“Aku suami dr. Zahra. Jadi aku berhak mencampurinya!” ucap Elang dengan menaikkan dagu serta membusungkan dada. Dia ingin menunjukkan kalau dia lah sang pemilik wanita yang sedang di kejar oleh sang pengantin pria.“Jadi kamu orang yang sudah membuat hubunganku dengan Zahra hancur?!” tanya Budi dengan kesal. Dadanya naik turun menahan amarah dalam dada.“Bisa jadi iya. Dan bisa jadi pula itu karena kebodohanmu sendiri yang tidak percaya kepada istriku. Tapi setudaknya Zahra masih lebih baik darimu. Dia tidak berselingkuh seperti dirimu!”“Jjaga ucapanmu! Aku tidak pernah selingkuh dengan siapapun!”“Lalu apa yang kau lakukan sekarang? Kenyataannya kau menikah dengan wanita lain!”“Itu karena Zahra yang sudah meninggalkanku untuk menikah denganmu! Baru setelah itu aku menjalani hubungan dengan Vero! Jadi tak ada perselingkuhan di sini! ngerti kamu!”“Apapun itu tetap saja kau sudah melepas permata yang begitu berharga. Dan akulah yang akan memiliki permata itu untuk selamanya. Jadi mul
Berkali-kali Zahra mengucek matanya. Dan pria itu benar-benar nyata, bukan halusinasi.“Ini benar kamu, Mas Budi?!” tanya Zahra kembali penuh keraguan.“Iya! Ini aku!” jawab pria tampan itu dengan tegas.“Zahra, aku ...”‘kenapa kau tega melakukannya? Kenapa kau menghianatiku?” tanya Zahra dengan suara parau. Dia menggigit bibirnya yang mulai gemetar.‘Zahra, aku ...”“Aku tak menyangka hanya dalam beberapa bulan saja dia bisa membuatmu berpaling dariku. Apa dia lebih menarik dariku, lebih sempurna dariku? Tak ada artinyakah aku di hadapanmu Mas Budi?”“Zahra dengarkan aku dulu. Aku tidak pernah menghianatimu. Kau pasti tak lupa, bahwa kau sendiri yang sudah menghianatiku dengan menikahi pria lain! Kau bahkan mengambil keputusan sendiri tanpa pernah peduli dengan perasaanku. Kau tidak tahu atau bahkan tidak peduli betapa hancurnya hatiku saat itu! Untung ada Vero yang datang untuk menghibur hingga aku bangkit dari keterpurukan karena ditinggalkan olehmu!”“Tapi itu bukan alasan kau b
BAB 66“Kau dengar sendiri’kan? aku selalu konsisten dengan ucapanku. Hingga detik ini aku juga tak pernah berhenti mencintaimu, Mas Budi. Tak ada pria lain yang mampu menggantikan dirimu. Sekalipun itu pria yang telah menjadi suamiku!” Ucap gadis itu dengan tenang.Kini dia tampak mulai bisa mengendalikan diri. Ada sedikit rasa lega ketika sang suami membelanya. Zahra sama sekali tak mengira kalau pria angkuh itu akan berada di pihaknya.Elang memejamkan mata. Terasa ada yang berdenyut nyeri dari dalam dada. Ucapan sang istri begitu mengiris hatinya. Rasanya sakit bagai tertusuk ribuan pisau yang tajam.Ingin rasanya berlari menjauh. Namun kakinya seperti terbelenggu dan tak mampu beranjak dari posisinya. Walau pahit, Elang masih ingin mendengar dan melihat apa yang akan dilakukan oleh istri dan juga mantan kekasihnya. Mungkinkah keduanya akan memutuskan untuk kembali merajut cinta kasih.‘Tidak! ini tak mungkin terjadi!” desis Elang lirih. Tatapannya kembali fokus kepada istrinya.B
BAB 67“Apa kau tidak pernah bertanya kepada suamimu, mungkin saja dia mencintaimu ataukah kehadiranmu bisa mengubah keadaan. Mencintaimu tidaklah sulit. Setiap orang yang berada di dekatmu, pasti akan jatuh cinta kepadamu. Kau bukan hanya cantik dan cerdas, tapi juga sangat baik.” Tutur Budi dengan halus.“Aku tak perlu bertanya kepadanya, karena aku sudah tahu jawabannya. Elang sudah bahagia dengan wanita yang sangat dicintainya. Dia tak mungkin mencintaiku. Terima kasih atas pujianmu Mas Budi. Ucapanmu akan selalu aku ingat sepanjang waktu.”Elang mengelus dada dan bermonolog dalam hati. “Kau salah istriku. Aku sangat mencintaimu dan tak ingin kehilanganmu. Bahkan aku rela menjadi orang bodoh yang menonton dramamu bersama pria lain. Itu karena aku begitu mencintaimu, istriku.”Elang benar-benar kesal dibuatnya.“Bolehkah aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya?” tanya dr. Budi dengan mata berkaca-kaca.“Iya,” jawab Zahra dengan tersenyum.Keduanya berpelukan begitu erat, seolah t
BAB 68Hati Zahra semakin hancur. Dia berniat untuk mengejar Budi. Namun niatnya dihalangi oleh Elang yang mencekal pergelangan tangannya.“Lepaskan aku, Elang!”“Jangan mempermalukan dirimu sendiri! Dia itu sudah menjadi suami orang!”“Apa pedulimu? Jangan mencampuri urusanku!”“Jelas aku peduli dan berhak menampuri karena kau istriku! Sadarlah! Buka matamu lebar-lebar. Dia itu sudah menjadi suami orang lain! Sekeras apapun kau mengejarnya, dia pasti lebih memili istri sahnya! Ngerti enggak sih kamu!”“Tidak semuanya begitu, Elang! Buktinya kau dulu juga lebih memilih kekasihmu dari pada aku istrimu!”“Astaga! Itu lain cerita, Zahra!” Elang menekan kepalanya. Dia terlihat putus asa menghadapi istrinya.“Mas Budi tidak sepertimu. Dia pasti lebih memilih aku!” Zahra tetap teguh dengan pendiriannya. Sangat sulit sekali membuka pikirannya. Hingga Elang terasa lelah.“Sekarang, ikutlah pulang bersamaku!” Elang menarik tangan istrinya menuju area parkir kendaraan.“Aku tidak mau!” Zahra te
BAB 69“Halo, Mas Budi. Apa kau .... “ wajahnya yang semula berseri, seketika berubah menjadi mendung. Keadaan tak seperti yang diharapkan. Ternyata Budi tidak ingin menyampaikan sesuatu, melainkan memperlihatkan dirinya yang sedang bernyanyi lagu favoritnya di dampingi oleh sang istri.Dada Zahra bergemuruh saat melihat mantan kekasihnya tengah melingkarkan lengan kekarnya pada pinggang ramping sang istri. Ternyata ponsel milik Budi tak berada di tangannya, melainkan di tangan Veronica. Entah apa tujuan wanita tersebut. Yang jelas Zahra tak berusaha mematikannya. Gadis itu terus memperhatikan dengan seksama.“Dari siapa?” tanya Elang saat melihat sang istri begitu serius dengan ponselnya.Zahra tak menjawab pertanyaan suaminya. Dia hanya melirik sekilas sembari menarik napas panjang, lalu berkonsentrasi kembali pada layar ponsel.“Dari siapa?” kembali Elang mengulang pertanyaannya.“Bukan urusan kamu!” jawab Zahra dengan ketus. Tatapan matanya sangat tajam. Bahkan tak berkedip sedet
BAB 7O“Kalau kau bahagia, aku akan kembalikan ponsel ini padamu. Tapi sekali lagi, berpikir dengan jernih. Dia sudah mengambil keputusan untuk menikah dengan wanita lain. Kau ingat saat kau memutuskan untuk menikah denganku, apa dia menggangumu setelah pernikahan kita?” tanya Elang penuh selidik.Zahra hanya terdiam dan menggelengkan kepala perlahan.“Tidak’kan? setidaknya hargai akan hal itu, kalau kau tidak bisa menghargai dirimu sendiri!” Elang mulai terpancing emosi dan berkata dengan nada tinggi. Sebenarnya dia tidak tega untuk berkata sedikit kasar kepada istrinya. Namun Elang tidak tahu harus dengan cara apalagi untuk mengingatkan istrinya.Zahra hanya mematung dan menundukkan kepala lebih dalam. Rasa egois yang muncul tak ingin membenarkan ucapan suaminya. Namun jauh dalam hati yang terdalam, dia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. Budi tak pernah sedikitpun mengganggu saat dia sudah memutuskan untuk menikah dengan Elang.“Kau benar. Mas Budi tidak pernah mengganguk
BAB 71.“Zahra, Tunggu!” Elang mengejar istrinya yang berjalan cepat menuju pintu masuk. Dia bahkan sampai lupa tidak mencabut kunci dan menutup pintu mobil. Dengan terpaksa ber balik arah menuju mobil dan membiarkan sang istri masuk dengan tergesa.Sementara, Zahra masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Raut wajahnya masih terihat murung dan pucat.“Zahra, kau sudah pulang?” Terdengar sapaan dari ayah mertua.Langkah gadis cantik itu terhenti dan menatap tajam ke arah sang mertua. Sorot mata yang sangat sulit diartikan. Baskoro sendiri tak mampu mengartikan tatapan sang menantu. Hanya mendung pada wajah sang menantu idaman yang menggambarkan hatinya yang tengah terluka.“Jadi Pak Baskoro yang sudah mengatur ini semua? Bapak sengaja memaksa Saya untuk datang ke sana dan menyaksikan semua kejadian dengan mata kepala sendiri? Begitu?!” tanya Zahra dengan beruntun. Ada getaran dalam setiap kata yang diucapkan.“Nak, apa maksudmu? Aku tidak mengerti!” jawab Baskoro dengan tatapan penuh seli
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d