Istirahat hari ini Mala sengaja ke kantin bareng Alfa. Dia berencana akan memberikan jawaban terhadap pernyataan yang disampaikan Alfa dua hari lalu. Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya, Mala menatap Alfa yang sedang duduk salah tingkah di depannya. Mala berharap, apapun keputusannya, Alfa akan menerima dengan lapang dada. Baru saja ia hendak memulai pembicaraan, tiba-tiba kalimatnya jadi hilang melihat Adi yang sudah berdiri di belakang Alfa dengan tatapan marah.
“Adi,…”.
Alfa menoleh kebelakang. Di belakangnya Adi berdiri mematung dengan mata yang sarat amarah. Tanpa mengucapkan apa-apa, dia pun segera berbalik dan melangkah dengan setengah berlari meninggalkan kantin.
“Aduh, gimana ini. Aku jadi nggak enak sama Adi, Al. Kamu tunggu bentar disini ya, Aku akan menemui dia, sebentar saja.” Tidak peduli bagaimana reaksi Alfa, Mala pun segera berlari menyusul Adi.
“Adi, ada apa? Kamu marah? Emang aku salah lagi? Apa aku&nbs
Ini cerita pertama aku, mohon koreksinya ya...
Kembali ke masa kiniHari ini, seperti biasa, Alif sudah duduk di taman depan fakultas Ekonomi menunggu kuliah Mala selesai. Kali ini, dia tidak duduk sendirian, ada dua orang perempuan cantik yang tampak sedang bersenda gurau dengannya."Siapa mereka?" Lusi yang kebetulan juga keluar kelas mendekati Mala yang berdiri mematung tak jauh dari Alif."Kalau aku tidak salah, mereka adalah senior di jurusanku.""Mereka cantik sekali. Apalagi yang duduk di sebelah Alif. Kamu tidak cemburu?"Mala terkekeh, "Untuk apa cemburu, Alif bukan siapa-siapa aku juga." Mala menoleh dan menatap Lusi, "Karena tidak ada kuliah lagi, mari kita pulang. Tubuhku letih sekali, semalaman mengerjakan tugas." Mala melangkah dan menarik tangan Lusi, berjalan santai melewati Alif yang mengikuti dengan ekor matanya."Nirmala."Suara Alif menghentikan langkahnya membuat gadis itu berdiri diam di tempat. Sungkan sekali rasanya untuk berbalik dan menatap
Pagi itu,...Rena bangun dari tidurnya dengan mata yang sangat bengkak. Semalam dia tidak bisa tidur, telepon dari mamanya dikampung membuatnya pusing dan tidak fokus. Sementera teman sekamarnya, hanyut dalam buaian mimpi dalam tidurnya, dia malah duduk termenung di sudut kamarnya.Tidak ada satupun teman-teman kostnya yang tahu, kalau Rena seorang gadis yang selalu ceria dan cuek dengan masalah apapun, menyimpan sisi gelap dalam hidupnya. Rena tidak sekuat yang terlihat...Rena tidak setegar yang terlihat...Dia selalu tersenyum hanya untuk mengusir kesedihan yang selalu mengejarnya. Semalam, mamanya menelepon sambil menangis terisak-isak. Menceritakan bahwa kakaknya difonis mandul oleh dokter dan ada gejala kista. Pernikahahan kakaknya sudah berjalan hampir enam tahun, namun belum mendapatkan keturunan. Dan selama itu, tekanan dari keluarga suami tidak henti-hentinya datang. Akhir
"Alif...!"Seorang lelaki berwajah tampan keluar dari salah satu kamar kotrakan di dekat rumah Alif dan merentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan Alif. Lelaki itu berperawakan tampan, dengan bobot tubuh yang sedikit lebih gemuk dari Alif. Jenggot tipis menghias di dagu lancipnya. hidung tidak semancung Alif, tapi itu tidak mengurangi kadar ketampanannya. Jika mereka berdiri berdampingan, maka penilaian yang sama akan diberikan pada mereka. Satu tampan, satu ganteng. Begitulah kira-kira."Reza" Alif menyambut tangan itu dan mereka pun berpelukan melepas kerinduan masing-masing.Lelaki itu bernama Reza. Seorang mahasiswa yang sudah beberapa tahun ini tinggal di kontrakan milik keluarga Alif. bagi Alif, Reza bukan hanya dianggap sebagai sahabat terbaik tetapi sudah dirasa seperti saudara sendiri."Bagaimana penelitianmu? Gila, selama empat bulan itu kamu tidak pulang-pulang ke sini? Betah banget di sana. Atau jangan-jangan udah kecantol pula sama gad
"Mala, ada titipan untukmu." Setibanya dikost mereka Lusi menyerahkan sebuah amplop pada Mala "Apa ini, Lusi?" Mala menerima dengan kebingungan. Lusi mengedikkan bahu. "Aku juga tidak tahu. Alif yang menyerahkan padaku. Katanya, saking bahagianya bisa bertemu denganmu lagi, dia sampai lupa menyampaikan titipan itu. "Kita buka aja kali ya." Tanpa menunggu lama, Mala segera membuka amplop itu dan menemukan sebuah kertas terlipat rapi didalamnya. Semakin penasaran, Mala langsung membuka kertas itu dan membaca rangkaian kalimat didalamnya. Teruntuk: Seorang bidadari yang telah meluluh lantakkan hatiku. Maaf, jika aku tidak berani bicara langsung padamu, Mala. Jujur, dari pertemuan pertama kita setahun yang lalu, aku sudah menaruh rasa padamu. Aku jatuh cinta padamu tapi hati ini begitu pengecut untuk sekedar menghampirimu dan menyatakan isi hatiku Dan sekarang
"Jadi, kamu menerima Reza?"Alif agak shock mendengar keputusan Mala pagi itu. Hari ini jadwal kuliah Mala siang, sehingga dia mengajak Alif untuk bertemu pagi hari sebelum kuliah."Bukannya ini yang kamu inginkan? Bukannya kemaren kamu mati-matian membujukku untuk menerima sahabatmu itu? Dan akhirnya, sebagai bukti kalau aku benar-benar sangat mencintaimu, aku penuhi permintaanmu." balas Mala dengan sangat lancar. Padahal, andaikan Alif tahu bagaimana beratnya hati gadis itu untuk mengucapkan semua itu."Aku hanya tidak percaya kamu mampu membuat keputusan dengan begitu cepat, Mala.""Bukankah kita tidak boleh menunda-nunda untuk memenuhi keinginan dari orang yang kita cintai? Semakin cepat dikabulkan semakin baik."Alif tersentak mendengar jawaban Mala yang lebih terdengar seperti raungan keputus asaannya."Maafkan aku, Mala. Gara-gara aku kamu jadi begini. Aku tahu tidak mudah untukmu melakukan semua ini.""Tidak mudah memang
Suasa taman kota sore ini sangat ramai. Disana sini tampak beberapa anak muda yang duduk bersama sehabis pulang kuliah untuk sekedar menghilangkan suntuk dan capek pulang kuliah. Di tengah taman itu tampak beberapa keluarga yang sedang asyik bercengkerama sambil melihat anak-anak mereka berlarian kesana kemari. Ada juga beberapa pasang muda-mudi yang sepertinya tengah dimabuk cinta yang duduk di sudut-sudut taman itu.Mala dan Reza melangkah berbaur dengan ramainya orang disana. Setelah terlebih dahulu membeli sedikit cemilan, diajaknya Mala duduk disalah satu tempat duduk di bawah pohon, melihat wahana hiburan yang juga sangat ramai sambil duduk berhadapan."Akhirnya, setelah kemaren gagal, sekarang Kakak bisa mengajakmu kesini. Kamu lihat sendiri kan, dibanding taman kota dekat kampusmu itu, disini jauh lebih seru."Mala mengangguk. Lagi, dengan sedikit memaksa, Reza berhasil membawanya ke taman kota untuk berkencan. Namun bukan Mala namanya jika dia tid
Malam ini, Alif sengaja mendatangi kost Mala. Rasa rindu pada wanita itu sudah tidak bisa dibendungnya lagi. Berbekal dengan hati yang masih belum pulih sepenuhnya, lelaki tampan itu memasuki pekarangan rumah dan membujuk bibinya untuk memberi izin bertemu dengan Mala."Kamu udah makan? Ini aku bawakan sate kacang kesukaanmu. Kamu makan gih!" Alif menyambut kedatangan Mala dengan senyum manis. Bahagia sekali rasanya melihat wanita itu."Aku baru aja selesai makan bareng teman-teman. Kalau aku makan sate lagi nanti aku jadi gendut lo, Lif.""Biar aja kamu gendut, aku akan tetap suka?" balas Alif menatap lekat-lekat wajah kekasihnya."Nanti kalau aku gendut, kamu tidak suka lagi sama aku. Kamu berpaling pada wanita lain. Kumbang bersayap indah sepertimu akan mudah berpindah ke bunga lain" Mala mengerucutkan bibirnya."Itu bukan karakter aku. Tapi, dipikir-pikir, bagus juga kalau kamu gendut, biar lelaki lain tidak ada lagi y
Mala masih gelisah di kamarnya, dari tadi belum dilihatnya Rena muncul di kostan, padahal sudah larut malam. Dia benar-benar tidak sabar ingin menanyakan semua pertanyaan yang bersemayam di otak pada temannya itu. Matanya sudah mulai mengantuk, disamping kelelahan, rasa pusing yang tadi tiba-tiba menyerangnya belum kunjung hilang."Kamu kenapa, Mala. Dari tadi mondar-mandir nggak jelas begitu." Lusi yang baru selesai menunaikan shalat Isya menatap heran sahabatnya itu."Aku sedang menunggu Rena. Aku ingin bicara dengannya.""Ada masalah apa?" tanya Lusi mengerutkan kening.""Bukan masalah apa-apa. Aku tidak berani membicarakan itu padamu sekarang, takutnya nanti aku jadi suuzhon sama orang lain. Makanya aku harus bicara dulu sama Rena. Maaf, ya!""Walau sebenarnya aku sangat penasaran, tapi aku mengerti dan sangat menghormati pendapatmu." Lusi tersenyum lalu berdiri dan mengambil air minum. "Oiya, besok pertandingannya Alif kan?" tany
"Mala..."Mala menoleh dan mendapati seorang lelaki tampan sedang menatapnya sendu. Bian yang juga berdiri disampingnya mengenggam erat tangan Mala. Dia masih mengenali orang itu. Kalau tidak salah ingat lelaki itu dulu pernah dekat dengan istrinya. Bukankah mereka dulu pernah bertemu saat masih kuliah? Rahang Bian mengeras."A...Alif..." ujar Mala pelan."Ternyata kamu masih mengenaliku." Lelaki yang ternyata adalah Alif itu tersenyum pahit. "Selamat atas pernikahanmu, Mala. Semoga bahagia. Apa kita bisa bicara sebentar, hanya berdua." pinta Alif menatap Mala harap.“Jika ada yang ingin dibicarakan, maka bicara disini saja, Lif.” Jawab Mala halus.Alif menatap Mala memohon, lalu ditatapnya Bian yang masih mengenggam erat tangan Mala."Mala adalah istriku. Jadi apapun masalahnya, juga masalahku. Tidak ada rahasia diantara kami." potong Bian cepat. Genggamannya pun semakin erat. Mala tersenyum dan menatap Bian hangat."Suamiku benar, Lif. Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?” ucap Ma
Mala bersenandung riang sambil melangkah kesana kemari di dapur. Seperti biasanya, setelah sepuluh hari lebih mereka menikah, ia selalu membuatkan sarapan untuk suaminya. Namun, pagi ini ada yang tak biasa, karena dari tadi tak henti hentinya bibirnya tersenyum lalu senandung cinta tak berhenti mengalun dari mulut itu. Menggambarkan suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga.Akhirnya, setelah 10 hari menikah, semalam ia berhasil melaksanakan tugas sepenuhnya sebagai seorang istri. Melawan segala trauma yang selalu menghantuinya.Masakannya hampir selesai, saat deru suara motor terdengar di halaman depan. Itu adalah suaminya pulang dari masjid. Bahkan disaat beratnya godaan untuk kembali memeluk istrinya, lelaki itu tetap bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Lalu setelah menunaikan shalat sunat sebelum shubuh dua raka'at ia pamit untuk menunaikan shalat Shubuh berjamaah ke masjid. Mala yang saat itu masih uring-uringan, merasa sangat malu pada suaminya itu. Hingga walau dengan sedikit
Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide
Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide
Bian melangkah pelan mengikuti rombongan pejabat perusahaan menuju ruang pimpinan. Kepalanya masih celingukan ke belakang menunggu istri tercinta yang masih belum juga tampak. Tadi, mereka terpaksa berpisah karena Mala yang mendadak dihampiri oleh puluhan karyawan yang hendak minta maaf sekaligus mengucapkan salam perpisahan padanya. Sebenarnya ingin sekali menemani, takut jika terjadi hal diluar dugaan lagi, namun tarikan halus di ditangannya mengurungkan niatnya."Sudahlah! Kupastikan dia aman sekarang. Tak akan ada yang berani mengganggunya lagi. Disamping kebenaran yang telah terungkap, semua orang tahu bahwa Mala adalah isteri salah satu pemegang saham di sini, mana ada yang berani usil lagi padanya. Termasuk si Raditya itu" ujar Donny yang membuat Bian tersenyum.Tetap saja dia mencemaskan istrinya."Tetap saja hatiku tak tenang, Bang. Dia masih trauma. Abang tak merasakan bagaimana nelangsanya adikmu ini, walau sudah menjadi istri sah pun, aku sama sekali tak bisa berbuat banya
“Saya memiliki semua rekaman cctv kejadian itu, karena kebetulan saat kejadian itu saya berada di hotel yang sama dengan Pak Raditya. Saya bisa saja memutar semua cctv itu di sini, tapi karena permintaan dari istri saya, opss…” Bian pura-pura keceplosan, lalu tersenyum manis pada Mala, “Karena permintaan dari Nirmala, agar rekaman cctv itu tidak diputar karena bisa menyebarkan aib orang lain, makanya saya tidak memperlihatkan cctv itu.”Bian melangkah tanpa canggung dan berjalan didepan semua yang hadir, layaknya seorang dosen yang sedang memberikan kuliah pada semua mahasiswanya. Langkahnya berakhir tetap di depan dua orang wanita yang tadi tidak mempercayai pengakuan Raditya.“Hei, Nona berdua. Mungkin anda adalah penggemar pak Radit, jadi sah-sah saja jika anda tak akan percaya apapun kesalahan yang dilakukan oleh idola anda. Its okey. Tapi coba anda lihat sebagai sisi wanita, saat ini Nirmala, wanita yang sedang anda hujat itu sedang mengalami trauma berat. Trauma atas kejadian na
Mala duduk dengan gelisah didepan puluhan mata yang memandangnya dengan tatapan yang beragam. Di sebelahnya Radit tak kalah gelisah, semua ini sungguh diluar dugaannya. Dikiranya pertemuan di aula siang ini akan menjadi saksi keberhasilannya mendapatkan hati dan cinta dari wanita yang disukai, namun kenyataan berkata lain. Apalagi saat sesekali ekor matanya menatap lelaki yang duduk dengan tenang disampingnya pimpinan perusahaannya. Entah apa hubungan lelaki itu dengan orang nomor satu diperusahaan itu? Yang jelas kehadirannya membuat keberaniannya nyaris hilang, karena bagaimana pun, lelaki itu mengetahui semua kejahatan yang dilakukannya pada Mala.Belum lagi, mengingat bagaimana reaksi Mala saat lelaki itu muncul. Mala berlari dan menghambur kepelukan lelaki itu dan mendekapnya erat. Membuat hati Radit bagai ditusuk belati karena sakit membayangkannya. Dengannya, jangankan memeluk, dipegang tangan sedikit saja gadis itu sudah tak ubahnya macan betina.Kebingungan itu sebenarnya jug
Mala duduk termenung di kursi kerjanya, tak menghiraukan rekan kerja yang sedari tadi saling pandang satu sama lain, tak ada yang berani bicara. Sekembalinya dari HRD Mala menjadi diam seribu bahasa. Hanya termenung tanpa melakukan apa-apa.Setelah merasa hatinya agak tenang, diangkatnya kepala lalu memandang semua yang ada di ruangan itu sendu. Kurang lebih dua tahun bekerja disana, sekarang harus pergi dengan hati yang terluka. Dikiranya ia akan bisa pamit dengan hati tenang, dan melupakan masalah dengan Radit. Tapi kenyataan memang tak seindah bayangan. Apalagi, sebentar lagi akan diadakan pertemuan di aula, dan semua orang akan mengadilinya. Tatapan sinis dari puluhan pasang mata akan menghujaninya. Diusapnya wajah kasar, lalu untuk menghibur diri di coba menghubungi seseorang yang beberapa hari ini mampu memberi ketenangan dan kekuatan saat masalah datang padanya.Hanya menyapa, itu yang bisa dilakukannya, karena takut akan merusak konsentrasi lelaki itu disana. Namun diluar per
Bian menyesap secangkir teh panas yang dihidangkan padanya oleh asisten dari lelaki yang kini sedang duduk di depannya. Lelaki yang berusia 35 tahun itu tampak sangat gagah dan tampan dengan gayanya yang kasual.Setelah melepas Mala masuk ke kantor, hatinya tetap tak tenang, sehingga diputuskan untuk menghubungi salah satu mahasiswa yang kuliah hari ini denganya, minta maaf karena tak bisa masuk dan minta ganti perkuliahan di hari lain. Awalnya, ia ragu juga ingin ikut campur, tapi saat tanpa sengaja mendengar percakapan miring tentang Mala oleh dua orang karyawan yang baru datang, dan sempat numpang berkaca dimobilnya, hati lelaki itu menjadi panas. Bayangan betapa hancur hati istrinya mendengar berita itu sungguh membuatnya tak tenang.Mungkin nasib baik memang sedang memihaknya, atau mungkin begitu cara Allah memudahkan langkahnya. Kantor tempat Mala bekerja ternyata adalah milik salah seorang seniornya saat ikut organisasi dulu. Bahkan atas tawaran dari seniornya itu, dia juga m