Bahkan Baskoro sampai mengikuti mereka yang menginap di hotel. Sebenarnya Baskoro ingin mengungkapkan semuaa kepada putranya. Namun anaknya itu terlalu bucin sama seperti mamahnya.
Baskoro berencana untuk mencari bukti yang lebih banyak. Namun semua menjadi kacau karena anaknya sudah menikahi gadis matre itu.
“Kenapa papah menatapnya seperti itu? Jangan bilang kalau papah juga suka dengan istriku!” Amarah Elang kembali meledak ketika melihat papahnya memandangi istri barunya dari kepala hingga ujung kaki. Dia salah menebak apa yang ada dalm pikiran papahnya.
Baskoro tak menanggapi kemarahn putranya. Dia harus memutar otak untuk bisa membongkar kedok wanita canitk itu. Tapi bukan saat ini. Apalagi keduanya sudah menikah pasti sangat sulit bagi Elang untuk mempercayai ucapannya yang dianggap sebagai musuh. Elang pasti lebih percaya kepada mulut manis istri barunya.
Setelah sekian lama berfikir, muncul juga ide di kepalanya.
“Baiklah
Zahra sangat terkejut mendengar adanya keributan. Jantungnya berdetak sangat kencang. Karena terlalu lelah hingga sampai lupa mengunci pintu kamar dan mengira jika ada pencuri yang masuk ke dalam kamarnya. Mengucek mata untuk melihat siapa yang berani membuka pintu dengan kasar. Lampu temaram menyebabkan dia kesulitan mengenali siapa seseorang yang tengah berdiri di dekat pintu.Sesaat kemudian, lampu utama menyala. Hal itu membuatnya geram. Siapa orang yang begitu berani menyalakan lampu. Padahal dirinya sedang tidak memakai jlbab. Untung saja dia tak pernah tidur dengan pakaian yang sexi.“Berani sekali kau tidur di ranjangku!” terdengar suara yang menggelegar membuat Zahra terperanjat.“Kau?!” Zahra tak menyangka kalau suaminya sudah kembali. Segera mengambil jilbab yang berada di ranjang untuk menutup kepalanya.Belum juga jilbab yang terpasang dengan rapi, Zahra merasakan tangannya ditarik dengan kasar hingga dia terjatuh dari
“Apa lagi?!” tanya Elang dengan membusungkan dadanya.“Syarat yang kedua, kedua istrimua masing-masing akan punya kamar pribadi. Dan kamar ini tetap menjadi kamarmu. Kau bisa mendatangi kamar istrimu dengan jadwal yang akan kau tentukan sendiri!” ucap Baskoro dengan menaikkan dagunya. Tentu saja syarat yang diajukannya pasti membuat sang putra marah. Wajah anak lelakinya itu merah padam. Rahangnya mulai mengeras.“Apa maksud Papah?! Kamar ini akan menjadi milikku dan Jesssica! Dan tidak ada waktuku sedetikpun untuk gadis bodoh itu!” seru Elang seraya menunjuk ke arah Zahra.“Elang! Jangan pernah menghina Zahra gadis bodoh lagi!” sergah Widya. Dia tidak ingin anaknya malu jika tahu siapa Zahra yang sebenarnya.“Iya! Aku memang gadis bodoh. Gadis bodoh yang mau menikah dengan pria sakit jiwa sepertimu!” ucap Zahra dengan kesal. Lalu menarik tas besar yang berisi pakaian dan barang pribadinya.
“Kenapa Pak Baskoro memberi syarat seperti itu. Seharusnya Bapak’kan bisa membicarakannya dulu dengan saya. Hingga Elang tak salah duga terhadap saya!” Zahra memprotes dengan keputusan ayah mertuanya. Dia merasa tidak nyaman dengan tuduhan suami kepada dirinya.“Maaf, kalau tak sempat membicarakannya denganmu. Tapi aku menaruh curiga kepada Jessica. Dan, aku tak bisa mengatakan kepada siapapun, sampai berhasil membuktikannya!”“Pak. Buang jauh-jauh pikiran buruk itu. Bukankah yang Bapak inginkan adalah kebahagiaan Elang? Dan kini kebahagiaan dia sudah di depan mata. Tapi Bapak malah menghancurkannya. Lagi pula, apa Bapak bisa jamin kalau mereka tak akan melakukannya? Mereka sudah sah sebagai suami istri dan sudah menjadi hak dan kewajiban meeka untuk mendapatkannya!”“Lalu, bagaimana dengan dirimu? Kenapa kau tidak menuntut hakmu kepada Elang?” Baskoro mengembalikan pertanyaan Zahra kembali. Dia ingin melihat
Entah kenapa dia sangat risau dengan ucapan dari istri pertamanya. Untuk pertamakalinya ada seorang yang mengatakan hal itu padanya. Jelas saja hal itu sangat mengusik kenyamanannya. Selama ini dia selalu kenyang dengan sanjungan dan pujian. Hingga kata ‘tak menarik’ menjadi racun dalam kehidupannya. Dan membuatnya kehilangan rasa percaya diri.“Jawab, Jessica!” Elanga memegang pundak Jessica dan mengguncangnya.‘Sayang, bagiku kau adalah pangeran tampan yang sangat menarik. Dan aku merasa menjadi orang yang beruntung karena bisa menjadi istrimu dan mengalahkan wanita di luar sana. Aku sangat bangga padamu!” Jessica mengecup pipi Elang. Namun Elang menghindari Tak seperti biasanya, dia yang selalu membalas kecupan hangat dari Jessica, kini seolah tak menginginkannya lagi. Ucapan Zahra masih terus terngiang-ngiang di telinganya.‘Bagiku, kau sangat tidak menarik! Kau sangat tidak menarik!’ ucapan itu seperti terus b
Tiba-tiba saja ide cantik muncul di kepala Elang. Pria jenius itu berpikir tentang syarat yang diajukan oleh papahnya, Hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk menaklukkan wanita itu.Awalnya Elang tidak setuju dengan syarat tersebut. Bahkan dia berniat untuk melanggarnya. Akan tetapi saat ini syarat itu justru dapat menolong dirinya. Lagipula, Elang adalah orang yang sangat memegang sebuah komitmen. Dia tak mungkin mengingkari janji yang telah disepakati.Elang menaikkan satu sudut bibir sembari menjentikkan jari.Widya yang sedari tadi terus memperhatikan Elang, sangat heran dengan perubahan putranya. Secara tiba-tiba.marah, lalu tersenyum. Seperti orang yang sedang jatuh cinta saja.Elang beranjak dari tempat duduknya, lalu melangkah dengan cepat menuju pintu. Bahkan sampai lupa tidak berpamitan kepada mamahnya.“Elang! Kau mau kemana?! Seru Widya.Elang bahkan tak peduli dengan pertanyaan yang diajukan oleh sang bunda. Otaknya su
Kembali Elang menjadi pria sombong. Menaikkan dagunya dan mendorong pintu. Lalu masuk tanpa permisi.Tentu saja hal itu sangat membuat Zahra kesal melihat sikap sang suami. Dengan pria itu masuk seenaknya, membuatnya merasa sangat tidak dihargai.“Bisa sopan sedikit tidak sih?! main masuk saja ke kamar orang lain tanpa permisi!” sungut gadis cantiki itu sembari menarik baju suaminya.Lag-lagi terjadi insiden. Saat Zahra menarik pakaian suaminya dari arah belakang, tubuh suaminya limbung hingga membuatnya terjatuh dan menimpa Zahra.“Astaghfirulooh hal’adzim!” pekik Zahra. Dia tak menyangka tubuhnya yang mungil tertimpa oleh tubuh suaminya yang lebih berat dari bobot tubuhnya. Dia merasa bagai ditindih oleh tumpukan kayu berton-ton. Sakit dan terasa sangat berat..“Minggir!” Zahra mendorong tubuh suaminya. Amarah tergambar jelas pada wajahnya.Sekali lagi, Elang merasakan debaran dalam dadanya. Bahkan
“Apa maksudmu?!” tanya Zahra dengan nada tinggi. Ada getaran pada suaranya.‘Kupingmu tidak budek’kan? haruskah aku mengulangi lagi?” tanya Elang sembari menatap tajam ke arah sang istri.Zahra seperti kehabisan kata-kata. Pria di hadapan pasti tak mau kalah. Sekuat apapun membantah perintahnya, pasti akan memantik kemarahannya.“Aku paling tidak suka mengulangi perintah untuk yang kedua kali. Jadi, jangan pernah membantah, apalagi tak menuruti perintahku. Kau mengerti?” Elang menatap wajah istrinya yang ketakutan.“Baru awal permainan saja,dia sudah ketakutan. Dan aku sudah menjadi pemenangnya.” Elang bermonolog dengan diri sendiri. Tentu saja hal ini membuatnya bangga. Menghadapi wanita bodoh itu tak sesulit apa yang dibayangkan.“Aku tunggu di kamarku, sekarang!” perintah Elang penuh penekanan. Lalu melangkah menuju pintu keluar dengan bangga. Rongga dadanya dipenuhi oleh oksigen
“Apah?! Gak bisa gitu dong, Sayang! Bukankah ....”“Aku belum selesai berbicara, Jessica!” Elang memotong pembicaraan istri keduanya. “Kalian berdua akan punya kamar masing-masing. Dan pada saat kalian mendapat jatah malam bersamaku, datanglah ke kamarku. Bukan sebaliknya. Karena kalianlah yang membutuhkan diriku!” Elang berusaha memberi penjelasan kepada kedua istrinya.Jessica terlihat sangat kesal. Wajahnya berubah masam. Sedangkan Zahra tersenyum kecut. Masih saja suaminya itu mengedepankan egonya sebagai lelaki.“Bagaimana dia akan memahami arti dari adil bagi kedua istri kalau cara pandangnya saja sudah salah seperti ini.” ucap Zahra dalam hati.“Mau tidak mau, kalian harus menerima keputusanku. Dan malam ini, dimulai darimu, wanita bodoh!” Elang menatap wajah istri pertamnya yang terus menundukkan kepala.Zahra tersentak saat mendengar ucapan suaminya. Dia sangat tak per
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d