu …•••••Enam bulan sudah Nuka dan Fidelya tinggal di desa. Mereka mampu beradaptasi, baik dengan lingkungan maupun warga sekitar dengan sangat baik.Setelah enam bulan, Nuka Dan Fidelya sudah mengenal dan mulai berbaur dengan warga lain yang menjadi tetangganya. Berbeda sekali dengan kehidupan saat di kota.Tinggal di komplek perumahan elite, yang rata-rata penghuninya jarang sekali ada di rumah. Membuat Nuka dan Fidelya tidak begitu mengenali tetangganya dulu.Hari ini, akan diadakan acara di masjid besar desa mereka. Para wanita bersama-sama memasak di dapur umum. Memasak makanan yang akan di makan secara bersama-sama nanti malam. Sedangkan para pria, bertugas menyiapkan bahan yang akan dimasak oleh para wanita dan sebagian lagi membuat dodol di halaman depan masjid."Neng Fifi, kamu sakit? Kelihatannya pucat begitu?" tanya Teh Lilis kepada Fidelya.Teh Lilis yang yang tengah mengiris-iris bawang merah, merasa bahwa Fidelya sepertinya sedang tidak se

  • ISTRI KEDUA KU   Pindah Ke Desa

    POV Author.*************Nuka dan Fidelya turun di terminal bus. Setelah lima jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di terminal bus terakhir menjelang sore hari. Mereka turun dari bus hanya membawa tas berisi pakaian yang dijinjing oleh Nuka. Setelah turun dari bus, Nuka beserta Fidelya berjalan menjauh dari area terminal.Mereka menyebrang jalan, kurang lebih dua puluh menit mereka tiba di pangkalan ojek. Kemudian menaiki ojek agar sampai di desa yang akan menjadi tempat baru bagi mereka. Desa yang belum padat penduduk. Sesuai dengan arahan A Azmi.Ibarat kata, Nuka saat ini sudah belangsak. Sudah benar-benar miskin. Tidak punya apa-apa lagi. Harta dan jabatan yang dulu begitu dia bangga-banggakan, untuk sekarang, semua itu tidak bisa menolongnya. Semuanya lenyap. Semuanya hanya semu. Nuka telah tertipu rayuan dan hasutan ibl*s terkut*k.Beruntung, Fidelya ada membersamai Nuka. Dalam kondisi seburuk apapun. Di situasi tersulit sekalipun. Fidelya akan selalu pasang badan untuk suami

  • ISTRI KEDUA KU   Ketulusan Fidelya

    POV NUKA***********Saat aku memasrahkan hatiku menerima semuanya. Rasa panas yang sedari tadi menjalar, perlahan sirna. Berganti menjadi rasa perih. Seperti goresan luka yang sengaja ditabur garam. Perih tak terkira.Tubuhku menjadi lemas dan rasanya aku pun tidak sanggup menahan tubuhku sendiri. Aku terkulai. Tidak kuat menahan berat badanku. Tubuhku terasa merosot dengan sendirinya. Aku bisa merasakan tubuhku luruh perlahan ke dalam sungai dan terbaring. Namun, anehnya. Aku tidak merasakan air sungai yang tadi begitu dingin, pada kulitku saat ini. Aku justru merasakan perih di seluruh kulitku.Ah entahlah. Aku sudah tidak mau berpikir lagi. Aku serahkan semuanya pada Sang Pemilik Kehidupan. Apa pun yang terjadi, aku siap menerimanya. Pun dengan Fidelya yang akan tetap menerimaku.Aku merasakan bahuku ditarik untuk bangkit. Kubuka mata. Benar saja, tubuhku kini sudah terduduk di dasar sungai. A Azmi berada di samping, memegangi bahuku. Serta Lukman berada di ujung kakiku. Pakaian m

  • ISTRI KEDUA KU   Dia Bukan Istrimu!

    POV NUKA*************"FIDELYAAAA!" Aku berlari. Tubuhku membeku seraya menatap aliran air yang deras di bawah sana."Apa yang kamu lakukan, Fi?" teriakku pada suara gemuruh air yang mengalir.Tanpa berpikir lagi. Aku bersiap untuk menyusul Fidelya di bawah sana."NUKAAA!" Teriakan seseorang menghentikan gerakanku yang sudas siap untuk terjun.Dari arah padepokan, nampak A Azmi berlari mendekat ke arahku. "Mau apa kamu?!!" sentaknya, serta merta menarik tanganku. Hingga aku menjauh dari tepian jembatan gantung."Istriku, A! Istriku. Fidelya menceburkan diri ke bawah sana. Aku mau menolongnya, A! Aku harus cepat sebelum Fidelya terbawa aliran sungai lebih jauh!" jawabku panik.Raut wajah A Azmi seperti kebingungan. "Fidelya menceburkan diri? Fidelya tinggal di padepokan perempuan, di belakang sana, Nuka!"Aku menggeleng. "Tapi aku melihatnya sendiri, A! Aku melihatnya dengan jelas, Fidelya melompat ke bawah sana!" ucapku dengan meninggikan suara.PLAKK!Aku memegangi pipi yang ditampa

  • ISTRI KEDUA KU   Banyak Godaan

    POV NUKA***********Aku berdiri di atas sajadah. Memulai salat taubatku.Baru selesai takbiratul ihram. Angin kencang menerpa tubuhku. Angin yang masuk melalui jendela rumah ini begitu kencang hingga menggoyahkan kedua kakiku.Aku merasa tidak kuat. Dengan terpaan angin yang seperti badai ini. Rasanya, aku akan menghentikan saja salatku ini.BRUKKKH!Darah segar muncrat dari dalam mulutku. Bersamaan dengan terpentalnya tubuhku membentur pintu kayu rumah ini. Dadaku terasa didorong begitu kuat saat tengah salat tadi."MAS!" pekik Fidelya, berlari mendekat padaku. Begitu juga Lukman dan A Azmi yang panik. Lukman membersihkan darah yang mengotori alas rumah ini yang dari papan kayu."Mas kamu baik-baik saja 'kan, Mas?" Fidelya bertanya khawatir. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Aku tak mampu menjawab. Kupegangi kuat-kuat dada yang terasa sesak. "Bagaimana ini A?" Fidelya bertanya pada A Azmi. Nada suaranya terdengar begitu cemas. Namun tangannya kini sibuk membersihkan sisa

  • ISTRI KEDUA KU   Menuju Taubat

    POV NUKA**********"Kenapa, Mas?" Fidelya bertanya heran."Apa Ibu tahu perbuatanku, Fi?"Fidelya menghela nafasnya lalu menggeleng. "Nggak, Mas. Tapi kata Mas Lukman, Ibu ingin sekali bertemu kamu. Ibu merasakan firasat buruk tentangmu. Bahkan Mas Lukman sampai harus berbohong pada Ibu tentang kita."Fidelya menggamit lenganku. "Ayo, Mas. Kita segera pergi."Aku hanya mengangguk. Fidelya lalu menyetop angkutan umum. Baru kali ini lagi, aku menaiki angkutan umum. Rasanya tidak nyaman. Panas dan sesak. Karena penuh dengan penumpang.Entah ke mana Fidelya akan membawaku. Aku mengikut saja. Aku masih tidak percaya dengan kedatangannya hari ini di hadapanku. Aku juga masih tidak menyangka, bahwa Fidelya menggagalkan perjanjianku atas bantuan Lukman serta Nabila. Aku pikir, mereka tidak memiliki ilmu kebatinan seperti yang Fidelya katakan tadi.Setelah setengah jam. Fidelya meminta turun di terminal bus. Lalu Fidelya mengajakku menaiki bus antar kota.***Badanku terasa diguncang-guncang.

  • ISTRI KEDUA KU   Fidelya Masih Peduli

    "Fidelya?" Aku berucap lirih.Seakan tidak percaya. Bahwa di hadapanku saat ini adalah Fidelya. Bagaimana bisa? Tiga bulan aku sudah mengabaikannya. Aku tidak memiliki keberanian untuk mencari apalagi bertemu dengannya setelah miskin seperti sekarang.Namun, nyatanya. Saat ini Fidelya ada di sini bersamaku. Nyatanya, Fidelya yang menarik tubuhku. Serta menggagalkan rencanaku mengakhiri hidup.Aku pikir. Fidelya tidak akan pernah kembali padaku lagi.Aku kira, Fidelya sudah tidak peduli lagi. Karena marah dan kecewa atas semua yang sudah kujalani.Tapi hari ini. Fidelya yang berada di hadapanku. Fidelya membantuku untuk bangkit. Lalu memapahku menuju bangku warung kopi tadi."Mas, mau bunuh diri? Orang lain mah berdoa biar panjang umur. Ini malah pengen mati. Nggak punya otak tah, Mas?" cerca ibu pemilik warkop di dalam sana."Iya, Mas! Kalau punya masalah itu, diselesaikan. Dipikir mati bisa menyelesaikan masalah?" sambung pria lain, yang juga duduk di bangku warkop ini."Iya! Dipikir

  • ISTRI KEDUA KU   Putus Asa

    Sesuatu yang mendesak meminta dikeluarkan. Membuatku harus terbangun dari tidur. Secepatnya aku bangun dan ke kamar mandi. Selesai dengan urusan yang mendesak. Aku hendak mandi. Namun, luka di kakiku masih terasa sakit. Serta jahitan di kepalaku entah aman atau tidak jika terkena air. Mengingat ini jahitan yang dilakukan di sebuah puskesmas pelosok desa. Aku meragukan kualitasnya.Dengan malas, akhirnya aku hanya membasuh muka saja. Lantas aku keluar dari kamar mandi. Hari sudah siang rupanya. Cahaya sudah menerobos melalui jendela kamar ini.Aku berjalan menuju meja nakas. Menyalakan ponsel yang mati sejak kemarin. Setelah ponsel menyala dan kuperiksa ternyata banyak sekali pesan yang masuk.Namun, tidak ada satu pun pesan dari Fidelya. Aku menghela nafas. Apa Fidelya benar-benar tidak mau bersamaku jika aku masih berusaha meneruskan perjanjianku ini?Kenapa Fidelya tidak mau mengerti. Kalau semua ini, aku lakukan untuknya.Lalu kucoba menghubungi nomor Fidelya. Tersambung tapi tidak

  • ISTRI KEDUA KU   Di Desa Terpencil

    Aku mengerjap. Setelah mataku terbuka sempurna. Aku mendapati langit-langit bercat putih serta lampu yang menerangi.Entah dimana aku saat ini. Aku melirik ke kanan dan kiri dengan ekor mata, hanya terdapat tirai berwarna hijau. Sepertinya aku tengah berbaring di brankar pasien.Kepalaku terasa ngilu. Begitu juga dengan kaki sebelah kananku. Perlahan aku coba mengingat apa yang sudah terjadi padaku.Belum sempat aku mengingatnya. Seorang wanita berpakaian layaknya dokter datang menghampiri."Sudah sadar Pak?" tanyanya seraya tersenyum ramah.Sadar? Apa aku pingsan? Aku tak menjawab pertanyaannya."Dicek dulu ya, Pak," ujarnya lagi. Lalu memeriksa keadaanku layaknya aku orang sakit yang tengah berobat."Ini dimana?" Aku bertanya ketika wanita itu sudah selesai memeriksa."Ini di puskesmas desa, Pak," jawabnya.Keningku melipat. Puskesmas desa? Aku semakin tidak paham."Bapak dibawa kemari dengan luka parah di kepala, menyebabkan 20 jahitan. Bapak ditemukan tidak sadarkan diri di dalam

DMCA.com Protection Status