Zoe menatap peralatan dalam studio Wolf dengan takjub, karena sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan studio yang dulu disewanya bersama Max—dengan hitungan jam saat ingin membuat demo lagu.Bahkan peralatan mixingnya lebih lengkap dari studio Billy di Nova. Wolf bahkan memiliki ruang rekam profesional yang tentu kedap suara di situ.Ruang tertutup yang letaknya di samping ruang kerja Wolf itu, ternyata menyimpan area yang membuat Zoe merasa seperti telah menemukan gua harta karun rahasia.“Duduklah.”Wolf menggeser kursi satu lagi, agar Zoe bisa duduk di sampingnya setelah menyalakan komputer yang ada di sana,“Aku akan mengajarkan yang dasar dulu. Program yang bisa kau pakai untuk membuat layer pada lagu dan juga…” Zoe menepuk lengan Wolf, memintanya sedikit mengerem penjelasan, karena sama sekali tidak bisa mengikuti bagaimana cepatnya layar di komputer Wolf berubah.“Tidak bisakah kau menjelaskan memakai program yang lebih mudah? Maksudku yang lebih sederhana.”“Kenapa kau mem
“Zoe?!” Wolf menjulurkan kepala untuk melihat lebih jelas, tapi tidak menemukannya. “Zoe!” Akhirnya Wolf bangkit, dan membuka pintu ruang rekaman. “Kau…” Wolf yang melihat Zoe meringkuk di dekat tembok, tentu saja ingin menegur, tapi kemudian ia menyadari kalau Zoe gemetar. “Zoe? Apa kau sakit?” Wolf ingin menarik Zoe berdiri, tapi saat menjauhkannya dari tembok, ia mendengar isak tangis lirih dan tetesan air mata membasahi karpet. Wolf tentulah semakin panik melihat itu. Merasa kalau usulannya menyuruh Zoe bernyanyi sama sekali tidak membuatnya nyaman ternyata. Menjadi sangat buruk malah, karena membuatnya menangis. “Kenapa… tunggu…” Wolf membiarkan Zoe tetap meringkuk, sementara mengusap kepalanya dengan kebingungan. “Apa yang harus aku lakukan ?!” Gumaman kepanikan itu amat lirih, tapi cukup membuat Zoe tersadarkan. Ia berusaha menghapus air matanya. Wolf yang masih berpikir keras tentang segala hal yang dipelajarinya secara instan sejak bertemu dengan Sara, menatap bagaiman
“Apa kau pernah menjadi penyanyi atau semacamnya?” tanya Zoe. Setelah Wolf membaca pertanyaan yang disodorkannya, Zoe menempelkan sticky note itu pada dashboard yang ada di depannya. Zoe meniru Wolf yang menempelkan sticky note di samping kemudi tadi. Sudah ada dua menempel di sana. “Tidak pernah. Suaraku tidak cocok untuk menjadi penyanyi. Kau sudah mendengarnya bukan? Suaraku terlalu kasar,” kata Wolf. “Memang, tapi aku pikir bukan mustahil untuk menjadi penyanyi. Banyak penyanyi dengan suara serak.” Zoe menyebut kenyataan yang memang terjadi saat ini. “Tidak berlaku untukku. Perlu kerja keras untuk membuat suaraku pantas didengar. Dan untuk apa kerja keras itu? Ada banyak suara indah lain di luar sana yang sudah pantas didengar. Aku lebih suka mendengar itu.” Zoe mengangguk. Intinya Wolf tidak pernah berkeinginan untuk menjadi penyanyi, karena ia lebih suka mendengar suara orang lain. “Kau sudah memiliki suara indah sejak kecil?” tanya Wolf, separuh menebak mengingat Zoe pern
‘Aku berpikir lama sebelum mengunggah ini, karena tahu kalau Iris terkenal dengan kebaikannya. Seandainya aku tidak mengalaminya sendiri, mungkin aku tidak akan percaya juga. Tapi begitulah. Aku bukan penggemar maupun pembenci, aku hanya tahu siapa dia sekarang, dan aku harap kalian semua berpikir panjang sebelum memujanya.’Zoe membaca ketikannya sekali lagi. Setelah memastikan aman dari typo, ia lalu mengunggahnya sekaligus bersama rekaman suara itu.Ia masih memakai fansite yang sama seperti kemarin saat mengirimkan rekaman video Iris, tapi tentu dengan email dan akun yang berbeda. Ia membuat akun baru dan akan menghapus jejak seperti kemarin.Dan seperti kemarin juga, Zoe hanya perlu menunggu tidak sampai 2 menit sebelum threadnya itu mendapat balasan. Fanbase Iris memang selalu ramai.‘OMG! Apalagi ini? Kau bercanda bukan?!’Tentu saja seruan tidak percaya yang pertama datang, tapi itu kemajuan, karena ia tidak lagi dicaci. Dulu yang pertama datang padanya adalah makian karena me
“Kau bercanda? Bagai… Oh, Shit! Kau serius!”Clay tentu saja masih ingat bagaimana Wolf pernah membahas tentang budak dengannya. Clay lalu mengusap wajahnya.“Aku rasa kau gila! Seharusnya kau tidak menerima penawaran itu begitu saja!” Clay kembali mencela.“Kenapa tidak? Dia cukup cantik, dan tubuhnya bagus. Aku menyukai caranya memegang…”“Tidak perlu menceritakan detailnya! Kau pikir aku ingin mendengar?!” bentak Clay. Dengan jijik menatap tangan Wolf yang memperagakan bentuk dengan jelas.“Aku hanya ingin mengatakan agar kau melihatnya lebih dari sekadar tubuh. Dia putus asa. Tidakkah kau menyadarinya? Dia menyerahkan kemerdekaannya, itu taruhan yang amat besar. Ada sesuatu yang diinginkannya, dan apapun itu adalah sangat besar.”Wolf termangu. Ia tidak pernah memikirkan keinginan Zoe sedalam itu. Ia hanya tahu tentang menguntit. Tapi apakah kebiasaan menguntit itu pantas untuk ditukar dengan kemerdekaan? Sepertinya tidak.Penyakit menguntit Zoe mungkin parah ekstrem—karena terbuk
“Kau mendengarkan apa?” Zoe mengulurkan pertanyaan.“Coba kau dengar.”Wolf sedang duduk di ranjang, dan terlihat memakai earphone, kini melepaskan keduanya, meminta Zoe mendengar apa yang didengarnya.Zoe menerima dan memasang earphone itu di kedua telinganya. Tapi ini bukan tujuan Zoe. Ia tadi bertanya karena penasaran. Zoe ingin tahu apa yang terjadi pada Iris. Mengira kalau Wolf mungkin sedang mendengar video permintaan maaf dari Iris, seperti kemarin setelah ia mendapat masalah dengan fotografer itu.Zoe mengira permintaan maaf akan dibuat lebih cepat, dan Wolf sedang mendengarkannya. Tapi ternyata Wolf hanya sedang mendengarkan lagu.“Menurutmu lagu ini lebih cocok untuk mode ceria atau mode gelap?” tanya Wolf, sambil memutar lagu yang ada di ponselnya.Sejak tadi ia memutar lagu itu berulang kali untuk mendapatkan mood cocok dengan liriknya. Lagu itu masih sangat mentah. Hanya berisi musik sederhana—piano, tanpa tambahan apapun, dan vokal yang juga merupakan bagian dari demo.Z
“Tidak. Aku hanya bertanya.”Wolf bahkan tidak memandang ke arah dada Becca, dan hanya mengambil dokumen yang diletakkannya di meja.Wolf memang sedang tidak tertarik dengan dada wanita lain. Ia hanya menginginkan satu itu. Tapi tidak yakin apakah perbuatan itu termasuk membuat Zoe nyaman atau tidak. Karena itu Wolf berharap Zoe yang akan menggodanya. Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin kalau melihat sikapnya kemarin.Dan Wolf tadi bertanya karena penasaran. Ia ingin tahu sudah berapa lama ia melewatkan waktu tanpa tidur dengan siapapun—selain Zoe.Ia menguji apakah dirinya cukup setia—seperti yang dikatakan Clay. Seingat Wolf, ia hanya tidur dengan satu—atau tiga wanita. semenjak menikah dengan Zoe. Itu pun karena mabuk. Ia menghadiri undangan pesta dari temannya, dan mabuk. Selalu begitu.Tidak terlalu ingat bagaimana, tapi kurang lebih Wolf akan mencium siapa saja yang ada di dekatnya saat sudah mabuk. Tapi saat sadar, ia benar-benar hanya tidur dengan Zoe.“Aku masih setia rupan
“Tidakkah kau bosan terus memesan hal yang sama saat di coffee shop? Banyak hal lain yang bisa kau pesan, jangan hanya Americano,” Kata Sara, sambil meminta Zoe untuk berdiri.Ini saatnya mereka untuk pergi ke cafe lagi—seperti biasa. Sara hanya melakukan pengecekan fisik untuk melihat apakah Zoe sakit, setelah itu mengajaknya keluar.Pengecekan fisik itu mungkin tidak berhubungan dengan penyakit mental, tapi kata Sara ia lebih suka menghadapi pasien yang memang fisiknya dalam keadaan sehat walafiat. Jadi ia selalu melakukan pengecekan fisik—paling tidak mengukur temperatur tubuh dan detak jantung setiap kali Zoe datang."Aku menyukai Americano.” Zoe mengulurkan jawabannya.Sara meremas jawaban Zoe dan melemparnya ke tempat sampah yang ada di samping meja, sambil memutar bola matanya.“Apa enaknya minuman pahit itu?” Sara tidak bisa mengerti kenapa Zoe menyukainya.Dan sama, Zoe juga tidak mengerti bagaimana Sara bisa memberi tubuhnya asupan gula sebanyak itu hampir setiap hari. dan t
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba