‘Tolong, percaya kepada Papah. Ini demi kebaikan Zahra! hanya kau yang mampu menghentikannya!” Baskoro mengguncang bahu Elang. Dia terus memohon supaya Elang mematuhi perintahnya.
“Oke!” Elang lalu pergi meninggalkan papahnya. Dia berlari menuju pintu gerbang.
Sesampainya di sana, Elang meradang saat melihat Yunus sedang berusaha merayu istrinya.
“Yunus! Apa yang kau lakukan di sini?!” Suaranya yang menggelegar membuat Zahra terkejut. Gadis itu tak mengira kalau suaminya ada di sekitarnya.
“Aku hanya sedang menawarkan untuk mengantarnya!” jawab Yunus dengan berani, membuat Elang kembali meradang.
‘Tapi kau tidak perlu melakukan itu!” teriak Elang makin kesal.
“Sudahlah! Jangan membuat aku pusing. Sebentar lagi taxi on line yang kupesan juga datang!” Zahra beusaha menengahi. Dia sangat tidak suka melihat keduanya bertengkar.
“Masuklah! Aku tak mengijinkanmu p
“Aku tidak apa-apa!” Zahra memalingkan wajah. Wajahnya memanas ketika jarak keduanya begitu dekat.“Ayo, kita ke rumah sakit! Aku tak ingin kau kenapa-napa!” Elang begitu cemas saat melihat wajah Zahra yang memucat.“Tidak usah. Aku bisa mengobati diriku sendiri. Apa kau lupa kalau aku ini ....” Zahra menghentikan ucapannya. Hampir saja dia lupa kalau masih berpura-pura di hadapan suaminya.“Oke. Aku mengerti. Istirahatlah!” Elang menepuk-nepuk pundak Zahra.Lagi-lagi, tepukan pada pundaknya menimbulkan getaran aneh yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Tangan itu terasa seperti medan magnet yang menarik sesuatu dalam dadanya membuat dentuman jantungnya semakin menguat. Entah perasaan apa yang menghinggapinya kini.“Tolong, ikutlah bersama Elang, Zahra! Bapak mohon, untuk kali ini saja!” tiba-tiba Baskoro sudah berada di depan Zahra. Pria itu memohon kepada menantunya.‘Tapi
Mobil yang dikendarai oleh Elang, tiba di hotel bintang lima. Entah kenapa perasaan Zahra sangat tidak nyaman. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi.Elang melihat perubahan pada istrinya dan membuatnya khawatir.“Kau kenapa? Kalau memang masih tidak sehat, lebih baik kita pulang saja!” tanya Elang penuh perhatian. Sikap pria itu kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kini dia lebih perhatian kepada wanita yang dulu sangat dibencinya.“Aku tidak apa-apa. Ayo, kita masuk!” Zahra mencoba teresenyum walau dipaksakan.“Oke!” Elang mengulurkan tangan kepada Zahra. Namun di saat yang bersamaan, Jessica menyambar lengan Elang dan menggamitnya. Tanpa meminta persetujuan dari Elang, Jessica memaksa suaminya untuk ikut bersamanya.Yunus juga bersikap acuh. Dia sama sekali tak peduli dengan Zahra. Pria itu sedang berusaha melupakan wanita yang sudah merebut hatinya. Namun dalam sekejap, hatinya remuk tak berbentuk.
“Iya. Zahra, kenalkan, ini teman Papah, dr. Wahyu!”“Saya Wahyu!” dr wahyu mengulurkan tangan. Dan beliau sangat terkejut saat mengetahui siapa istri dari anak temannya itu.“Dr. Zahra? jadi Anda istri Elang?” tanya dr. Wahuyu. Dia sangat terkejut.Begitu juga dengan Zahra yang sama terkejutnya saat melihat pria paruh baya yang berdiri di hadapan adalah rekan kerjanya di rumah sakit. Zahra bingung harus menjawab apa. Benar-benar simalakama. Jujur salah tidak jujurpun juga salah. Zahra tak tahu apa yang harus di lakukan.Bahkan Zahra tak berani menatap wajah suaminya.“Benar sekali, dok! Dia istri saya!” jawab Elang. Dia tahu istrinya sulit untuk menjawabnya. Elang juga tak ingin ada perdebatan di sini. Toh juga Elang sudah lama tahu yang sebenarnya.Zahra mencoba menatap mata suaminya untuk melihat perubahan pada wajahnya. Tapi wajah itu datar. Tak ada ekspresi terkejut atau apapun. Zahra sendi
Kembali Zahra menguatkan diri. Dengan menyabut nama sang pencipta untuk memunculkan kekuatan pada dirinya.“Apapun yang terjadi aku harus kuat. Bismillahirrohmaanirrohim .... “ Zahra membuka mata dan menatap ke arah sepasang pengantin yang tengah sibuk berjabat tangan dengan para tamu. Dokter Vero terlihat sangat cantik mengenakan gaun pengantin berwarna putih dengan mahkota di kepala. Senyum manisnya selalu terukir di bibirnya. Wanita itu terlihat sangat bahagia sekali.Kali ini dia fokus menatap ke arah pengantin pria yang memakai tuxedo warna biru tua. Keduanya tampak serasi. Sayangnya wajah pria itu masih tertutup oleh seorang tamu yang mengajaknya berbicara. Walau wajah itu belum begitu jelas, tapi dari postur tubuhnya Zahra yakin sekali kalau itu adalah pria yang sangat dicintainya.Tiba-tiba tubuh Zahra terasa lemas saat dengan jelas wajah pria itu terlihat. Wajah Zahra memucat. Lidah terasa kelu. Dia sendiri masih berharap kalau penglihatanny
“Pria itulah yang menyebabkan dr. Zahra menangis. Karena .... “ Ruri menghentikan ucapannya sejenak. Tentu saja hal itu membuat Elang makin penasaran.“Cepat katakan! Jangan membuatku penasaran!”“Dia itu .... “ Ruri menarik napas untuk mengurangi sesak di dada.“Dia adalah calon suamiku yang aku tinggalkan demi untuk menikah denganmu!”Elang sangat terkejut mendengar jawaban dari istrinya. Dia tak menyangka jika istrinya sudah mempunyai kekasih sebelum menikah dengannya. Tiba-tiba dada Elang terasa sesak. Berita ini seperti palu yang menghantam dadanya. Rasanya sangat sakit saat tahu kalau istrinya mencintai pria lain.Elang limbung dan seperti kehilangan arah. Dia tak menyangka kalau kekasih dari istrinya bukan orang biasa. Melainkan seorang pria dengan profesi yang sangat mulia. Elang sangat malu saat mengingat dia pernah menghina istrinya saat hendak menikah. Padahal jauh dalam hati sang istri men
BAB 61Airmata masih terus mengalir di pipi Zahra yang terlihat pucat. Ia merasakan seluruh persendiannya lunglai. Rasanya tak sanggup untuk melangkah lagi, walau hanya tinggal beberapa meter saja.Tubuh Zahra luruh di lantai. Tangisnya makin menjadi hingga membuat Elang kian panik.“Zahra! apa kau baik-baik saja?” dengan sigap Elang mensejajarkan dirinya dengan sang istri. Hatinya begitu iba kala melihat wajah wanita yang dicintainya bersimbah air mata.Tangan Elang terulur hendak menyapu airmata di pipi tirus sang istri. Namun dia mengurungkan niatnya. Pria itu menggenggam tangannya. Tak berani untuk menyentuhnya walau wanita itu telah menjadi istrinya.“Zahra, ayo kita pulang saja!” Elang membujuk sang istri supaya mau kembali ke rumah. Namun gadis itu menggelengkan kepala dengan cepat sebagai jawaban. Tangis kesedihan masih menyelimuti wajahnya.Tak disangka, wanita yang mulai membuat Elang tertancap panah asmara menjatuhkan tubuh pada dadanya. Elang tak siap dan hampir saja terja
Saat Elang hampir menaiki anak tangga panggung, Zahra memaksa untuk turun.“Elang! Turunkan aku, atau aku akan membencimu seumur hidupku dan takkan memaafkanmu!” seru Zahra dengan kesal.Elang terdiam sembari menatap wajah sang istri dengan seksama. Dia melihat keseriusan pada matanya. Elang harus mengalah. Dia tak mau menanggung resiko untuk dibenci seumur hidup oleh wanita yang dicintainya. Elang takkan sanggup kalau harus kehilangan sang istri. Perlahan, Elang menurunkan tubuh sang istri.Zahra menarik napas lega. Lalu menatap wajah suaminya yang masih terus menatapnya.“Elang, aku mohon, kau tetap di sini. Jangan membuat kekacauan!”“Tidak. Aku takkan membiarkanmu menghadapinya sendiri!”“Tidak. ini urusanku dengan Mas Budi. Kau tak bisa mencampurinya seperti aku yang tak pernah mencampuri urusanmu dengan Jessica. Kau mengerti?”“Tapi .... ““Cukup! Aku tak mau berdebat denganmu lagi!”Elang terdiam dan menganggukkan kepala, tanda setuju. Dia tak punya pilihan lain. Kalau terus me
BAB 63Beberapa detik, Zahra tak mampu mengeluarkan kata-kata. Walau mulutnya terbuka, tapi hanya air mata yang terus berbicara dan menggambarkan betapa hancurnya hati. Apalagi saat dokter muda yang baru saja bekerja di rumah sakit yang sama dengannya, seperti terkejut melihat kedatangannya.Bola mata gadis yang mirip dengan artis terkenal itu membulat dan mulutnya terbuka lebar. Dia pasti tak menyangka kalau mantan suaminya berdiri di hadapannya saat ini.‘Veronica memang sangat cantik. Gaun pengantin yang sangat mengekspos lekuk tubuh, dada serta punggung yang terbuka membuat wanita itu secantik bidadari. Pantas saja Mas Budi tertarik. Semua lelaki sama saja, lebih gelap mata saat melihat wanita yang berdandan lebih sexy.’ Zahra bermonolog dalam hati.“Zahra?!” Zahra mendengar suara Mas Budi memanggil namanya. Ada getaran dalam ucapannya.Mencoba menarik napas panjang sebelum gadis itu memutuskan untuk menatap ke arah mantan kekasihnya.“Iya. Ini aku!”Zahra memberanikan diri untuk
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d