Wolf mengetukkan tangannya ke meja dengan tidak sabar. Orang yang ditunggunya belum juga datang. Ia paling benci orang yang suka terlambat.Wolf melirik ke arah ponsel dan melihat nama Clay melayang di permukaan. Lumayan untuk mengisi waktu dari pada mood-nya semakin memburuk.“Ada apa?” tanya Wolf, sambil mengangkat kedua kakinya ke atas meja. “Kau yang ada apa! Kau yang melupakan janji dengan dokter itu. Katanya kau sudah membuat janji dan kau tidak menjawab saat ada orang yang menghubungimu untuk mengingatkannya! Dia menghubungi istriku untuk bertanya tadi!” Clay mengomel.Wolf sejenak memeriksa notifikasi, dan memang ada beberapa panggilan tidak terjawab dari nomor yang tidak dikenalnya. Tentu saja panggilan itu diabaikan oleh Wolf. Tapi rupanya nomor itu penting. Ia akan menyimpannya nanti.“Aku lupa sama sekali. Bisa tolong sampaikan permintaan maafku padanya? Aku akan membuat janji di lain hari,” ujar Wolf.“Oke, tapi ada apa? Ttidak biasanya kau melupakan janji,” tanya Clay h
Tapi Wolf tidak mungkin melakukannya. “Sekarang lebih baik kau segera keluar dan buat apaan permintaan maaf yang memperlihatkan kau benar-benar menyesal.”Wolf mengatakan semuanya dengan nada rendah, yang mana bisa sangat berbahaya karena juga berarti ancaman. “Aku tidak peduli dengan sikapmu yang manja itu. Kalau sekali lagi kau membuat kebodohan seperti ini, jangan harap aku bisa mengubur kebusukanmu itu. Katakan saja hasil kerja kerasmu akan menjadi percuma.”Iris tampak pucat, tapi ia mengangguk dan keluar.Wolf tentu berharap ia bisa benar-benar mengatur kalimatnya nanti—memilih kalimat menyayat. Akan ada yang membantu tapi tentu hasilnya tergantung akting Iris. Wolf berharap permintaan maaf akan membuat keadaan lebih tenang.Wolf melambai ke arah Becca, menyuruhnya mendekat, lalu menepuk pahanya.Becca tersenyum riang, kemudian duduk di pangkuan Wolf dengan kedua tangan otomatis melingkar di lehernya.“Kau perlu menyalurkan stress?” tanya Becca. Menggeliat menggoda, sementara
Zoe tertawa tanpa suara saat melihat tayangan Iris meminta maaf sambil terisak. Tangisannya sangat meyakinkan, belum lagi wajahnya tampak menyesal. Banyak orang yang tentu saja percaya dengan permintaan maaf itu.Mereka percaya saat Iris mengatakan ia saat itu sangat lelah, dan tubuhnya lemah saat terkena terpaan udara dingin. Alasan yang tepat diikuti permintaan maaf yang bertubi-tubi bersama air mata adalah sangat ampuh.Banyak penggemar di forum yang kemarin dipakainya untuk mengunggah video telah memposting permintaan maaf itu dan memujinya karena telah berani mengakui kesalahan, memaklumi keluhannya saat itu dan meminta semua orang untuk tidak lagi menghujatnya, lalu juga permintaan agar tidak lagi menyebarkan potongan video yang diunggahnya.Zoe tentu sudah menghapus thread miliknya, bahkan menghapus akun yang dipakainya untuk memposting video itu. Orang lain yang mendownload video itu dan menyebarkannya sudah bukan lagi dirinya. Zoe tidak perlu bersusah payah untuk menyebarkan,
Zoe mengetik cukup lama, bukan karena panjang, tapi karena ia beberapa kali menghapusnya lagi. Tidak mudah menceritakan hal yang sudah lama tidak dipikirkannya itu, karena memang ingin melupakannya.“Aku tidak tahu karena tidak pernah mendengar dokter mendiagnosanya dengan baik. Aku lari dari rumah sakit sebelum mereka bisa memberikan diagnosa.” Zoe memberikan jawaban pendek karena melihat Wolf sudah mencondongkan diri ke depan. Tidak sabar membaca jawaban Zoe.“Lari Bagaimana?” Wolf menyipitkan mata kebingungan. tentu seharusnya sebagai pasien harus patuh pada dokter yang tidak mungkin akan membiarkannya pergi sebelum memberi diagnosa.“Aku tidak punya uang untuk membayar biaya perawatan. Aku koma selama tujuh bulan setelah kecelakaan itu. Aku tidak punya asuransi kesehatan. Aku tidak mungkin terus berada di rumah sakit saat tagihan itu semakin membengkak jadi aku pergi sebelum perawatan ku tuntas.”Zoe menjelaskan lebih panjang, dengan durasi pengetikan lebih lama dari yang seharu
Zoe menunduk dan memastikan wajahnya tidak terlihat dengan hoodie yang sudah menutupi kepala. Ia lebih berhati-hati karena kemungkinan orang mengenalinya akan lebih besar. Ia tengah berada di lingkungan yang tidak asing untuknya. Tempat yang seharusnya tidak didatanginya, karena bisa membuatnya masuk penjara. Tapi Zoe tidak punya pilihan. Ia tidak ingin diam selama masa tunggu penyerangan kepada Iris.Pilihan lainnya tentu saja memulai pembalasan kepada Max. Zoe kurang lebih akan melakukan hal yang sama kepada Max—mencari bukti dan menyebarkannya, tapi untuk melakukan itu ia harus bekerja lebih keras dan lebih berbahaya karena akses informasi Zoe tentang kegiatan Max terbatas. Max bukan artis milik Wolf.Tapi bukan berarti Zoe akan membabi buta juga. Ia punya beberapa informasi tentang Max yang didapatnya dari Becca. Tentu saja dengan permintaan yang tidak mengacu pada Max saja.Ia meminta pada Becca nama-nama penyanyi dari Wolf—dan jadwalnya, tapi dengan filter penyanyi yang bekerja
Zoe berusaha untuk bangun, tapi pria yang menerjangnya itu dengan cepat mendidih punggungnya, dan menarik kedua tangannya ke belakang.Zoe tentu tak bisa berseru meminta apapun, ia hanya bisa menggeram sambil meronta.“DIAM!”Pria itu membentak lalu menarik Zoe berdiri dengan tangan di belakang punggung. Terlihat tiga atau empat bodyguard sudah menyusul.“Siapa dia?” Salah satu dari mereka bertanya “Dia… Ah.. benar! Dia gadis sinting yang tergila-gila pada Max! Mr. Dacosta pernah menunjukkan fotonya padaku!! Untung saja ada yang mengenalinya tadi.”Pria yang menahan tangannya, membuka tudung kepala Zoe. Membuat seluruh wajahnya terlihat jelas.“Ah, iya. Mr. Dacosta mengatakan kita harus memanggil polisi kalau dia muncul.” Pria yang lain akhirnya mengenali Zoe. Dacosta adalah Billy, dan Zoe mendidih saat mendengar nama itu. Billy rupanya belum puas hanya dengan membuat tuduhan keji itu, tapi juga memastikan Zoe tidak mengganggu pundi uangnya.“Aku sudah memanggil polisi. Bawa dia ke
“Mr. Wolf!”Ada yang memanggil begitu Wolf turun dari mobil. Bukan hal aneh, karena memang mereka sudah berjanji untuk bertemu.“Mr. Harvey.” Wolf menyapa sambil mengulurkan tangan menjabat. “Cliff saja. Clay adalah teman. Santai saja.” Cliff tersenyum ramah, tapi kakinya tidak berhenti melangkah untuk masuk ke kantor polisi.Wolf memang meminta bantuan pada Clay tadi, karena ingat ia pernah mengatakan kalau salah satu temannya yang pengacara sekarang tinggal di New York—membuka firma hukum baru di sini.Wolf punya langganan pengacara di perusahaan, tapi hanya untuk mengerjakan legal perdata, tidak punya izin untuk menangani tindak kriminal. Karena itu Wolf terpaksa meminta bantuan. Lagi pula lebih aman seperti ini. Wolf tidak ingin ada gosip beredar soal dirinya menikah di perusahaan. Becca tidak akan bicara soal Zoe. Ia tahu batasan gosip yang boleh dibaginya.“Apa hubungan Anda dengan tersangka?” tanya Cliff, sambil melambai ke arah petugas polisi yang menyambut mereka di depan.
Tapi tidak ada kata-kata apapun terdengar dari bibir Wolf setelah itu. Saat Zoe melirik, Wolf bahkan tidak sedang memandangnya.Wolf setengah terfokus pada Cliff yang masih membalik dokumen di tangannya. Meski kemungkinan jaminan itu telah disangkal, tapi Cliff ternyata masih mencari jalan lain. Karena itu Wolf juga ikut menunggu tanpa membuat keributan.“Selama ini Miss Anderson tidak melanggar restraining order ini bukan?” tanya Cliff.“Tidak. Tidak ada laporan pelanggaran sebelum hari in,” kata polisi itu.“Dan pelanggarannya hari ini terjadi di Central Park. Miss Anderson tidak bisa divonis untuk hal ini.”Polisi itu langsung mengernyit. “Apa maksud Anda tidak bisa divonis? Sudah jelas bisa. Miss Anderson berada di dekat Maxwell Taylor kurang dari seratus meter!”“Tapi dia sedang ada di fasilitas umum. Central Park, tempat ratusan orang datang dan pergi setiap harinya. Sementara disini jelas tertulis ‘mendekati di ruang pribadi.’”Cliff menunjukkan dokumen di tangannya agar polis
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba