Adakah yang meneteskan air mata? huuhuhuu
Zaenal membawa tubuh Farid melompat beberapa kali dengan hanya mengangkat satu tangan pemuda itu. Tanpa rasa was-was, Farid menoleh pada pria yang sedang menguasainya. Farid justru sengaja menjadikan lengan Zaenal sebagai pegangan untuknya. Pemuda itu sudah memiliki rencana. Tepat ketika Zaenal melompat untuk semakin jauh dari Bella dan Eldor, saat itu juga, Farid melompat, melayang cepat dan berputar hingga kakinya mencapai leher Zaenal. Gerakan Farid sangat lentur dan dengan mudah seperti seekor monyet yang melayang berpindah dari pohon satu ke pohon yang lain. Dia berhasil berpindah tempat bersama dengan tangan Zaenal yang justru melilit di tengkuknya sendiri. Zaenal yang mendarat sedetik kemudian berteriak karena tangannya seperti akan putus. Sekarang justru dia yang berusaha melepaskan tangannya. Nampak empat gigi Zaenal yang runcing siap untuk menusuk tangan Farid. Gggrrrr! Kikkkkk kiiiiik! Suara Zaenal melingking dan terus berusaha mengigigit lengan Farid yang sedang menarik t
Zaenal berhasil menangkap Farid dan sudah menungganginya. Detik itu juga, Zaenal langsung mengincar leher Farid karena lokasi itulah yang paling krusial untuk melumpuhkan musuh. Gerakan Zaenal yang cepat dan kekuatan yang meningkat dari sebelumnya membuat Farid tidak memiliki pilihan selain menghadang mulut Zaenal untuk mendekati lehernya. Farid refleks menutup mulut Zaenal dengan tangannya dan itu merupakan kesempatan Zaenal langsung untuk menggigit. Farid merasa seperti tersengat sampai otaknya, ketika empat taring itu masuk ke dalam kulitnya. Aaaaaarrrrrgh!!!Farid berteriak kesakitan bahkan spontan ia mengibaskan tangannya bersamaan dengan dorongan yang kuat pada tubuh Zaenal agar menyamping. Kejadian itu begitu sangat cepat. Bahkan Eldor yang sudah siap meraih kepala Zaenal, sudah lebih dulu diserang oleh Bella. Seolah terhipnotis kenikmatan darah Farid, Zaenal terus menggigit semakin dalam dan menyedot cepat. Menahan sakit yang luar biasa, Farid menghentakkan sekuat tenaga tanga
Aaaaaaaargghhhh!!!Bella melengking kesakitan. Ia mencoba melepaskan dirinya dari gigitan suaminya tapi tidak bisa. Zaenal bahkan semakin dalam menancapkan taringnya. "Sayang!!! Lepaskan aku!!!"Bella meronta-ronta sekuat tenaga. Zaenal semakin ganas bahkan suara decakan mulut pria itu terdengar berkecipak. Darah hitam mengalir dari sudut mulutnya bersama dengan daging tangan Bella yang seperti akan berpisah dari kulitnya. "Hentikan, Yank! Sakiiiiit! Jangan! Jangaaaaaan!" teriak Bella terus menggoyang tubuhnya tapi Zaenal justru ikut terpasung di satu tempat dengan lengan istrinya yang seperti akan putus karena kuatnya Bella menarik tangannya sendiri. Boooooom!!!! Ekor Bella langsung menghantam tubuh Zaenal hingga pria itu melayang jatuh dengan daging segar di mulutnya. Daging hitam yang meneteskan darah hitam. Lengan Bella berlubang besar dan tentu saja koyak, bahkan masih ada dagingnya yang sedang menggelatung. Luar biasa sakit yang wanita itu rasakan. Sudahlah dia seperti dibelah
"Putra Angel! Putra Razoore dan Sofia! Bunuhlah monster itu! Putuskan semua anggota tubuhnya agar mengucur semua darahnya! Aku tak sudi dia hidup dengan darahku yang suci mencintai suamiku! Dia bukan suamiku! Bunuh dia maka aku akan menyerahkan nyawaku pada kalian! Ini adalah sumpah besar, sumpah Bella Costara!"Terhenyak Farid dan Eldor mendengar lengkingan suara Bella. Luna pun tak kalah terkejutnya. Tak ada ucapan apa pun dari mulut mereka dan yang membuyarkannya adalah suara hentakan kaki Zaenal yang menapak. Monster itu langsung melompat kembali ke arah Farid namun sebelum dia mendarat .... Boooom! Eldor lebih dulu melompat dengan satu kaki, lompatan yang besar dan berhasil menepis tubuh Zaenal dengan lengannya yang kokoh. Zaenal terpental dan mengerang, dengan endusan lubang hidung yang membesar. Wwwiiissss! Zaenal membungkuk, memperlihatkan empat taringnya yang tajam, persis seperti hewan liar mengancam mangsanya. Eldor yang juga terjatuh, berusaha berdiri dengan satu kakiny
"Bell," lirih Luna menarik napasnya kuat-kuat. "Jangan cegah aku, Angel. Cepat atau lambat, aku memang akan meleleh."Eldor hanya bergeming. Bella menatap sendu pada Eldor dan mengangguk yakin. Pria itu masih diam. Perasaannya menjadi tak karuan. Melihat wanita tua yang ringkih dan bersimbah darah dengan luka dan daging yang bergelantungan, sudut hatinya tiba-tiba jadi tak tega. Mungkin akan berbeda jika ia melihat wanita cantik berekor karena sosok itulah yang membunuh ibunya. "Lakukan, Pangeran," desis Bella. Tiba-tiba Farid menjulurkan sebuah botol kecil berwarna merah maroon di depan Eldor. Farid tidak mengucapkan apa pun namun sorot matanya memerintahkan Eldor untuk mengakhiri Bella. Pemuda itu sebenarnya jauh lebih memiliki hati yang dingin tak berperasaan jika memang sudah tahu, yang mana musuh yang harus dimusnahkan. "Jangan biarkan aku membunuh diriku sendiri, putra Sofia. Penuhi janjimu dan aku memenuhi sumpahku."Eldor menoleh pada Luna dan wanita itu mengangguk samar. P
"Biarkan aku menemuinya," ucap Luna langsung mencabut infusnya dan turun dari kasur. Gerakannya cepat hingga dia tidak sadar, dia belum mampu menapaki lantai. Luna langsung tersungkur jatuh. "Dek!" seru Yudha meraih tubuh Luna. Dokter dan dua asistennya akan membantu, namun Farid memberi isyarat agar mereka tidak perlu melakukannya. Luna panik, kakinya tidak bisa berjalan lagi tapi dia jauh lebih panik dengan keadaan Aleksei. "Antarkan aku ke tempat Aleksei. Antarkan aku, cepat!"Luna kembali bisa duduk di atas kasur setelah Yudha membantunya berdiri. "Tenang, Dek. Tenanglah ...."Yudha mengelus kepala Luna namun wanita itu menepisnya. Bahkan Yudha meraih tangan Luna namun ia tetap ditolak kasar. Yudha menarik dirinya. Ia sadar, saat ini status Luna adalah bukan muhrimnya lagi dan sekarang ia merasa makin sakit. Rupanya setelah diabaikan begitu, rasanya sakit sekali. "Antarkan aku ke tempat Aleksei berada!""Tuan Moriz belum bisa ditemui, Nyonya. Ia masih kritis. Ia masih tranfusi
Farid mendorong kursi roda yang diduduki Luna dengan sangat tergesa-gesa. "Kami sudah memindahkannya ke dalam ruangan steril, tidak bisa dimasuki kecuali tenaga medis yang berpakaian lengkap," ucap dokter Daniel sembari terus melangkah cepat. "Kau harus melakukan yang terbaik, Daniel. Aku akan membayar berapa pun jumlah yang kau butuhkan.""Jangan dipikirkan, Nyonya. Anda bisa menemuinya. Kami memberikan waktu lima menit. Sekarang, pakailah alat pelindung ini," ucap Daniel sampai di sebuah ruangan kecil. Luna memakai baju pelindung dan masker juga penutup kepala lengkap. Daniel mempersilakannya masuk dan menunjukkannya jam tangan sebagai tanda dia tidak memiliki waktu yang banyak. "Apakah mereka akan baik-baik saja?" tanya Farid mengintip dari kaca. Terlihat Luna mendekati Aleksei dengan memutar kursi rodanya dengan cepat. "Aku harap semua baik-baik saja," ujar Daniel berdebar. Untuk pertama kali dia menangani kasus sedahsyat itu. Ada bakteri jahat yang aneh dan cepat sekali berege
"Nona! Nooooon!" teriak Rumayah menggedor pintu Helena. "Kenapa, Mbok?!"Helena keluar tetap menggunakan hijabnya namun kali ini, ia menggunakan cadarnya. Bekas cakaran Sofia belum bisa dihilangkan meskipun ia rutin merawatnya. "Ada ... ada banyak orang yang sedang nyari Nona! Salah satunya, pria besar yang dulu pernah ke sini!"Helena terhenyak sebentar lalu memperat simpul tali cadarnya. "Tenanglah Mbok. Yang akan terjadi, biarlah terjadi."Helena melangkah tanpa ragu. Wajahnya yang rusak adalah hal yang membuatnya tidak memiliki rasa takut lagi. Bahkan, beberapa kali ia berpikir untuk mengakhiri saja hidupnya tapi dia tahu, itu hal yang paling dibenci Allah. Setidaknya, ia tidak ingin mati bunuh diri, lebih baik dibunuh saja. Gadis itu sudah pada puncak putus asa. "Katakan pada Amang, jangan keluar, jangan ikut campur. Ini urusanku. Apa pun yang terjadi padaku, kalian jangan terlibat," ujar Helena datar. "Tapi, Non ....""Tinggallah di sini, biar aku sendiri yang menghadapi mer
Kini villa itu sudah sepi, bahkan tempat sesepi itu tidak memiliki penjaga. Aleksei mondar-mandir tak karuan. Sedari tadi dia berusaha sibuk, merapikan hal yang remeh temeh padahal penjaga catring sudah merapikan semuanya. Sumpah demi apa pun, jantungnya dari tadi berdegup kencang seperti ditabuh keras-keras. Ia mencari apa lagi yang dia bisa kerjakan asal tidak masuk ke dalam kamar itu. Bahkan melihat ke arah pintu kamar saja dia tidak sanggup karena dia tahu, di dalam sana ada seseorang yang menjadi pujaannya seumur hidup. "Sial, aku harus apa lagi?!" Aleksei melihat jam dinding, dan terlihat sudah jam dua dini hari. Semua sudah rapi, sudah pada di tempatnya. Pria itu kembali mondar mandir. Menyesal dia menyimpan laptop dan ponselnya di kamar tempat Luna berada. "Ya, aku tahu," ucap Aleksei sendirian membuka laci dan membungkuk mencari gunting tanaman dan sabit. "Aku bersihkan taman saja," desisnya mantap. Crinnnng!!! Kedua benda itu jatuh karena pria itu terkejut luar biasa seba
"Maaf, aku mengganggu waktumu," ucap Yudha di depan Aleksei yang memperbaiki posisi kacamata hitamnya. Mereka bertemu di sebuah cafe di pinggir pantai. Ombak di sore hari terlihat lebih besar. "Tidak masalah. Maaf juga aku harus membuatmu menunggu. Aku benar-benar harus meeting tadi."Yudha tersenyum lalu menegak kopinya. Ia mengeluarkan rokok dan menyodorkannya pada Aleksei. "Rokok favoritmu," ucap Yudha menawarkan namun yang cukup membuat Aleksei terkejut, Yudha pun menyalakan putung rokok itu untuk dirinya sendiri. "Sejak kapan kau merokok?""Sejak tidak ada paru-paru lain yang kujaga," jawab Yudha santai menyesap asap. Aleksei hanya menoleh lalu membuang wajah, memilih menatap ombak yang berdebur. "Kau pasti tidak merokok lagi sekarang, karena ada paru-paru lain yang kau jaga, bukan?" lanjut Yudha. Aleksei kebingungan dan salah tingkah. Ia meraih rokok itu lalu akan membakarnya. Yudha menahan tangan pria itu. "Tidak perlu. Its oke. Aku tahu, kau tidak merokok lagi sejak operas
Aleksei merasa seperti sedang diguyur berton-ton tumpukan bunga. Harum, lembut tapi terlalu banyak. Ia tidak bisa bernapas. Pria itu melihat ke bawah, ke samping, bahkan ia harus mendongak ke atas untuk mencari udara. Tak .... Tak .... Langkah Luna mendekat, dan itu membuat Aleksei refleks mundur. Wanita itu justru tersenyum melihat ekspresi Aleksei sekaget itu. "Jangan main-main kamu, Angel. Kita sudah berumur, jangan bicara yang tidak-tidak," ucap Aleksei mengusap wajahnya. "Kenapa memangnya? Kalau kita bersama terus, tanpa ada hal yang urgent, jatuhnya fitnah, lo!""Untuk bertemu denganmu meski hanya satu menit, itu sudah ranah urgent."Luna berhenti dan justru menutup mulutnya tertawa. "Ya sudah, mari kita menikah supaya tiap menit bisa bertemu," goda Luna. "Memang pandai sekali kamu mempermainkan hati," ucap Aleksei menghembuskan kasar napasnya. "Jadi kau menolakku? Tak ingin menikahiku?""Eiih?!"Aleksei hanya melongo. Dia seperti tidak menapak lagi di bumi mendengar ucap
Dua minggu kemudian .... "Katakan padaku, kenapa Angel tidak pernah datang mengunjungiku?" tanya Aleksei ketika Daniel sedang memeriksa tensi darahnya. "Syukurlah, semuanya berjalan lancar dan kondisi Anda juga semakin baik, Tuan.""Jangan alihkan pembicaraan, katakan kemana Angel? Apa dia baik-baik saja?" "Ya, Nyonya Angel baik-baik saja. Jika transplantasi Anda berhasil, Anda akan bisa melihatnya lagi meski mungkin tidak seterang penglihatan Anda sebelumnya.""Aku lega dia baik-baik saja. Tapi kenapa dia tidak mendatangiku sejak aku operasi? Wanita itu," gerutu Aleksei mengelus perban di matanya. "Perban Anda sudah bisa dibuka. Apa Anda siap?""Tolong panggilkan aku Angel, saat mataku terbuka, aku ingin melihat dia pertama kali."Dokter Daniel terenyuh mendengar semua ucapan Aleksei. Jelas sekali dari getaran suara pria itu, Aleksei benar-benar sangat mencintai sosok Angel Gracelia. "Maaf, Tuan. Nyonya Angel belum bisa menemui Anda kemari. Tapi tidak masalah, Anda yang bisa mene
"Bagaimana keadaannya?" tanya Luna dengan wajah tegang. "Selama Anda pergi, kami sudah tiga kali menyuntikkan obat penahan rasa sakit dan antibiotik.""Suntikan cairan ini pada bahu Aleksei."Luna menyerahkan tabung itu pada dokter Daniel. Pria itu melihat benda yang di tangannya itu lamat-lamat. "Cairan apa ini? Dingin sekali sampai menembus tulang.""Penawar racun itu. Cepat suntikan sekarang, Daniel."Dokter Daniel mengangguk dan matanya menangkap keberadaan Farid yang sedang dibersihkan lukanya. Nampak luka itu jauh lebih segar, tidak bengkak lagi dan tidak hitam. Sudah seperti daging biasa. "Bagaimana itu terjadi?""Racun dan penawar itu diciptakan oleh sosok yang paling hebat. Sudah, suntikan segera dan agar kau tenang kembali bekerja."Tak menunggu lagi, dokter yang berpostur tinggi itu langsung bergegas menuju ruang perawatan Aleksei. "Siapa?! Angel, kau kah itu?" tanya Aleksei terkejut saat terdengar suara pintu terbuka. "Bukan, Tuan. Saya, Daniel. Bagaimana perasaan Anda
Helena menggeleng sembari menutup mulutnya yang sudah tertutup cadar. "Helena! Berikan sandi itu! Kasihan putraku kesakitan seperti itu. Apa pun yang kau inginkan dariku, aku akan memberikannya!"Helena terus menggeleng dan membuat Luna semakin putus asa. Gadis itu justru mundur, mundur dan berbalik arah, seperti melarikan diri. Kakinya berlari sangat kencang masuk ke dalam rumahnya. "Helena! Helena!!!" teriak Luna sekencang-kencangnya. Wanita itu sampai memukul tanah tempatnya mengesot hingga kotor pakaiannya. Berdentam tanah itu karena amukan Luna. Suara tangisan Luna menyeruak penuh ketakutan dan kemarahan. "Wanita sialan! Awas kau! Akan kumakan kau hidup-hidup!" seru Eldor sudah berdiri akan mengejar Helena tapi langkahnya tertahan melihat Farid muntah darah. Silsilia sedari tadi menahan pemuda itu agar tidak terlalu mengamuk sebab banyak juga pot bunga, dan batu di sekitar tempat itu. "Oooh demi leluhur Razoore! Aaah sial!" Eldor memukul kosong di udara. Urat-urat tangannya ti
Di dalam mobil, Karmila masih diam. Sama sekali tak bicara setelah beberapa menit berada di samping Yudha yang saat ini fokus menyetir."Luna tidak mau rujuk," ucap Yudha tiba-tiba."Oh ya? Hmm ... mungkin dia butuh lebih banyak waktu lagi," sambut Karmila salah tingkah. Sedari tadi pikirannya dipenuhi dengan banyak pertimbangan. "Entahlah. Dia bukan jenis wanita yang mudah goyah setelah mengambil keputusan," timpal Yudha mengembuskan napasnya kasar. "Jadi kau menyesal telah menceraikannya?""Ya. Aku terlalu mengikuti emosiku. Aku tidak memandang jernih setiap sisi masalah. Menyesal, aku sangat menyesal."Karmila tidak berkata apa-apa lagi. Ia pernah menyerah, lalu kembali mencoba dan sekarang hempas lagi. Suasana menjadi hening kembali. Yudha menoleh sekilas pada Karmila yang terlihat kosong. "Tadi, Farid makan buah-buahan yang kamu bawa. Dia memang suka sekali dengan anggur, sama seperti ibunya," lanjut Yudha kembali bicara mencairkan suasana. "Syukurlah. Dia memang pemuda yang b
"Nona! Nooooon!" teriak Rumayah menggedor pintu Helena. "Kenapa, Mbok?!"Helena keluar tetap menggunakan hijabnya namun kali ini, ia menggunakan cadarnya. Bekas cakaran Sofia belum bisa dihilangkan meskipun ia rutin merawatnya. "Ada ... ada banyak orang yang sedang nyari Nona! Salah satunya, pria besar yang dulu pernah ke sini!"Helena terhenyak sebentar lalu memperat simpul tali cadarnya. "Tenanglah Mbok. Yang akan terjadi, biarlah terjadi."Helena melangkah tanpa ragu. Wajahnya yang rusak adalah hal yang membuatnya tidak memiliki rasa takut lagi. Bahkan, beberapa kali ia berpikir untuk mengakhiri saja hidupnya tapi dia tahu, itu hal yang paling dibenci Allah. Setidaknya, ia tidak ingin mati bunuh diri, lebih baik dibunuh saja. Gadis itu sudah pada puncak putus asa. "Katakan pada Amang, jangan keluar, jangan ikut campur. Ini urusanku. Apa pun yang terjadi padaku, kalian jangan terlibat," ujar Helena datar. "Tapi, Non ....""Tinggallah di sini, biar aku sendiri yang menghadapi mer
Farid mendorong kursi roda yang diduduki Luna dengan sangat tergesa-gesa. "Kami sudah memindahkannya ke dalam ruangan steril, tidak bisa dimasuki kecuali tenaga medis yang berpakaian lengkap," ucap dokter Daniel sembari terus melangkah cepat. "Kau harus melakukan yang terbaik, Daniel. Aku akan membayar berapa pun jumlah yang kau butuhkan.""Jangan dipikirkan, Nyonya. Anda bisa menemuinya. Kami memberikan waktu lima menit. Sekarang, pakailah alat pelindung ini," ucap Daniel sampai di sebuah ruangan kecil. Luna memakai baju pelindung dan masker juga penutup kepala lengkap. Daniel mempersilakannya masuk dan menunjukkannya jam tangan sebagai tanda dia tidak memiliki waktu yang banyak. "Apakah mereka akan baik-baik saja?" tanya Farid mengintip dari kaca. Terlihat Luna mendekati Aleksei dengan memutar kursi rodanya dengan cepat. "Aku harap semua baik-baik saja," ujar Daniel berdebar. Untuk pertama kali dia menangani kasus sedahsyat itu. Ada bakteri jahat yang aneh dan cepat sekali berege