Pinter Bang :)
Wolf bisa senekat ini karena tentu saja ia sangat kesulitan menemui Zoe saat berada di apartemennya saat jam normal—agar tidak ada orang yang memanggil polisi.Saat Wolf datang ke sana pagi, Zoe sudah pergi, dan akan kembali saat sangat malam.Belum lagi jadwal keduanya yang sama-sama gila. Wolf harus menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda, sementara Zoe harus berlatih dengan lebih sering untuk babak berikutnya dimulai. Tentu saja dilengkapi fakta kalau Zoe memblokir nomor Wolf. Ia sama sekali tidak bisa menghubungi Zoe selama beberapa hari ini.Setelah mencoba beberapa kali bertemu dan gagal, Wolf tahu ini saatnya ia berlaku sedikit nekat, dan inilah hasilnya. Mendatangi Zoe saat melakukan syuting footage latihan terakhir sebelum live besok.“Apa boleh aku menunggu di sini? Aku tidak ingin mondar-mandir lagi.”Wolf meminta izin kepada produser itu, sambil menunjuk ke arah belakang kru. Ia ingin menunggu bersama kru film, sampai syutingnya selesai. Dengan begitu Zoe tidak akan bisa
“Mengelak bagaimana? Kau bahkan tidak mengatakan padaku apa yang terjadi, Zoe!” Wolf menggelengkan kepala. Ia akan membela diri kalau tahu masalahnya apa, tapi sekarang Wolf bahkan tidak tahu harus membela diri atas hal apa.“Apa aku perlu mengatakannya? Kau sudah tahu apa yang terjadi! Kau bersama wanita itu dan…”“Wanita yang mana? Aku bersama siapa?!” Wolf langsung memotong. Sedikit merasa menang karena tahu tidak bersama dengan wanita manapun setelah mereka bersama.“Jangan berpura-pura bodoh! Aku tahu apa yang kau lakukan kemarin saat kau tidak pulang!”Wolf kebingungan. Tidak seharusnya ada yang tahu apa yang dilakukannya.“Kau tidak tahu. Bagaimana…. Tapi tidak ada yang terjadi! Kau itu bicara apa?” Wolf mementingkan kenyataan kalau memang tidak terjadi apapun malam itu.“Kau masih tidak mengaku? Lucu sekali. Kau bersama wanita lain bukan? Kau bersama wanita itu dan BERCIUMAN!”Di antara semua kata yang mengganggu dalam pesan yang terkirim itu, mungkin kata berciuman yang palin
“Tidak… jangan begini lagi…”Clay langsung mengeluh dalam helaan napas panjang, saat melihat penampilan Wolf yang menghampirinya. Hampir sama seperti kemarin, berantakan dengan kacamata hitam. Lebih buruk lagi karena kemungkinan cambangnya sudah berumur seminggu tanpa tercukur.Clay sampai harus menatap sekitar, berharap penampilan kumuh itu tidak menjadi perhatian orang yang ada di sekitarnya. Mereka saat ini ada di tempat umum. Salah satu studio milik production house yang bekerjasama dengan perusahaannya. Clay sedang bekerja tentunya, dan terpaksa harus meluangkan waktu untuk Wolf yang meminta—memaksanya untuk bertemu.Melihat penampilan buruk itu, Clay tahu ada hal buruk terjadi—mungkin lebih buruk malah.“Tidak bisakah kau merapikan diri? Aku…”Wolf mengibaskan tangannya di depan wajah Clay, memintanya untuk diam.“Aku ingin bicara padamu! Temanmu itu brengsek!” Wolf memaki dengans angat jelas, dan tentu menarik perhatian.“Apa kau mabuk?” Clay melihat bagaimana Wolf tampak berd
Zoe menatap gedung tinggi di hadapannya. Berbentuk unik karena tidak kotak seperti umumnya, tapi segitiga. Semua sisinya tertutup kaca hitam dengan dinding abu-abu, dan ada lambang huruf W besar di tertempel di setiap sisi, karena memang itu adalah gedung Wolf.Setelah hanya melihat dari kejauhan, hari ini Zoe berkesempatan melihatnya. Syuting hari ini dilaksanakan di studio Jacob yang ada di dalam sana. Zoe tidak mungkin menolak. Jacob mengatakan kalau peralatan di gedung itu lebih modern daripada di studio miliknya. Zoe menerima alasan itu sebagai normal, karena bagaimanapun Jacob harus membuat lagu untuknya.Membuat karena ia akan menyanyikan lagu baru yang memang disiapkan oleh Jacob. Dari ketiga mentor, hanya Jacob yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan memproduksi lagu. Dan lagu itu akan dinyanyikan oleh kedua finalis. Hari ini giliran Zoe untuk mendengar lagu baru itu dan berlatih. Peserta yang satu lagi—Julio, penyanyi dari Billy—sudah berlatih kemarin. Mereka tetap b
“Bolehkah aku memelukmu? Kau pantas mendapatkannya.” Jacob meminta izin, begitu kamera berhenti merekam. Zoe tertawa pelan. “Tentu saja,” katanya. “Selamat, akhirnya kau bisa sampai ke final.” Jacob memberi pelukan singkat dan tepukan di punggung. Menunjukkan perasaan sebenarnya di luar kamera. Pelukan semacam itu akan menimbulkan gossip kalau tidak berhati-hati. Zoe tahu dan berterima kasih karena Jacob mencoba untuk menjaga reputasinya. Pelukan itu hanya berarti ucapan selamat karena Zoe telah mengalami dua minggu yang berat dan akhirnya bisa mencapai final. Zoe tidak tereliminasi pada saat ia tampil buruk, karena ada satu peserta lagi yang bahkan lebih buruk—keberuntungan yang sangat melegakan. Lalu dua hari lalu, Zoe berhasil melewati babak semifinal dengan lagu terakhir yang diaransemen oleh Wolf. Lagu yang lebih mudah. Zoe berhasil melewatinya dengan cukup mulus—meski Syanna mengatakan Zoe tidak tampil seratus persen. Pencapaian yang kemarin sudah hampir tidak lagi diimp
“Benar, Wolf yang membuatnya.” Jacob dengan mudah menebak nama siapa yang melintas dalam benak Zoe. “Dan aku rasa lagu itu tidak mungkin untuk Julio.” Jacob tersenyum. Kemungkinan Wolf menciptakan lagu itu untuk Julio, sama dengan kemungkinan turunnya salju pada bulan Juli di New York. Semua orang di gedung itu tahu bagaimana sifat Wolf, dan tahu tentang wanita koleksinya. Jacob menopangkan kepalanya pada tangan. Ia tentu sudah sangat gatal ingin bertanya tentang apa yang terjadi juga pada Zoe sebenarnya, tapi Jacob menahan diri. Ia tidak terlalu mengenal Zoe seperti dirinya mengenal Wolf. Tapi Jacob masih bisa memberi saran. “Aku tidak bermaksud ikut campur, tapi aku akan tahu saat ada penyanyi yang tidak bernyanyi dengan sepenuh hati. Dan itulah apa yang aku lihat selama dua minggu ini.” Zoe menunduk saat mendengar ucapan Jacob itu. Ia sudah bisa menebak kalau Jacob pasti mengetahui sesuatu saat ia menyebut nama Wolf dengan mudahnya tadi. “Penampilan yang kau tunjukkan kemari
Wolf menarik Emily sampai ke pinggir jalan raya, bermaksud melemparnya ke dalam taksi dan mengirimnya kembali ke Maryland. Tapi tentu tidak mulus. Emily meronta dan memukul tangan Wolf agar melepaskannya. Beberapa orang berpaling menatap dengan heran pemandangan itu, tapi hanya sekilas, tertarik tapi hanya menggeleng dan berlalu. Pemandangan Wolf bersama wanita yang marah tidaklah baru sekali terjadi, dan paling hanya menjadi gosip berumur sehari. Mereka menganggap Wolf hanya sedang berusaha memutuskan wanita yang tidak rela hanya menjadi teman tidurnya. Hal normal dan tidak mengherankan. Tapi bagi Zoe Pemandangan itu semua adalah baru. Ia terus mengikuti dan memandang dalam jarak yang masuk akal. Tidak menempel, tapi masih bisa mendengar apa yang dikatakan wanita itu. “Tomy, lepaskan aku!” Emily memukul tangan Wolf untuk kesekian kali. “Tomy?” Zoe mengernyit saat mendengar panggilan yang bahkan terdengar lebih tidak masuk akal dari Thomas itu. Wolf sendiri akhirnya melepaskan ta
“Itu… Ibu tirimu?” Zoe dengan terbata menunjuk Emily.“Ya, tapi tidak ada apapun di antara kami!” Wolf dengan cepat menyebut fakta itu sebelum Zoe berpikir terlalu jauh.“You kiss her!” (Kau menciumnya!) Hal itu masih sangat mengganggu Zoe, apalagi ditambah fakta kalau Wolf mencium ibu tirinya, itu lebih dari sekadar menjijikkan.“That’s not a kiss! She forced me!” (Itu bukan ciuman! Dia memaksaku!) Wolf dengan keras membantah, dan berusaha mendekati Zoe, tapi Emily menahan tangannya.“Siapa wanita itu?” tanya Emily, dan kesabaran Wolf tidak lagi tersisa. Ia akan menyingkirkan hal yang paling menjijikkan terlebih dulu.“You rotten, Bitch!” Wolf kembali menyambar tangan Emily, bergerak lebih cepat dan mengangkat tangan untuk menghentikan taksi.“Tidak mau!” Emily memberontak, saat Wolf membuka pintu taksi dan berusaha mendorongnya masuk.“Sir, apa yang Anda lakukan?” Sopir taksi yang sudah berhenti itu, tentu panik melihat pertengkaran itu dan turun.Pertanyaan yang membuat Wolf seje
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba