Rizal merebahkan bokongnya dan menyandarkan punggungnya di dinding serambi masjid dengan wajah termenung. Entah sudah kurang atau lebih dari setengah jam dia di sana dengan ekspresi sama. Insiden yang sempat menyengat di hatinya membuat otaknya tak bisa berhenti memikirkan wanita itu.‘Apa Yumna akan cerita ke suaminya? Dan hubungan keduanya renggang karena aku? Yumna menangis karena aku? Atau Yumna merasakan hal yang sama denganku?’ batin pria keturunan Timur Tengah itu terus berkecamuk, berusaha mencari jawaban yang hingga sekarang belum membuatnya lega. Perasaan bersalah, malu sudah bercampur aduk. Namun tak bisa membuat hatinya bisa bernapas bebas. Masih begitu menyesakkan dada.Beberapa pria yang mengenalnya segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Adab setelah selesai sholat berjama’ah.“Kenapa ustaz kayak orang linglung aja?” tanya seorang pria yang seumuran dengannnya tengah membungkuk sedikit sembari menyalaminya.“Jangan panggil gitu, Gilang. Aku belum pantas.” Rizal
“Rizal, bukan mantannya Yumna kan ya?” Bianca nyeletuk dengan lengkung senyum polosnya. Memancing Yumna agar lebih merasa tersudut. Mungkin cara ini membuat perasaannya bisa lega. Memang melihat sikap Devian yang menyakitkan. Namun melihat ekspresi lugu Yumna, adiknya, belum lagi membuat Devian terpancing emosinya. ‘Bukankah itu lebih menarik?!’ “Mantan?” Devian mengerutkan keningnya. Mata elangnya menatap Yumna tajam.“A-apa?! Itu fitnah mbak,” terang Yumna dengan wajah berlipat-lipat di keningnya seiring gelengan kepalanya sebagai penolakan kerasnya. Nada suaranya lebih tinggi dari biasanya. Ada perasaan mengganjal yang membuatnya ingin rasanya berteriak. Menyanggah karena semua titik kesalahan ada pada pria yang bernama Rizal. Seorang pria yang hadir mencoba memperkeruh suasana. “Jaga ucapanmu Bianca! Beraninya …” Devian mengendus kesal. Wajahnya tak kalah berkerut dari Yumna. Hidungnya sampai kembang kempis seiring detak jantung yang mulai menderu. Mata elangnya menghunus menat
‘Ada perasaan yang berbeda? Mas Devian terus membisu.’ Keresahan Yumna terus saja melanda.Wanita itu hanya pasrah mengikut langkah suaminya. Melihat suaminya tengah berganti piyama kembali di dekat pintu, Yumna langsung menuju ruang rias untuk melepas hijabnya lalu menggantungnya di hanger lemari miliknya. Sesekali dua manik hitamnya mengarah pada punggung suaminya yang terlihat masih mengaitkan kancing piyamanya. Dengan balutan lingeri, Yumna bergerak duduk di bibir ranjang.“Mas marah ya?” tanya Yumna yang akhirnya memberanikan diri membuka obrolan yang selama ini terdengar seunyi.“Kenapa harus marah?!” Devian berbalik bertanya dengan tatapan malasnya. Sorot matanya terlihat guratan emosi yang tertahan lama. ‘Rasanya memuakkan membahas ini.’“Kalau aku salah, aku minta maaf Mas. Lagipula aku sama sekali enggak mengundang Kang Rizal ke sini,”tegas wanita itu yang seketika kejujurannya membuat bola matanya membesar seketika. Yumna menyadari ucapannya benar-benar salah. ‘Astaghfirul
Rizal tengah duduk di kursi teras dengan kedua sikut tangannya menopang pahanya. Dia menarik napas panjang sembari wajahnya menunduk. Lensa di matanya memantulkan ubin-ubin yang tersusun rapi, tapi aura tatapannya menangkap sedang memikirkan hal lain. Insiden ciuman itu benar-benar membuatnya berpikir keras. Baru kali ini dia merasakan rasanya hilang akal, menghadapi wanita itu. wanita yang menggelitik hatinya hingga tak tahan tubuhnya ingin dan ingin semakin dekat dengannya. Sebenarnya wanita itu tak melakukan apa pun. Rizal menerka-nerka, apa yang salah dengannya hingga bisa berbuat senekat itu? Padalah, sejatinya tak ada daya tarik dari penampilan ataupun gaya dari seorang Yumna. ‘Ini Syetan. Aku telah lepas kendali. Astaghfirullah.’ Batinnya terus mengerang. Meyakinkan kalau memang pancingan syetan begitu mulus hingga bisa memperdaya pikiran kotornya. Namun apa daya, tubuhnya yang bergerak, jelas dirinyalah yang patut disalahkan atas semua ini. ‘Untuk apa kamu di sini? Untuk me
“Wanita itu tiba-tiba menelepon sambil nyebrang. Saya enggak tahu jadi … jadi seperti ini.” Seorang pemuda dengan suara parau menjelaskan ke perawat yang sedari tadi sibuk mendorong ranjang pasien. Pria berjaket kulit serta bersarung tangan itu terus saja mengikuti mereka dengan kening yang peuh peluh. Detak jantungnya begitu memacu seiring kekhawatiran dan rasa bersalahnya yang menghantuinya. Pria itu melipat bibirnya lagi. Takut kalau pasien yang ditabraknya akan berakhir naas.“Ya, Mas bisa menjelaskannya nanti.” singkat perawat itu sembari fokus mendorong ranjang pasien. Sesekali bola matanya mengarah pada pasien wanita yang terbaring tak sadarkan diri. Darah pekat masih terlihat segar menembus hijab di bagian kepala Maya. Ada beberapa memar di dagu dan lecet di telapak tangannya. Belum lagi bagian tubuh yang lain masih tak terlihat karena masih terbalut dress yang sudah terlihat ada beberapa bagian yang kumal dan kotor karena terkena gesekan ataupun terjatuh. Sementara pemu
Yumna merasa sangat sedih dengan apa yang sedang dihadapi dalam keluarganya. Tidak menyangka saja sang suami yang begitu dia cintai percaya pada apa yang dikatakan Diana. Jelas saja tidak menyangka, kalau sang suami yang katanya juga begitu mencintainya tega menuduh tentang kehamilannya. Sudah sangat jelas bahwa janin dalam kandungan Yumna adalah anak mereka sendiri. Dan hubungannya dengan Rizal hanya sebatas teman saja, karena Rizal juga menyadari bahwa Yumna sudah menjadi istri orang."Aku tahu ini adalah bagian dari rencana Allah untuk membuat aku semakin kuat. Pasti di depan akan ada sebongkah hikmah yang sangat besar. Aku harus tabah dan kuat menerima semua ini. Karena menerima dan berdamai dengan sendiri adalah kekuatan yang aku butuhkan di waktu kehamilanku. Bukan hanya demi diriku sendiri akan tetapi juga kesehatan anak dalam kandunganku," ucapnya bertekad, saat berada di Balkon panti asuhan yang sering dikunjunginya setiap bulan.Kepala panti asuhan melihat kesedihan Yumna
Yang terjadi sebelumnya....Untuk seketika mematikan handphone miliknya sendiri. Terbayang hubungan gelap di masa yang gelap dirinya tidak memiliki apa pun, tapi dibutakan oleh cinta yang gelap. Seketika dirinya menenangkan diri dengan mengambil nafas,"Aku tidak ingin mengingat masa kelamku yang dulu, karena aku membutuhkan harta milik devian seutuhnya. "Seketika dirinya mulai menyusun rencana untuk memusnahkan Yumna dari hati Devian."Yumna sudah mulai menyadari akan diriku yang sudah mulai ingat dengan apa yang terjadi. Jelas Aku mengingat jatuhku dari tangga karena ibu mertuaku sendiri, Di saat itu pula suamiku yaitu Devian juga tidak memiliki rasa empati sedikitpun kepadaku, maka aku akan segera mengambil semua kebahagiaan milik mereka." Akhirnya dirinya memiliki ide untuk mencelakai dan bayi yang sedang dikandungnya. Maka dirinya teringat akan teman semasa kelamnya yaitu seorang preman yang saat ini menjadi kepala preman yang cukup ditakuti di kota tersebut. Jika lewat handphon
Devian sudah berada di ambang pintu rumahnya sendiri. Dilihatnya Yumna yang berjalan beriringan dengan Rizal.Yumna yang melihat sang suami di ambang pintu merasa takut dengan tatapan matanya. Rizal juga menyadari bahwa Devian terlihat sedikit marah akan kedatangannya. Seketika juga dirinya menyiapkan diri untuk membantu menjelaskan dengan apa yang terjadi kepada Yumna siang ini."Kamu dari mana saja seharian pergi tanpa izin, pulang malam bersama laki-laki lain."ujarnya penuh tatapan marah kepada Yumna."Maaf...." Belum selesai bicara sudah dipotong Rizal."Yumna hari ini hampir celaka dia diikuti oleh preman dan hendak menangkapnya di ruang yang kosong." Sautnya.Devian langsung mengernyitkan dahinya untuk mempercayai kebenaran yang diucapkan oleh Rizal. Dirinya langsung menatap istrinya yang sedang terdiam dan menunduk."Apakah benar yang diucapkan oleh dia? " Ucap Devian kepada sang istri.Ketika Rizal ingin membuka mulut, Yumna menyenggol Rizal agar dirinya saja yang menjelaska
"Mas, gimana menurut kamu sekarang?" tanya Sisil sembari meletakkan cangkir di atas meja, dekat laptop yang digunakan suaminya untuk kerja. "Hem?" Keanu yang kurang jelas mendongak. Melepaskan tatapan dari layar dan kemudian fokus pada wanita cantik yang hanya mengenakan dress tipis dengan rambut diikat tinggi. "Ya, Sayang. Kamu membahas tentang siapa?" Pria yang profesinya sebagai pengacara itu ingin memperjelas maksud pertanyaan istrinya. "Itu si Laura. Hidupnya kan ngenes, lebih ngenes dari janda yang gada suami." Sisil mengatakan secara detail. Dia sendiri meski merasa benci pada masa lalu Laura yang jahat, ada anak kecil yang tak bersalah hadir di tengah wanita jahat itu dan mantan suami Lisa -kakaknya. "Hem, apa kamu belum puas melihat penderitaannya?" tanya Keanu. Sisil menggeleng. "Lalu?""Aku kasihan pada anaknya, Mas. Apa kita ambil jadi anak angkat aja, ya? Atau kita kirim ke panti biar diasuh orang," celetuk Sisil ketika terpikir untuk menolong anak tidak bersalah i
"Jadi kita harus bagaimana, Mas?" Laura tampak bingung.Bagas mendesah panjang. Dia memikirkan cara bagaimana membalas dendam ada orang-orang yang telah membuatnya terpuruk seperti sekarang."Sudahlah, kita pikirkan nanti, Ra. Mas mau mandi dulu, gerah!" ucap Bagas bangkit. Lelaki itu sudah berjalan mencapai tangga, tapi membalik tubuh karena ada sesuatu yang perlu dia katakan."Ohya, cepat berkemas. Kita harus segera pergi dari sini!" seru Bagas, yang kemudian terus berjalan tanpa menunggu persetujuan sang istri. "Aku perlu menghubungi kolega yang masih punya hutang pribadi padaku, yah cukuplah buat nyewa sebuah rumah minimalis."Laura mendecak sebal. Ia sangat kesal pada Lisa. Wanita itu harus dilaporkan karena kasus penipuan."Tapi bagaimana caranya? Kami bahkan tak punya uang untuk menyewa pengacara." Perempuan yang tengah hamil muda itu mendesah lelah. Dengan langkah gontai bergerak mengikuti Bagas di lantai dua.Bagas yang akan masuk kamar mandi, tiba-tiba harus menghentikan la
Lisa mendesah. "Aku bisa mengurus Kamila sendiri. Toh, selama ini akulah yang mengurusnya, apalagi sejak kamu bertemu mantanmu itu, Mas. Kita cerai saja. Ini sudah keputusan terakhirku." Lisa mengucap tenang. Namun, juga mantap. Seketika wajah Bagas pias. Tak menyangka pada akhirnya Lisa yang lebih dulu menggungat cerai. Habis sudah. Tak ada lagu harapan untuk tetap hidup mewah di keluarga Handoko. Entah, bagaimana reaksi Laura nanti saat tahu, suaminya sekarang hanyalah seorang gembel yang tak memiliki apa-apa."Tap, tapi. Apa kamu sudah memikirkannya baik-baik, Lis? Lihatlah betapa menderitanya aku tanpa kamu selama ini. Mas minta maaf." Bagas menghiba. Berharap Lisa luluh atas permintaan maafnya."Maafku sudah habis, Mas. Aku terus memaafkanmu, tapi kamu tetap memilih mantanmu itu. Mas tak menoleh sedikit pun padaku dan Kamila, yang jelas-jelas telah membersamaimu sejak lama.""Mas, khilaf, Lis.""Khilaf yang terulang-ulang." Lisa bicara dengan tegas. Tak sia-sia dia terus melatih
Mbak Wati berlari dari arah dapur, ketika mendengar suara ribut-ribut di kamar Kamila."Ada apa?" tanya seorang pelayan kepada rekannya ketika Wati bergegas dari dapur tempat mereka bekerja."Biasalah. Orang kaya memang selalu begitu," cibir pelayan lain di sampingnya. Seorang perempuan yang semalam telah berhasil memberi obat tidur dalam minuman wanita bercadar di kamar Kamila.Perempuan itu tersenyum. Dia berpikir bahwa keributan pagi ini adalah imbas dari keberhasilan pekerjaannya semalam."Berhenti bergosip! Kalian makan dan digaji oleh orang yang kalian bicarakan keburukannya," tegur kepala pelayan yang tak suka mereka bicara tanpa adab."Not attitude!" dengkusnya sebelum akhirnya melangkah menyusul Wati untuk melihat apa yang terjadi.Mbak Wati yang melihat Bagas dan Sisil sibuk memanggil seseorang, segera mengambil Kamila yang tampak bingung. Untuk kemudian dibawa ke kamarnya dan diurus seperti biasa. Wanita itu tahu diri, hingga tak berani bertanya apapun mengenai keributan in
Lisa memegangi kepala yang berdenyut, saat membuka matanya dengan susah payah. Begitu mengerjap, cahaya menembus celah jendela. Wanita itu terhenyak, pagi telah tiba sebelum ia sempat menunaikan sholat subuh. "Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa kesiangan?"Wanita itu bangkit dengan tergesa. Berdiri di depan cermin untuk melepas topeng yang Sisil berikan semalam. "Aku bahkan tak sempat melepas benda ini sebelum tidur. Ini sangat aneh." Lisa meneleng sejenak mengingat-ingat kejadian ganjil semalam. Merasa sudah kehilangan banyak waktu, akhirnya ia bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap sholat."Li, Lisa ...." Mata Bagas hampir saja lepas melihat sosok wanita di hadapannya. Sementara wanita yang baru selesai mandi dan merasakan situasi yang tak baik telah menimpa, buru-buru menarik tubuhnya kembali ke kamar mandi, menghindari tatapan pria itu. "Ya Tuhan bagaimana ini?" Lisa menggumam bingung."Apa yang sedang terjadi? Kenapa kepalaku terasa berat?" Lisa berta
"Apa ini, Sil?!" teriak Bagas dengan amarah yang meletup-letup. Baru saja dia berprasangka baik tentang Sisil tapi ternyata dalam sekejap dia menikamnya dengan cara lain.Sisil memutar mata malas. "Udah deh, Mas. Gak usah berisik! Katanya mau lapor Pak RT. Panggil warga buat gerebek aku? Silakan! Sana!""Kamu nantangin aku, Sil! Oke! Kamu akan habis karena berbuat mesum padahal sudah punya suami!" Suara bariton itu menggema, sampai membangunkan pelayan yang tidur di kamar pembantu, terbangun. Namun, seperti biasa, mereka tak berani keluar dan melihat apa yang terjadi di ruang-ruang utama. Hanya kepala pelayan yang berani mengintip dari kejauhan. Takut jika ada perampok dan sejenisnya dan perlu untuk memanggil polisi.Bagas bergegas, dia ingin membuktikan bahwa ucapannya bisa menghancurkan Sisil."Tunggu! Satu langkah kamu keluar dari pintu, aku akan menceraikanmu. Dan menghancurkan hidupmu Mas Bagas! Mau jadi gembel?!" Sisil tersenyum sinis. Namun, rupanya ... sang nyonya dan tuannya
Bagas memasuki kamar yang terbuka. Pria itu melihat dengan heran. Bukannya tadi Sisil sudah naik ke atas. Tetapi, kenapa sekarang tidak ada? "Sudahlah. Aku lelah terus memikirkan wanita gila itu. Aku ingin beristirahat," gumamnya. Setidaknya di samping cilaka bertubi-tubi, ada kabar membahagiakan untuknya. Laura yang tak lagi salah paham dan juga sebentar lagi dia akan tahu bahwa Lisa masih hidup.Langkah lebarnya memasuki kamar, dengan malas mendorong pintu. Begitu melihat kasur, langkahnya semakin cepat. Tak sabar merebahkan diri di sana."Ahhh. Lega sekali! Sepertinya aku akan tidur nyenyak malam ini. Tak perlu waktu lama, Bagas terlelap dan sempat mendengkur. Bahkan dia tak sadar ketika Sisil melihatnya di pintu, lalu kembali.Tak lama suara ponsel mengagetkannya.Dengan kondisi masih mengantuk, Bagas meraba-raba ponsel di nakas. Begitu dapat, ia segera meraihnya."Ya?" sapanya pada orang di ujung telepon."Tuan, saya sudah mengirimkan foto dari pacar saya.""Benarkah? Foto wani
"Mas, gimana?" tanya Laura tak sabar."Udah kamu tenang aja, ya. Besok aku akan cari waktu untuk pulang," bujuk Bagas yang kasihan melihat Laura. Tak pernah bertemu. Padahal dia sedang hamil. Meski Laura punya andil besar atas kekacauan sekarang, tetap saja Bagas tak bisa melepaskan tanggung jawabnya. Dia juga ikut andil, perselingkuhan yang menyebabkan banyak perselisihan tak akan terjadi jika Bagas menutup celah tersebut."Iya, itu harus, Mas. Kamu kan tau aku sedang hamil.""Ya, Sayang. Iya." Kini Bagas melunak. Tak ingin semua sisi menjadi sumber kesumpekan baginya. Terlebih Laura. Hanya dia wanita yang kini mencintai dan mendukungnya."Soal Lisa?" tanya Laura lagi. "Kamu tunggu kabar besok, oke? Aku sudah menyiapkan seseorang untuk memhuka kedoknya."Bagas mencoba menenangkan istrinya. Dia sangat yakin rencananya akan berhasil kali ini._____________Di tempat lain, Bibi yang akan masuk, urung ketika melihat majikannya tengah berbincang di telepon. Dia diam-diam mendengar pembi
"Mas, tadi aku gak sengaja lihat riwayat panggilan di ponsel Bibi. Banyak sekali panggilan dari Sisil dan Lisa. Ini aneh kan Mas. Apa Bibi itu sebenarnya suruhan Sisil untuk mengerjai kita?""Apa? Kamu serius? Gak salah baca?!" Ini sangat aneh menurut Bagas. Kenapa mereka berhubungan?Sementara Lisa yang mendengar percakapan mereka menutup mulut, terkejut. Secepat inikah rencananya dan Sisil terbongkar?Dia yang terkejut berbalik arah dan pergi meninggalkan tempatnya. Namun, nahas. Gamisnya nyangkut, hingga menimbulkan suara ketika ia bergerak.Bagas sontak menoleh, mencari asal suara. Dia pun bangkit, bergerak mendekat dan meninggalkan panggilan dengan Laura. Saat berdiri persis di depan pintu, Lisa sudah berjalan menjauh. "Tunggu!" serunya, hingga membuat Lisa menghentikan langkah.Pria itu pun berjalan semakin mendekat. Penasaran. Apa yang dilakukan baby sitter itu? Perempuan berhijab yang Sisil pekerjakan dan dicurigai Bagas sebagai Lisa. Dia pasti sudah mendengar obrolannya deng