Entah kenapa dia sangat risau dengan ucapan dari istri pertamanya. Untuk pertamakalinya ada seorang yang mengatakan hal itu padanya. Jelas saja hal itu sangat mengusik kenyamanannya. Selama ini dia selalu kenyang dengan sanjungan dan pujian. Hingga kata ‘tak menarik’ menjadi racun dalam kehidupannya. Dan membuatnya kehilangan rasa percaya diri.
“Jawab, Jessica!” Elanga memegang pundak Jessica dan mengguncangnya.
‘Sayang, bagiku kau adalah pangeran tampan yang sangat menarik. Dan aku merasa menjadi orang yang beruntung karena bisa menjadi istrimu dan mengalahkan wanita di luar sana. Aku sangat bangga padamu!” Jessica mengecup pipi Elang. Namun Elang menghindari Tak seperti biasanya, dia yang selalu membalas kecupan hangat dari Jessica, kini seolah tak menginginkannya lagi. Ucapan Zahra masih terus terngiang-ngiang di telinganya.
‘Bagiku, kau sangat tidak menarik! Kau sangat tidak menarik!’ ucapan itu seperti terus b
Tiba-tiba saja ide cantik muncul di kepala Elang. Pria jenius itu berpikir tentang syarat yang diajukan oleh papahnya, Hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk menaklukkan wanita itu.Awalnya Elang tidak setuju dengan syarat tersebut. Bahkan dia berniat untuk melanggarnya. Akan tetapi saat ini syarat itu justru dapat menolong dirinya. Lagipula, Elang adalah orang yang sangat memegang sebuah komitmen. Dia tak mungkin mengingkari janji yang telah disepakati.Elang menaikkan satu sudut bibir sembari menjentikkan jari.Widya yang sedari tadi terus memperhatikan Elang, sangat heran dengan perubahan putranya. Secara tiba-tiba.marah, lalu tersenyum. Seperti orang yang sedang jatuh cinta saja.Elang beranjak dari tempat duduknya, lalu melangkah dengan cepat menuju pintu. Bahkan sampai lupa tidak berpamitan kepada mamahnya.“Elang! Kau mau kemana?! Seru Widya.Elang bahkan tak peduli dengan pertanyaan yang diajukan oleh sang bunda. Otaknya su
Kembali Elang menjadi pria sombong. Menaikkan dagunya dan mendorong pintu. Lalu masuk tanpa permisi.Tentu saja hal itu sangat membuat Zahra kesal melihat sikap sang suami. Dengan pria itu masuk seenaknya, membuatnya merasa sangat tidak dihargai.“Bisa sopan sedikit tidak sih?! main masuk saja ke kamar orang lain tanpa permisi!” sungut gadis cantiki itu sembari menarik baju suaminya.Lag-lagi terjadi insiden. Saat Zahra menarik pakaian suaminya dari arah belakang, tubuh suaminya limbung hingga membuatnya terjatuh dan menimpa Zahra.“Astaghfirulooh hal’adzim!” pekik Zahra. Dia tak menyangka tubuhnya yang mungil tertimpa oleh tubuh suaminya yang lebih berat dari bobot tubuhnya. Dia merasa bagai ditindih oleh tumpukan kayu berton-ton. Sakit dan terasa sangat berat..“Minggir!” Zahra mendorong tubuh suaminya. Amarah tergambar jelas pada wajahnya.Sekali lagi, Elang merasakan debaran dalam dadanya. Bahkan
“Apa maksudmu?!” tanya Zahra dengan nada tinggi. Ada getaran pada suaranya.‘Kupingmu tidak budek’kan? haruskah aku mengulangi lagi?” tanya Elang sembari menatap tajam ke arah sang istri.Zahra seperti kehabisan kata-kata. Pria di hadapan pasti tak mau kalah. Sekuat apapun membantah perintahnya, pasti akan memantik kemarahannya.“Aku paling tidak suka mengulangi perintah untuk yang kedua kali. Jadi, jangan pernah membantah, apalagi tak menuruti perintahku. Kau mengerti?” Elang menatap wajah istrinya yang ketakutan.“Baru awal permainan saja,dia sudah ketakutan. Dan aku sudah menjadi pemenangnya.” Elang bermonolog dengan diri sendiri. Tentu saja hal ini membuatnya bangga. Menghadapi wanita bodoh itu tak sesulit apa yang dibayangkan.“Aku tunggu di kamarku, sekarang!” perintah Elang penuh penekanan. Lalu melangkah menuju pintu keluar dengan bangga. Rongga dadanya dipenuhi oleh oksigen
“Apah?! Gak bisa gitu dong, Sayang! Bukankah ....”“Aku belum selesai berbicara, Jessica!” Elang memotong pembicaraan istri keduanya. “Kalian berdua akan punya kamar masing-masing. Dan pada saat kalian mendapat jatah malam bersamaku, datanglah ke kamarku. Bukan sebaliknya. Karena kalianlah yang membutuhkan diriku!” Elang berusaha memberi penjelasan kepada kedua istrinya.Jessica terlihat sangat kesal. Wajahnya berubah masam. Sedangkan Zahra tersenyum kecut. Masih saja suaminya itu mengedepankan egonya sebagai lelaki.“Bagaimana dia akan memahami arti dari adil bagi kedua istri kalau cara pandangnya saja sudah salah seperti ini.” ucap Zahra dalam hati.“Mau tidak mau, kalian harus menerima keputusanku. Dan malam ini, dimulai darimu, wanita bodoh!” Elang menatap wajah istri pertamnya yang terus menundukkan kepala.Zahra tersentak saat mendengar ucapan suaminya. Dia sangat tak per
Elang memicingkan mata ketika cahaya matahari masuk ke dalam kamarnya. Pria itu menguap dan tak sengaja melihat jarum jam di dinding menunjukkan pukul tujuh.“Astaga! Ini sudah siang sekali. Mana pagi ini ada rapat penting lagi! Semua gara=gara gadis sialan itu!” Elang menggerutu. Semua gara-gara peristiwa semalam. Jika kembali mengingatnya, membuat darahnya mendidih. Baru kali ini ada orang yang berani membantah perintahnya.“Haacchh ....!!!” Elang berteriak dengan kesal sembari meremas rambutnya. Pria itu tak mengerti kenapa pikirannya selalu tertuju kepada wanita yang sangat dibencinya itu. Rasanya kepalanya seperti berasap. Dia butuh air dingin untuk menyejukkan kepalanya. Segera beranjak menuju kamar mandi.Sesampainya di dalam kamar mandi, Elang menyalakan air untuk mendinginkan kepalanya. Rasanya sangat menyejukkan. Sejenak bisa melupakan kejadian yang membuatnya kesal.Namun semua itu hanya berlaku sejenak. Beberapa s
“Apa yang kau maksud itu Zahra? Dia ada di dapur. Masih membantu si mbok untuk menyiapkan sarapan,” jawab Widya sembari menata piring di meja makan.Tanpa berpikir panjang, Elang segera melangkah menuju dapur. Wajahnya diliputi oleh kekesalan. Dia ingin menumpahkan rasa kesal kepada wanita yang di anggapnya tak tahu diri itu.Elang berdiri di pintu dapur yang terbuka. Dia berkacak pinggang dan meluruskan pandangan kepada wanita yang membuat dadanya dipenuhi amarah.“Dasar wanita benalu. Dengan santainya malah beraktifitas di dapur. Tak berpikirkah dia sudah hampir membuatku gila,” desis Elang dengan mengepalkan tangan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Elang menarik tangan Zahra dan membawanya keluar dari dapur.“Astaghfirulloh hal’adzim. Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku!” Zahra berusaha melepaskan tangannya. Tapi tidak berhasil. Elang terus menarik tangannya dan membawanya menuju halaman
“Jangan menceramaih aku! Aku ya aku. Dan inilah caraku mendidik kalian!” Elang sangat sombong. Dia tidak mau menerima nasihat apapun. Apalagi dari istri yang dipandang rendah olehnya.“Astaghfirulloh hal’adzim,” Zahra mengelus dadanya. Entah terbuat dari apa hati suaminya. Hingga sangat sulit dibuka pintu hatinya. Semoga saja Alloh tidak menutup mata hatinya. Do’a Zahra dalam hati. Dia juga menginginkan suaminya berubah menjadi baik hingga tugasnya di rumah ini cepat selesai.25.“Apa yang dikatakan oleh istrimu benar, Elang!” Baskoro dan Widya mendekat ke arah Elang.“Apanya yang benar, Pah?! Menantu kesayangan Papah ini tidak bisa memegang komitmen. Semalam aku sudah menyuruhnya untuk datang ke kamarku. Tapi dia tidak datang. Apa masih bisa disebut sebagai istri yang baik?!”“Papah sudah mendengar semuanya. Dan apa yang dilakukan istrimu itu benar. Kau yang salah. Tidak seharusnya
Mereka tiba di meja makan dan mengambil tempat duduk masing-masing. Lagi-lagi yang Elang cari tak ada. Matanya terus menatap ke arah dapur untuk mencari sosok yang ingin dilihatnya. Dia tak ingin bertanya karena tidak mau ada orang lain yang mengetahui isi hatinya.Terdengar derap langkah kaki yang menuruni anak tangga dengan tergesa. Entah kenapa membuat Elang penasaran dengan pemilik kaki itu. Dan diapun melayangkan pandangan ke arah tangga. Apa yang dilihatnya membuat jantungnya berdebar. Wanita yang dicarinya sedang berjalan menuju ke meja makan dan membuat jantungnya berdebar. Rasanya aneh, kenapa detak jantungnya semakin cepat. Entah apa yang terjadi. Elang juga tak mengerti.Lalu Elang mencoba berpura-pura cuek dan tak memperhatikannya.“Ibu, Bapak. Saya mau berangkat kerja dulu.” Terdengar suara lembut yang menggetarkan hati Elang.“Loh sarapan dulu. Nanti perut kamu sakit,” jawab Widya.“Nanti saya sarap
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d