“Tidakkah kau bosan terus memesan hal yang sama saat di coffee shop? Banyak hal lain yang bisa kau pesan, jangan hanya Americano,” Kata Sara, sambil meminta Zoe untuk berdiri.Ini saatnya mereka untuk pergi ke cafe lagi—seperti biasa. Sara hanya melakukan pengecekan fisik untuk melihat apakah Zoe sakit, setelah itu mengajaknya keluar.Pengecekan fisik itu mungkin tidak berhubungan dengan penyakit mental, tapi kata Sara ia lebih suka menghadapi pasien yang memang fisiknya dalam keadaan sehat walafiat. Jadi ia selalu melakukan pengecekan fisik—paling tidak mengukur temperatur tubuh dan detak jantung setiap kali Zoe datang."Aku menyukai Americano.” Zoe mengulurkan jawabannya.Sara meremas jawaban Zoe dan melemparnya ke tempat sampah yang ada di samping meja, sambil memutar bola matanya.“Apa enaknya minuman pahit itu?” Sara tidak bisa mengerti kenapa Zoe menyukainya.Dan sama, Zoe juga tidak mengerti bagaimana Sara bisa memberi tubuhnya asupan gula sebanyak itu hampir setiap hari. dan t
Air mata Zoe turun deras. Ia terus meraba mulut dan lehernya, seakan ingin memastikan kalau suara itu berasal darinya.“Agh…Aghh!” Zoe mencoba lagi. Tapi kembali tidak ada kata yang keluar.“AGHH!” Zoe menjerit, tapi kembali bukan kata yang keluar. Dan tentu jeritan itu berubah menjadi raungan tangis setelahnya. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi. “Zoe… Zoe… aku mohon tenang dulu. Bernapas… tenang. Jangan menangis…”Sara menghampiri dan memeluk Zoe. Tapi Zoe terus menangis dan merintih sebagai usahanya untuk bicara.Kekecewaan itu berlipat ganda. Zoe tadinya tidak berharap, tapi ia sudah mendengarnya tadi. Zoe ingin kembali bicara, tapi suara yang tadi seolah bukan miliknya.“Ya… ya… Aku tahu. Sakit bukan… Tidak masalah, kita akan melakukannya lagi nanti.”Sara terus membujuk lembut, tapi matanya melotot galak pada Wolf yang bergerak mendekati Zoe.Sara mengusir Wolf dengan lirikan mata mengarah ke pintu, juga tunjukan jari tanpa kata. Sara tidak mungkin mengizinkan Wolf mendekati
Suara Sara yang berseru sekeras mungkin. Wolf sampai bisa mendengarnya dengan amat jelas, meski tidak menempelkan ponsel di telinganya.“Ha? Siapa?” Wolf duduk dengan lebih baik dan mendengarkan.“ZOE! Dia tidak ada! Saat aku bangun dia sudah tidak ada!”Wolf membuka mata dan berdiri—terkejut, tapi kembali menyesal karena kepalanya belum membaik. Ia nyaris saja terjungkal.“Apa maksudmu? Memang dia ada di mana?” tanya Wolf.“Kemarin dia menginap di tempatku! Aku membawanya pulang karena tidak juga berhenti menangis. Ia menangis sampai tertidur, tapi pagi ini sudah tidak ada. Aku ingin membangunkannya, tapi dia sudah tidak ada!” Suara Sara benar-benar panik.“Aku akan mencarinya,” kata Wolf. Ia tidak tahu bagaimana, tapi ia berjanji untuk membuat Sara berhenti bicara. Teriakannya membuat kepala Wolf semakin sakit.“TAPI JANGAN MEMBUATNYA MENANGIS LAGI! Gara-gara kebodohanmu…”“Aku membuatnya bicara!" Wolf membela diri. Ia tahu Sara marah karena apa.“Itu bukan bicara! Kau mendorongnya
Wolf berpindah ke tempat lainnya—yang mengandung lebih banyak sticky note, yaitu studio yang ada di samping ruang kerjanya.Wolf menyentuh satu persatu catatan yang memenuhi sisi mejanya. Berisi semua celoteh Zoe yang lebih normal. Saat ia bertanya dengan detail tentang bagaimana cara mengedit suara, lalu juga tentang beberapa teknik vokal baru yang belum diketahuinya.Mereka bicara tentang banyak hal. Semua berjejak nyata. Bahkan beberapa ada yang sudah terlupa oleh Wolf, tapi kini semua ingatan itu datang lagi.Pandangan Wolf jatuh pada sticky note yang sedikit terpisah dari yang lain. Zoe menyerahkan sticky note itu saat berada di ruang rekaman, dan Wolf membawanya keluar untuk ditempel. Terpisah karena tidak pada posisi yang sama saat menempelkannya.‘Terima kasih.’Itu adalah ucapan terima kasih Zoe yang pertama.Wolf mencabut catatan itu, dan menghempaskan diri ke atas kursi. Wolf mengusap wajahnya. Mengingat kenangan itu. Ia hanya menawarkan minuman dan kain untuk menghapus ai
“Dia sudah pergi.” Tiana mengabarkan pada Zoe yang meringkuk duduk di dekat jendela. Zoe mengangguk, untuk ucapan terima kasih. Anggukan itu membuat air mata yang tertahan terjatuh. “Aku…” Tiana ingin sekali mengatakan ‘aku bilang juga apa’, saat melihat keadaan Zoe yang amat mengenaskan itu. Tapi Tiana tidak mungkin tega. Meski sudah memperingatkan, Zoe pada akhirnya telah memilih. jalan itu. Terlambat, ia tidak bisa lagi menarik rasa apapun yang saat ini tengah membuatnya menangis. Tiana duduk di hadapannya lalu memeriksa pergelangan tangan Zoe yang membiru akibat cengkraman tangan Wolf kemarin. “Dia tidak menyuruhmu melakukan hal yang aneh bukan?” Tiana mencurigai Wolf mempraktekkan sesuatu yang di luar akal, karena memang Zoe belum menceritakan apapun tentang apa yang terjadi. Zoe menggeleng. Tapi tidak menjelaskan lebih lanjut, karena memang tidak ingin menggerakkan tangannya untuk menulis maupun mengetik. Ia tadi datang dan mengatakan memerlukan tempat bersembunyi, dan bag
“Dia tidak mau bertemu denganku,” kata Wolf, kepada Sara yang tampak menghela napas.“No shit, Sherlock. That’s genius.” Sara menyindir dengan sarkas, karena tidak perlu orang pintar untuk menyimpulkan kenapa Zoe tidak mau menemuinya.“Kau pikir apa yang akan terjadi kalau kau memperlakukan wanita dengan kasar seperti itu? Mereka akan menyembahmu?!” Sara mendesis, meluapkan kejengkelan yang sejak kemarin tertahan.Wolf menggosok keningnya yang masih terasa pusing, lalu berbaring pada kursi panjang yang biasanya dipakai pasien Sara saat melakukan sesi bicara. Agar lebih rileks.Wolf bukan pasien Sara, tapi pernah berbaring di kursi itu sebelum hari ini. Melakukan sesi fisik tentunya.“Apa benar setelah ini Zoe akan semakin sulit bicara?” tanya Wolf. Ia memejamkan matanya. Tubuhnya membutuhkan istirahat sebenarnya, semenjak kemarin terlalu tegang.“Itu hanya kemungkinan yang aku simpulkan. Ketidakmampuan Zoe untuk bicara berasal dari rasa takut, putus asa, dan hal negatif seperti itu.
Becca mengernyit bingung, tapi kemudian menggeleng. “Tidak. Apa kau sedang tidak sehat?”Pertanyaan itu kejutan yang seharusnya tidak pernah keluar dari bibir Wolf.“Kenapa? Kita bisa tidur bersama setiap hari saat kau ingin.” Wolf kembali tersinggung, karena jawaban itu ringan saja keluar dari Becca.“Mungkin, tapi kemungkinan besar kau akan tidur dengan wanita lain juga setiap hari. Aku tidak ingin menikah dengan pria seperti itu. Aku mungkin belum menikah, tapi aku tahu kalau pernikahan tidak diisi dengan tidur bersama saja. Ada banyak hal lain.”Becca menjelaskan alasannya dengan lugas. Ia bisa melihat kalau Wolf tidak tengah marah. Gusar, tapi tidak marah.“Oh…Oke.” Wolf mengirim Becca keluar dengan lambaian tangan, sementara kembali menopang dagu di mejanya untuk berpikir.Selama ini Wolf meremehkan pernikahan, karena tidak ingin beban untuk menjadi setia memang, dan tentu ia punya pikiran kalau pernikahan adalah hal yang mudah bisa didapatkannya. Tapi sejauh ini dua wanita yang
Wolf tidak perlu bersusah payah mencari tempat parkir bawah tanah saat sampai di gedung yang dimaksud oleh Iris, karena memang selalu ada satu tempat yang tersedia untuknya. Parkir khusus untuk pemilik gedung. Meski Wolf jarang datang, tapi tempat parkir itu akan selalu kosong untuknya. Wolf langsung naik menuju ke lantai dua dari basement, tempat di mana kantor yang mengurus administrasi gedung itu berada. Wolf yang biasanya hanya ke berkunjung enam bulan sekali untuk memeriksa keadaan dan menerima laporan keuangan, membuat beberapa orang melompat dari kursi karena terkejut saat ia masuk begitu saja.“Mr. Wolf? Anda tidak mengabarkan kalau akan ke sini!” Terdengar seruan terkejut dari Bob—manajer yang mengurus seluruh jalannya gedung itu. Mulai dari perbaikan, kontrak, pajak dan lain sebagainya. Anak buahnya yang lain juga tampak berdiri dari kursinya saat Bob menghampiri Wolf.“Aku ingin memeriksa sesuatu,” kata Wolf.Bob bukan hanya terkejut, tapi takut. Tangannya terlihat gemeta
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba