Alan menghela napas panjang, duduk di kursi terdakwa, sedangkan Zahira duduk di kursi deretan paling depan, kali ini Risma, juga hadir karena akan menjadi saksi dari pihak Alan.Seorang hakim, sudah memasuki ruangan pengadilan, semuanya tampak tegang.Hakim mempersilahkan untuk mulai sidang, kali ini Risma, bersaksi.“Via, pernah mengatakan padaku, jika ia sangat mencintai Alan, dan aku dimintanya untuk mendukungnya, tentu aku tidak setuju dengan keiginannya itu,”jelas Risma.“Aku rasa saksi ini tidak berkompeten dalam persidangan, karena ia adalah ibu kandung dari tersangka,”tukas pengacara Via.“Tapi itu kenyataan yang sebenarnya, Pak hakim, “sarkas Risma“Saya keberatan dengan apa yang dikatakan Saksi,”sahut pengacara Via lagi dengan lantang.“Keberatan diterima, Anda tidak dapat mengungkapkan pernyataan, tanpa bukti yang jelas, karena anda tentu akan memihak tersangka,”ungkap Hakim dengan tegas.Alan dan taem pengacaranya sangat kecewa. Lalu Bagas memperlihatkan foto Alan yang be
Zahira menghela napas, menatap lekat wajah Alan, yang terlihat cemas, reputasi yang dibangunannya seketika hancur, bisnis yang baru dirintisnya juga hancur, kerena ada beberapa klien membatalkan niatnya untuk bekerja sama dengan PT Wirasatya.“Apa yang harus kita lakukan, apa kita menunggu penyelidikan polisi tanpa bertindak apapun?”Alan bertanya seraya menatap dua orang yaitu detektif dan pengacaranya.“Aku akan mencari petunjuk lagi, jika kita menemukan pembunuh preman, mudah-mudahan rekaman itu tidak dimusnahkan, karena hanya rekaman itu yang menunjukan kebohongan Via,”jelas detektif.“Jika jalan itu buntu, kita harus bisa bekerja sama dengan Via, dengan menyuruh mencabut tuntutan, itu, tentu saja, dengan sebuah kompensasi.”“Apa maksud Pak Bagas dengan kompensasi?”“Kita bisa memberikan uang yang ia inginkan?”saran Pak Bagas.“Itu bearati, aku mengakui, jika telah melakukan pelecehan terhadapnya, aku tidak mau, aku harus bisa menunjukkan kebohongannya!”tukas Alan“Lagi pula, buk
Sepasang manusia berbeda jenis sedang berpelukan mesra sambil bertaut bibir, mereka begitu sangat menikmatinya. Tanpa sepengetahuan keduanya yang sedang di mabuk asmara, terlihat seorang pria mengepalkan telapak tangannya, matanya berubah tajam, seakan kemarahan sudah tampak di puncak kepalanya. Tapi ia menahan kemarahan, dengan pelan memundurkan langkahnya dan berbalik.Di depannya berdiri gadis dengan pakaian hitam yang tertutup, seluruh tubuhnya tertutup kain lebar, bukannya hanya tubuh, tapi wajahnya hanya memperlihat bagian matanya saja, gadis itu berdiri dengan kaki gemetar.“Jangan katakan pada siapa pun, jika aku datang ke sini,“ ucap pria itu dengan pelan, tapi tampak menahan amarah.“Gadis itu mengangguk ketakutan.”Lalu pria bertubuh tegap dan gagah itu menuruni tangga dan menuju mobil sedan warna hitam yang terparkir di halaman rumah minimalis bercat dinding putih.Hatinya hancur sehancur-hancurnya mendapati calon istrinya berselingkuh di saat menjelang hari pernikahan
“Zahira, kamu ingin menikahi Zahira, adikku!” pekik Amanda.Alan tidak menghiraukan Amanda, ia segera memberi kode untuk segera melaksanakan ijab qobul.Amanda menarik tangan Alan, seakan tidak terima dengan keputusan pria berusia 28 tahun itu.“Apa maksudmu Alan, aku tak terima kamu permalukan seperti ini!” Amanda membentak Alan.“Apa perlu aku ungkap perselingkuhanmu di sini, aku punya bukti Amanda, bagaimana kamu bertukar lidah dengan seorang lelaki,” bisik Alan.Amanda terkejut mendengar penuturan Alan. Ia melepas genggaman tangan Alan dan membiarkan pria itu melakukan ijab qobul.Lain halnya dengan gadis bercadar, jantungnya seketika berdegup kencang, mendengar penuturan pria yang kemarin berbicara singkat dengannya.Tiba-tiba sebuah tangan menariknya.“Alan menginginkan menikahimu Zahira, Ayah rasa lebih baik kamu terima pinangang Alan, untuk menutupi rasa malu keluarga ini, dan untuk kelangsungan bisnis ayah,” ucap Wijaya yang merupakan ayah kandung dari Amanda dan Zahira.Za
Alan berangkat ke kantor, sebuah kantor yang berada di gedung pencangkar langit, lebih tepatnya lantai 10. Begitu membuka lift, Alan berjalan angkuh melewati para pegawai yang otomatis menundukkan kepala sebagai rasa hormatnya pada putra pemilik perusahaan yang saat ini menjabat sebagai kepala manager.Alan kembali menatap laptop di atas meja kerja, sibuk mengamati laporan dan jadwal pertemuan dengan kliennya. Hingga dering ponsel, mengganggu konsentrasinya, nama Mama Risma tertera di layar ponsel.”“Hello, Ma.”“Alan, kamu sudah tak waras hah, siapa yang kamu nikahi,” suara melengking dengan nada penuh amarah memekakan telinga Alan.“Zahira, namanya,” sahut Alan datar.“Alan, siapa itu Zahira?” suara wanita kembali terdengar kesal.“Adik, Amanda.““What! Ini tidak benarkan, Mama cuma mimpi ’kan! Kenapa kamu menikahi anak itu, dia itu cuma anak dari wanita pelakor, Mamah pernah dengar tentang anak kedua Pak Wijaya, anak dari wanita simpanannya!” gertaknya lagi masih bernada keras
Kembali suara ponsel berdering nyaring, ibu Alan yaitu Risma sedang menelepon.“Hello, Ma, ada apa?”“Besok malam, bawa istrimu ke rumah, Papah dan Oma, mau melihat istrimu, dan bersiaplah menceraikan dia, aku yakin, ia tidak sesuai dengan kriteria Omamu!” perintah Risma dengan sangat tegas.“Soal cerai Mamah tidak usah khawatir, pasti aku akan ceraikan Zahira, gadis kampung itu pasti tidak akan berontak,” jawab Alan pelan, takut jika Zahira mendengar.Bukannya takut sih, karena selama ini Alan tidak pernah takut pada siapapun, kecuali sang Oma, ia bergitu hormat dan patuh pada sang Oma. Alan cuma tidak mau menyingung perasaan Zahira, walau perasaan gadis itu sebenarnya tidak penting, tapi Alan juga punya etika dan strategi, bersikap manis pada lawannya adalah suatu strategi dalam bisnis, menurut Alan. Eh lawan? Apa benar yang mau di lawan Zahira, bukankah lawan sebenarnya adalah Amanda, dan gadis polos bercadar itu hanyalah tumbal, dari kekesalannya, setidaknya itu yang ada dalam p
Sementara itu di kediaman orang tua Alan, terjadi ketegangan seorang pria dengan rambut halus memenuhi wajahnya, tampak bersitegang dengan seorang pria paruh baya.“Untuk apa kamu datang ke rumah ini?” Ridwan berucap sambil menatap sinis pria yang masih berdiri“Apa aku sudah tak punya hak untuk datang ke rumah ini Pah,” sahut ketus pria berusia 30 tahun sambil duduk menyilangkan kaki di sofa.“Kenapa kamu belum berubah, Abram, menjadi liar dan tidak bisa mengurus dirimu sendiri,” tukas Risma.“Ahhh.. sudahlah Mah, jangan bicara itu lagi, toh aku tidak menyusahkan kalian.” Pria yang bernama Abram itu, meraih sebungkus rokok di saku kemejanya, lalu menyulutnya dengan pemantik.”Aku datang ke rumah ini, karena aku dengar Alan sudah menikah, kenapa kalian tidak mengundangku?”“Kami sendiri tidak tahu, jika Alan menikah, anak itu juga lama–kelamaan sama denganmu, gara-gara seorang wanita bisa menghancurkan masa depannya sendiri,” celoteh Risma kesal.“Kenapa, bukankah Amanda calon menant
“Jangan mengada-ngada Oma, wajah tertutup seperti itu, bagaimana jika teman-teman sosialita Mamah tanya, cantik apa nggak mantunya? Mamah harus bilang apa, mau bilang cantik, tapi wajahnya tertutup seperti itu,” gerutu Risma kesal.“Cantik kok, Zahira sangat cantik, bukan hanya cantik wajah, tapi hatinya juga cantik.” Oma Sinta menjawab keraguan Risma.“Sudah, kita makan dulu,” ajak Ridwan Wira Atmaja suami Risma.Semuanya yang duduk di kursi makan, mulai menyuap menu di depan piring, seperti biasa, Zahira memakan dengan cadar masih terpakai, ia memasukan sendok ke dalam cadarnya . Risma dan Ridwan hanya memperhatikan cara makan Zahira.“Alan, menginaplah di sini beberapa hari, Oma mau belajar ngaji pada Zahira,” titah sang Oma.“Tidak, Oma, aku tidak mau menginap di sini,” sahut Alan, tampak khawatir, jika menginap di rumah orang tuanya, itu berarti dia satu kamar dengan Zahira, pasti akan mempersulit aktivitasnya, jika satu kamar dengan Zahira.“Kenapa keberatan, Oma disini hanya