Keduanya kebingungan dalam kamar mandi. Seharusnya tidak perlu khawatir, karena ruang kamar Adam kedap udara."Kamu tunggu disini! Jangan kemana-mana, mengerti!!" ancam Adam menunjuk wajahnya.Aisyah mengangguk paham, sementara Adam pergi keluar menemui Maliana."Aku mendengar teriakan dari ruangan ini, apa ada orang lain selain dirimu dikamar ini?!" Maliana mengangkat dua alisnya."Kenapa Anda suka mencampuri urusan saya? Mau dirumah ada siapapun nantinya itu adalah urusan saya, Anda tidak perlu ikut campur. Ingat ya, Ma. Aku belum sepenuhnya menerima Anda sebagai ibu!!" ancam Adam, membuat Maliana mengurungkan diri mencari tahu suara teriakan wanita mana lagi yang di sembunyikan Adam di kamarnya.'Kau akan bertunangan dengan Jenny, tapi hari ini kau bermain gila dengan wanita dalam kamar, sungguh sifatmu mirip papamu, Adam!' batin Maliana, sesekali ia ingin menengok siapa yang berada di dalam kamarnya. Namun, Adam tidak mengizinkannya, dia menutupnya segera."Mama minta maaf, Adam.
"Ada apa dengan Jenny, Adam?! Apa yang terjadi?!" tanya Maliana, ikut panik melihat wajah Adam berubah tegang."Entah, Adam tidak tahu." Sesaat kemudian pesan singkat dari aplikasi berwarna hijau dikirim. 'Sebuah alamat.'"Maaf, Adam harus pergi, Ma." "Mama ikut, Adam?!" pekik Maliana."Tidak, Mama tunggu dirumah saja. Adam harus menolong Jenny sekarang juga," ucap pria berparas tampan itu melangkahkan kaki cepat.Karena panik, Adam lupa dengan Aisyah yang masih bersembunyi didalam kamarnya.Setelah Adam pergi, Maliana menyunggingkan senyuman. Satu bibir tertarik, sebuah senyuman menyeringai."Bekerjalah dengan baik Jenny, taklukkan hati keras Adam Smith!! Aku yakin, pria itu akan segera menjadi milikmu selamanya, jika keluarga kita bersatu, maka kekayaan kita tidak akan habis tujuh turunan, haha ..." ucap Maliana dengan senyum kesombongan.Maliana baru ingat jika putranya menyembunyikan seorang wanita dikamarnya. Ia harus mencari tahu sekarang.Wanita modis — meski usianya sudah la
"Kurang ajar, siapa berani menggangu rencanaku??!" Maliana melihat dua pria menaiki anak tangga dengan cepat. Aisyah mencoba menutup auratnya dari pandangan dua pria dihadapannya. Namun ia tidak memiliki apapun untuk menutupi rambutnya. Dengan terpaksa ia pasrah saja.Sesekali Aisyah menoleh kebanyak arah mencari keberadaan Adam, suaminya."Bukankah kalian anak buah Adam?!" Maliana menaikkan alisnya, mengingat ia pernah melihat keduanya bersama Adam mengawal ke perusahaannya."Benar Nyonya," jawab Heri.'Huft ... Hampir saja Nyonya membunuh Nyonya Aisyah. Untunglah kita datang tepat waktu. Bos memang terlihat memiliki ikatan cinta dengan wanita itu, buktinya — dapat merasakan jika dia dalam keadaan bahaya,' gumam Heri merasa lega.'Bagaimana jika Nyonya tahu — jika Tuan Adam menikahinya secara diam-diam? Entahlah, aku tidak dapat membayangkan.' Heri masih menggumam sendiri."Kenapa kalian tidak membantu Adam? Putraku kali ini dalam satu masalah yang besar?!" tanya Maliana dengan tata
"Baiklah jika itu yang kau mau, mari kita pergi!!" Adam menarik tangan Jenny pergi. Dalam langkahnya, Jenny menoleh ke belakang, melirik dua bandit itu—seraya bermain mata.Ibu jari tangan diangkatnya, sebagai arti pekerjaan mereka 'bagus'. Senyuman kemenangan baru terpancar dari wajah Jenny.'Aku akan terus membuat Adam sibuk denganku saja, aku akan buat hati dan pikirannya hanya memikirkan diriku, aku tidak akan biarkan Wanita Pembunuh itu berkeliaran dalam kehidupan Adam,' kata Jenny dalam batin.Ia berjalan dengan menyandarkan kepala di bahu Adam. Memegang dengan erat sekali lengan Adam yang terasa berotot itu.'Ah, lama-lama aku benar-benar jatuh cinta pada pria ini. Dia jauh lebih berkarisma daripada Si Dewa. Tubuhnya lebih berisi, otot-ototnya terbentuk sempurna, tidak ada yang minus pada diri Adam. Ah, aku makin sayang padanya. Tidak ada seorangpun yang berhak atas diri Adam, kecuali Aku!!' kecamnya sendiri, membayangkan wajah Aisyah yang tinggal satu rumah dengannya. 'aku t
"Cih!! Siapa juga yang khawatir denganmu, dasar terlalu percaya diri!!" umpatnya dengan membuang wajah ke jendela.Aisyah tidak menanggapi ucapan kasar Adam. Biarkan saja sesuka hatinya mengatakan apapun terhadapnya. "Tuan, bagaimana keadaan Nona Jenny??" tanya Aisyah, sepintas ia melihat Adam menggendong tubuh Jenny masuk kedalam mobil. "Memang penting jika aku jelaskan padamu?!" Wajah sinis nya yang mulai kumat-kumatan kembali dimunculkan."Baiklah jika Anda tidak berniat menjawabnya. Tapi tolonglah Tuan, jika berkata lihat wajah saya, minimal tatap mata saya, gitu, inipun termasuk anjuran—""Stop!! Simpan kembali kalimat-kalimat nuansa islam-mu, aku tidak ingin dengar!! Sudah kukatakan berulang kali jika aku tidak suka di beri penjelasan dari mulutmu! Apa perlu aku tulis di keningmu dengan spidol permanen ucapanku itu?!" Jari telunjuknya berdiri tegak didepan wajah Aisyah."Baiklah Tuan Adam, saya lebih baik diam," ucap Aisyah lirih. Pandangannya melihat kearah depan. Ia lebih te
Ucapan Maliana dianggap Henri adalah jawaban dari pertanyaan yang bergelut di dalam pikirannya, yaitu terjadi sebuah persengkokolan."Tetap berusaha sabar Jenny—menghadapi sikap Adam memang tidaklah mudah, Mama Maliana saja butuh kerja keras untuk meluluhkan hatinya agar mau menerima Mama sebagai ibunya."Jenny merenggangkan pelukannya. "Ya, Ma. Jangan panggil Jenny jika Jenny tidak mampu merebut hati Adam. Adam terlahir hanya untukku seorang."Maliana menepuk kedua bahunya. "Aku akan mendukung hubunganmu dengan Adam.""T-tapi Ma—""Tapi apa Jenn??" Dua alis Maliana menyatu memikirkan kelanjutan ucapan Jenny."Ada yang perlu kita waspadai —" ucap Jenny, beralih membayangkan wajah wanita yang dibencinya."Siapa?? Wanita pembunuh Dewa, maksudmu?" tebak Maliana."Benar. Aisyah!! Apa Mama sudah bertemu dengannya?! (Sebelumnya Jenny belum bercerita jika Aisyah bekerja menjadi pembantu dirumah Adam)."Aku bertemu dengannya tadi pagi—dirumah Adam. Aku sangat jijik melihat wajah polosnya. Apa
Aisyah sedikit canggung dengan permintaan Adam. Itu area berbahaya, ah ia menepisnya, karena secara agama dan negara pria itu sah menjadi miliknya. Pasti Adam benar-benar pegal, jadi ia meminta dipijit."Lumayan juga," puji Adam. Tampak ia memejamkan mata merasakan sentuhan tangan Aisyah yang lembut. Dan sedikit membawanya ke nirwana. Haih, bukan itu maksudnya.Semakin dirasakan, semakin tidak karuan, dasar bod*h, otak diletakkan di dengkul. Bagaimana bisa ia membawa Aisyah ke hotel?? Yakin mereka (para anak buah Jahanam) sedang membicarakannya. Tidak masuk akal memang, tapi ia hanya berniat menjauhkan sementara dari Maliana. Tanpa banyak pikir, malah membawanya ke hotel.Perlahan tapi pasti—benda tumpul dan eksotis menurutnya mulai mengeras dan berkedut. 'Haih, bagaimana bisa juniorku tiba-tiba bangun tanpa komando?? Baru juga wanita nista hina itu memijit punggungku. Belum mengelus anggota tubuh yang lainnya, dasar otak terkontaminasi iblis'.Tangannya berpindah ke atas, berada di b
Adam ingin melepaskan diri—namun entah mengapa tubuhnya tidak merespon perintah otaknya.'Shitt!! Ada apa dengan diriku? Aku bagai pria tidak memiliki pendirian sekarang, melarikan diri dari wanita ini saja rasanya aku tidak sanggup!!' Adam menekan pikirannya sendiri, sampai ia memejamkan dua matanya."Tuan, bagaimana caranya agar Tuan percaya pada saya—rasanya dada ini sangat sesak, kepada siapa lagi saya meminta bantuan, jika tidak pada Anda. Meski entah sampai kapan Anda akan menerima saya sebagai istri Anda, dan mungkin juga Anda akan menyingkirkan diri saya untuk selamanya dalam hidup Anda. Saya sudah pasrahkan semuanya, Tuan—" ucapan Aisyah terpotong. Terdengar ditelinga Adam, wanita itu terisak.Sedikit berat, Adam dapat membuka mulutnya untuk bersuara. "Dengar wanita nista, jangan harap aku akan menempatkan namamu di hatiku, karena sampai kapanpun, aku tidak akan mau menerima wanita pembunuh sepertimu menjadi pendamping hidupku, mengerti kamu!""Tuan, jika suatu saat nanti ke
Beberapa menit mereka habiskan di dalam cafe. Exel mulai suntuk harus berpura-pura menemani wanita itu. 'Sial. Kapan sih orang itu menyelesaikan tugasnya? Aku sudah tidak tahan lagi,' batin Exel. Selesai makan, ia meletakkan sendok dan pisau di atas plate. Mencoba melihat gawainya belum ada tanda pria suru itu menghubunginya. Beberapa saat kemudian terlihat empat pria bersergam lengkap datang bersama orang suruhan Exel. Exel menaikkan dua sudut bibirnya. "Akhirnya, mereka sampai juga."Ivanna menoleh kebelakang, terdengar suara sedikit mengusik telinganya. Saat mengetahui siapa yang datang, Ivanna gegas berdiri dengan perasan panik.Tidak memberi penjelasan, pria tersebut memborgol dua tangan Ivanna. Wanita itu berusaha melepaskan. "Tunggu!! Kalian mau bawa aku kemana? Kenapa kalian tidak memberiku penjelasan?" Ivanna berusaha melepaskan diri dari pria-pria tersebut. "Jelaskan nanti di kantor polisi, Nona!!!" Salah satu di antara mereka menjawab. Gadis itu melihat ke arah
'Aku akan buat perhitungan. Aku akan gagalkan rencana mereka,' batin Ivanna sambil berjalan, sesekali menatap mereka dengan tatapan bengis.Sementara malam itu Exel mengantarkan Anne pulang. Aisyah memaksa Exel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, membawa Anne ke rumah ini. Ia harus bisa bertanggung jawab atas anak orang, katanya.Kurang lebih tiga puluh menit mobil Exel akhirnya sampai pada gang rumahnya."Aku mau mampir, boleh gak?" goda Exel."Kau tahu sekarang uda malam banget, kelamaan di rumah kamu sih. Bukannya gak boleh, tapi tahulah aku tidak enakkan sama papa!""I-iya, aku tahu itu. Tapi kamu kan udah izin malam malam di rumahku. Papamu juga ga keberatan. Hih, gak bisa di ajak bercanda!! Ya sudah kamu cepat pulang. Aku tunggu kamu sampai masuk rumah mu!""Terlalu berlebih-lebihan. Lagi pula tinggal nyebrang aja kan? Sana kamu pergi! Terimakasih, ya sudah di antar!" Anne tersipu malu. Ia tidak bisa berlama-lama melihat wajah Exel."Ok!"Beberapa saat kemudian, pria itu
"Exel terserah Mama dan Papa saja.""Alhamdulillah ..."Sementara Anne, "????"'Benarkah yang aku dengar barusan? Terserah mereka? Dalam artian dia setuju dong?! Ah, kacau. Kenapa aku jadi pengen melepaskan senyuman ya. Tahan. Tahan Anne ... Kamu harus bisa menjaga image.'Terlihat pasangan suami isteri tersebut tersenyum bahagia. 'Wah ... Sepertinya aku akan menjadi menantu paling bahagia di keluarga ini.' Anne masih tidak berhenti bicara dalam batinnya.Ia melirik Exel yang duduk dengan tenangnya. Heran, bagaimana bisa ia setenang itu dalam pembahasan masalah masa depannya. Dasar! Pikir Anne. "Mama Aisyah dan Papa Adam akan datang ke rumah Anne besok malam."????Baik Exel maupun Anne terkejut. Mereka saling melihat satu sama lain. Dengan cepat Exel bertanya. "Ma, apa tidak terlalu terburu-buru? Kita bisa bicarakan ini pelan-pelan. Bukan begitu, Anne?!" Exel menatap tajam. Ia harus setuju dengan usulannya."Ya, itu benar. Sepertinya itu terlalu terburu-buru." Anne hanya bisa tersen
Sore itu, Aisyah gegas menyiapkan makan malamnya untuk calon menantu yang di damba sepanjang hari itu. Wajahnya yang berhari-hari terlihat sedih karena tidak dapat bertemu dengan Anne kembali, kini terlihat lebih ceria.Kesehatan Aisyah jauh lebih baik sekarang, semua berkat Anne. Assisten dapurnya membantu kesibukan Aisyah di sana.Dari luar terlihat Anne berjalan masuk, ia mengambil celemek yang tergantung di sebelah pintu dan memakainya. Seperti biasa senyum Aisyah mengembang sempurna."Boleh saya bantu??!" Wajah Anne yang ceria menawarkan diri."Kamu nanti lelah, kamu istirahat saja, Sayang. Kan kamu di rumah ini adalah tamu, jadi lebih baik Anne duduk manis sambil di temani secangkir kopi." Anne tersenyum melihat ucapan ibu Exel ini."Tidak boleh menolak pokoknya, heheh.""Ya sudah silahkan. Bisa masak juga memangnya?""Kalau masak yang mudah sih, bisa Nyonya."Aisyah menatap wajah Anne, lalu mengatakan, "Bisakah kamu panggil saya Mama Aisyah. Ibu rindu dengan Beyza, aku harap k
"Hey!! Kamu kenapa bengong? Aku antar kamu pulang. Biar mobilnya di bawa Supir!" Exel tiba-tiba mengagetkan. "Ah!! Tidak perlu. Kamu datang ke sini saja aku sudah berterima kasih banyak. Jika kamu tidak datang, entahlah nasib kami." Anne berusaha merendahkan diri."Eh, tapi. Kamu harus bayar mahal!!" Lanjutnya.Exel mengerutkan keningnya. "Apa yang kudu aku bayar?!""Itu tadi, kamu meluk aku! Memang aku wanita apaan?" "Sudahlah lupakan. Aku hanya ingin wanita gatal itu segera pergi dari kehidupanku. Maaf ya, gara-gara dia kamu hampir celaka."Kedua masuk dalam mobil Exel. Sementara mobil Anne di kemudian supirnya. Selama di dalam mobil..."Xel, selama aku kenal kamu, ternyata kamu tidak seburuk yang aku kira." Anne memulai percakapan setelah kuda bermesin Exel melaju pelan."Memang kaukira aku dulu sangat buruk menurut pandangan mu?!""Ya, saat kamu menabrak ku dulu, terus kau tidak mau tanggung jawab. Rasanya sesak sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu, Xel!""Maaf, memang ak
[Halo, Papa!!] [Papa Gundul mu!!] Terdengar suara tidak asing. Bukan suara Abimanyu. Ia menjauhkan ponselnya dan melihat layar. Pikirnya mengarah ke arah sana, pria dingin itu. "ASTAGA!!" Anne segera menutup mulutnya. 'Aku salah telepon. Tapi udah terlanjur. Tidak ada waktu lagi. Ini emergency banget.' [Halo!! Ada apa? Apa tidak bisa sebentar saja kamu melupakanku, Hem?! Padahal jadwalnya nanti malam kau akan datang ke rumahku. Sekarang sudah menelpon saja. Dasar wanita tukang malu-maluin!] umpat Exel tanpa sensor. [Astaga. Sudah aku tidak ada waktu berdebat. Nanti malam kita lanjutkan debatnya. Xel, aku minta tolong. Sekarang aku dalam perjalanan pulang, saat ini aku sampai di jalan Permata Indah ——] [Terus?] [Dengarkan dulu kenapa, sih!! Di belakang mobilku ada mobil hitam yang mengikuti ku dari tadi. Aku takut itu penjahat, Xel. Aku tidak mau mati muda gara-gara preman.] [Kenapa harus takut? Lawan saja. Mereka juga manusia. Sama seperti mu!] [Kalau mereka membawa s
Pria itu bergegas keluar sampai di ambang pintu, ia menoleh kembali. Ternyata wanita itu masih memperhatikannya. 'Dasar!!'Dalam batinnya mengatakan dengan percaya diri, 'Aku tidak mengira jika kau putri dari Tuan Abimanyu, Ann. Ah ... apakah Tuhan ingin mendekatkan kita berdua dalam satu hubungan?!' Exel menggeleng kepala. Dan cepat pergi dari ruangan itu.Sementara Anne bergeming entah dalam berapa waktu lamanya. Menatap kepergian Exel, sampai pria itu tidak terlihat lagi punggungnya, masih saja melihat ke arah pintu.Tanpa sadar, Anne masuk dalam dunia perhaluan. Ia membayangkan pria itu telah menjadi kekasihnya. Mereka memadu kasih, duduk di sebuah taman menatap langit yang biru. Exel memegang tangannya pelan sembari di usap penuh cinta. Keduanya saling bertatap muka. Melihat sepasang manik mata yang memiliki arti yang dalam.Sudut bibir mulai mengembang sempurna. Ah, betapa bahagianya hari ini. Memang benar pepatah mengatakan, jika dua insan manusia sedang di landa cinta, maka
Anne mendadak salah tingkah. Sampai mengumpat pada dirinya sendiri. 'Ish!! Anne!! Lihatlah, tidak ada yang special dari wajah pria dingin ini. Kenapa aku jadi salting gini sih?!"Tanpa sadar, Anne memperhatikan wajahnya beberapa saat. Sampai Exel memergokinya. "Eh, ternyata diam-diam mencuri pandang wajahku, ya!? Benar dan tidak salah sih, karena wajahku ini kegantengannya seperti ombak di laut. Kuat dan dapat menghanyutkan. Banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasihku, Ann."Cih!!Anne tertawa sinis. "Aduh, sudah buang jauh-jauh pembahasan Anda ini. Sesungguhnya, aku sedikit mual. Dan siapa juga yang sedang antri?? Perasaan sejauh ini cuma si Ivanna." Tetap menjaga konsentrasinya menggarap pekerjaan yang berada di berkas file laptopnya."Halah ... kenapa sih jadi wanita sombong banget. Tinggal mengakui saja, apa salahnya!!" Exel menjulur meletakkan tangannya di atas telapak tangan Anne. Wajah wanita itu makin pucat saja dibuatnya."Kamu itu sedang apa?! Begini yang benar itu
Pagi itu, sesuai dengan kesepakatan, Exel datang ke perusahaan besar Abimanyu. Manager Abi telah menunggu kedatangannya. Setelah Exel datang, ia dan beberapa pegawai lain, mendampingi menuju ruangan Anne."Silahkan, Pak Exel. Kami sudah menantikan kedatangan tamu kehormatan seperti Anda kemari." Ia menyapa dengan senyumnya yang mengembang."Anda terlalu membesar-besarkan, Pak. Terimakasih sambutannya." Exel menunduk kepala sebagai salam hormat.Banyak mata nakal terutama pegawai Abi yang ganjen, memperhatikan Exel berjalan melewatinya. "St St!! Siapa itu yang baru lewat? Tampan banget." Salah satunya nyeletuk. "Jangan bicara macam-macam ya, itu rekan kerja Pak Abimanyu!!" "Oh, aduh. Semoga tidak ada yang melaporkan mulutku yang celamitan ini.""Semoga saja.""Tampan sekali sih, duh. Kok aku jadi membayangkan Ibu Anne dan orang ini berjodoh, ya?!" Salah satu dari mereka nyeletuk.Beberapa saat mereka membenarkan. "Ya, kamu benar. Cocok banget. Tampan rupawan dan cantik. Ah ... apal