“Bolehkah aku memelukmu? Kau pantas mendapatkannya.” Jacob meminta izin, begitu kamera berhenti merekam. Zoe tertawa pelan. “Tentu saja,” katanya. “Selamat, akhirnya kau bisa sampai ke final.” Jacob memberi pelukan singkat dan tepukan di punggung. Menunjukkan perasaan sebenarnya di luar kamera. Pelukan semacam itu akan menimbulkan gossip kalau tidak berhati-hati. Zoe tahu dan berterima kasih karena Jacob mencoba untuk menjaga reputasinya. Pelukan itu hanya berarti ucapan selamat karena Zoe telah mengalami dua minggu yang berat dan akhirnya bisa mencapai final. Zoe tidak tereliminasi pada saat ia tampil buruk, karena ada satu peserta lagi yang bahkan lebih buruk—keberuntungan yang sangat melegakan. Lalu dua hari lalu, Zoe berhasil melewati babak semifinal dengan lagu terakhir yang diaransemen oleh Wolf. Lagu yang lebih mudah. Zoe berhasil melewatinya dengan cukup mulus—meski Syanna mengatakan Zoe tidak tampil seratus persen. Pencapaian yang kemarin sudah hampir tidak lagi diimp
“Benar, Wolf yang membuatnya.” Jacob dengan mudah menebak nama siapa yang melintas dalam benak Zoe. “Dan aku rasa lagu itu tidak mungkin untuk Julio.” Jacob tersenyum. Kemungkinan Wolf menciptakan lagu itu untuk Julio, sama dengan kemungkinan turunnya salju pada bulan Juli di New York. Semua orang di gedung itu tahu bagaimana sifat Wolf, dan tahu tentang wanita koleksinya. Jacob menopangkan kepalanya pada tangan. Ia tentu sudah sangat gatal ingin bertanya tentang apa yang terjadi juga pada Zoe sebenarnya, tapi Jacob menahan diri. Ia tidak terlalu mengenal Zoe seperti dirinya mengenal Wolf. Tapi Jacob masih bisa memberi saran. “Aku tidak bermaksud ikut campur, tapi aku akan tahu saat ada penyanyi yang tidak bernyanyi dengan sepenuh hati. Dan itulah apa yang aku lihat selama dua minggu ini.” Zoe menunduk saat mendengar ucapan Jacob itu. Ia sudah bisa menebak kalau Jacob pasti mengetahui sesuatu saat ia menyebut nama Wolf dengan mudahnya tadi. “Penampilan yang kau tunjukkan kemari
Wolf menarik Emily sampai ke pinggir jalan raya, bermaksud melemparnya ke dalam taksi dan mengirimnya kembali ke Maryland. Tapi tentu tidak mulus. Emily meronta dan memukul tangan Wolf agar melepaskannya. Beberapa orang berpaling menatap dengan heran pemandangan itu, tapi hanya sekilas, tertarik tapi hanya menggeleng dan berlalu. Pemandangan Wolf bersama wanita yang marah tidaklah baru sekali terjadi, dan paling hanya menjadi gosip berumur sehari. Mereka menganggap Wolf hanya sedang berusaha memutuskan wanita yang tidak rela hanya menjadi teman tidurnya. Hal normal dan tidak mengherankan. Tapi bagi Zoe Pemandangan itu semua adalah baru. Ia terus mengikuti dan memandang dalam jarak yang masuk akal. Tidak menempel, tapi masih bisa mendengar apa yang dikatakan wanita itu. “Tomy, lepaskan aku!” Emily memukul tangan Wolf untuk kesekian kali. “Tomy?” Zoe mengernyit saat mendengar panggilan yang bahkan terdengar lebih tidak masuk akal dari Thomas itu. Wolf sendiri akhirnya melepaskan ta
“Itu… Ibu tirimu?” Zoe dengan terbata menunjuk Emily.“Ya, tapi tidak ada apapun di antara kami!” Wolf dengan cepat menyebut fakta itu sebelum Zoe berpikir terlalu jauh.“You kiss her!” (Kau menciumnya!) Hal itu masih sangat mengganggu Zoe, apalagi ditambah fakta kalau Wolf mencium ibu tirinya, itu lebih dari sekadar menjijikkan.“That’s not a kiss! She forced me!” (Itu bukan ciuman! Dia memaksaku!) Wolf dengan keras membantah, dan berusaha mendekati Zoe, tapi Emily menahan tangannya.“Siapa wanita itu?” tanya Emily, dan kesabaran Wolf tidak lagi tersisa. Ia akan menyingkirkan hal yang paling menjijikkan terlebih dulu.“You rotten, Bitch!” Wolf kembali menyambar tangan Emily, bergerak lebih cepat dan mengangkat tangan untuk menghentikan taksi.“Tidak mau!” Emily memberontak, saat Wolf membuka pintu taksi dan berusaha mendorongnya masuk.“Sir, apa yang Anda lakukan?” Sopir taksi yang sudah berhenti itu, tentu panik melihat pertengkaran itu dan turun.Pertanyaan yang membuat Wolf seje
Zoe tersentak saat tiba-tiba ponselnya bergetar di dalam kantongnya. Panggilan berasal dari nomor tidak dikenal. Zoe menjawab karena kebiasaan saja. Tidak berpikir panjang.“Mrs. Wolf?”“Hm.. Ya?” Zoe menjawab terbata. Zoe heran sekaligus terkejut, karena tidak menyangka ada orang yang akan memanggilnya dengan nama itu. Ini pertama kalinya ada orang yang menyebutnya Mrs. Wolf.“Maaf, kami dari layanan darurat. Dengan menyesal kami mengabarkan kalau suami Anda baru saja mengalami kecelakaan.”Sesaat Zoe bingung bagaimana bisa petugas itu menghubunginya, tapi ia kemudian menyadari kalau petugas itu pastilah menemukan nomor ponselnya dari data diri Wolf yang sudah dibawa terlebih dulu ke rumah sakit.“Mr. Wolf dibawa dan akan dirawat ke rumah sakit…”“Ya, aku tahu. Aku sedang berjalan ke rumah sakit itu.”Zoe menutup panggilan lalu kembali membungkuk dan menutup wajahnya.Zoe merasa sangat berdosa karena ia merasakan hal yang tidak seharusnya. Zoe baru saja merasa puas, karena dirinya la
“Aku harap penjelasanmu ini tidak mengandung hal menjijikkan—seperti kau tidur dengan ibu tirimu sendiri,” kata Zoe.“Itu… Aku akan bercerita lengkapnya.” Wolf tidak menyangkal, dan itu membuat Zoe jijik. Tapi wajah Wolf yang terlihat seperti orang kesakitan, membuat Zoe tetap menempelkan tubuhnya pada kursi menunggu.“Aku akan bercerita dari sangat awal. Mungkin ada yang tidak penting, tapi aku akan menyebut semuanya.” Wolf sedang malas berpikir untuk memilah mana yang penting dan tidak.“Ibuku berasal dari Asia Selatan. Kau tahu aku berdarah campuran.” Wolf menunjuk wajahnya sendiri. Mata hijau Wolf menunjukkan ia darah orang kulit putih, tapi wajahnya memang campuran.Zoe mengangguk. Meski tidak pernah bertanya secara lengkap tapi Zoe bisa menilai.“Dia meninggal saat aku kecil. Aku tidak terlalu mengenalnya. Ayahku juga tidak pernah menyebut keluarga dari ibuku lagi setelah ia meninggal. Ia yang sibuk, aku kurang lebih tumbuh sendiri dengan baby sitter dan uang.”Bagian kisah itu
Wolf juga masih mengingat hari itu dengan baik. Ia bangun dan turun seperti biasa, lalu menghidupkan televisi agar ada suara yang menemani saat menghangatkan makanan.Sampai mendengar ada pembawa berita yang menyebut nama ayahnya. Wolf menganggap berita itu lelucon awalnya. Karena memang beberapa kali terdengar berita seperti itu—tentang ayahnya yang meninggal, meski tidak terbukti.Wolf baru bisa mencerna kalau kabar itu benar setelah menyadari kalau berita yang dilihatnya itu adalah proses pemakaman. Bukan berita kematian lagi, tapi sudah masuk dalam proses pemakaman.Wolf yang terlalu sibuk sama sekali tidak tahu tentang berita kematian ayahnya, dan hanya tahu setelah pemakamannya berlangsung.Wolf saat itu juga melihat bagaimana Emily menangis dan melakukan dramanya yang biasa.“Aku tidak tahu harus merasakan apa saat itu. Aku ingin tertawa, karena orang yang aku benci akhirnya mati… Tapi tidak bisa juga… Aku tidak membencinya sampai sejauh itu ternyata.”Wolf tersenyum getir. Seb
Zoe masih heran tentang ini. Ia percaya kalau Wolf tidak mungkin menikah dengan Emily. Rasa jijik yang ditunjukkan Wolf pada Emily sangat nyata.Zoe mungkin akan lebih percaya kalau wolf menikah dengan Sara, tapi tidak dengan Emily itu. Ia ingin tahu kenapa Emily mengaku sebagai istri Wolf.“Itu karena dia gila. Kami bertemu saat pembacaan dan penandatanganan surat warisan itu, setelah itu aku menyebutnya sinting. Emily membuat menikah denganku adalah cita-citanya. Ia berharap setelah Ayahku meninggal kami bisa menikah.”“Dia benar-benar berpikir hal seperti itu akan mungkin?!” Zoe kembali heran.“Ya, seperti yang aku katakan padamu. Dia sedikit sinting. Merasa menjadi pusat dunia dan percaya kalau pria manapun akan jatuh cinta padanya dengan mudah, dan tidak akan pernah tertolak. Ia akan terus memakai kecantikannya itu untuk mendapatkan keinginannya. Satu-satunya hal yang bisa dipakainya untuk mencari uang adalah wajahnya!”“Oh, dia kehabisan waktu.”Zoe seketika paham kenapa Emily
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba